Anda di halaman 1dari 74

PERSEPSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP

PERNIKAHAN DINI DI KECAMATAN TALIBURA


KABUPATEN SIKKA, NTT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Islam (SH) Pada Program Studi Ahwal Syakhshiyah Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

NURHADIRAH
105261100117

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL


SYAKHSIYAH)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1442 H/ 2021 M
FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul : “Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini di Kecamatan
Talibura Kabupaten Sikka, NTT)” telah diujikan pada hari Sabtu, 19 Ramadhan 1442 H / 1 Mei
2021 M, di hadapan tim penguji dan dinyatakan telah dapat diterima dan disahkan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam Islam (S.H) pada Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 22 Ramadhan 1442

04 Mei 2021

Dewan Penguji :

Ketua : Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si (……………….……)

Sekretaris : Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si (…………………….)

Tim Penguji :

1. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A. (..............................)

2. Hasan Bin Juhanis, Lc., M.S. (..............................)

3. Rapung, Lc., M.H. (..............................)

4. Dr. Muh Ali Bakri, M.Pd. (..............................)

Disahkan Oleh :
Dekan Fakultas Agama Islam

Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si


NBM : 77423

ii
FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222

BERITA ACARA MUNAQASYAH

Dekan Fakultas Agama Islam Makassar, setelah mengadakan sidang munaqasyah pada hari Sabtu, 1
Mei 2021 M/ 19 Ramadhan 1442 H yang bertempat di Gedung Prodi Ahwal Syakhsiyah Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar Jln. Sultan Alauddin No. 259 Makassar.

MEMUTUSKAN

Bahwa Saudara:
Nama : Nurhadirah
Nim : 105261100117
Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini di Kecamatan Talibura
Kabupaten Sikka, NTT.
Dinyatakan : LULUS
Ketua, Sekretaris,

Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si
NBM : 77423 NBM : 77423

Dewan Penguji:

1. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A. (..............................)

2. Hasan Bin Juhanis, Lc., M.S. (..............................)

3. Rapung, Lc., M.H. (..............................)

4. Dr. Muh Ali Bakri, M.Pd. (..............................)

Disahkan oleh:

Dekan FAI Unismuh Makassar

Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si

NBM : 77423

iii
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 GedungIqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini di


Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka, NTT

Nama : Nurhadirah

NIM : 105261100117

Fakultas / Jurusan : Agama Islam / Ahwal Syakhshiyah (Hukum Keluarga)

Setelah dengan seksama memeriksa dan meneliti, maka skripsi dinyatakan telah memenuhi
syarat untuk diajukan dan dipertahankan di hadapan tim penguji ujian skripsi Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 27 April 2021 M

Disetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abbas Baco Miro, Lc., MA Irfandi Mukhtar, Lc., M.A


NIDN: 0918107701 NIDN:-

iv
FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurhadirah

NIM : 105261100117

Fakultas : Agama Islam

Program Studi : Ahwal Syakhsiyah (Hukum Keluarga)

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri.
Jika kemudian hari hal ini terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat
dibuatkan atau dibantu semua atau sebagian secara langsung oleh orang lain, maka skripsi dan
gelar kesarjanaan yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 4 Mei 2021

Penyusun

Nurhadirah

NIM: 105261100117

v
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun

dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Persepsi Masyarakat Islam Terhadap

Pernikahan Dini di KUA Kecamatan Talibura” sebagai salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH) dengan baik dan benar.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw.

Yang sangat berjasa membawa umat ke jalan Dienul Islam. Beliau adalah hamba Allah swt

yang benar dalam ucapan dan perbuatanya, yang diutus kepada penghuni alam semesta,

sebagai pelita dan buln purnama bagi pencari cahaya penebus kejahilan gelap gulita sehingga

atas dasar cinta kepada beliaulah penulis mendapat motivasi yang besar dalam menuntut ilmu.

Sesungguhnya penyusunan skripsi ini bermaksud untuk memenuhi tugas akhir

perkuliahan sebagai wujud partisipasi kami dalam mengembangkan serta menaktualisasikan

ilmu yang telah kami peroleh selama menimba ilmu dibangku perkuliahan sehingga dapat

bermanfaat bagi penulis sendiri dan juga masyarakat pada umumnya. Berkenaan dengan itu

ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, khususnya kepada orang tuaku

yang penulis sangat hormati dan cintai, Bapak Mujarabe dan Ibunda Tersayang Atija, yang

telah memberikan kasih saying yang tak terhingga, sehingga berjuang dan menafkahi

kebutuhanku. Harapan serta doa beliaulah hingga saat ini penulis mampu untuk melewati

masa-masa sulit untuk menjalani masa studi di bangku perkuliahan. Dan untuk saudaraku

tercinta dan tersayang Windasari, Siti Fatma, dan Muhamad Nasarudin serta keluarga besarku,

terima kasih penulis haturkan karena telah membimbing, mencintai, memberi semangat dan

motivasi serta memberi dukungan baik material maupun spiritual sampai terselesaikannya

vi
skripsi ini dengan baik. Tak lupa ula ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya

sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse M.Ag selaku rector dan segenap birokrasi institute

yang telah menyediakan fasilitas dan kemudahan berupa instrument-instrumen

unismuh, dimana penulis menimba ilmu.

2. Syaikh Dr. (HC) Muhammad Thayyib Khoory Donatur AMCF beserta jajarannya

atas semua bantuan dan kerjasamanya.

3. Dr. Amirah Mawardi, S.Ag, M.Si. dekan Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar, para wakil dekan, staf pengajar dan seluruh karyawan

yang memberikan bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di program

studi di pendidikan Ahwal Syakhsiyah Unismuh Makassar.

4. H. Lukman Abd Shamad Lc, Mudir Ma’had Al-Birr Universitas Muhammadiyah

Makassar beserta jajarannya.

5. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A Selaku Ketua Program Studi Ahwal Syakhsiyah

Universitas Muhammadiyah beserta jajarannya.

6. Dr. Abbas Baco Miro, Lc., M.A dan Irfandi Mukhtar, Lc., M.A selaku pembimbing

I dan II yang selalu meluangkan waktunya untuk mengarahkan serta membimbing

penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

7. Segenap Dosen Program Studi Ahwal Syakhsiyah yang telah mendidik,

membimbing, mengajar dan mengamalkan ilmu-ilmunya kepada penulis. Semoga

ilmu yang disampaikan dapat bermanfaat bagi kami.

8. Abdurrahim Yunus S.Hi selaku kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Talibura

yang telah banyak membantu untuk memberikan petunjuk dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

vii
9. Serta seluruh teman-teman Ahwal Syakhsiyah angkatan 2017 yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu yang sedikit banyaknya memberikan ide dalam

penulisan skripsi ini sehingga dapat berkembang.

10. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih banyak kepada seseorag yang telah

menemani dari awal perkuliahan hingga sekarang serta setia menemani selama

proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu

dengan penuh kerendahan hati penulis sangat mengharapkan bimbingan kritik dan saran yang

sifatnya membangun bagi penulis agar nantinya penulis lebih baik lagi dalam menyajikan

suatu pembahasan.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 16 April 2021

Penusun

Nurhadirah

viii
DAFTAR ISI

JUDUL..................................................................................................................i

LEMBARAN PENGESAHAN..........................................................................ii

BERITA ACARA MUNAQASYAH................................................................iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................iv

PERNYATAAN KEASLIAN.............................................................................v

KATA PENGANTAR........................................................................................vi

DAFTAR ISI......................................................................................................ix

ABSTRAK...........................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1

B. Rumusan Masalah ...............................................................................3

C. Tujuan Penelitian .................................................................................3

D. Manfaat Penelitian................................................................................3

E. Definisi Operasional............................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan............................................5

B. Rukun dan Syarat Pernikahan.............................................................12

C. Hikmah dan Tujuan Pernikahan.........................................................19

D. Hukum Pernikahan Dini dalam Islam................................................21

E. Aspek-Aspek Pernikahan Dini............................................................30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ix
A. Desain Penelitian...............................................................................34

1. Jenis Penelitian...............................................................................34

2. Pendekatan Penelitian………………………………….................34

B. Lokasi dan Objek Penelitian…………………………………….....35

C. Fokus Penelitian………………………………………………........36

D. Deskripsi Fokus Penelitian………………………………………… 36

E. Sumber Data……………………………………………………......37

F. Instrumen Penelitian……………………………………………......37

G. Teknik Pengumpulan Data……………………………………........38

H. Teknik Analisis Data………………………………………….........39

BAB IV PERSEPSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN DINI DI


KUA KECAMATAN TALIBURA KABUPATEN SIKKA...............

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................41

B. Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini................45

C. faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Dini......................50

BAB V PENUTUP.............................................................................................56

A. Kesimpulan..........................................................................................56

B . Saran...................................................................................................57

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................58

LAMPIRAN-LAMPIRAN

x
ABSTRAK

Nurhadirah. 105261100117. Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini di KUA


Kecamatan Talibura Dibimbing Oleh Abbas Baco Miro dan Irfandi Mukhtar
Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat Islam terhadap
pernikahan dini di KUA Kecamatan Talibura. Pokok masalah tersebut selanjudnya pisahkan
ke dalam berbagai sub masalah, yaitu: 1) bagaimana persepsi masyarakat Islam terhadap
pernikahan dini di KUA Kecamatan Talibura?, 2) Apa faktor penyebab terjadinya pernikahan
dini di KUA Kecamatan Talibura?
Jenis penelitian ini tergolong kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan
adalah: pendekatan normatif (Syar’i), yuridis dalam memahami situasi apa adanya dan
pendekatan social yang ada di Kecamatan Talibura tempat penelitian berlangsung. Adapun
sumber data penelitian ini adalah peaku pernikahan dini, orang tua pelaku pernikahan dini,
Kepala Desa, tokoh masyarakat dan agama. Selanjudnya, metode pengumpulan data yang
digunakan adaah observasi, wawancara, dokumentasi dan penelusuran referensi. Lalu teknik
pengolahan dan analisis data dilakukan dengan melalui tiga tahapan, yaitu: reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil yang dicapai dari penelitin ini adalah: 1) bahwa dalam persepsi msyarakat
Talibura sangat setuju dengan adanya pembatasan umur yang ada di Undang-Undang
Perkawinan No 16 Tahun 2019 karena dinilai sudah cukup untuk melangsungkan pernikahan.
2) Faktor penyebab terjadinya pernikahan dini di kalangan masyarakat karena kemauan
sendiri, ekonomi dan hamil diluar nikah.

Kata Kunci : Persepsi, Islam, Pernikahan, Dini.

ABSTRACT

Nurhadirah. 105261100117. Islamic Community Perceptions of Early Marriage in KUA


Talibura District Guided by Abbas Baco Miro and Irfandi Mukhtar

The main problem of this research is how the perception of the Muslim community towards
early marriage in Talibura District. The main problem is divided into various sub-problems,
namely: 1) what is the perception of the Islamic community towards early marriage in
Talibura District? 2) What are the factors that cause early marriage in Talibura District?

This type of research is classified as qualitative with the research approaches used are: the
normative approach (Syar'i), juridical in understanding the situation as it is and the social
approach that exists in Talibura District where the research took place. The data sources of this
research are the actors of early marriage, the parents of the perpetrators of early marriage, the
village head, community and religious leaders. Furthermore, the data collection methods used
were observation, interviews, documentation and reference tracing. Then the data processing

xi
and analysis techniques were carried out through three stages, namely: data reduction, data
presentation and conclusion drawing.

The results achieved from this research are: 1) that in the perception of the people of Talibura,
they strongly agree with the age restriction in the Marriage Law No. 16 of 2019 because it is
considered sufficient to carry out a marriage. 2) The factors causing early marriage among the
community are due to their own will, economy and pregnancy outside of marriage.

Keywords: Perception, Islam, Marriage, Early.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecenderungan hidup bersama dalam ikatan pernikahan sejak dahulu

bahkan sampai sekarang akan tetap ada, yakni kebersamaan antara seorang wanita

dengan seorang laki-laki dengan pernikahan yang biasa disebut dengan keluarga.

Sebab pernikahan merupakan proses perjalanan hidup manusia untuk

menyempurnakan separuh agama.

Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan

perkawinan seorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

psikologis, social maupun biologis. Seseorang yang melakukan perkawinan maka

dengan sendirinya semua kebutuhan biologisnya bisa terpenuhi. Kematangan

emosiaonal merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan

perkawinan.Keberhasilan suatu rumah tangga banyak ditentukan oleh kematangan

emosi baik suami maupun isteri.1

Maka dari itu pembatasan umur bagi calon yang ingin menikah sangatlah

penting karena dimaksudkan agar orang yang akan menikah diharapkan sudah

memiliki kematangan dalam berfikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang

memadai. Selain itu yang harus dihindari adalah kemungkinan keretakan dalam

rumah tangga yang berakhir dalam perceraian dapat dihindari. Ini bertujuan untuk

melindungi hak anak dan terciptanya perkawinan yang sehat dan sejahtera.

1
Amiur Nurruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Indonesia, cet.3,
(Bandung: Prenada Media Group, 2006 M), h. 11
2

Pemerintah mengharapkan bisa menurunkan angka penyalahgunaan anak dengan

praktik pernikahan usia dini.

Peneliti memilih judul tentang pernikahan dini Kecamatan Talibura

Kabupaten Sikka karena melihat dilingkungan sekitar banyak praktek

pernikahan dini yang dilakukan oleh masyrakat, pernikahan dibawah umur di

daerah Kecamatan Talibura bukan lagi menjadi hal yang aneh tetapi dianggap

biasa saja, bahkan dispensasi nikah yang diberikan oleh undang-undang

menjadikan mereka alasan untuk menikahkan anaknya meski belum mencapai

usia yang ditetapkan.Pernikahan dini di daerah ini dipengaruhi oleh berbagai

faktor kususnya faktor ekonomi dan pendidikan, karena praktik pernikahan

dini banyak dilakukan oleh kalangan remaja yang putus sekolah dan

mempunyai ekonomi rendah. Alasan lainnya karena hamil diluar nikah.

Peneliti melihat berbagai faktor yang ditimbulkan dari pernikahan dini

dan dengan banyaknya praktek pernikahan dini maka peneliti tertarik untuk

mecari tau lebih dalam alasan terjadinya pernikahan dini. Alasan peneliti

memilih judul ini ada berbagai faktor, yaitu:

1. Pernikahan dini sudah menjadi satu tradisi masyarakat yang ada di

Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka

2. Adanya beberapa permasalahan terutama psikologis kecenderungan emosi

yang ditimbulkan setelah terjadinya pernikahan dini.

3. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang dampak yang akan

ditimbulkan dari pernikahan dini, oleh karena itu peneliti mengumpulkan

data agar masyarakat sama-sama mengerti dan sadar tentang dampak dari

pernikahan dini yang di anggap sebagai tradisi.


3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, yang menjadi

pokok masalah adalah:

1. Bagaimana Persepsi Masyarakat Islam Kecamatan Talibura Terhadap

Pernikahan Dini?

2. Apakah Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini Pada Masyarakat

Islam di Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Mengetahui Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini di

Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka.

2. Mengetahui Faktor Penyebab Terjadiya Pernikahan Dini di Kecamatan

Talibura Kabupaten Sikka.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:

1. Manfaat teoretis

Dapat memberikan sebuah pemikiran bagi perkembangan ilmu

hukum Islam, dan memberikan manfaat dalam masalah-masalah

pernikahan kususnya pernikahan di bawah umur. Selain itu bisa dijadikan

bahan diskusi yang dapat menambah bahan referensi sekaligus

pengalaman bahwa pernikahan dini terjadi di seluruh penjuru Indonesia

terkususnya di daerah minoritas Islam. Bagi dunia kedokteran juga

menjadi acuan untuk melakukan penelitian kesehatan terhadap regenerasi


4

dari pernikahan dini bahwa mempunyai dampak bagi kesehatan fisik dan

mental.

2. Manfaat praktis

Dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai masalah

pernikahan dini. Dapat memberikan sumbangan pemikiran pada semua

pihak terkait masalah pernikahan kususnya keluarga yang melakukan

nikah usia dini sehingga bisa paham mengenai dampak yang ditimbulkan

dari pernikahan dini. Hasil dari penelitian ini juga merupakan bahan

untuk penelitian selanjutnya.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah sesuatu yang akan diamati berdasarkan

karakteristik yang akan didefinisikan. kunci definisi operasional adalah

dilihat dari substansi besar pada suatu pemikiran.

No Variabel Devinisi Operasional Kriteria Objektif Skala


1. Perspsi Pandangan masyarakat dilihat 1. Aspek Kognitif Nominal
Masyara dari 3 aspek: a.Paham jika nilai5-10
kat 1. Aspek kognitif dimana b.Kurang paham nilai1-
pandangan individu 4
terhadap sesuatu 2. Aspek Afektif
berdasarkan pengamatan a. mendukung jika nilai
keseharian 5-10
2. Aspek afektif dimana b. tidak mendukung
individu menuangkan jika nilai 1-4
pendapat baik dan buruknya 3. Aspek konatif
tentang hasil yang telah a. baik jika nilai 5-10
diamati b. kurang baik jika nilai
3. Aspek konatif dimana 1-4
respon seseorang terhadap
suatu objek
2. Pernikah Pernikahan yang dilakukan
an Dini pada usia dibawah 19 tahun
untuk laki-laki dan perempuan
( UU No 16 Tahun 2019)
5

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan

Dalam Islam melakukan pernikahan berarti melaksanakan ajaran

agama.Selain itu pernikahan merupakan salah satu jalan untuk memelihara

dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama.

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang

menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis. Perkawinan

disebut juga “pernikahan” berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya

mengumpulkan.Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti

persetubuhan(coitus), juga untuk arti akad nikah.2

Nikah menurut bahasa artinya “berkumpul menjadi satu”. Termasuk

arti tersebut adalah ucapan orang Arab “pepohonan itu saling ber-nikah”,

jika satu sama lain saling bercondong dan berkumpul. Sedangkan menurut

syara’ adalah “akad yang berisikan pembolehan melakukan persetubuhan

dengan menggunakan lafal nikah atau tazwij”. Menurut pendapat Ash-

Shahih, bahwa kata “nikah” itu menurut makna hakikat adalah akad,

sedangkan majaznya adalah persetubuhan. 3 Sebagaimana firman Allah swt.

QS. An-Nisa/ Ayat 3:

     

2
Abdul rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003 M), h.8
3
Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathu Al-Muin Bi Syarhi Quroti Al-Aini Bi
Muhimmati Al-Din, (Dar Ibnu Hazm, 2004 M), h. 444
6

Terjemahannya:
“Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil kepada anak yatim
perempuan, maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua
tiga atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberikan
nafkah dan membagi hari diantara mereka), maka nikahilah satu orang
perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki. Yang
demikian itu lebih dekat pada titik berbuat aniaya”4
Sedangkan menurut istilah para ulama berbeda pendapat memberikan

pengertian nikah sebagai berikut:

Menurut Hanafiah Akad yang memiliki kemanfaatan atas sesuatu yang

menyenangkan yang dilakukan dengan sengaja. Yang artinya kehalalan

seorang laki-laki untuk beristimta’ dengan seorang wanita selama tidak ada

faktor yang menghalangi sahnya pernikahan tersebut secara syar’i.

Menurut Syafi’iyah akad yang mengandung pemilikan untuk

melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafad nakaha atau zawaja.

Yang artinya hakikat dari akad itu bila dihubungkan dengan kehidupan suami

isteri yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul sedangkan sebelum akad

tersebut berlangsung keduanya tidak boleh bergaul.

Menurut Malikiyah akad yang bertujan untuk bersenang-senang dengan

wanita, yang sebelumnya tidak ditentukan maharnya secara jelas. Artinya

kehidupan berumah tangga akan dirasakan setelah adanya akad salah satunya

berupa mahar yang jelas.5

4
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemahan (Bandung: CV Darus Sunnah, 2015 M),
h.99
5
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Antara Fiqih Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009 M), h. 37
7

Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pasal 1 perkawinan adalah

ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.6

Dalam kompilasi hukum Islam, pengertian pernikahan dinyatakan

dalam pasal 2 sebagai berikut:

Perkawinan menurut Islam, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan

ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.7

Dari beberapa pengertian nikah diatas dapat dipahami bahwa

pernikahan ialah suatu akad antara laki-laki dan pihak perempuan atas dasar

kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak yang dilakukan dengan pihak lain

(wali) karena telah memenughi rukun dan syarat yang telah ditentukan syara’

untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya sehingga satu sama

lain yang saling membutuhkan dapat memenuhi kebutuhan dalam hidup

berumah tangga.

Selanjudnya dasar hukum pernikahan terdapat pada dalil Al-Qur’an dan

sunnah. Firman Allah swt. QS. An-Nisa/ ayat 3:

     


Terjemahannya:

“Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil kepada anak yatim
perempuan, maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi, dua tiga atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil
(dalam memberikan nafkah dan membagi hari diantara mereka),

6
Undang-Undang Pernikahan No 16 Tahun 2019
7
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi hukum Islam, (Bandung , 2008 M), h. 2
8

maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah budak


perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat pada
titik berbuat aniaya”

dan QS. An-Nur/ ayat 32 yang berbunyi:

     


       
     

Terjemahannya:

“dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan


orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-
Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
mengetahui.”8

Sedangkan di dalam sunnah, Nabi SAW bersabda:

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ َ َ‫اهلل بْ ِن َم ْسعُ ْو ٍد َر ِض َي اهللُ َعْن هُ ق‬ِ ‫عن عب ِد‬
َ ‫ال لَنَ ا َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ َْ ْ َ
‫ض‬ُّ ‫ فَِإنَّهُ َأ َغ‬,‫اع ِمْن ُك ُم الْبَ اءَةَ َف ْليََت َز َّو ْج‬
َ َ‫اس تَط‬ ْ ‫اب َم ِن‬ ِ ‫الش ب‬
َ َّ ‫ (يَ ا َم ْع َش َر‬: ‫َو َس لَّ َم‬
‫ َمَّت َف ٌق‬.)ٌ‫ فَِإنَّهُ لَهُ ِو َج اء‬, ‫الص ْوِم‬ َّ ِ‫ َو َم ْن مَلْ يَ ْس تَ ِط ْع َف َعلَْي ِه ب‬,‫ص ُن لِْل َف ْر ِج‬ ْ ‫ص ِر َو‬
َ ‫َأح‬ َ َ‫ل ْلب‬
ِ
‫َعلَْي ِه‬
artinya:

Dari Abdullah bin Mas'ud RA, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda
kepada kami, “Wahai kaum muda, Siapa diantara kalian yang mempunyai
biaya pernikahan maka menikahlah. Sesungguhnya pernikahan lebih bisa
menjaga pandangan, lebih memelihara kemaluan. Siapa yang tidak

8
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemahan (Bandung: CV Darus Sunnah, 2015 M),
h.494
9

memilikinya (tidak mampu) maka hendaklah ia berpuasa. Sesungguhnya


puasa merupakan perisai baginya.” (HR. Muttafaq `Alaih).9

Dari dasar hukum di atas terbentuklah 5 hukum nikah, yaitu:

1) Jaiz, setiap laki-laki dan perempuan Islam boleh memilih mau menikah

atau tidak menikah. Maksudnya bagi seorang pria dan wanita kalau

memilih tidak menikah maka dirinya harus dapat menahan godaan dan

sanggup memelihara kehormatannya.

2) Sunnah, bagi orang yang berkehendak serta cukup nafkah, sandang,

pangan dan lain-lain. Maksudnya bagi seorang laki-laki dan perempuan

yang ingin hidup sebagai suami-istri sebaiknya menikah, karena dengan

menikah bagi mereka akan mendapat pahala, tetapi tidak berdosa kalau

memang ingin hidup tanpa pernikahan. Nabi saw menganjurkan kepada

setiap muslim untuk menikah, jika mempunyai kemampuan baik secara

lahir maupun batin sebagaimana Rasulullah saw bersabda:

ِ ‫ال لَنَا النَّيِب ُّ صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه وسلَّم يا م ْع َشر الشَّب‬


‫اب‬ َ َ‫ص لََق ْد ق‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا عُ َم ُر بْ ُن َح ْف‬
َ َ َ ََ ََ َ
10
.ٌ‫الص ْوِم فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجاء‬
َّ ِ‫اع ِمْن ُك ْم الْبَاءَةَ َف ْليََتَز َّو ْج َو َم ْن مَلْ يَ ْستَ ِط ْع َف َعلَْي ِه ب‬
َ َ‫استَط‬
ْ ‫َم ْن‬
)‫(رواه البخاري‬

Artinya:

“Telah bercerita kepada kami Umar bin Hafsh, Rasulullah saw


bersabda kepada kami: Wahai para pemuda, barangsiapa diantara
kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena
sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan
lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu,
9
Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, Cet.3, (Subululs salam),
h.109
10
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Jilid 3 (Beirut:
Daar Ibnu Katsir, 2002 M), h. 496.
10

maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya


(menjadi) pengekang syahwat.” (Riwayat Bukhari).

