Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS PATOLOGI

PADA By. Ny. N DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH


DI RUANG PERINATALOGI R.S.D K.R.M.T WONGSONEGORO

Laporan studi kasus disusun untuk memenuhi target pada stase “Asuhan Kebidanan Patologis”

Disusun Oleh:

Dwi Indah Lestari 32102100009


Eka Setianingsih 32102100010
Erah 32102100011
Eri Oktaviani 32102100012
Febry Zahrina Ghaissani 32102100014
Fitri Nur Shofa 32102100015
Ika Hidayatul Ulya 32102100016

PRODI KEBIDANAN SARJANA DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Alamat: Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Semarang 50112 PO Box 1054
Telepon. (024) 6583584 Faksimile: (024) 6581278
Tahun 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Generasi muda merupakan aset terbesar yang perlu mendapat perhatian. Perhatian tersebut
adalah bagian untuk meningkatkan kualitas hidup, khususnya perhatian yang diberikan terhadap
generasi sejak lahir. Namun, tingginya angka kematian bayi (AKB) masih menjadi masalah di
berbagai negara di dunia. Salah,satu penyebab tingginya AKB adalah bayi berat lahir rendah
(BBLR). BBLR merupakan salah satu penyebab kematian pada bulan pertama kelahiran seorang
bayi. Kejadian BBLR menyebabkan berbagai dampak kesehatan masyarakat baik dimasa bayi
dilahirkan maupun dimasa perkembangannya diwaktu yang akan datang. (Juliana,Debby,Aprilian
2017). Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram tanpa
memandang masa gestasi. Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran didunia dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat
lahir lebih dari 2.500 gram (Maternity, 2018).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) hampir semua (98%) dari lima juta
kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada
periode neonatal dini (0-7 hari), yang umumnya dikarenakan Berat Bayi Lahir (BBL) kurang dari
2.500 gram dan Indonesia berada pada peringkat sembilan dunia dengan persentase BBLR lebih dari
15,5% dari kelahiran bayi setiap tahunnya. (Yulisa, R & Imelda, 2018)
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan bahwa
AKB mengalami penurunan meskipun tergolong tinggi dari negara-negara Association of Southeast
Asian Nations (ASEAN), seperti Singapura 3/1.000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1.000 kelahiran
hidup, Thailand 17/1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18/1.000 kelahiran hidup, dan Indonesia
tertinggi yaitu 24/1.000 kelahiran hidup. Hal tersebut tentunya masih menjadi tantangan untuk
mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) dimana secara global pada tahun 2030
diharapkan AKB kurang 12/1.000 kelahiran hidup. Sementara itu, angka kelahiran prematur yang
tercatat di Indonesia pada tahun 2017 sekitar 15 juta bayi lahir prematur setiap tahunnya atau
sebanyak 675.700 kasus dari 4,5 juta kelahiran bayi setiap tahunnya
Terjadinya bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) tidak terlepas dari keadaan ibu
pada saat masa kehamilannya, dimana terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya.
Faktor-faktor penyebab berupa faktor ibu pada waktu hamil antara lain dilihat dari umur ibu, gizi
ibu dan keadaan sosial ekonomi. Faktor kehamilan meliputi hamil dengan hidramnion, gemily
(hamil ganda), pendarahan ante partum (plasenta previa dan solusio plasenta), komplikasi hamil
seperti preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini, faktor janin seperti cacat bawaan dan infeksi
dalam rahim.
Menurut Badan Pusat Statistik (2015) dalam Yulisa (2018), kondisi bayi dengan BBLR
perlu menjadi perhatian karena umumnya bayi dengan berat badan rendah dapat menyebabkan
komplikasi kesehatan seperti gangguan sistem pernafasan, pencernaan, susunan syaraf pusat,
kardiovaskular, hematologi dan imunologi. Bayi dengan BBLR berpotensi mengalami
perkembangan kognitif lebih lambat dibandingkan dengan bayi berat badan lahir normal. BBLR
disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas), IUGR (Intra Uterin Growth
Restriction) dalam bahasa Indonesia disebut Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). Kedua penyebab
ini dipengaruhi oleh faktor risiko seperti faktor ibu, plasenta, janin dan lingkungan. Faktor risiko
tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin selama masa kehamilan
(Prawirohardjo, 2008 dalam Sujianti, 2018). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami
tertarik untuk memberikan Asuhan Kebidanan Neonatus Patologis pada By. Ny. N dengan Berat
Badan Lahir Rendah di RSD K.R.M.T Wongsonegoro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah saya uraikan di atas dapat saya mengambil rumusan
masalah yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Neonatus Patologi pada By. Ny. N dengan Berat
Badan Lahir Rendah di RSD K.R.M.T Wongsonegoro tahun 2023”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari kasus ini adalah untuk memberikan asuhan kebidanan Neonatus
patologi dengan Berat Badan Lahir Rendah di RSD K.R.M.T Wongsonegoro tahun 2023
sesuai dengan kompetensi pelayanan dan standar pelayanan kebidanan serta
didokumentasikan secara benar
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif, data obyektif pada By. Ny. N dengan Berat
Badan Lahir Rendah di RSD K.R.M.T Wongsonegoro.
b. Mampu menentukan interpretasi data yang meliputi diagnosa kebidanan dan masalah
padaBy. Ny. N dengan Berat Badan Lahir Rendah di RSD K.R.M.T Wongsonegoro.
c. Mampu menentukan diagnosa atau masalah potensial yang timbul pada By. Ny. N dengan
Berat Badan Lahir Rendah di RSD K.R.M.T Wongsonegoro.
d. Mampu mengidentifikasi tindakan segera pada By. Ny. N dengan Berat Badan Lahir
Rendah di RSD K.R.M.T Wongsonegoro.
e. Mampu melakukan perencanaan asuhan pada By. Ny. N dengan Berat Badan Lahir Rendah
di RSD K.R.M.T Wongsonegoro.
f. Mampu melakukan asuhan pada By. Ny. N dengan Berat Badan Lahir Rendah di RSD
K.R.M.T Wongsonegoro Ny. A dengan Abortus Imminens di R.S.D Wongsonegoro.
g. Mampu melakukan evaluasi baik proses maupun hasil secara menyeluruh dari asuhan yang
telah dilaksanakan pada By. Ny. N dengan Berat Badan Lahir Rendah di RSD K.R.M.T
Wongsonegoro.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)


Definisi dari bayi berat badan lahir rendah menurut saputra (2014), bayi berat lahir rendah ialah
berat badan bayi yang kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi atau usia kehamilan.
Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia/IDI (2016), Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa genetasi dengan catatan berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam satu jam setelah lahir.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang saat dilahirkan memiliki
berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai masa gestasi. (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World
Health Organization (WHO) semua bayi yang telah lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2.500
gram disebut Low Birth Weight Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Klasifikasi BBLR  tambahkan klasifikasinya dan teori tentang klasifkasi bayi berdasarkan berat
lahir dan usia kehamilan (kurva lubschenco)  sesuai masa kehamilan, besar masa kehamilan dan kecil masa
kehamilan

B. Etiologi BBLR
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus. Etiologi dari maternal
dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR (Intrauterine Growth Restriction). Yang termasuk prematur
dari faktor maternal yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi, penggunaan obat, KPD, polihidramnion,
iatrogenic, disfungsi plasenta, plasenta previa, solusio plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi uterin.
Sedangkan yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal yaitu Anemia,
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu alcohol atau narkortika. Selain etiologi dari faktor
maternal juga ada etiologi dari faktor fetus. Yang termasuk prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi multipel
atau malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu
Gangguan kromosom, infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi multipel (Bansal,
Agrawal, dan Sukumaran, 2013).
Selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah atau
biasa disebut BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :
a. Faktor ibu :
1. Penyakit
Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi dan biasanya kejadiannya bisa
penyakit berat yang dialami ibu pada saat ibu hamil ataupun pada saat melahirkan. Penyakit kronik
pada ibu yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik, Preeklampsia, diabetes
melitus dan jantung (England, 2014).
1) Adanya komplikasi - komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi atau darah tinggi,
HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
3) Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.

2. Ibu (geografis)
1) Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35
tahun.
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke anak yang akan
dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
3) Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling sering terjadi yaitu paritas
pertama dan paritas lebih dari 4.
4) Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita sebelumnya.

3. Keadaan sosial ekonomi


1) Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan sosial ekonomi yang kurang.

2) Karena pengawasan dan perawatan kehamilan yang sangat kurang.


3) Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi keadaan bayi.
4) diusahakan apabila sedang hamil tidak melakukan aktivitas yang ekstrim.
5) Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi fisik serta mental.

b. Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR disebabkan oleh : kelainan
kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan, gawat janin, dan kehamilan
kembar).
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat menjadi salah satu faktor. Kelainan
plasenta dapat disebabkan oeh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar
(sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor lingkungan ini. Faktor lingku ngan
yang dapat menyebabkan BBLR, yaitu : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta
terpapar zat beracun (England, 2014).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atau biasa disebut gambaran klinis biasanya digunakan untuk menggambarkan
sesuatu kejadian yang sedang terjadi. Manifestasi klinis dari BBLR dapat dibagi berdasarkan prematuritas
dan dismaturitas. Manifestasi klinis dari premataturitas yaitu :
1. Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm, lingkaran dada < 30 cm, lingkar
kepala < 33 cm.
2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3. Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
4. Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
5. Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
6. Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
7. Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
8. Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi jenis kelamin perempuan, sedangkan
pada bayi jenis kelamin laki – laki belum turunnya testis.
9. Pergerakan kurang, lemah serta tonus otot yang mengalami hipotonik.
10. Menangis dan lemah.
11. Pernapasan kurang teratur.
12. Sering terjadi serangan apnea.
13. Refleks tonik leher masih lemah.
14. Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna (Saputra,2014).

Selain prematuritas juga ada dismaturitas. Manifestasi klinis dari dismaturitas sebagai berikut :

1. Kulit pucat ada seperti noda


2. Mekonium atau feses kering, keriput, dan tipis
3. Verniks caseosa tipis atau bahkan tidak ada
4. Jaringan lemak dibawah kulit yang masih tipis
5. Bayi tampak gersk cepat, aktif, dan kuat
6. Tali pusat berwarna kuning agak kehijauan (Saputra, 2014).

D. Patofisiologi
Secara umum bayi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan atau prematur, di samping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya, bayi lahir cukup
bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi BB lahirnya lebih kecil dibandingkan kehamilannya, yaitu tidak
mencapai 2500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam
kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi, dan
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang (WHO, 2018).
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan
dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem
reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa prahamil maupun saat
hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebailknya, ibu
dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi Berat Bayi lahir Rendah (BBLR)
vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi. (WHO,2018).
Tambahkan bagan patofisiologi BBLR

E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi  nama terakhir penulis pertama (tahun) (2015)
pemeriksaan bayi BLLR antara lain:
1. Periksa jumlah sel darah putih: 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000 – 24.000/mm3, hari
pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
2. Hematokrit (Ht): 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan polisetmia, penurunan
kadar menunjukkan anemia atau hemoragic perinatal.
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau hemolisis berlebih).
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata – rata 40-50 mg/dl
meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga
6. Pemeriksaan analisa gas darah.

F. Komplikasi BBLR
a. Jangka Pendek
Dampak atau masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR (Izzah,2018) adalah sebagai berikut :
1. Gangguan metabolic
Gangguan metabolik yang diikuti dengan hipotermi dapat terjadi karena bayi BBLR
memiliki jumlah lemak yang sangat sedikit di dalam tubuhnya. Selain itu, pengaturan sistem suhu
tubuhnya juga belum matur. Yang sering menjadi masalah pada bayi BBLR yaitu hipoglikemi. Bayi
dengan asupan yang kurang dapat berdampak kerusakan sel pada otak yang mengakibatkan sel pada
otak mati. Apabila terjadi kematian pada sel otak, mengakibatkan gangguan pada kecerdasan
anak tesebut. Untuk memperoleh glukosa yang lebih harus dibantu dengan ASI yang
lebih banyak. Kebanyakan bayi BBLR kekurangan ASI karena ukuran bayi kecil, lambung kecil dan
energi saat menghisap sangat lemah.
2. Gangguan imunitas
1) Gangguan imunologik
Sistem imun akan berkurang karena diberikan rendahnya kadar Ig dan Gamma globulin.
Sehingga menyebabkan sering terkena infeksi. Bayi BBLR juga sering terinfeksi penyakit yang
ditularkan ibu melalui plasenta.
2) Kejang pada saat dilahirkan
Untuk menghindari kejang pada saat lahir, Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) harus
dipantai dalam 1 X 24 jam. Dan harus tetap dijaga ketat untuk jalan napasnya.
3) Ikterus (kadar bilirubin yag tinggi)
Ikterus pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan adanya gangguan pada zat
warna empedu yang dapat mengakibatkan bayi berwarna kuning ( Khoiriah, 2017).
3. Gangguan pernafasan
1) Sindroma gangguan pemafasan
Gangguan sistem pernapasan pada bayi BBLR dapat disebabkan karena kurang adekuatnya
surfaktan pada paru – paru.
2) Asfiksia
Pada bayi BBLR saat lahir biasanya dapat timbul asfiksia.
3) Apneu periodic
Terjadi apneu periodik karena kurang matangnya organ yang terbentuk pada saat bayi BBLR
dilahirkan.
4) Paru belum berkembang
Paru yang belum berkembang menyebabkan bayi BBLR sesak napas. Untuk menghindari
berhentinya jalan napas pada payi BBLR harus sering dilakukan resusitasi.
5) Retrolenta fibroplasia
Retrolenta fibroplasia dapat terjadi akibat berlebihnya gangguan oksigen pada bayi BBLR
(Kusparlina, 2016).
4. Gangguan sistem peredarah darah
1) Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi padi bayi BBLR karena terjadi gangguan pada pembekuan darah.
Gangguan fungsi pada pembukuh darah dapat menyebabkan tingginya tekanan vaskuler pada otak
dan saluran cerna. Untuk mempertahankan pembekuan darah normal dapat diberikan
suntikan vitamin K.
2) Anemi
Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi pada bayi BBLR.
3) Gangguan jantung.
Gangguan jantung dapat terjadi akibat kurang adekuatnya pompa jantung pada bayi BBLR.
5. Gangguan cairan dan elektrolit
1) Gangguan eliminasi
Pada bayi BBLR kurang dapat mengatur pembuangan sisa metabolisme dan juga kerja ginjal yang
belum matang. Sehingga, menyebabkan adsorpsi sedikit, produksi urin berkurang dan tidak
mampunya mengeluarkan kelebihan air didalam tubuh. Edema dan asidosis metabolik sering
terjadi pada bayi BBLR.
2) Distensi abdomen
Distensi abdomen pada bayi BBLR dapat menyebkan kurangnya absopsi makanan di dalam
lambung. Akibatkan sari – sari makanan hanya sedikit yang diserap.
3) Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi BBLR kurang sempurna sehingga lemahnya otot – otot dalam
melakukan pencernaan dan kurangnya pengosongan dalam lambung (England, 2014).
b. Jangka Panjang
Dampak atau masalah jangka panjang yang terjadi pada BBLR (Izzah, 2018) adalah sebagai
berikut :
1. Masalah psikis
1) Gangguan perkembangan dan pertumbuhan
Pada bayi BBLR terdapat gangguan pada masa pertembuhan dan perkembangan sehingga
menyebabkan lambatnya tumbuh kembang Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
2) Gangguan bicara dan komunikasi
Gangguan ini menyebabkan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) memiliki
kemampuan bicara yang lambat dibandingkan bayi pada umummnya.
3) Gangguan neurologi dan kognisi
Gangguan neurologi dan kognisi pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga sering
ditemukan (Lestari, 2018).