3) Wajib, bagi orang yang sudah cukup sandang, pangan dan dikhawatirkan

terjerumus ke lembah perzinahan. Maksudnya kalau seorang laki-laki dan

wanita sudah ada keinginan untuk hidup sebagai suami-isteri, maka

mereka berkewajibab segera melangsungkan perkawinan. Berdosalah

kalau tidak segera dilakukan. Sedangkan bagi orang tuanya yang telah

mengetahui keinginan itu tidak boleh menghalang-halangi apalagi

membatalkan, sebab perbuatannya berdosa. Jika ia takut terjerumus, tapi

belum mampu untuk memberi nafkah, Allah swt. berfirman dalam Qs. An-

Nur/ ayat 32:

‫الص احِلِ َ ِ ِ ِ ِإ ِئ ِإ‬ َّ ‫َوَأنْ ِك ُح وا اَأْليَ َامى ِمْن ُك ْم َو‬


َ‫ني م ْن عبَ اد ُك ْم َو َم ا ُك ْم ْن يَ ُكونُ وا ُف َق َراء‬
ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ي ْغنِ ِهم اللَّه ِمن ف‬
ٌ ‫ضله َواللَّهُ َواس ٌع َعل‬
‫يم‬ ْ ُ ُ ُ
Terjemahannya:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara
kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-
hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya), Maha
Mengetahui.”11

Ibnu Mas’ud r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

ِ ‫الش ب‬ ِ
‫اب‬َ َّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم يَا َم ْع َش َر‬
َ ُّ ‫ال لَنَا النَّيِب‬ ٍ ‫َح َّد َثنَا عُ َمُر بْ ُن َح ْف‬
َ َ‫ص لََق ْد ق‬
ِ َّ ِ‫من اس تطَاع ِمْن ُكم الْب اء َة َف ْليت ز َّوج ومن مَل يس ت ِطع َفعلَي ِه ب‬
ُ‫الص ْوم فَِإنَّهُ لَه‬ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ ْ َ ََ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ
)‫ (رواه البخاري‬12.ٌ‫ِو َجاء‬
11
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya,
(Surabaya: Halim Publishing & Distributing, 2013 M), h. 354.
12
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Jilid 3 (Beirut:
Daar Ibnu Katsir, 2002 M), h. 496.
11

Artinya:
“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang sudah
mampu untuk berjima’ (karena sudah mampu untuk memberikan
nafkah) maka hendaklah untuk ia menikah; karena sesungguhnya
menikah merupakan sarana paling ideal untuk menundukan
pandangan dan menjaga farji (dari hal-hal yang diharamkan). Dan
barang siapa diantara kalian yang belum mampu, maka hendaklah
ia berpuasa karena berpuasa dapat menghindarkan seseorang dari
bahaya syahwat.”

4) Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah baik lahir maupun

batin, namun sang istri tidak menuntutnya karena keadaan isteri yang

sudah kaya atau tidak terlalu membutuhkan terjadinya hubungan suami

istri antara keduanya.

5) Haram, bagi orang yang berkehendak menyakiti perempuan yang dinikahi.

Maksudnya kalau seorang laki-laki atau seorang perempuan menjalankan

suatu perkawinan dengan niat jahat seperti menipu atau ingin membalas

dendam, maka perbuatannya itu haram karna tujuan perkawinan bukan

untuk melakukan suatu kejahatan. Ketika seseorang menikah dan

mendapatkan kekurangan yang ia sukai dari pasangannya (karena tidak

jujur sebelumnya), maka ia diperbolehkan untuk membatalkan pernikahan

dan mengambil kembali mahar yang telah diberikannya.13

B. Rukun dan Syarat Pernikahan

Pernikahan merupakan ibadah yang tentunnya tidak terlepas dari rukun

dan maupun syaratnya. Islam sudah mengatur segala kegiatan manusia agar

tidak bertentangan dengan syariat Islam, termaksud dalam hal perkawinan. 14

13
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemahan, ( Jawa Barat: Arya Duta, 2015 M), h. 159-
161
14
Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999 M),
h. 9
12

Maka menurut hukum Islam pernikahan tersebut dapat dinyatakan sah apabila

telah memenuhi rukun dan syarat.

Rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan

tidaknya suatu suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termaksud dalam

rangkaian pekerjaan tersebut.Sedangkan syarat adalah suatu yang mesti ada

yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan, tetapi sesuatu itu tidak

meski termasuk dalam rangkaian perbuatan itu.15

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang

menyangkut dengan sah dan tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.

Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya

merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan

umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan

tidak sah apabila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.Keduanya

mengandung arti yang berbeda bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada

dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya,

sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada di luarnya dan tidak merupakan

unsurnya.

Adapun rukun pernikahan tersebut, juga terdapat berbagai pandangan,

diantaranya:

1. Adanya calon suami dan isteri yang akan melakukan perkawinan

2. Adanya wali dari pihak calon pengantin perempuan

15
Abd.Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2006 M), h. 45-46
13

3. Adanya dua orang saksi

4. Adanya shighot akad nikah, yaitu ijab qobul yang diucapkan oleh wali

atau wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-

laki.16

Pendapat lain tentang Rukun nikah adalah sebagai berikut:

1. Adanya calon suami dan isteri yang tidak terhalang dan terlarang secara

syar’i untuk menikah. Diantara perkara syar’i untuk menikah. Di antara

perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si

wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si

lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan atau si

wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya.

2. Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang

menggantikan posisi wali. Misalnya dengan si wali mengatakan,

“Zawwajtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau si fulanah”).

3. Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang

mewakilinya, dengan menyatakan, “Qobiltu Hadzat Tazwij” (“Aku terima

pernikahan ini). Dalam ijab dan qobul dipakai lafadz Tazwij karena lafadz

ini datang dalam Al-Qur’an. Seperti firman Allah swt. Dalam QS. Al-

Ahzab/ Ayat 37:

       


         
         
16
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Cet 1, (Bandung. CV.Pustaka Setia,
1999 M)
14

       


      
       
Terjemahannya:
“dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah
telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah
memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan
bertakwalah kepada Allah", sedang kamu Menyembunyikan di
dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk
kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan
dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk
(mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-
anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada
isterinya. dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”.17

Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena

calon pengantin laki-laki dan perempuan digabung menjadi satu seperti

terlihat dibawah ini:

1. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai laki-

laki dan mempelai perempuan.

2. Adanya wali

3. Adanya dua orang saksi

4. Dilakukan dengan sighat tertentu.18

Syarat pernikahan juga terjadi perbedaan pendapat, misalnya: pendapat

dari Muktabah Abu Sakman Al-Atsari yang memberikan penjelasan dari

syarat-syarat sahnya nikah ada 4 yaitu:

17
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemahan (Bandung: CV Darus Sunnah, 2015 M),
h.598
18
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2006 M), h.19
15

1. Menyebutkan secara jelas (ta’yin) masing-masing kedua mempelai dan

tidak cukup hanya mengatakan: “saya nikahkan kamu dengan anak saya”

akan tetapi menyebut langsung nama calon mempelai atau sifat yang bisa

dibedakan dengan yang lainnya.

2. Kerelaan kedua calon mempelai, maka tidak sah jika salah satu dari

keduanya di paksa untuk menikah.

3. Yang menikahkan kedua mempelai adalah walinya. Apabila seorang

wanita menikahkan dirinya tanpa wali maka pernikahannya tidak sah. Di

antara hikmahnya, karena hal itu merupakan penyebab terjadinya

perzinahan dan wanita biasanya dangkal dalam berfikir untuk memilih

sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya.

4. Wali bagi wanita adalah bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh

bapaknya, kemudian ayah dari bapak terus ke atas, kemudian anaknya

yang laki-laki terus kebawah, lalu saudara laki-laki sekandung. Kemudian

saudara laki-laki sebapak, kemudian ponakan laki-laki dari saudara laki-

laki kandung kemudian sebapak, lalu paman yang sekandung dengan

bapaknya, kemudian anak pamannya, lalu kerabat-kerabat yang dekat

keturunan nasabnya seperti ahli waris. Maka tidak sah pernikahan kecuali

dengan adanya dua orang saksi yang adil.19

Adapun syarat pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan No 1

Tahun 1974antara lain:

19
Maktabah Abu Salma Al-Atsari, Bekal-bekal Pernikahan Menurut Sunnah Terjemahan,
(Jakarta: 2007 M), h. 15
16

1. Perkawinan dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya, pasal 2

ayat (1)

2. Tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku, pasal 2 ayat (2)

3. Perkawinan seorang laki-laki yang sudah mempunyai isteri harus

mendapat ijin dari pengadilan , pasal 3 ayat (2) dan pasal 27 ayat (2)

4. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21

tahun harus membayar ijin kedua orang tua pasal 6 ayat (2)

5. Bila orang tua berhalangan, ijin diberikan oleh pihak lainyang ditentukan

dalam Undang-Undang pasal 6 ayat (2-5).

6. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak laki-laki dan perempuan mencapai

usia 19 Tahun, pasal 7 ayat (1) revisi Undang-Undang Pernikahan No 16

Tahun 2019.

7. Harus ada persetujuan antara kedua calon mempelai kecuali apabila

hukum menentukan lain. Pasal 6 ayat (1) hal ini untuk menghindarkan

paksaan bagi calon mempelai dalam memilih calon isteri atau suami.

Undang-Undang Perkawinan no 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (1) di

perkuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 28 bahwa asas

perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dari calon suami dan

calon isteri.20

Syarat sah pernikahan menurut Sayyid Sabiq adalah ketentuan-

ketentuan yang harus dipenuhi agar pernikahan yang dilaksanakan merupakan

20
Gerry Achad Rizki, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: CV. Permata
Press, 2019 M), h. 367
17

pernikahan yang sah diakui secara hokum sehingga hak dan kewajibab yang

berkenaan dengan pernikahan dapat berlaku. Berikut ini merupakan syarat sah

pernikahan:

a. Wanita yang dinikahi bukan mahrom

Secara hokum perempuan yang dinikahi adalah perempuan yang halal

untuk dijadikan sebagai isteri. Jadi perempuan itu bukanlah perempuan

yang haram untuk dinikahi, baik haram untuk sementara waktu atau haram

untuk selamanya.

b. Dihadiri oleh saksi

Jumhur ulama sepakat bahwa pernikahan tidak sah tanpa adanya kejelasan

di dalam pernikahan itu sendiri. Pernikahan akan sah apabila dihadiri oleh

beberapa saksi ketika akad nikah dilangsungkan21

Asas dan prinsip perkawinan adalah ketentuan perkawinan yang menjadi

dasar dan dikembangkan dalam materi batang tubuh dari Undang-Undang

Perkawinan. Adapun asas-asas dan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

2. Suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing

agamanya dan kepercayaan.

3. Undang-undang ini mengandung asas monogomi, hanya apabila

dikehendaki oleh orang yang bersangkutan mengizinkannya.

21
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemahan, ( Jawa Barat: Arya Duta, 2015 M), h. 207
18

4. Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami istri itu harus

telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan pernikahan agar

terwujudnya tujuan pernikahan secara baik tanpa berakhir pada

perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu

dicegah adanya pernikahan dibawah umur pernikahan ini juga

bermasalah dalam hubungan kependudukan.

5. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk perkawinan membentuk

keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera maka undang-undang ini

menganut prinsip yang mempersukar terjadinya perceraian.

6. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban

suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan

masyarakat.22

C. Hikmah dan Tujuan Pernikahan

Pada hakikatnya pemerintah itu memiliki tujan yang mulia dan penuh

barokah.Allah swt mensyari’atkan untuk kemaslahatan hamba-Nya dan

kemanfaatan bagi manusia, agar tercapai maksud-maksud yang baik dan

tujuan-tujuan yang mulia.

Sesuai fitrahnya, manusia dilengkapi tuhan dengan kecenderungan seks.

Oleh karena itu, Tuhan menyediakan wadah yang gelegal untuk

22
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Cet.3, (Prenada Media:
Jakarta 2009 M), h. 25-26
19

terselenggaranya penyaluran tersebut yang sesuai dengan derajat

kemanusiaan. Firman Allah swt. QS. Ali-Imran/ Ayat 14 yang berbunyi:

‫ب‬ِ ‫اطرْيِ الْم َقْنطَ ر ِة ِمن ال َّذ َه‬ ِ َ‫الش ه ٰو ِت ِمن النِّس اِۤء والْبنِ والْ َقن‬ ِ ‫ ُزيِّ َن لِلن‬
َ َ ُ َ َ ‫َ َ َ َ نْي‬ َ َّ ‫ب‬ ُّ ‫َّاس ُح‬
‫وة ال ُّد ْنيَا ۗ َوال ٰلّ هُ ِعْن َده‬
ِ ‫ض ِة واخْل ي ِل الْمس َّوم ِة وااْل َْنع ِام واحْل ر ِث ۗ ٰذلِ ك مت اع احْل ٰي‬
َ ُ ََ َ ْ َ َ َ َ َ َ ُ َْ َ َّ ‫َوالْف‬
ِ
‫ُح ْس ُن الْ َماٰ ِب‬
Terjemahannya:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)”.23

Adapun tujuan dalam pernikahan diantaranya:

1. Untuk mengikuti sunnah para Nabi dan Rosul

Pernikahan adalah cara untuk menyelamatkan diri seseorang dari

perbuatan yang dilarang oleh agama, tidak hanya menyelamatkan dari

maksiat tetapi juga memberi kesenangan. Sehingga Rasulullah

memerintahkan kepada siapapun yang memiliki kemampuan untuk

menikah agar menyegerakan sunnah rasul.24

2. Untuk mencari ketenangan dalam hidup

Ketika seseorang dikategorikan matang untuk melakukan pernikahan,

kegelisahan akan membayangi hidupnya. Bukan sebuah tuntutan tetapi

sudah menjadi sunnahtullah ada keinginan untuk membina rumah

23
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemahan (Bandung: CV Darus Sunnah, 2015 M),
h.64
24
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Islam Kitab Nikah Cet.1 (Kampus Syariah, 2009 M), h. 6
20

tangga.Pernikahan pada dasarnya untuk membentuk keluarga yang

sakinah, mawaddah, warahmah bertujuan agar manusia dapat memperoleh

ketenangan dalam hidupnya.

3. Untuk menyambung silaturahmi

Islam datang dengan memberikan pemahaman dalam menyambungkan

ikatan yang sah, itulah pernikahan. Dengan pernikahan tersebut membuat

seseorang bisa memiliki hubungan yang awalnya haram menjadi halal

baginya. Selain itu hubungan tersebut tidak hanya pada dua orang tetapi

juga dua keluarga.

4. Untuk memperoleh keturunan

Dalam kerangka inilah sesungguhnya manusia dianjurkan untuk

melakukan sebuah pernikahan dengan lawan jenisnya, agar eksistensi

kehidupan manusia di dunia ini bisa terus berlanjud.

5. Menjaga diri dari larangan Agama

Islam adalah agama yang memberikan kejelasan hidup, ketenangan jiwa

dan keselamatan dunia maupun akhirat. Islam juga solusi mutlak terhadap

permasalahan kehidupan. Pergaulan antara manusia juga memiliki aturan

sendiri punya batas dan norma-norma.

Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1974 bisa dilihat dalam pasal 1 yang menyatakan bahwa:

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan

perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau


21

rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.25

Tujuan nikah menurut Subhan Nurdin, sebagai berikut:

1. Melaksanakan sunnah dan beribadah, memelihara diri dari perbuatan

haram dan menyalurkan syahwat dengan cara yang halal

2. Melestarikan keturunan, lebih banyak mengembangbiakan keturunan

yang sehat fisik dan mental.

3. Memenuhi kebutuhan fitrah sesuai syara’, saling melengkapi dan

ketenangan jiwa.26

D. Hukum Pernikahan Dini dalam Islam

1. Pengertian Pernikahan Dini

Pernikahan dini atau nikah dibawah umur bukan lagi hal yang aneh

dikalangan masyarakat masa kini. Berbagai hal pendukung yang menjadi alasan

timbulnya pernikahan dini itu sendiri. Pernikahan dini merupakan topic

pembicaraan yang tidak akan ada habisnya karena melihat tidak adanya solusi

yang cerdas untuk menyelesaikan permasalahn ini bahkan hukum sekalipun.

Berpasang-pasangan merupakan pola hidup yang ditetapkan oleh Allah

bagi umatnya sebagai sarana untuk memperbanyakketurunan dan

mempertahankan hidup setelah dibekali dan mempersiapkan masing-masing

pasangan agar dapat menjalankan peran mereka untuk mencapai tujuan tersebut

dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu peraturan mengatur tentang batasan umur
25
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, h. 44
26
Subhan Nurdin, Pernikahan untuk Generasi, (Mujahid: Bandung, 2002 M), h. 67
22

untuk menikah agar terciptanya keturunan yang layak fisik dan mental. Karena

faktor umur sangat mempengaruhi hasil keturunan.27

Pernikahan merupakan satu-satunya alternative untuk membentuk

keluarga dan melanjudkan keturunan hal ini merupakan fitrah Allah yang

diberikan kepada manusia, dan hokum alam yang tidak akan berubah. Karena

kehidupan ini tidak akan berjalan tanpa adanya pernikahan yang berlanjud pada

setiap generasi dari zaman ke zaman. Setiap jiwa baik secara individu maupun

kelompok masyarakat membutuhkan penyaluran biologis kepada lawan jenisnya,

serta bercita-cita melahirkan generasi baru yang akan memakmurkan bumi ini.

Namun demikian islam memandang pernikahan tidak hanya sebagai bersatunya

lawan atau penyaluran biologis semata akan tetapi Islam itu memandang

pernikahan lebih dari maknanya.

Ada lima esensi pernikahan, yaitu:

1. Allah menciptakan pasangan dari setiap jiwa

2. Mereka saling membuat ketenangan

3. Allah menciptakan bagi pasangan itu rasa kasih sayang

4. Semua hal tersebut merupakan bukti dari kekuasaan Allah.

Dianjurkan untuk menikah agar terjaga diri dari maksiat dalam firman

Allah swt. QS. An-Nisa : Ayat 1 yang berbunyi :

َّ َ‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِمْن َها َز ْو َج َها َوب‬


ِ‫سو‬ ِ ِ َّ
‫ث‬ َ ٍ ‫َّاس َّات ُقوا َربَّ ُك ُم الذي َخلَ َق ُك ْم م ْن َن ْف‬
ُ ‫يَاَأيُّ َها الن‬
‫اَأْلر َح َام ِإ َّن اللَّهَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ ِِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫مْن ُه َما ِر َجااًل َكث ًريا َون َساءً َو َّات ُقوا اللَّهَ الَّذي تَ َساءَلُو َن به َو‬
‫َرقِيبًا‬
27
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemahan, ( Jawa Barat: Arya Duta, 2015 M), h.151
23

Terjemahannya:

“ wahai manusia! Bertakwalah kepada tuhanmu yang telah menciptakan


kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya
(hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan
kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu”. 28

Banyak yang menilai bahwa pernikahan dini merupakan solusi yang tepat

untuk menjaga kehormatan ramaja karena bebasnya pergaulan agar menjadi

hubungan yang sah antara dua pribadi. Perbedaan pendapat tentang layaknya

seseorang melakukan pernikahan masing- masing punya batasan dalam

memberikan penilaian terhadap seseorang yang dikategorikan sudah layak

menikah atau masih dibawah umur. 29

Ada banyak faktor yang harus dipenuhi agar bisa menikah, seperti faktor

ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan, sebagaimana Ibnu Mas’ud r.a.

meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw Bersabda:

‫اع‬
َ َ‫استَط‬
ْ ‫اب َم ْن‬ َّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يَا َم ْع َش َر‬
ِ َ‫الشب‬ َ ‫ال لَنَا النَّبِ ُّي‬ َ َ‫ص لََق ْد ق‬ ٍ ‫َح َّد َثنَا عُ َم ُر بْ ُن َح ْف‬
)‫ (رواه البخاري‬.ٌ‫الص ْوِم فَِإ نَّهُ لَهُ ِو َجاء‬ َّ ِ‫َم يَ ْستَ ِط ْع َف َعلَْي ِه ب‬
ْ ‫اءةَ َفلْيََت َز َّو ْج َو َم ْن ل‬
ِ
َ َ‫م ْن ُك ْم الْب‬

Artinnya:

“ Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang sudah mampu
untuk berjima’ (karena sudah mampu untuk memberikan nafkah) maka
hendaklah untuk ia menikah; karena sesungguhnya menikah merupakan
sarana paling ideal untuk menundukan pandangan dan menjaga farji (dari
hal-hal yang diharamkan). Dan barang siapa diantara kalian yang belum
28
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemahan (Bandung: CV Darus Sunnah, 2015 M),
h.77
29
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet.1 (Bandung, 2009 M), h. 40
24

mampu, maka hendaklah ia berpuasa karena berpuasa dapat


menghindarkan seseorang dari bahaya syahwat.”30
Secara metodelogis, langkah penentuan usia perkawinan didasarkan

kepada metode murshlahat mursalah. Namun demikian karena sifatnya yang

ijtihad yang kebenarannya relative, ketentuan tersebut bersifat kaku. Artinya

apabila karena sesuatu hal perkawinan dari mereka yang usianya dibawah 21

tahun atau sekurang-kurangnya 19 tahun undang-undang tetap memberi jalan

keluar. 31

Pernikahan yang suci didasari aspek kemanusiaan yang esensial. Memang

tidak bisa dipungkiri laki-laki diberikan kelebihan diatas wanita tetapi semuanya

adalah sama.

Apabila dibandingkan dengan batasan usia calon mempelai di beberapa

Negara Muslim, Indonesia secara definitive belum yang tertinggi tetapi juga tidak

yang terendah. Berikut data komparatif:

Perbandingan batas usia nikah di negara-negara muslim32

Negara Laki-laki Perempuan


Aljazair 21 18
Bangladesh 21 18
Mesir 18 16
Indonesia 19 19
Irak 18 18
Jordania 16 15
Libanon 18 17
Libya 18 16

30
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Jilid 3, (Beirut:
Daar Ibnu Katsir, 2002 M), h. 496.

31
Rachmat Djatnika, Sosialisasi Hukum Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1991 M), h.215
32
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2017 M), h.
61
25

Malaysia 18 16
Maroko 18 15
Yaman Utara 15 15
Pakistan 18 16
Somalia 18 18
Yaman Selatan 18 16
Suriah 19 17
Tunisia 17 17
Turki 17 15

Pengertian pernikahan dini akan diuraikan dengan melihat perbandingan

definisi menurut Undang-Undang dengan Hukum Islam.

a) Pernikahan dini menurut Undang-Undang No 16 Tahun 2019

Revisi Undang-Undang No 1 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang

No 16 Tahun 2019 tentang ketentuan umur untuk menikah apabila pihak pria dan

wanita mencapai umur 19 tahun. Jadi seseorang dinilai layak untuk melakukan

pernikahan apabila keduanya mencapai umur 19 tahun. Melihat dari ketentuan umur

yang diberikan Undang-Undang maka pengertian dari pernikahan dini adalah

seseorang yang belum mencapai usia yang telah ditentukan Undang-Undang.

Batasan umur yang ditentukan Undang-Undang masih terbilang belum

tinggi dibandingkan dengan peraturang negara lain di dunia. Seperti Bangladesh

21 tahun untuk pria dan 18 tahun untuk wanita. Adapula yang lebih rendah seperti

di yaman membatasi umur pernikahan pada pria dan wanita yang sudah mencapai

umur 15 tahun sudah bisa melakukan pernikahan, dan rata-rata negara di dunia

membatasi usia perkawinan itu untuk pria berumur 18 tahun dan wanita berkisar

15 dan 16 tahun.33

33
Tahir Muhammad, Personal law in Islamic Countries,”dalam Amiur Nuruddin dan
Azhari Akmal Tarigan, Hukum Islam di Indonesia Cet.3 (Jakarta: Kencana, 2006 M), h.69
26

Peraturan tentang usia yang ditetpakan pemerintah memiliki prinsip yang

sejalan dengan daktor kesanggupan jasmani, mental dan kematangan jiwa agar

terciptanya keluarga yang harmonis tanpa adanya perceraian.

b) Pernikahan dini dalam perspektif hukum Islam

Dalam Islam pernikahan itu ditandai dari segi kedewasaan meskipun

menurut peraturan pria dan wanita harus mencapai umur 19 tahun akan tetapi

apabila sudah baligh maka islam membolehkan seseorang untuk menikah. Perlu

diketahui bahwa Islam mempunya 5 prinsip yaitu perlindungan terhadap agama,

jiwa, keturunan, harta dan akal. Satu diantaranya bahwa agama menjadi jalur

keturunan melalui pernikahan karena dengan adanya pernikahan tetap terjaga

keturunan.

Menurut Islam seseorang terlihat baligh apabila sudah mengalami

mimpi basah untuk pria dan menstruasi untuk wanita. Sebagaimana menurut

Jalal al- Dinn al- Suyuti mengartikan mimpi basah ketika sudah genap

berusia 15 tahun, maka sudah cukup secara biologis untuk melakukan

pernikahan akan tetapi kemampuan secara biologis tidaklah cukup untuk

untuk melakukan pernikahan tanpa mempunyai kemampuan ekonomis dan

psikis. 34

Pernikahan bukan hanya tentang menyalurkan kebutuhan seksual

secara biologis akan tetapi pernikahan bertujuan untuk beribadah kepada Allah

dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Jadi pernikahan bisa terwujud

34
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i Terjemahan, Cet.2, (Jakarta: Almahira, 2012 M),
h. 457
27

harmonis apabila kebutuhan biologis, ekonomis dan psikis sudah terpenuhi

maka psikologi dalam rumah tangga yang terbentuk akan lebih dewasa dan

memaknai kehidupan rumah tangga secara menyeluruh.

Masalah penentuan usia dalam Undang-Undang Perkawinan maupun

dalam Kompilasi Hukum Islam memang bersifat ijtihad, sebagai usaha

pembaharuan pemikiran fiqih yang dirumuskan ulama terdahulu. Namun

demikian, apabila dilacak referensi syar’inya memunyai landasan kuat.

Misalnya isyarat Allah swt. dalam QS. An-Nisa/ Ayat 9:

ِ ً‫وا ِمن َخل ِْف ِهم ذُ ِّريَّة‬++‫و َتر ُك‬++َ‫ولْي ْخش الَّ ِذيْن ل‬
‫وا‬++‫ا ُف ْوا َعلَْي ِه ۖ ْم َفلْيََّت ُق‬++‫ ٰع ًفا َخ‬+‫ض‬ ْ ْ ْ َ ْ َ َ ََ
‫ال ٰلّهَ َولَْي ُق ْولُْوا َق ْواًل َس ِديْ ًدا‬
Terjemahannya:

“ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya


meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Dan oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.” 35
Kantor Urusan Agama melakukan sosialisasi tentang adanya Undang-

Undang Pernikahan Dini No 16 Tahun 2019 tentang batasan umur. Dan

peneliti melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai

pernikahan usia dini dari masyarakat di Kecamatan Talibura. Pandangan

masyarakat mengenai pernikahan usia dini setuju dengan adanya peraturan

pembatasan umur karena melihat psikologi anak-anak belum mampu untuk

melakukan pernikahan.

35
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemahan (Bandung: CV Darus Sunnah, 2015 M),
h.78
28

5. Batas Minimal Usia Perkawinan

Seperti halnya pencatatan perkawinan, dalam fiqih tidak pernah dijumpai

adanya batasan usia menikah bagi seseorang, baik laki-laki maupun

perempuan. Namun, hal ini tidak berarti bahwa undang-undang Negara muslim

tidak menerapkan ketentuan mengenai pembatasan-pembatasan usia

perkawinan. Perkawinan usia muda sangat sangat terkait dengan hak orangtua

dan wali untuk menikahkan anaknya, tanpa disertai kemauan anak itu sendiri.

Dalam beberapa kasus di masyarakat, karena alasan hubungan kekeluargaan

atau mempertahankan status social orangtua seringkali menjodohkan atau

menikahkan anaknya dengan anak saudaranya sejak masih belia.

Terdapat fenomena semacam ini pokok permasalah adalah hak orangua

untuk memaksakan pernikahan kepada anaknya yang masih dini. Meninjau

dalam kitab-kitab fiqih konvensional ini dapat dibandingkan dengan hokum

perkawinan dengan yang ada di Indonesia sejatinya adalah 19 tahun untuk laki-

laki dan wanita. Bagi mereka yang tidak mencapai usia tersebut maka harus

meminta izin dari pengadilan. Meskipun ketentuan ini tidak ada dalam kitab-

kitab fiqih pembatasan perkawinan ini sudah tidak lagi menimbulkan resistensi

dari berbagai kelompok Islam bahkan, bahkan tetap dianggap lumrah dan

biasa.

Ketentuan mengenai pembatasan usia nikah ini menjadi penting karena

beberapa hal yang melatarinya, terutama terkait dengan hak-hak perempuan

dan anak itu sendiri. Aspek yang lainnya adalah kehamilan yang memiliki
29

keterkaitan erat dengan kondisi social, ekonomi dan kesehatan masyarakat

akan tetapi kemungkinan seorang ibu akan meninggal atau anak yang

dikandungnya. 36

Kemampuan menyelesaikan konflik baik pribadi maupun antar anggota

keluarga. Ini adalah hal yang wajar, lebih-lebih antar dua orang yang berbeda

adat dan kepribadian. Untuk mewujudkan keluarga sakinah dan sejahtera

masing-masing harus berupaya untuk menyelesaikan konfik itu dengan baik,

atau setidaknya memperkecil konflik itu sehingga tidak meluas. Dari sini

kemampuan menyelesaikan perbedaan pandangan merupakan syarat bagi

terwujudnya keluarga sakinah. Islam memberikan tuntunan bahwa apapun

yang telah terjadi adalah merupakan takdir Allah. 37

E. Aspek-Aspek Pernikahan Dini

Bahwa ketentuan pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang

Perkawinan tersebut seolah-olah membuat Undang-Undang Pernikahan

tersebut menjadi tidak tegas karena dengan demikian Undang-Undang

Republik Indonesia No 1 Tahun 1974 sesungguhnya tidak melarang

pernikahan di bawah umur jika agama dan kepercayaan yang bersangkutan


36
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, Cet.1, (Sinar Grafika: Jakarta,
2013), h. 200

37
Huzaemah T. Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, Cet.1, (Yayasan Masyarakat
Indonesia Baru: Jakarta), h. 123-124
30

tidak menentukan lain yang artinya secara tidak langsung batas minimum

untuk melaksanakan suatu pernikahan dapat dikompromikan atas dasar suatu

kepercayaan. Celah hukum seperti inilah yang mungkin dapat dipakai oleh

pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari dilakukannya pernikahan

di bawah umur tersebut.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab IV Perkawinan

pasal 29 mengenai batas umur pernikahan, laki-laki yang belum mencapai

umur 18 Tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas

tahun penuh, tidak diperkenakan mengadakan perkawinan. Namun jika ada

alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini

dengan memberikan dispensasi.38

Berbeda dengan Undang-Undang Pernikahan, mengenai batas usia

dewasa untuk melangsungkan pernikahan bagi yang beragama islam adalah 21

Tahun, batas usia dewasa untuk melakukan pernikahan tersebut diatur dalam

Bab XIV tentang pemeliharaan anak dalam pasal 98 ayat (1) Kompilasi

Hukum Islam yang berbunyi:

Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21

Tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau

belum pernah melangsungkan perkawinan. 39

38
Gerry Achad Rizki, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: CV. Permata
Press, 2019 M), h. 367-368
39
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: CV.Akademika Pressindo, 2010 M),
h. 137
31

Oleh karena itulah pernikahan adalah satu-satunya syariat Allah

yang menyiratkan banyak aspek di dalamnya. Di antaranta aspek-aspek

tersebut adalah:

1. Aspek personal yang meliputi penyaluran kebutuhan biologis dan

reproduksi generasi.

2. Aspek social, meliputi pernikahan bisa membentuk rumah tangga yang

baik dengan fondasi masyarakat yang baik dan membuat manusia

menjadi kreatif karna adanya tanggung jawab yang timbul sebab ada

pernikahan.

3. Aspek ritual, sebagai salah satu model ibadah kepada Allah karena

mengikuti sunnah rasul.

4. Aspek moral, ada perbedaan yang jelas antara manusia dan hewan

dalam menyalurkan libido seksualitas, karena manusia harus mengikuti

norma atau aturan agama sedangkan hewan tidak.

5. Aspek kultural, karena lebih membedakan kultur dan budaya manusia

primitive dan manusia modern, walaupun dalam dunia primitive

mungkin terdapat aturan-aturan pernikahan namun dapat dipastikan

bahwa aturan-aturan kita jauh lebih baik dari kultur mereka. 40

Setiap orang dan setiap keluarga pasti mendambakan kebaikan dalam

hidupnya dan keluarganya, baik secara fisik maupun mental di duni

maupun di akhirat. Kesehatan adalah harta yang sangat berharga harta

bertumpuk dapat enyap dalam sekejap apabila kesehatan terganggu.


40
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV.Pustaka Setia), h. 15
32

Kualitas hidup suatu keluarga akan meningkat bila kesejahteraan terpenuhi

dengan baik. Karena itu menjadi kewajiban setiap keluarga sehat dengan

cara memelihara dan menjaga kesehatan.

Membangun keluarga sakinah dan sejahtera adalah dambaan setiap

keluarga. Beberapa ciri dari keluarga sakinah dan sejahtera, sebagai

berikut:

1. Curahan rahmat Allah

2. Penghormatan kepada kedua orangtua

3. Pembiayaan keluarga berasal dari rizki yang halal

4. Hidup sederhana

5. Menyadari kekhilafan dan kesalahan. 41

Menurut penulis, dari beberapa aspek yang telah dituliskan mungkin

bisa menjadi pertimbangan untuk yang ingin melakukan pernikahan. Apa lagi

hal ini berkaitan dengan jasmani dan rohani oleh karna itu keduanya harus di

perkuat agar pernikahan tersebut menjadi hal yang di dambakan.

41
Huzaemah T. Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam, Cet.1, (Yayasan Masyarakat
Indonesia Baru: Jakarta), h. 119-122
33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penyusunan desain penelitian merupakan tahap awal dan tahap yang

sangat penting dalam proses penelitian. Penelitian awal adalah proses penelitian

yang akan dilakukan seorang adalah pada desain penelitiannya. Desain penelitian

dapat menjelaskan sejauh mana kesiapan kita dalam melakukan penelitian. Desain

penelitian berfungsi sebagai arah dan pedoman bagi peneliti mengenai apa yang

harus dilakukan di lapangan, dan desain penelitian akan menentukan hal apa yang

harus dicapai setelah menyelesaikan proses penelitian.


34

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian

Kualitatif.Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan

menggunakan analisis secara detail. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah

untuk memahami fenomena atau gejala social dengan lebih menitik beratkan

pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana merupakan

metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah,

dimana peneliti merupakan instrument kunci. Berdasarkan latar belakang

masalah penelitian yang mengkaji tentang prespektif masyarakat Islam

terhadap pernikahan dini, maka peneliti menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif yang bersifat terbuka dan mendalam, penelitian ini menggunakan

penelitian studi kasus.

B. Lokasi dan Objek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan adalah Kecamatan Talibura,

Kabupaten Sikka. Penulis memilih lokasi tersebut karena sejauh penilaian

peneliti masih banyak terjadi praktek pernikahan di bawah umur atau masih

terlalu muda untuk melakukan pernikahan. Alasan lain pemilihan desa

tersebut adalah lokasi penelitian sangatlah dekat dengan tempat tinggal

peneiti sehingga bisa mengurangi biaya dan mudah untuk memperoleh data.