2. Masalah fisik
1) Penyakit paru kronis
Penyakit paru kronis disebabkan karena infeksi. Ini terjadi pada ibu yang merokok dan
terdapat radiasi pada saat kehamilan.
2) Gangguan penglihatan dan pendengaran
Pada bayi BBLR sering terjadi Retinopathy of prematurity (ROP) dengan BB 1500 gram
dan masa gestasi < 30 minggu.
3) Kelainan bawaan
Kelainan bawaan merupakan kelainan fungsi atubuh pada ibu yang dapat ditularkan saat ibu
melahirkan bayi BBLR ( Khoiriah, 2017).

G. Tata laksana BBLR


Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup besar serta memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat. Untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Penanganan BBLR
meliputi Hal – hal berikut :
1. Mempertahankan suhu dengan ketat.
BBLR mudah mengalami hipotermia. Maka, suhu sering diperhatikan dan dijaga ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat.
Dalam penanganan BBLR harus memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat rentan.
Bayi BBLR juga memiliki imunitas yang sangat kurang. Hal sekecil apapun harus perlu diperhatikan
untuk pencegahan bayi BBLR. Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan mencuci tangan
sebelum memegang bayi.
3. Pengawasan nutrisi dan ASI.
Refleks menelan pada BBLR belum sempurna dan lemahnya refleks otot juga terdapat pada bayi BBLR
Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati.
4. Penimbangan ketat
Penimbangan berat badan harus perlu dilakukan secara ketat karena peningkatan berat badan
merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh (Syafrudin
dan Hamidah, 2009).

Ada juga penatalaksanaan menurut Proverawati, A. 2010 yaitu Penatalaksanaan umum pada bayi dengan BBLR
dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut:

1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi


Keadaan bayi BBLR akan mudah mengalami rasa kehilangan panas badan dan menjadi hipotermi,
karena pada pusat pengaturan panas badan belum berfungsi secara baik dan optimal, metabolismenya masih
rendah, dan permukaan badannya yang sangat relatif luas. Maka, bayi harus di rawat pasa suatu alat di dalam
inkubator sehingga mendapatkan kehangatan atau panas badan sesuai suhu dalam rahim. Inkubator
terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,40C untuk bayi dengan berat badan sebesar 1,7 kg dan
suhu sebesar
32,20C untuk bayi yang memiliki berat badan lebih kecil. Bila tidak memiliki alat atau tidak terdapat
inkubator, bayi dapat dibungkus menggunakan kain dan pada sisi samping dapat diletakkan botol ysng
diisi dengan air hangat. Selain itu, terdapat metode kanguru yang dapat dilakukan dengan cara
menempatkan atau menempelkan bayi secara langsung di atas dada ibu.
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu menentukan pilihan susu yang sesuai,
tata cara pemberian dan pemberan jadwal yang cocok dengan kebutuhan bayi dengan BBLR. ASI (Air Susu
Ibu) merupakan pilihan utama apabila bayi masih mampu mengisap. Tetapi, jika bayi tidak mampu untuk
mengisap maka dapat dilakukan dengan cara ASI dapat diperas terlebih dahulu lalu diberikan kepada
bayi dengan menggunakan sendok atau dapat dengan cara memasang sonde ke lambung secara
langsung. Jika ASI tidak dapat mencukupi atau bahkan tidak ada, khusus pada bayi dengan BBLR
dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau biasanya dapat disebut susu formula
khusus untuk bayi BBLR (Hartini, 2017).
3. Pencegahan Infeksi
Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh yang relatif kecil ataupun sedikit. Maka, sangat
berisiko bayi BBLR akan sering terkena infeksi. Pada bayi yang terkena infeksi dapat dilihat dari
tingkah laku, seperti memiliki rasa malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh yang relatif meningkat,
frekuensi pernapasan cenderung akan meningkat, terdapat muntah, diare, dan berat badan mendadak akan
semakin turun.
Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi.
Oleh karena itu, bayi tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker
dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan
asepsis dan antisepsis alat- alat yang digunakan, rasio perawat pasien ideal, menghindari perawatan
yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibotik yang tepat (Kusparlina, 2016).
4. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit. Maka,
perlu dilakukan tindakan hidrasi untuk menambah asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup
untuk kebutuhan tubuh.
5. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi BBLR. Pemberian oksigen ini
dilakukan untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi. Apabila kekurangan oksigen pada bayi
BLR dapat menimbulkan ekspansi paru akibat kurngnya surfaktan dan oksigen pada alveoli. Konsentrasi
oksigen yang dapt diberikan pada bayi BBLR sekitar 30%-35% dengan menggunakan head box. Konsentrasi
oksigen yang cukup tinggi dalam waktu yang panjang akan dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan retina. Oksigen dapat dilakukan melalui tudung kepala, dapat menimbulkan kebutaan pada
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sebisa mungkin lakukan dengan bahaya yang sangat kecil
mungkin dapat dilakukan dengan pemberian alat CPAP (ContinousPositive Airway Pressure) atau dengan
pipa endotrakeal untuk pemberian konsentrasi oksigen yang cukup aman dan relatif stabil.
6. Pengawasan Jalan Nafas
Salah satu bahaya yang paling besar dalam bayi BBLR yaitu terhambatnya jalan nafas. Jalan
nafas tersebut dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR
susah dalam beradaptasi apabila terjadi asfiksia selama proses kelahiran sehingga menyebabkan
kondisi pada saat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR memiliki resiko mengalami serangan
apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya
diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan tindakan pemberian jalan nafas segera
setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi yang miring, merangsang pernapasan dengan cara
menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini dapat gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal,
pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah untuk terjadinya aspirasi.
Tindakan ini dapat dicegah untuk mengatasi asfiksia sehingga dapat memperkecil kejadian kematian
bayi BBLR (Proverawati, 2010)
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGI


PADA By. Ny. N
Di R. Perinatologi

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 10/ 01/ 2023
Jam : 09.30
Tempat : R. Perinatologi
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas Klien
Nama Bayi : By. Ny. N
Umur Bayi : 10 hari
Tanggal/jam lahir : 1 Januari 2023 / 18.43 WIB
No. Register :
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama Ibu : Ny. N Nama Ayah : Tn. T
Umur : 25 th Umur : 41 th
Agama : Islam Agama : Katolik
Pendidikan : SMK Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Kedungmundu, Tembalang
3. Riwayat Kehamilan Ibu
a. GPA : G4P3A0
b. Umur kehamilan : 31 minggu
c. ANC : 5x
Frekuensi : jarang
Tempat periksa : Dokter SpoG
d. Keluhan hamil muda : mual muntah
e. Keluhan hamil tua : sering muncul His palsu

4. Kebiasaan Waktu Hamil


a. Makanan : saat hamil muda makan roti dan jus jika tidak mual, memasuki
kehamilan tua ibu makan nasi beserta lauk pauk porsi sedikit tapi sering
b. Obat-obatan/jamu : ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu/ obat warung. Ibu hanya
mengkonsumsi obat untuk lemah jantung, asam lambung, vertigo jika keluhan muncul
dan sudah konsul dengan dokter.
c. Merokok : suami
d. Aktivitas : ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci,
mengepel, menyapu dll