2. Objek Penelitian
35

Dalam hal ini peneliti berusaha berusaha membahas objek penelitian

dengan menggunakan pendekatan normatif (syar’i) dan yuridis dalam

memahami situasi apa adanya, normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan

kondisinya. Karena jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif

yang menurut peneliti memahami secara langsung dan mendalam terhadap

fenomena yang ada di masyarakat.

Berangkat dari permasalahan yang muncul dari fenomena-fenomena

yang terjadi di dalam masyarakat, terkait dengan pernikahan di bawah

umur, maka dalam penelitian ini di fokuskan pada pertanyaan tentang

bagaimana pandangan tokoh masyarakat serta informan lain yang dianggap

penting terhadap pernikahan di bawah umur di Kecamatan Talibura

Kabupaten Sikka dan bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat dari

nikah di bawah umur.

C. Fokus Penelitian

Identifikasi dan pembatasan masalah disini digunakan peneliti untuk

memberikan batasan masalah yang akan dikaji atau diteliti. Adapun batasan

masalah pada penelitian ini berfokus pada presepsi dikalangan masyarakat

Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka.

D. Deskripsi Fokus Penelitian

Sebagai deskripsi penelitian menjelaskan konsep-konsep atau

memberikan batasan masalah, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan

judul penelitian. Adapun istilah yang dimaksud adalah:


36

1. Persepsi merupakan proses perlakuan individu yaitu pemberian

tanggapan, arti, gambaran atau penginterprestasian atas apa yang dilihat,

didengar atau dirasakan oleh indranya, dalam bentuk sikap, pendapat

dan tingkah laku atau disebut sebagai perilaku individu.

2. Pernikahan Usia Dini, merujuk kepada devinisi pernikahan secara

umum yakni ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan. mereka

yang belum berusia 19 tahun. Sehingga pernikahan usia dini adalah

ikatan lahir batin anak dibawah usia 19 tahun baik laki-laki maupun

perempuan.

E. Sumber Data

Sumber data penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh

Sesuai dengan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, maka yang

menjadi sumber data adalah:

1. Data Primer berarti data yang diperoleh melalui field research atau penelitian

lapangan dengan cara-cara seperti interview, Pada penelitian ini penulis

memperoleh sumber data dari beberapa responden dan informan data yang

diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan responden dan

informan. Adapun responden dalam penelitian ini yakni pasangan suami-isteri

yang telah melangsungkan pernikahan pada usia dini. Sedangkan yang

menjadi informan dalam penelitian ini yaitu, Staf KUA Kecamatan Talibura
37

Kabupaten Sikka, Pemerintah Desa maupun orang tua atau wali dari pelaku

nikah di bawah umur.

2. Data Sekunder berarti data yang diperoleh melalui library research atau

penelitian kepustakaan, dengan ini peneliti berusaha menelusuri dan

mengumpulkan bahan tersebut dari peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan akibat hukum pernikahan di bawah umur.

F. Instrumen Penelitian

Instrument dalam penelitian ini adalah alat atau fasilitas yang digunakan

peneliti untuk mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya

lebih baik. Dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis.

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi item penyataan

tentang pernikahan dini kuosioner adalah daftar pernyataan yang sudah

disusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan

jawaban dengan tanda-tanda tertentu.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan

itu dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban dari

pertanyan itu.

Wawancara digunakan untuk memperoleh data lebih mendalam

yang sebelumnya tidak diketahui dan tidak bisa didapatkan melalui


38

observasi, sesuai dengan tujuan wawancara itu sendiri.Wawancara

dilakukan dengan panduan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap

subjek penelitian.Dalam hal ini menjadi yang menjadi objek untuk

diwawancarai diantaranya adalah pelaku pernikahan dini, orang tua pelaku

pernikahan dini serta tokoh masyarakat Kecamatan Talibura.

2. Observasi

Sebagai metode ilmiah observasi dapat diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan fenomena-fenomena yang diselidiki secara

sistematik. Dalam arti yang luas obeservasi sebenarnya tidak hanya

terbatas terhadap pengamatan yang dilakukan, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu observasi partisipasif.

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan dengan sehari-hari

orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

penelatian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa

yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan berpedoman pada

pedoman observasi yang diamati yaitu lingkungan fisik Kecamatan

Talibura, karakteristik masyarakat Islam kecamatan Talibura.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang

diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian,


39

seperti peta, data statistik, jumlah dan data penduduk; grafik, gambar,

surat-surat, foto dan akta.

H. Teknik Analisis Data

Dalam teknik analisis data maka penulis menggunakan:

1. Edit (editing)

Mengedit yaitu mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui

sebelum data diolah data tersebut harus diedit terlebih dahulu. Dengan

perkataan lain, data atau keterangan yang telah dikumpulkan, daftar

pertanyaan maupun hasil wawancara perlu dibaca sekali lagi lalu

diperbaiki.

2. Klasifikasi (classifying)

Klasifikasi adalah mereduksi data yang ada dengan cara menyusun

dan mengklasifikasikan data yang diperoleh dalam pola tertentu atau

permasalahan tertentu untuk mempermudah pembahasannya. Hal ini

peneliti tunjukan dengan mengklasifikasi berbagai jawaban dari responden

dan para informan, sehingga menjadikan pembacaan peneliti lebih mudah

karena telah dikelompokkan dalam berbagai kategori.

3. Verifikasi (verifying)

Verifikasi yaitu langkah dan kegiatan yang dilakukan pada

penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi dari lapangan harus

diteliti kembali agar validitasnya dapat diakui oleh pembaca. Misalkan

melakukan konfirmasi pada data lain, baik sekunder maupun primer.


40

4. Analisis (analyzing)

Analisis adalah pengelompokkan, membuat suatu urutan, serta

menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Tujuan analisis di

dalam penelitian ini membatasi penemuan-penemuan sehingga menjadi

data yang teratur sehinnga tersusun. Adapun analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

5. Kesimpulan (conclucing)

Setelah semua tahap-tahap tersebut dilakukan maka langkah

terakhir yaitu pengambilan kesimpulan dari penelitian berdasarkan data

yang ada untuk mendapatkan suatu jawaban.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kecamatan Talibura

1. Letak dan Luas Wilayah

a. Letak wilayah

Kecamatan Talibura merupakan kecamatan yang terletak paling timur

dari Kabupaten Sikka yang usia berdirinya seiring terbentuknya

Kabupaten Sikka. Kecamatan Talibura mempunyai luas daerah

terbesar dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu 260,11 Km

yang meliputi 12 Desa defenitif dan 8 desa persiapan.

Secara administrasi batas wilayah Kecamatan Talibura sebagai berikut:

Utara berbatasan dengan : Laut Flores


Selatan berbatasan dengan : Kecamatan Waibama
Timur berbatasan dengan : Kabupaten Flores Timur
Barat berbatasan dengan : Kecamatan Waigete
b. Luas wilayah
Tabel 1.1 Luas Wilayah Kecamatan Talibura

No Desa Luas wilayah Persentase


1 Nangahale 13,76 5,29
2 Talibura 18,47 7,20
3 Darat Gunung 26,79 10,30
4 Darat Pantai 23,1 8,88
5 Nebe 12,85 4,92
6 Hikong 33,5 12,88
7 Kringa 23,62 9,08
8 Ojang 23,69 9,11
9 Wailamung 26,65 10,25
10 Lewomada 32,57 12,52
11 Timutawa 13,69 5,26
12 Bang Koor 11,15 4,29
Jumlah 260,11 100
42

2. Penduduk dan Ketenagakerjaan

a. Jumlah Penduduk

Penduduk Kecamatan Talibura berdasarkan proyeksi penduduk tahun

2020 adalah 23.311 jiwa yang terdiri dari 11.372 orang laki-laki dan

11.939 orang perempuan. Rasio jumlah penduduk berdasarkan jenis

kelamin, lebih banyak penduduk yang berjenis kelamin perempuan

disbanding dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki.

Kepadatan penduduk di kecamatan talibura adalah 89,61 jiwa/km.

b. Ketenagakerjaan

Sumber penghasilan utama penduduk adalah pertanian dibagi dalam 2

bidang yaitu tanaman pangan dan tanaman perkebunan, yang didominasi

oleh tanaman perkebunan yang berjumlah 4.480 Ha dan tanaman pangan

berjumlah 2.502,2 Ha. Sumber penghasilan kedua yaitu perikanan laut jika

dikalkulasikan menurut subbsektor (Ton) bisa mencapai 225,78 Ton.

Tabel 2.1 Jumlah Ketenagakerjaan Menurut Tingkat Desa

No Desa Perangkat Desa Linmas BPD


1 Nangahale 12 29 9
2 Talibura 12 23 5
3 Darat Gunung 12 17 5
4 Darat Pantai 9 26 5
5 Nebe 12 17 5
6 Hikong 12 14 5
7 Kringa 11 26 5
8 Ojang 12 17 5
9 Wailamung 11 21 5
10 Lewomada 10 23 5
11 Timutawa 9 9 5
12 Bang Koor 11 20 5
Jumlah 133 242 61
43

3. Pendidikan dan Kesehatan

a. Pendidikan

Pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama yang harus dirancang

oleh pemerintah setempat. Kendala dalam pendidikan adalah

kurangnya besiswa bagi orang yang tidak mampu yang seharusnya

dipikirkan oleh pemerintah di Kecamatan. Jumlah sarana pendidikan di

Kecamatan Talibura sebanyak 60 sekolah yang terdiri dari PAUD dan

TK sebanyak 27 sekolah, SD sebanyak 27, SMP sebanyak 6 sekolah,

SMA sebanyak 1 sekolah dan SMK sebanyak 1 sekolah.

b. Kesehatan

Jumlah fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Talibura sebanyak

70 faskes, yang terdiri dari puskesmas sebanyak 2 buah, pustu

sebanyak 6 buah, posyandu sebanyak 49 buah, polindes sebanyak 12

buah dan poskesdes sebanyak 1 buah. Jika dibandingkan dengan

jumlah penduduk di Kecamatan Talibura maka jumlah tenaga

kesehatannya masih sangat minim.

4. Sosial Budaya

Berbagai macam agama dan suku di Kecamatan Talibura tidak

membuat perbedaan diantara masyarakatnya. Bahkan karena adanya

perbedaan tersebut membuat banyak keragaman yang terjadi. Ada 2 suku

di Kecamatan Talibura yaitu suku Tana Ai dan suku Bajo dimana suku

tana ai beragam Katolik sedangkan suku bajo Beragama Islam.


44

5. Agama

Penduduk Kecamatan Talibura mayoritas beragama Katolik,

dilihar dari besarnya suku di Kecamatan Talibura yaitu suku tana ai. Bisa

dilihat juga dari rumah ibadah terbanyak yang dimiliki umat katolik.

Tabel 5.1 Jumlah Agama


No Agama Jumlah Jiwa

1 Islam 4.074
2 Katolik 19.163
3 Protestan 74

6. Keadaan Demografi

Dalam kegiatan pembangunan faktor penting yang harus dipikirkan

adalah kemanfaat bagi masyarakat. Tujuan dari pembangunan adalah

untuk membuat masyarakat sejahtera melihat dari kepadatan penduduk

dan sumber penghasilan maka pembangunan yang bagus untuk

kesejahteraan masyarakat adalah irigasi air. Masyarakat juga sangat

berperan penting dalam pembangunan karena pemanfaatannya

memerlukan partisipasi dari masyarakat. Dengan keadaan gemografi maka

masyarakat sangat membutukan pembangunan yang bermanfaat untuk

pemanfaatan lahan tani dan ternak. Air merupakan elemen utama yang

diperlukan untuk keadaan demografi yang seperti ini, karena melihat

sumber penghasilan dari segi pertanian. Sangat membutuhkan air yang

banyak.42

42
Sumber Data di Ambil dari Kantor Camat Talibura, Talibura 21 Januari 2021
45

B. Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini

Dari berbagai pertanyaan yang diajukan kepada responden tentang

bagaimana pemahaman mereka mengenai pernikahan dini. Beberapa pandangan

masyarakat peneliti uraikan, sebagai berikut:

Banyaknya masyarakat yang setuju tentang adanya pembatasan umur yang


dikeluarkan oleh Undang-Undang Perkawinan, seperti yang dikemukakan oleh
Arham dalam wawancara langsung.
“Menurut saya Undang-Undang yang dibentuk tentang batasan usia menikah
oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat karna dinilai sudah layak dari
segi lahir dan batin jika seseorang sudah mencapai umur tersebut”43

Dari pendapat diatas selaku imam masjid di salah satu desa meberikan

komentar bahwa melihat kematangan seseorang menuju dewasa bisa dilihat dari segi

umur karena jika seseorang sudah mencapai umur yang ditetapkan maka tingkat

kematangan dari segi fisik lahir dan batin akan terbentuk rasa tanggung jawab. Jika

masih di usia dini maka pola piker yang terbentuk yakni pemikirin anak-anak yang

masih bergantung kepada orang sekitarnya.