5. Riwayat Persalinan Sekarang


a. Jenis persalinan : persalinan dengan SC
b. Penolong : Dokter SpoG
c. Lama persalinan
Kala I : ............ jam, ............. menit
Kala II : ............ jam, ............. menit
Kala III
Kala IV
d. Ketuban pecah
Pecah jam :
Jenis : spontan / amniotomi
Warna :
Bau :
Jumlah :
e. Komplikasi persalinan
Ibu : ibu mempunyai riwayat lemah jantung
Bayi : BBLR, prematur

B. DATA OBJEKTIF
1. Hasil Penilaian Selintas
a. Warna kulit : Kemerahan
b. Gerakan : Aktif
c. Tangisan : Kuat
2. Keadaan Umum : Baik
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Score Apgar : 8-9-9
Tanda I II III
Apperance (warna
kulit)
Pulse (nadi)
Grimace (refleks)
Aktivity (tonus otot)
Respirasi (usaha
bernafas)

5. Tanda-Tanda Vital
a. Suhu : 36,5 °c
b. Pernafasan : 45 x/mnt
c. Nadi : 146 x/mnt
6. Antropometri
a. Berat Badan : 2,040 gr
b. Panjang Badan : 44 cm
c. Lingkar Kepala : 31 cm
d. Lingkar Dada : 29 cm
e. LiLA : 8 cm
7. Status Present
a. Kepala : tidak terdapat cephal haematoma dan caput succedenum
b. Rambut : simetris kiri dan kanan, tidak pucat dan tidak tanda lahir
c. Muka : simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah muda, sclera tidak
ikterus dan tidak ada sekret
d. Mata : normal, letak simetris dan tidak ada sekret
e. Hidung : normal, letak simetris dan tidak ada sekret
f. Mulut : reflek menghisap lemah, pallatum tidak ada kelainan, lidah
bersih merah muda, bibir tampak agak kering dan pucat
g. Telinga : normal, letak simetris, tidak ada kelainan
h. Leher : tidak ada pembesaran atau pembengkakan, tidak ada nyeri
tekan
i. Dada : simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi didnding dada,
tidak ada tonjolan dada pada bayi
j. Perut : tali pusat tampak dan tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali
pusat
k. Punggung : tidak abdomen, tidak ada kelainan punggung
l. Genitalia : tidak ada kelainan pada genetalia
m. Anus : terdapat anus
n. Ekstremitas :
Tangan : pergerakan baik, jari tangan kiri dan kanan lengkap, reflek
menggenggam baik
Kaki : pergerakan aktif, jari kanan kiri lengkap, reflek babinsky dan reflek
moro baik
o. Kulit : integrasi kulit tampak tipis, lemak kulit kurang dan tampak kemerahan,
tidak ada lanugo
8. Refleks
a. Refleks Moro : negative
b. Refleks Rooting : lemah
c. Refleks Walking : reflek bayi kurang
d. Refleks Plantar : berkurang
e. Refleks Sucking : lemah
f. Refleks Tonick Neck : lemah
9. Eliminasi
a. Miksi : sudah / belum, war na ............
b. Meconeum : sudah / belum, warna ............
Terapi yang telah diberikan sebelumnya  sertakan tanggal, jenis obat dan dosis
II. ASESSMENT
1. Diagnosis Kebidanan
By Ny. N umur 10 hari, preterm, lahir SC dengan BBLR
2. Masalah (bila ada)
3. Kebutuhan (bila ada)
4. Diagnosis potensial (bila ada)
5. Tindakan segera/ kolaborasi (bila ada)
III. PLANNING

Tangga Subjektif Obyektif Assessmen wakt Planning Wakt Planning Wakt Evaluasi
l t u u u
10/1/23 Bayi lahir Suhu : 36,6°c By. Ny. N 07.15 Lakukan 07.15 Melakukan 07.25 Personal
secara SC, RR : 43 x/mnt usia 10 hr personal personal hygiene dan
dengan usia Nadi : 146 x/mnt dengan hygiene dan hygiene dengan oral hygiene
kehamilan 31 Spo2 : 98 x/mnt BBLR oral hygiene mengganti telah dilakukan,
minggu, Denyut jantung : 146 popok dan oral bayi tampak
dengan x/mnt hygiene dengan lebih nyaman
keadaan membersihkan
ketuban Terpasang nasal kanul are mulut bayi ASI telah
habis. Bayi 1 liter, OGT, infus dengan kassa diberikan
lahir tanggal umbilical D10% 6 yang sudah melalui OGT ,
1/1/23 pada cc/jam diberi NaCl spuit terpasang
pukul 18.43 Tidak ada retraksi dada 09.00 09.00 Memberikan 09.05 di syringe pum
WIB BB lahir 2,040 gr Berikan ASI ASI untuk dengan benar
PB : 44 cm untuk pemenuhan Tidak ada
LD : 29 cm pemenuhan kebutuhan tanda-tanda
LK : 31 cm kebutuhan nutrisi pada bayi bayi tersedak,
bayi melalui OGT kebiruan, bayi
dengan syringe tampak tenang
pum sebanyak 9 ASI telah
cc diberikan
09.10 09.10 Melakukan 09.15 melalui
observasi pada syringepum,
bayi selama dilakukan
Lakukan pemberian pemeriksaan
observasi nutrisi (ASI) TTV meliputi
pada bayi dengan suhu, respirasi,
selama syringepum Spo2 dalam
pemberian batas normal,
12.00 nutrisi 12.00 Memberikan 12.05 nadi diatas
ASI untuk normal
pemenuhan Memberikan
nutrisi dan support kepada
memantau TTV ibu untuk tetap
memberikan
Berikan ASI ASI dan
untuk mendampingi
pemenuhan bayi
nutrisi dan
13.00 pantau TTV 13.00 Memberikan 13.10
support kepada
ibu