Hal lain juga dikemukakan oleh Mukhlis sebagai tokoh masyarakat dan

Sahanudin sebagai kepala desa mengenai apa sebenarnya pernikahan dini itu

seperti hasil wawancara yang didapatkan sebagai berikut:

“Pernikahan dini itu sendiri apabila kedua pasangan belum termasuk


baligh dan belum mempunyai rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri.”44

Dari komentar diatas merujuk kepada pengertian pernikahan menurut

Islam bahwa pernikahan bisa dilakukan apabila keduanya sudah baligh atau yang

kita ketahui apabila laki-laki mimpi basah dan perempuan mengalami masa
43
Arham (36 Tahun) Imam Mesjid Kecamatan Talibura, Wawancara, Talibura 22 Maret
2021
44
Mukhlis (45 tahun), Tokoh Masyarakat Kecamatan Talibura, Wawancara, Talibura 22
Maret 2021
46

menstruasi. Akan tetapi ada pernyataan lainnya selain kedua mempelai sudah

baligh mereka juga harus sudah mempunyai rasa tanggung jawab satu sama lain

kaena itu merupakan hal yang penting. Sebagaimana yang kita ketahui pernikahan

itu harus memenuhi kewajiban seperti nafkah lahir dan batin, apabila tidak ada

rasa tanggung jawab satu sama lain maka pernikahan tersebut akan cedera.

“Pernikahan dini kita bisa lihat dari pernikahan yang belum cukup umur
dan tidak adanya kematangan emosional yang akan mempengaruhi
kehidupan kedepannya dan bisa juga dilihat dari fisik seseorang mampu
dan tidaknya memegang amanah yang akan diberikan”45

Kematangan emosional sangat berpengaruh dalam kehidupan pernikahan

ini sama dengan adanya rasa tanggung jawab yang harus dimiliki. Kematangan

emosional yang dimaksud adalah bagaimana caranya mengatur emosi dalam

berbagai keadaan, seperti amarah apabila terjadinya pertengkaran atau

perselisihan dalam hubungan rumah tangga. Ketika dia mampu menyelesaikannya

dengan penuh rasa kedewasaan maka kematangan emosionalnya sudah sangat

bagus untuk melakukan pernikahan.

Melihat dari berbagai pendapat masyarakat tentang pengertian pernikahan

dini itu sendiri, peneliti menyimpulkan bahwa banyak masyarakat yang kurang

setuju dengan adanya pernikahan dini karena melihat dari berbagai aspek

kehidupan seperti rasa tanggung jawab, kematangan emosional dan dampak yang

akan ditimbulkan, baik dari segi fisik dan mental dari pernikahan itu sendiri.

Seperti yang kita ketahui bahwa pernikahan itu sendiri harus dipenuhi dengan rasa

tanggung jawab atas amanah yang diberikan.

45
Sahanudin (27 Tahun) Kepala Desa Nangahale, Wawancara, Nangahale 22 Maret 2021
47

Wawancara yang dilakukan salah satunya pertanyaan mengenai bisa dan

tidaknya seseorang melakukan pernikahan dini, ada berbagai pandangan sebagai

berikut:

“Kita bisa melihat dari berbagai keinginan setiap individu yang ingin
merasakan rumah tangga, semua orang bisa untuk menikah asalkan
terpenuhi hak dan bisa menjalankan kewajiban berumah tangga, menikah
tidak diukur dari umur seseorang tetapi dilihat dari tanggung jawabnya”46

Menikah bukan hanya perkara umur tetapi bagaimana hak dan kewajiban

dalam berumah tangga itu bisa terpenuhi baik dari segi insting dan berbagai

keinginan materi dan adapula beberapa tugas yang harus terpenuhi seperti

kejiwaan, ruhaniyah, kemasyarakatan yang harus menjadi tanggung jawab.

Pernikahan bukan hanya sekedar kemauan akan tetapi memelihara tujuan-tujuan

secara keseluruhan dan menjamin pemenuhan atas tujuan tersebut.

Pendapat ini berbeda dari pendapat sebelumnya bahwa menikah tidak

diukur dari umur seseorang tetapi dilihat dari rasa tanggung jawabnya. Sedangkan

yang kita ketahui bahwa rasa tanggung jawab itu dilihat dari dewasa dan tidaknya

seseorang, apabila kita berfikir bahwa umur tidak menjadi masalah untuk menikah

maka itu pemikiran yang keliru, sedangkan di zaman sekarang ini anak-anak

dibawah umur masih sangat bergantung kepada orangtua beda kehidupan di

zaman dulu yang anak-anaknya sudah bisa mencari pekerjaan sendiri. Pembatasan

umur yang di keluarkan pemerintah sesuai dengan kondisi saat ini.

“Bisa dan tidaknya seseorang menikah apabila sudah dewasa, siap mental
dan ekonomi memadai serta kemauan yang kuat untuk menjalankan
tanggung jawab”47

46
Sule (65 Tahun) Ketua Adat Kecamatan Talibura, Wawancara, Talibura 24 Maret 2021
48

Ekonomi yang memadai menjadikan alasan untuk seseorang menikah,

karena apabila ekonomi sudah memadai pastinya seluruh nafkah lahir akan

terpenuhi. Kebutuhan yang semakin hari akan semakin meningkat membuat kita

harus bekerja keras untuk mencari uang agar terpenuhinya ekonomi keluarga.

Apabila mendapat pasangan yang ekonominya tidak memadai dan rasa tanggung

jawabnya kurang maka akan berakibat kepada hubungan rumah tangga.

Komentar selanjutnya lebih mengarah kepada mental dan factor ekonomi

jika keduanya siap maka bisa melangsungkan pernikahan. Karena kehidupan ini

tidak terlepas dari ekonomi, keharmonisan rumah tangga tergantung ekonomi

yang mencukupi. Jika seseorang belum cukup umur untuk menikah tetapi

memaksakan kehendak sedangkan mental yang terbentuk masih bersifat anak-

anak pastinya factor ekonomi tidak akan mencukupi. Kalaupun mencukupi

pastinya masih bergantung kepada orang tua.

Dari berbagai wawancara peneliti menganggap kemauan bukanlah alasan

yang tepat untuk menikah dini. Kemauan tanpa rasa tanggung jawab dan

persiapan yang matang merupakan hal yang keliru. Banyak masyarakat meihat

bahwa pernikahan dini tidak boleh dilakukan karena mengingat mental dan

psikologi yang terbentuk dari anak-anak belum matang dan juga rasa

tanggungjawab yang masih minim.

Pertanyaan selanjutnya dari peneliti mengenai setuju dan tidaknya tentang

adanya pernikahan dini tersebut, bisa dilihat hasil responden dari masyarakat

sebagai berikut:

47
Ifa (22 Tahun) Tokoh Masyarakat Kecamatan Talibura, Wawancara, Talibura 24 Maret
2021
49

“Saya sebagai orang tua pelaku pernikahan dini sangat tidak setuju karena,
anak-anak belum mengerti rasa tanggung jawab bahkan anak saya sendiri
hidupnya masih bergantung kepada saya. Yang seharusnya menikah itu
sudah harus memiliki penghasilan sendiri akan tetapi karena kurangnya
mental yang terbentuk diusianya menyebabkan rasa tanggung jawab itu
kurang.”48

Bahkan pelaku pernikahan dini masih sangat membutuhkan orang tuanya

karena fisik si pelaku belum pantas untuk mencari uang, psikologi yang terbentuk

dari pelaku adalah layaknya anak-anak yang seharusnya masih bermain-main dan

sekolah bukan menafkahi dan mencari uang untuk istri dan anaknya nanti. Ini

yang menyebabkan bergantungnya pelaku pernikahan dini dari segi ekonomi

kepada orangtuanya.

Orang tua pelaku pernikahan dini berkomentar bahwa anaknya yang

menikah masih bergantung kepada mereka untuk urusan ekonomi. Yang

seharusnya sudah mempunyai pekerjaan untuk menafkahi rumah tangganya

sendiri akan tetapi masih sangat bergantung kepada orang tua.

“Melihat dari segi kesehatan bahwa kehamilan diusia dini sangatlah


beresiko bisa membahayakan ibu dan janin, bayi bisa mengalami resiko
pada tumbuh kembangnya ditambah dengan kurangnya pengetahuan orang
tua dalam merawat karena usia yang belum mencukupi dan belum mampu.
Sedangkan kita ketahui bahwa menikah untuk menambah keturunan yang
sehat agar tidak kurang apapun.”49

Pelaku pernikahan yang hamil akan berpengaruh kepada kandungan dan

dirinya sendiri, karena rahi belum kuat untuk menampung bayi di usia seperti itu

dan juga kurangnya pengetahuan tentang bagaimana caranya mengasuh anak

dengan melihat kondisi fisik yang sangat tidak memungkinkan. Menikah

seharusnya menambah keturunan yang sehat bukan yang cacat fisik dan mental,
48
Yuli (52 Tahun) Kerabat Pelaku Pernikahan Dini, Wawancara, Talibura 21 Maret 2021
49
Bidan Sakinah (25 Tahun) Bidan Puskesmas Kecamatan Talibura, Wawancara,
Talibura 27 Maret 2021
50

bisa juga mengurangi keturunan karena meninggal antara ibu atau anak yang

dikandungnya.

Dengan melihat pernyataan dari responden yang tidak setuju adanya

pernikahan dini karena melihat dari segi kesehatan dan dampak ekonomi yang

masih bergantung ke orang tua ini yang menjadikan alasan banyak masyarakat

yang tidak setuju.

C. Faktor Penyebab Terjadi Pernikahan Usia Dini

dari penelusuran peneliti tentang factor terjadinya pernikahan dini

sedangkan masyarakat sendiri sudah paham apa saja yang akan terjadi setelah

melakukan pernikahan dini. Kemudian peneliti penasaran banyaknya masyarakat

yang tidak setuju adanya pernikahan dini tetapi mengapa banyak yang

melakukannya di daerah tersebut. Banyak kerusakan yang akan terjadi apabila

melakukan pernikahan dini, seperti kualitas keturunan yang dihasilkan, factor

ekonomi yang tidak memadai, kehancuran dalam berumah tangga. Dari hasil ini

maka pemerintah membuat peraturan tentang pembatasan umur, sangat prihatin

melihat kondisi masyarakat yang melakukan pernikahan dini dampak buruknya

bukan hanya kepada keluarga tetapi kepada hubungan social masyarakat.

Peneliti telah memperoleh informasi tentang apa saja factor penyebab

terjadinya pernikahan dini, sebagai berikut:

1. Kemauan Sendiri

Akibat rasa penasaran dari anak-anak remaja tentang pernikahan itu

sendiri yang membuat mereka terdorong ingin merasakan bagaimana kehidupan


51

setelah pernikahan. Tanpa melihat apa yang akan terjadi setelah kehidupan

berikutnya, mereka melakukannya hanya dengan aasan penasaran, seperti yang

diungkapkan pelaku pernikahan dini yang merupkan suami istri, sebagai berikut:

“Melalui wawancara yang disampaikan oleh Heni Widiyanti dan jihan


bahwa mereka menikah karena kemauan sendiri tanpa ada paksaan atau
desakan dari lingkungan sekitar, mereka ingin merasakan kehidupan yang
penuh dengan tanggung jawab dan aturan.”50

Ingin merasakan kehidupan setelah pernikahan tanpa adanya persiapan-

persiapan yang penting harus dipenuhi akan membuat cedera dalam pernikahan.