Berikan
support
kepada ibu
11/1/23 Keadaan bayi Suhu : 36,8°c By. Ny. N 07.30 Lakukan 07.30 Melakukan 07.40 Personal
stabil, aktif, Respirasi : 45 x/mnt usia 11 hr personal personal hygiene dan
menangis, Nadi : 155 x/mnt dengan hygiene dan hygiene dengan oral hygiene
sudah tidak Denyut jantung : 145 BBLR oral hygiene mengganti telah dilakukan.
menggunaka x/mnt popok, dan oral Bayi BAB dan
n oksigen Spo2 : 98 hygiene dengan BAK.
BB : 2090 gr membersihkan
O2 (-) area mulut bayi
OGT (+) dengan kassa
Infus (+) yang sudah di
beri NaCl Syringepum
09.00 09.00 Memberikan 09.05 terpasang
Berikan ASI ASI untuk dengan benar,
untuk pemenuhan aASI sebanyak
pemenuhan nutrisi pada bayi 12 cc
nutrisi pada dengan
bayi menggunakan Pemantauan
syringepum TTV telah
09.20 09.20 Melakukan 09.25 dilakukan, TTV
pemantauan dalam batas
TTV meliputi normal
Lakukan suhu, respirasi, Personal
pemantauan nadi, dan Spo2 hygiene telah
10.45 TTV 10.45 Melakukan 10.50 dilakukan BAB
personal (+) BAK (+)
hygiene karena Suhu incubator
bayi tampak terjaga
Lakukan tidak nyaman
10.50 personal 10.50 Menjaga 10.55
hygiene kehangatan bayi
dengan Syringepum
mempertahanka terpasang
n suhu di dalam dengan benar,
Jaga incubator aASI sebanyak
12.00 kehangatan 12.00 Memberikan 12.05 12 cc
bayi ASI untuk
pemenuhan Bayi terlihat
nutrisi pada bayi aman dan
dengan nyaman
menggunakan
Ibu Kes: Komposmentis By. Ny. 21.00 Berikan ASI 21.00 syringepum 21.05
mengatakan N : 159 O2 : 97 Nabila usia untuk Asi telah
bayi mau S : 36,5 RR : 42 11 hari pemenuhan Menjaga diberikan
menetek dan Besar pupil: -/+ dengan nutrisi pada kehangatan bayi sebanyak 12 cc
menangis Buka mata : + BBLR bayi dengan tetap melalui
Respon motorik: + 21.10 21.10 diletakkan 21.15 syiringpam
Respon verbal + didalam Mengecek TTV
Terpasang infus D10% incubator bayi
Terpasang syiringpam Jaga Memberikan diit N:145x/m
- Aminosteril Kehangatan asi/pasi RR: 43
1,5 gr 21.30 21.20 sebanyak 12 cc 21.30 S : 36,6 C
- Lipid 1 gr melalui O2 : 99
- Dobutamin - syiringpam Terapi
Bab/bak: -/+ ampicillin telah
Berikan diit Melanjutkan diberikan
pasi/asi 12 terapi sesuai sesuai advis
cc advis dokter 22.00 dokter jam
Terapi: 22.00 WIB
- Ampicilin Calcium
salbutamol glukonas
Lanjutkan 100mg/12 dihentikan
terapi jam Aminophilin
Cek TTV - Calcium 22.00 telah diberikan
bayi glukonas jam 22.00 WIB
1cc/24 jam
(STOP)
- Aminophilin
1mg/8 jam 22.00 Asi telah
- Cetirizin 0,5 diberikan 1 cc
ml/12 jam melalui
21.30 - Zalf racikan syiringpam
lanolin Zalf racikan
20gr/12 jam lanolin dan solf
- Soft u derm u derm telah
24.00 24.00 20gr/12 jam 24.00 diberikan pada
Mengecek TTV 03.00 jam 03.00 WIB
bayi melalui (Tidak ada
layar monitor 1 reaksi alergi)
jam sekali Bayi telah
Memberikan diit dimandikan dan
pasi/asi 12 cc terlihat nyaman
melalui BB bayi
syiringpam sekarang: 2090
Menjaga gr, bayi tampak
kebersihan nyaman dan
dengan tidur nyenyak
Berikan diit Asi elah
pasi/asi 12 diberikan 12 cc
04.30 cc 04.30 04.45 Cetirizin telah
04.50 diberikan pada
jam 06.00 WIB
Bayi sudah
04.50 04.50 05.00 sedikit bisa
menetek ibu
dan bayi telah
memandikan diberikan
bayi perawatan
menggunakan metode
05.00 05.00 air hangat dan 06.00 kanguru.
juga mengganti
popok
07.00 Jaga 07.00 Menimbang 09.00
kebersihan bayi dan
dan menjaga
memandika kehangatan bayi
n bayi dengan tetap
meletakkan di
Menimbang inkubator
bayi Memberikan diit
pasi/asi 12 cc
melalui
syiringpam
Melatih bayi
menetek ibu dan
Berikan diit mengajarkan ibu
pasi/asi 12 untuk
cc melakukan
perawatan
Latihan metode kanguru.
menetek dan
PMK

12/1/23 Keadaan bayi Suhu : 36,9°c By. Ny. N 14.00 Berikan 14.00 Memberikan 14.05 Injeksi telah
aktif, Nadi : 163 x/mnt usia 12 hari injeksi injeksi diberikan
menangis Spo2 : 98 dengan aminophilin aminophilin 1 perbolus infus
reflek hisap Respirasi : 41 x/mnt BBLR 1 mg/8 jam mg/ 8 jam sesuai
pelan BB : 2090 gr sesuai advise dokter
advise perbolus infus Personal
O2 (-) 14.30 dokter 14.30 Melakukan 14.40 hygiene telah
OGT (-) personal dilakukan BAK
Infus D10% 6 tpm hygiene pada (+)
Lakukan bayi dengan ASI telah di
15.00 personal 15.00 mengganti 15.10 berikan, bayi
hygiene popok tampak tenang
Memberikan
ASI untuk
Berikan ASI pemenuhan
untuk nutrisi dengan Pemantauan
pemenuhan menggunakan TTV telah
15.30 nutrisi 15.30 dot sebanyak 13 15.35 dilakukan, hasil
cc TTV dalam
Melakukan batas normal
pemantauan ASI telah di
TTV meliputi berikan, bayi
suhu, respirasi, tampak tenang
18.00 Lakukan 18.00 nadi dan Spo2 18.10
pemantauan
TTV Memberikan
ASI untuk Personal
pemenuhan hygiene telah
nutrisi dengan dilakukan,
menggunakan BAB (+) BAK
20.00 Berikan ASI 20.00 dot sebanyak 13 20.10 (+), bayi
untuk cc tampak lebih
pemenuhan Melakukan nyaman
nutrisi personal
hygiene karena
bayi tampak
tidak nyaman

Lakukan
personal
hygiene
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai hubungan antara tinjauan pustaka dan studi ksus
asihan kebidanan pada By Ny. N dengan BBLR untuk menguraikan kesenjangan teori dan
praktek, maka digunakan pendekatan asuhan kebidanan yang terdiri dari 7 langkah yaitu
pengumpulan data dasar, identifikasi diagnosa masalah/aktual, antisipasi diagnosa/masalah
potensial, tindakan segera kolaborasi, rencana asuhan kebidanan, pelaksanaan asuhan kebidanan/
implementasi dan evaluasi asuhan kebidanan, serta dilakukan pendokumentasian asuhan
kebidanan dalam bentuk SOAP.

Riwayat persalinan ibu pada hari sabtu tanggal 31 Desember 2022 pukul 20.30 WIB ibu merasa
ada kontraksi dan tidak merasakan keluarnya air ketuban, dan ibu di bawa ke IGD dilakukan pemeriksaan
dalam dengan hasil VT : 2 cm dengan kesadaran ibu compos mentis, suhu : 36,0°c, nadi: 112 x/mnt, TD:
91/76 mmHg, respirasi: 20 x/mnt ibu di bawa ke ICU. Pada hari minggu tanggal 1 Januari 2023 pukul
18.00 WIB ibu melakukan USG dengan keadaan air ketuban masih sedikit dan hamper habis. Sesuai
advise dokter ibu di lakukan SC pada jam 19.00. By. Ny. N lahir pada tanggal 1 Januari 2023 pada pukul
18.43 WIB. By. Ny. N lahir secara SC karena indikasi oligohidramnion dan lemah jantung pada ibu.
Riwayat kehamilan ibu adalah G4P3A0 dengan usia 25 th. By. Ny. N lahir pada usia kehamilan 31
minggu dengan berat lahir 2.040 gr.