Tanggung jawab yang sangat banyak dibebankan kepada mereka akan membuat

mereka menyesal mengambil keputusan tanpa persiapan yang matang. Apalagi

tentang aturan-aturan dalam pernikahan apabila tidak bisa terpenuhi maka

berdampak buruk dalam pernikahan.

Perasaan yang sama juga dilontarkan oleh pasangan Alsujud dan Febi

yang melakukan pernikahan usia dini mengatakan bahwa:

”Kami melakukan pernikahan karena kami saling mencintai dan agar bisa
menjaga kehormatan sehingga tidak adanya hal menyimpang yang
dilarang oleh agama. Alsujud juga berfikir bahwa kehidupannya sudah
layak untuk menikahi febi.51

Ingin menjaga kehormatan diri dan keluarga bukan hanya itu yang bisa

dijadikan alasan tetapi apabila sanggup menjalankan dengan peraturan dan

tanggung jawab keluarga bahkan peraturan dari masyarakat sekitar. Dengan

menikah akan memperoleh keseimbangan hidup tetapi kehidupan setelahnya akan

50
Heni Widiyanti dan jihan (16 Tahun) Tokoh Masyarakat Kecamatan Talibura,
Wawancara, Talibura 27 Maret 2021
51
Alsujud dan Febi Tokoh Masyarakat Kecamatan Talibura, Wawancara, Talibura 30
Maret 2021
52

melewati perjalanan yang sangat sulit untuk ditempuh, maka dari itu harus kuat

fisik dan mental dalam menjalaninya.

Dari uraian pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa pernikahan itu

sendiri berawal dari rasa saling menjaga agar hubungan yang awalnya tidak

dibenarkan oleh agama (pacaran) bisa menjadi hal yang sah dan sudah

terpenuhinya kebutuhan ekonomi sehingga mengakibatkan mereka mantap untuk

menikah. Kematangan dalam berfikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang

memandai itu adalah harapan dalam kehidupan pernikahan. Banyak yang harus

dihindari dalam hubungan rumah tangga salah satunya adalah keretakan yang

berakhir perceraian yang berdampak juga kepada keluarga ini yang seharusnya

dihindari. Bertujuan untuk melindungi hak anak dan terciptanya perkawinan yang

sehat dan sejahtera.

2. Ekonomi

Dilihat dari pekerjaan masyarakat yang mayoritas petani dan nelayan dan

sangat berpatokan pada cuaca untuk pendapatan sehari-hari mengakibatkan

orangtua menikahkan anaknya pada usia muda. Mereka berfikir dengan

menikahkan anaknya maka beban mereka sudah berkurang. Karena jika menikah

tanggung jawabnya berpindah kepada suaminya, bahkan banyak masyarakat

berfikir dengan menikahkan anaknya bisa membantu perekonomian orangtua.

Untuk kehidupan sehari-haripun jika cuaca tidak menentu masyarakat

akan meminjam uang ke pemerintah untuk kebutuhan sehari-hari selanjutnya uang

yang diperoleh dari perkerjan digunkan untuk membayar utang mereka begitu

seterusnya.
53

“Menurut Wulandari orang tua dari pelaku pernikahan dini menegaskan


bahwa pendapatan suami hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari itupun
kadang cukup kadang kurang, bahkan anak-anaknya pun tidak ada yang
sekolah karena faktor keuangan yang sangat kekurangan.”52

Orangtua yang memaksakan anaknya untuk menikah karena alasan ekonomi

itu sangat tragis. Harus juga memikirkan factor yang lain terutama permasalahan

psikologis kecenderungan emosional dan kurangnya pemahaman dalam

pernikahan. Orangtua adalah panutan bagi anak-anaknya apabila, apabila dengan

alasan itu membuat mereka menikahkan anaknya bahkan sang anak tidak ikhlas

dan orangtua juga terpaksa maka itu tidak boleh dilakukan.

Melihat dari segi ekonomi keluarga memaksakan orang tua untuk menikahkan

anaknya dengan orang yang lebih mampu untuk bisa menafkahi anaknya. Dan

bisa merubah ekonomi keluarga. Akan tetapi mereka tidak melihat factor yang

lain seperti tingkat kedewasaan yang dimiliki anaknya dan bagaimana nantinya

kehidupan pernikahan disaat anaknya tinggal bersama keluarga suaminya.

3. Hamil di Luar Nikah

Faktor ini yang sangat mencemaskan masyarakat,tokoh agama,tokoh adat

dan pemerintahan setempat, berbagai upaya dilakukan agar kaum remaja

terhindar dari hal yang diharamkan agama seperti sosialisasi, pembinaan pra

nikah tidak membuat remaja paham akan dampak dari pergaulan bebas. Rasa

seksualitas yang tinggi membuat para remaja terjerumus ke dalam perzinahan.

Islam sangat menjaga kehormatan dan kepentingan umatnya, dengan

menganjurkan pernikahan apabila seseorang sudah tidak bisa menahan hawa

52
Wulandari (15 Tahun) Tokoh Masyarakat Kecamatan Talibura, Wawancara, Talibura
30 Maret 2021
54

nafsu untuk berhubungan akan tetapi karena kelalaian manusia terjadilah

perzinahan. Ada beberapa narasumber dari orang tua pelaku pernikahan dini

yang diwawancarai, sebagai berikut:

“Anak saya menikah karena hamil diluar nikah, ini merupakan kelalaian
kami dari orang tua dalam menjaga anak dan membimbingnya sekaligus
kebebasan yang kami berikan membuatnya nyaman untuk terus bebas
bergaul dengan siapa saja bahkan laki-laki sekalipun, faktor selanjudnya
mungkin dari teknologi karena menonton vidio-vidio porno sehingga
tertarik untuk melakukan”53

Kelalaian penjagaan dari orang tua dan kurangnya bekal agama yang

menyebabkan anak-anak lalai dalam menjaga kehormatan. Sehingga apapun hal-

hal yang diharamkan membuat mereka melakukannya tanpa pikir panjang resiko

untuk kepribadiannya.

“Saya kasihan melihat anak-anak belum siap fisik dan mental untuk
berumah tangga tetapi karena hamil diluar nikah membuat mereka harus
mau menjalankannya”54

Allah SWT tidak menghendaki manusia untuk berperilaku seperti

makhluknya yang lain yang mengumbar nafsu secara bebas, hubungan antara

jantan dan betina berlangsung tanpa aturan dan ikatan. Allah telah menetapkan

suatu aturan yang sesuai dengan fitrah mulia yang terjaga diri dan kehormatan

manusia. Maka dari itu dijadikanlah ikatan yang sacral antara keduanya dengan

memperhatikan berbagai faktor yang harus terpenuhi.

Seorang wanita berkeinginan mencurahkan perasaannya dan menyerahkan

dirinya pada seorang pria. Pada suatu saat wanita akan merasa membutuhkan pria
53
Sarifudin (45 Tahun) Tokoh Masyarakat Kecamatan Talibura, Wawancara, Talibura 22
Maret 2021
54
Kasdi (59 Tahun) Tokoh Masyarakat Kecamatan Talibura, Wawancara, Talibura 23
Maret 2021
55

untuk melindungi dan menjaganya bukan yang merusak kehormatannya bahkan

kehormatan keluarga.

Menurut hasil wawancara faktor terbesar penyebab pernikahan dini adalah

kemauan sendiri dan hamil diluar nikah. Masyarakat berfikir akibat pergaulan

bebas membuat anak-anak tidak ingin jauh satu sama lain, hal ini yang

menyebabkan mereka semakin dekat dengan maksiat. Kurangnya pengawasan

dari orang tua membuat anak-anak lebih leluasa dalam bergaul.

BAB V

PENUTUP
56

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti tentang persepsi

masyarakat Islam terhadap pernikahan dini di KUA Kecamatan Talibura, peneliti

dapat mengambil kesimpulan:

1. Menurut masyarakat bahwa pernikahan dini adalah: seseorang yang belum

baligh atau cukup umur untuk melangsungkan pernikahan. Bukan hanya itu

harus juga dilihat dengan tingkat kematangan emosional dan psikis yang

dimiliki seseorang. Karena pernikahan berhubungan dengan rasa tanggung

jawab atau saling menjaga maka dari itu dibutuhkan kematangan emosional.

Masyarakat juga setuju dengan adanya peraturan pemerintah tentang

pembataan umur perkawinan karena dinilai sudah layak untuk melakukan

perkawinan jika sudah mencapai umur yang di sepakati dalam Undang-

Undang Perkawinan No 16 Tahun 2019.

2. Faktor penyebab teradinya pernikahan dini, diantaranya:

a. Faktor Kemauan sendiri

b. Faktor Ekonomi

c. Faktor Hamil di luar nikah

Factor terbanyak adalah kemauan sendiri dan hamil diluar nikah yang

menyebabkan terjadinya pernikahan dini.

B. Saran

Mengacu kepada hasil penelitian maka peneliti memberikan saran, sebagai

berikut:
57

1. Peraturan yang dibuat pemerintah tentang pembatasan umur pernikahan masih

sangat lemah karena adanya dispensasi nikah, Sehingga anak-anak yang ingin

melakukan pernikahan dini masih sangat leluasa.

2. Bagi orang tua serta masyarakat Kecamatan Talibura harus lebih

memperhatikan anak-anaknya agar tidak mudah terjerumus dalam perzinahan

sehingga dengan terpaksa harus melakukan pernikahan dini.

DAFTAR PUSTAKA
58

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: CV.Akademika Pressindo,


2010 M

Abidin, Slamet dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Cet 1, Bandung:


CV.Pustaka Setia, 1999 M

Al-Atsari, Maktabah Abu Salma, Bekal-bekal Pernikahan Menurut Sunnah


Terjemahan, Jakarta, 2007 M

Al-Malibari, Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Muin Bi Syarhi Quroti Al-
Aini Bi Muhimmati Al-Din, Dar Ibnu Hazm, 2004 M

Abdillah, Abu Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Jilid 3,


Beirut: Daar Ibnu Katsir, 2002 M

Djatnika, Rachmat, Sosialisasi Hukum Islam, Bandung:Rosda Karya, 1991 M

Diriwayatkan Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud, Cet.3, Subululs salam, h.109

Diriwayatkan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, Cet.3, Subululs salam, h.109

Ghozali, Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media


Group, 2006 M
Rahmat, Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: CV.Pustaka Setia 2008

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemahan, Bandung: CV Darus Sunnah,


2015 M

Nurruddin, Amiur dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Indonesia,
cet.3, Bandung: Prenada Media Group, 2006 M

Muhammad, Tahir, personal law in Islamic countries,”dalam Amiur Nuruddin


dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Islam di Indonesia Cet.3
Jakarta: Kencana,2006 M

Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Cet.1 Bandung, 2009 M

Rizki, Gerry Achad, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: CV.


Permata Press, 2019 M

Rofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Depok: Rajawali Pers,


2017 M

Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah Terjemahan, Jawa Barat: Arya Duta, 2015 M

Sarwat, Ahmad, Seri Fiqih Islam Kitab Nikah Cet.1 Kampus Syariah, 2009 M

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam


59

Yanggo, Huzaemah T, Hukum Keluarga Dalam Islam, Cet.1, Yayasan


Masyarakat Indonesia Baru: Jakarta

Zuhaili, Wahbah, Fiqih Imam Syafi’I, Cet.2, Jakarta: Almahira, 2012 M


60

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT PENULIS
61

Nurhadirah, Dilahirkan di Kabupaten Sikka tepatnya di


Dusun Nangahale Desa Nangahale Kecamatan Talibura
pada tanggal 8 juni 1999. Anak pertama dari 4 bersaudara
pasangan dari Mujarabe dan Atija. Peneliti menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Dasar di SDN XXXII Gembira di
Desa Nangahale Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka
pada tahun 2011. Pada tahun itu juga peneliti melanjudkan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di MTS Muhammadiyah Al-Fatah Nangahale Kecamatan
Talibura dan tamat pada tahun 2014 kemudian melanjudkan Sekolah Menengah
Atas di SMA Muhammadiyah Maumere pada tahun 2014 dan selesai pada tahun
2017. Pada tahun 2017 peneliti melanjudkan pendidikan di perguruan tinggi
swasta, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Makassar (unismuh) Fakultas
Agama Islam pada Program Studi Ahwal Syakhsiyah.

Anda mungkin juga menyukai