I. Pengumpulan Data
A. Data Subyektif
Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara
langsung kepada pasien / klien (anamnesa) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan. Bagian –
bagian anamnesa untuk identitas orang tua bayi adalah :
1. Umur
Pada bayi atas nama bayi Ny N dilahirkan dari satu ibu dengan usia 25 tahun. Menurut
teori Maryunani 2013 mengatakan bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun merupakan penyebab faktor terjadinya bayi dengan kelahiran prematur.
Ternyata pada kasus ke dua bayi tersebut diatas tidak sesuai dengan teori yang
disampaikan diatas karena bayi dilahirkan pada usia ibu 25 tahun yang merupakan usia
reproduksi sehat. Jadi dapat diambi kesimpulan bahwa kasus BBLR tidak murni disebabkan
oleh faktor usia ibu
2. Pendidikan
Dalam pengkajian data dalam hal pendidikan, penulis memperoleh data bahwa pada ibu
bayi berpendidikan SMK. Menurut Notoatmodjo (2010) ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan pemeriksaan kehamilan. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin
sering (teratur) memeriksakan kehamilannya. Dari data yang didapat melalui wawancara
Ny. N ibu bayi melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) di dokter sebanyak 5 kali. Ibu
bayi mengatakan dokter memberikan konseling kepada ibu dengan cara menunjukan dan
menjelaskan gambar yang terdapat di buku KIA, dengan penjelasan tersebut ibu mudah
menanggapi dan memahami tentang penjelasan dari dokter. Dalam hal ini dapat
disimpulkan adanya kesenjangan antara teori dan kasus, meskipun pendidikan sedang
yaitu SMK, tetapi ibu dapat mengerti apa yang dijelaskan oleh dokter bahkan melakukan
pemeriksaan kehamilan di dokter sebanyak 5 kali.
3. Pekerjaan
Pada kasus pekerjaan ibu adalah sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan pekerjaan ayah
bekerja sebagai swasta dengan penghasilan cukup memenuhi kebutuhan sehari – hari.
Menurut Proverawati (2010) kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi
rendah, mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat, keadaan gizi yang kurang
baik, pengawasan antenatal yang kurang merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi
terjadinya BBLR dilihat dari faktor ibu. Pada kenyataannya, ibu bayi bekerja sebagai ibu
rumah tangga dan tidak mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat dan
kebutuhan gizi ibu bayi sudah tercukupi, sehingga dapat disimpulkan pada kasus tersebut
tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa golongan sosial ekonomi rendah,
mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat, dan keadaan gizi yang kurang
baik merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR.
4. Riwayat kunjungan antenatal care
Pada kasus ini ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga tidak mengerjakan aktivitas fisik
beberapa jam tanpa istirahat dan kebutuhan gizi ibu si kembar sudah tercukupi serta dari
data yang didapat dari buku KIA milik Ny. N ibu bayi, melakukan pemeriksaan antenatal
care (ANC) sebanyak 5 kali di dokter selama hamil muda mengalami keluhan mual dan
muntah. Diberi obat dari dokter yaitu obat anti mual dan muntah, serta diberi nasehat
untuk makan sedikit tapi sering, makan dalam keadaan hangat. Imunisasi juga sudah
dilakukan oleh ibu bayi telah dilakukan imunisasi TT2. Menurut Proverawati (2010)
kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mengerjakan aktivitas
fisik beberapa jam tanpa istirahat, keadaan gizi yang kurang baik, pengawasan antenatal
yang kurang merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR dilihat dari
faktor ibu. Teori menurut Wiknjosastro (2006), program ANC yang dianjurkan minimal 4
kali selama hamil. Menurut Notoatmodjo (2010) ada hubungan antara tingkat pendidikan
dengan pemeriksaan kehamilan. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin sering
(teratur) memeriksakan kehamilannya. Pada kasus ini ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga tidak mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat dan kebutuhan gizi
ibu sudah tercukupi yang tidak mempengaruhi terjadinya BBLR, meskipun dengan tingkat
pendidikan yang rendah (SMK) ibu bayi juga mengerti tentang pentingnya mendapatkan
pelayanan atau asuhan antenatal care sehingga ibu bayi melakukan pemeriksaan
kehamilan didokter secara rutin yaitu minimal 4 kali selama hamil. Dalam hal ini antara
teori dan kasus terdapat kesenjangan.
5. Faktor resiko
a. Riwayat kesehatan ibu Berdasarkan data yang didapat dari ibu bahwa ibu bayi memiliki
riwayat lemah jantung, Menurut Maryunani (2013) faktor yang mempengaruhi
persalinan prematur atau BBLR salah satunya adalah penyakit menahun ibu seperti
hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok) dan adanya riwayat kehamilan
kembar (angka kembar juga menyebabkan prematuritas /BBLR karena rongga perut ibu
tidak cukup besar, sehingga anak lahir dengan berat badan lahir rendah). Jadi dilihat dari
riwayat kesehatan pada ibu bayi terdapat kesesuaian dengan teori Maryunani (2013). b.
Umur kehamilan Untuk mengetahui umur kehamilan terlebih dahulu kita menanyakan
kapan mendapatkan haid terakhir, bila hari pertama haid terakhir diketahui maka dapat
dijabarkan tafsiran tanggal persalinan dan umur kehamilan. Pada kedua kasus ini ibu
bersalin di usia kehamilan 31. Menurut Endha (2010) menyatakan bahwa pada umur
kehamilan 31 minggu. Penyulit pada saat persalinan Pada ibu melahirkan pada usia
kehamilan 31 minggu pada hari sabtu tanggal 31 Desember 2022 pukul 20.30 WIB ibu
merasa ada kontraksi dan tidak merasakan keluarnya air ketuban, dan ibu di bawa ke IGD
dilakukan pemeriksaan dalam dengan hasil VT : 2 cm dengan kesadaran ibu compos
mentis, suhu : 36,0°c, nadi: 112 x/mnt, TD: 91/76 mmHg, respirasi: 20 x/mnt ibu di bawa
ke ICU. Pada hari minggu tanggal 1 Januari 2023 pukul 18.00 WIB ibu melakukan USG
dengan keadaan air ketuban masih sedikit dan hamper habis. Sesuai advise dokter ibu di
lakukan SC pada jam 19.00. By. Ny. N lahir pada tanggal 1 Januari 2023 pada pukul
18.43 WIB. By. Ny. N lahir secara SC karena indikasi oligohidramnion dan lemah
jantung pada ibu. Riwayat kehamilan ibu adalah G4P3A0 dengan usia 25 th. By. Ny. N
lahir pada usia kehamilan 31 minggu dengan berat lahir 2.040 gr.
Menurut Marmi (2012) pada kehamilan dengan oligohidramnion yang berlebihan dapat
menyebabkan persalinan premature dengan BBLR. Kebutuhan ibu untuk pertumbuhan
hamil kembar lebih besar sehingga terjadi defisiensi nutrisi seperti anemia hamil yang
dapat menggangu pertumbuhan janin dalam rahim. Sarwono (2008) menambahkan
bahwa komplikasi yang dialami ibu yang mengalami oligohidramnion yang dialami janin
dapat menyebabkan partus premature, bayi kecil, kelainan kongenital dan mal
presentasi. Pada kedua kasus yang didapat yaitu ibu bayi dengan oligohidramnion yang
dapat menyebabkan persalinan premature sehingga bayi lahir dengan BBLR sudah
sesuai dengan teori tersebut.

B. Data Objektif
Pada kasus bayi Ny. N segera setelah lahir dengan APGAR score 8-9-9 telah dilakukan
pemeriksaan fisik seperti nadi 146 kali permenit, suhu badan 36,5 C dan pernafasan 45 kali
permenit semuanya dalam batas normal. Pemeriksaan antopometri meliputi berat badan lahir
bayi Ny. N adalah 2040 gram, panjang 44 cm, lingkar kepala 31 cm, lingkar dada 29 cm.
Pemeriksaan head to toe pada bayi Ny. N didapat kepala lebih besar dari pada badan, daun
telinga sedikit vernik, putting masih berupa titik, labia mayora sudah menutupi labia minora,
kuku panjang, banyak lanugo di pelipis dahi dan tangan atas serta dibagian punggung.
Menurut Proverawati (2010) batas normal dari tanda – tanda vital yaitu nadi : 100 – 140
kali permenit, suhu aksiler 365 0C sampai 375 0C, pernafasan 40 – 50 kali permenit, berat
kurang dari 2500 gram, panjang kurang dari 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar
kepala kurang dari 33 cm, kepala lebih besar dari kepala, kulit tipis, rambut lanugo banyak,
lemak kurang, pernafasan tak teratur dapat terjadi apnea. Dari kedua kasus bayi Ny. N terlihat
tanda - tanda gambaran bayi BBLR sesuai teori tersebut diatas.
II. Interpretasi Data
Menurut Muslikhatun (2009) interpretasi merupakan langkah untuk dilakukan identifikasi terhadap
diagnosa atau masalah berdasarkan data – data yang telah dikumpulkan sehingga dapat
merumuskan diagnosa masalah yang spesifik.
A. Diagnose Nomenklatur Dari pengumpulan data diatas penulis mengambil interpretasi data
asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah di ruang perinatologi RSD
K.R.M.T Wngsonegoro
1. Diagnosa (nomenklatur) pada Bayi Ny. N Neonatus kurang bulan kecil masa kehamilan usia 10
hari, lahir SC, presentasi kepala, jenis kelamin perempuan, BBLR dengan penyakit ibu Lemah
jantung. Dari data obyektif pada bayi Ny. N: Bayi lahir 1 Januari 2023, jam 18.43 wib, suhu
36,5ºC, berat badan 2040 gram, panjang badan 44 cm, lingkar Kepala 31cm, lingkar dada 29
cm, tali pusat segar, nilai jumlah apgar skor 8-9-9, suching (menghisap) ada, kurang aktif dan
rooting (mencari) ada, kurang aktif. Pada data dasar dari data subyektif : Ibu mengatakan
bernama Ny. N, usia kehamilan 31 minggu, ibu mengatakan ini anak ke empat.
Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa kehamilannya (Proverawati, 2010). Jadi interpretasi data pada bayi kembar
pertama bayi Ny. N sudah tidak sesuai dengan teori menurut Proverawati (2010) yaitu dengan
berat badan kurang dari 2500 gram dengan memandang masa kehamilannya.
2.Diagnosa Masalah
Menurut Wildan (2008) langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial berdasarkan beberapa masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Pada kasus
bayi Ny. N didapat diagnosa masalah yaitu reflek rooting dan reflek sucking belum aktif
sehingga bayi Ny. N belum mendapat ASI dari ibu. Menurut Pantiawati (2010) bayi premature
atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena reflek menghisapnya masih lemah untuk
bayi, demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi
dengan pipet atau pipa lambung (NGT). Dari kasus pada bayi Ny. N yang didapat sudah sesuai
dengan teori tersebut diatas.
3.Diagnosa Kebutuhan
Menurut sulistyawati (2010) dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien
berdasarkan keadaan dan masalahnya. Menurut Proverawati (2010) pemenuhan kebutuhan
pada bayi BBLR seperti nutrisi adekuat, jaga kehangatan, mencegah infeksi dan observasi KU.
Pada kasus bayi Ny. N untuk pemenuhan kebutuhan pokok bayi antara lain memberi nutrisi
adekuat ASI/PASI dengan menggunakan NGT. Menurut Pantiawati (2010) penatalaksanaan
pada BBLR yaitu pemberian nutrisi yang adekuat, apabila bayi belum bisa menetek, pemberian
ASI diberikan melalui sendok atau pipet dan apabila bayi belum ada reflek menghisap dan
menelan harus dipasang NGT. Pada kasus, diagnosa masalah yang muncul pada bayi tidak bisa
menetek yang disebabkan oleh reflek menghisap bayi yang lemah dikarenakan ukuran tubuh
bayi dengan berat badan lahir rendah, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan sistem
syaraf yang belum sempurna, sehingga dilakukan pemenuhan kebutuhan seperti pemberian
tambahan nutrisi setiap 2/3 jam sekali dimana sudah sesuai dengan teori diatas.
4. Diagnosa Potensial Dari hasil pengkajian dan interpretasi data yang ada tersebut diatas maka
diagnosa yang kemungkinan akan terjadi pada bayi Ny. N yaitu hipertermi, hipoglikemi,
hiperbilirubin dan infeksi. Menurut buku yang ditulis oleh Proverawati (2010), masalah yang
sering dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai masalah seperti
hipertermi, hipoglikemi, hiperbilirubin dan infeksi. Oleh karena itu diagnosa yang
kemungkinan akan terjadi pada bayi Ny. N seperti hipertermi, hipoglikemi, hiperbilirubin dan
infeksi menunjukan adanya kesamaan antara teori dan diagnosa potensial yang dimunculkan
oleh penulis.
5. Antisipasi Penanganan Segera Pada kasus bayi Ny. N dengan berat badan lahir rendah
dilakukan antisipasi atau tindakan dengan penanganan segera yaitu dengan tujuan agar
diagnose potensial tidak terjadi dengan melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan Dr. Sp. A
untuk mendapatkan advis dan terapi. Permenkes nomor 1464 / Menkes / Per / X / 2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan, kewenangan bidan pada penanganan kasus
bayi baru lahir dengan BBLR adalah melakukan tindakan penanganan hipotermi pada bayi
baru lahir dan segera rujuk apabila terjadi kegawatdaruratan atau melakukan kolaborasi
dengan Dr. Sp. A untuk mendapatkan advis dan terapi. Jadi bidan sudah melakukan tindakan
sesuai dengan kewenangannya yaitu pada Permenkes nomor 1464 / Menkes / Per / X / 2010.
6. Intervensi
Rencana kasus bayi Ny. N dengan berat badan lahir rendah, rencana tindakan yang telah
disusun oleh tenaga kesehatan sudah sesuai dengan interpretasi data yang diperoleh, pada
langkah ini penulis melakukan intervensi, yaitu dengan melakukan kolaborasi dengan Dr. Sp. A
dan memenuhi kebutuhan bayi seperti nutrisi adekuat, jaga kehangatan, mencegah infeksi
dan observasi KU. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan. Salah satu komponen didalamnya
berisi mengenai standar kompetensi bidan di Indonesia. Kompetensi Bidan no 6 tentang
asuhan pada bayi baru lahir. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif
pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan. Permenkes nomor 1464 / Menkes / Per /
X / 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan, kewenangan bidan pada
penanganan kasus bayi baru lahir dengan BBLR adalah melakukan tindakan penanganan
hipotermi pada bayi baru lahir dan segera rujuk apabila terjadi kegawatdaruratan atau
melakukan kolaborasi dengan Dr. Sp. A untuk mendapatkan advis dan terapi. Rencana yang
dilakukan sesuai dengan Permenkes yaitu kolaborasi dengan Dr. Sp. A. karena kewenangan
bidan dalam hal ini adalah rujuk atau dengan kolaborasi.
7. Implementasi
Melaksanakan asuhan menyeluruh yang rasional sesuai dengan temuan pada langkah
sebelumnya. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efektif dan aman.
Penulis melakukan implementasi yaitu melakukan observasi pada kasus selama 3 hari
A. Tindakan sesuai hasil kolaborasi dengan Dr. Sp. A. Hasil kolaborasi yang didapat dari kedua
kasus meliputi pemberian ampichilin salbutamol 100mg/12 jam, Gentamicin glukonas 1cc/24
jam, kalsium gluknas 1cc/12 jam, aminphilin 1mg/8 jam, cetirizine 0,5 ml/12 jam, zalf racikan
lanolin 20gr/12 jam, soft u derm 20grm/12 jam. pemberian ASI / PASI tiap 2/3 jam sekali, bayi
dalam inkubator.
B. Tindakan mandiri bidan seperti penuhi kebutuhan bayi meliputi :
1. Mengobservasi KU Pada bayi implementasinya yaitu melakukan observasi TTV seperti
keadaan umum baik, nadi 145 kali permenit, suhu badan 36 C dan pernafasan 48 kali
permenit, dan penimbangan berat badan 1680 gram. Menurut Proverawati (2010) batas
normal dari tanda – tanda vital ini yaitu nadi : 100 – 140 kali permenit, suhu aksiler 365 0C
sampai 375 0C, pernafasan 40 – 50 kali permenit. Menurut Winkjosastro (2006) perubahan
berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya
tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat. Dari
hasil TTV pada kedua kasus masih dalam batas normal dan tidak ditemukan adanya
kesenjangan
2. Menjaga kehangatan bayi Pada kedua kasus pada bayi Ny. N melakukan tindakan mencegah
bayi dari bahaya hipotermi dengan cara menjaga kehangatan bayi dengan mengganti kain
yang basah dan kotor dengan kain yang bersih dan kering, serta meletakkan bayi Ny. N
didalam inkubator dengan temperatur 35 0C.
Berbagai cara untuk menjaga tubuh bayi agar tetap hangat telah dilakukan seperti
menjaga kehangatan tubuh bayi dengan meletakkan bayi berada diinkubator. Menurut Sudarti
(2010) suhu inkubator yang direkomendasikan menurut berat badan dan umur bayi adalah
sebagai berikut : a. Bayi berat badan lahir kurang dari 1500 gram : suhu 35 0C selama 1-10
hari, suhu 34 0C selama 11 hari – 3 minggu, suhu 33 0C selama 3 – 5 minggu, suhu 32 0C
selama lebih dari 5 minggu. b. Bayi berat badan lahir 1500 – 2000 gram : suhu 34 0C selama 1-
10 hari, suhu 33 0C selama 11 hari – 4 minggu, suhu 32 0C selama lebih dari 4 minggu.
Menurut Marmi (2012) hipertermi adalah suhu tubuh yang tinggi dan bukan disebabkan
oleh mekanisme pangaturan panas hipotalamus. Dari uraian diatas, pada kasus bayi Ny. N
berada didalam inkubator selama 12 hari dengan air temperatur 34 0C tidak mengalami
hipertermi, jadi antara teori dengan praktek tidak ada kesenjangan.
3.Memberikan nutrisi yang adekuat Mencegah bayi Ny. N dari bahaya hipoglikemia dan
hiperbilirubin dengan cara memberikan PASI teratur sesuai jadwal tiap 2 jam. pada hari 0
sampai 1 hari sebanyak 2 cc, hari ke 10 sebanyak 9 cc, hari ke 10 sebanyak 10 cc. Menurut
teori Pantiawati (2010) peningkatan dalam kekurangan cairan pada bayi yang berhubungan
dengan pengeluaran yang disebabkan oleh immaturitas, pengeluaran melalui kulit atau paru
dengan memberikan intervensi salah satunya memberikan cairan 150 – 180 ml/kg jika
diperlukan dapat dinaikan sampai 200 ml/kg. Pada tanggal 10 Desember sampai 3 Januari bayi
Ny N masih dalam keadaan normal dengan suhu tubuh 36,5 C berat badan 1680 gram tanggal
11 Januari 2023 suhu tubuh 36,6 C BB 1710. Dari data diatas kasus bayi Ny. N telah diberikan
PASI / ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. Pada kasus sudah sesuai dengan teori.
4.Menjaga personal hygine dengan prinsip pencegahan infeksi Kebutuhan personal hygine pada
bayi yaitu dengan memandikan bayi setiap pagi dan sore dengan menggunakan kain bersih
dan air hangat, mengganti popok bayi bila basah atau terkena BAB / BAK sehingga bayi terlihat
bersih, segar dan terhindar dari infeksi. Selain itu mencegah bayi Ny. N dari bahaya infeksi
dengan cara melakukan pencegahan infeksi seperti cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan, melakukan perawatan tali pusat. Menurut Proverawati (2010) fungsi perawatan
disini adalah memberi perlindungan terhadap BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi
BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Mencuci tangan
dengan sabun atau zat antiseptic setiap sebelum dan sesudah memegang seorang bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan antiseptik alat – alat yang
digunakan. Bayi premature mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna.
Tindakan kewenangan diatas sudah sesuai dengan peraturan mentri kesehatan (Permenkes)
nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan yaitu pasal
11. Berdasarkan kasus diatas maka disini bidan sudah melakukan asuhan kebidanan pada bayi
baru lahir dengan berat badan lahir rendah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) yang berlaku.
III. Evalusi
Pada kasus ini evaluasi dilakukan setelah rencana tindakan dilakukan atau diberikan.
Berdasarkan implementasi dari kasus bayi Ny. N.
A. Tindakan sesuai hasil kolaborsi dengan Dr. Sp. A. Hasil kolaborasi yang didapat dari kedua kasus
meliputi pemberian aminosintesin 1,5 gr, lipid 10cc (0,4), dobutamin 5 mg (0,6mg), ampicillin
salbutamol 100mg/12 jam, gentamicin glukonas 1cc/24 jam, kalsium glukonas 1cc/12 jam,
aminophilin 1mg/8jam, cetirizine 0,5ml/12 jam, zalf racikan lanolin 20gr/12jam, soft u derm
20grm/12 jam. pemberian ASI / PASI tiap 2/3 jam sekali selama 12 hari, bayi dalam incubator telah
dilakukan semua sehingga bayi dapat terhindar dari infeksi, ikterus, hipotermi dan hipoglikemi.
B. Tindakan mandiri bidan seperti pemenuhan kebutuhan bayi, meliputi :
1. Observasi KU
2. kehangatan bayi
3. nutrisi adekuat
4. personal hygiene dengan prinsip pencegahan infeksi
Menurut teori saifuddin (2006), pemantauan BBLR secara komprehensif adalah sebagai berikut : a.
Mempertahankan suhu dengan ketat b. Mencegah infeksi dengan ketat c. Pengawasan nutrisi d.
Penimbangan dengan ketat.
Pada langkah ini rencana asuhan secara menyeluruh dan efisien.
Evaluasi merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan yakni dengan melakukan evaluasi
dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses
yang dilaksanakan secara terus – menerus untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif. Jadi
praktek sudah sesuai tindakan yang dilakukan sampai dengan pulang pada teori menurut Saifuddin
(2006) diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Bansal, C., Agrawal, R., dan Sukumaran, T., 2013. IAP Textbook of Pediatrics. [e-book]. New Delhi : Jaypee
Brothers Medical Publishers.

Bansal, C., Agrawal, R., dan Sukumaran, T., 2013. IAP Textbook of Pediatrics. [e-book]. New Delhi : Jaypee
Brothers Medical Publishers.

England, C., 2015. The Healthy Low Birth Weight Baby Myles Texbook For Midwives. [e-book]. Churchill
Livingstone Elsevier.

Hartini, L., 2017. Hubungan usia dan paritas dengan bayi BBLR. Skripsi. Universitas Widya Mandala.

Izzah, K., 2018. Hubungan riwayat BBLR dengan pekembangan motorik halus dan kasar bayi usia 6 – 12 bulan.
Skripsi. Insan Cendekia Medika Jombang.

Khoiriah, A., 2017. Hubungan Antara Usia dan Paritas Ibu Bersalin dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di
Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang Volume VIII,2(8).

Kusparlina, 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seks Bebas.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes,1(7).

Lestari, Y., Sohimah, S., dan Apriani, E., 2018. Perbedaan hasil luaran bayi pada ibu paritas tinggi dengan paritas
rendah di RSUD Cilacap Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, 11(1).

Saputra, L., 2014. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Tanggerang: Bina Aksara.

Sholeh, M., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G. I., dan Usman, A., 2014. Buku Ajar Neonatologi Edisi Ke-1. [e-book].
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Syafrudin, dan Hamidah, 2009. Kebidanan Komunitas. [e-book]. Jakarta : EGC.

Proverawati, A., 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). [e-book]. Yogyakarta: NuhaMedika.

Anda mungkin juga menyukai