Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hari/ tanggal : Selasa/ 19 November 2013

Biokimia Waktu : 13.00-14.40 WIB


PJP : Puspa Julistia Puspita, S. Si, M. Sc.
Asisten : Resti Siti Muthmainah, S. Si.
Lusianawati, S. Si.

ENZIM I

Kelompok 7
Ayu Septra Wulandari J3L112029
Yaya Nugraha J3L112089
Diana Agustini Raharja J3L112168

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Pendahuluan
Makanan di dalam mulut dihancurkan secara mekanis oleh gigi dengan jalan
dikunyah. Makanan yang dimakan dalam bentuk besar diubah menjadi ukuran
yang lebih kecil. Semakin lama mengunyah semakin baik, sebab proses
penghancuran lebih efektif. Apabila makanan menjadi semakin kecil ukurannya,
maka luas permukaan akan bertambah. Selama penghancuran makanan secara
mekanis ini berlangsung, kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan
yang disebut saliva atau ludah. Ada tiga kelenjar yang mengeluarkan saliva yaiut
kelenjar parotid, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Kelenjar
sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil, terletak di bawah lidah bagian
depan. Kelenjar submandibular atau disebut juga kelenjar submaksilar terletak di
belakang kelenjar sublingual dan lebih dalam. Kelenjar parotid ialah kelenjar
saliva paling besar dan terletak di bagian atas mulut di depan telinga (Poedjiadi
1994).
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1-
1,5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas 99,24% air dan
0,58% terdiri atas ion-ion Ca, Mg, Na, K, PO4, Cl, HCO3, SO4, dan zat-zat organik
seperti musin dan enzim amilase atau ptyalin. Musin suatu glikoprotein
dikeluarkan oleh kelenjar sublingual dan kelenjar submandibular, sedangkan
ptyalin dikeluarkan oleh kelenjar parotid. Saliva mempunyai pH antara 5,75
sampai 7,05. Umumnya pH saliva adalah sedikit di bawah 7 (Poedjiadi 1994).
Enzim ptialin dalam saliva adalah suatu enzim amilase, yang berfungsi
untuk memecah molekul amilum menjadi maltose dengan proses hidrolisis. Proses
ini berjalan lebih baik apabila makanan dikunyah lebih halus. Enzim ptialin
bekerja secara optimal pada pH 6,,6. Musin merupakan suatu zat yang kental dan
licin, maka saliva mempunya fungsi untuk membasahi makanan dan sebagai
pelumas yang memudahkan atau memerlancar proses menelan makanan. Enzim
ptialin mulau tidak aktif pada pH 4,0, karena setelah makanan ditelah dan masuk
ke dalam lambung, proses hidrolisis oleh enzim ptialin tidak berjalan lebih lama
lagi. Enzi mini dalam lambung hanya dapat bertahan selama 15-30 menut, karena
cairan dalam lambung bersifat sangat asam, yaitu mempunyai pH antara 1,6-2,6.
Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar saliva ialah
pikiran tentang makanan yang disenangi, adanya bau makanan yang sedap atau
melihat makanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera. Rangsangan
keluarnya saliva karena adanya makanan dalam mulut disebut rangsangan
mekanik, sedangkan rasa makanan yang lezat atau manis dapat menimbulkan
rangsangan yang disebut rangsangan kimiawi (Poedjiadi 1994).

Tujuan
Percobaan dilakukan untuk mengidentifikasi sifat dan susunan air liur
melalui uji-uji kualitatif, seperti uji bobot jenis, uji lakmus, pewarna PP, pewarna
MO, uji Biuret, uji Millon, uji Molisch, uji klorida, uji sulfat, uji fosfat, dan uji
musin.

Metode
Bahan-bahan yang digunakan, yaitu air liur, glass wool, kertas lakmus
merah, kertas lakmus biru, pewarna PP, pewarna MO, NaOH 10%, CuSO 4 0,1%,
pereaksi Millon, pereaksi Molisch, HNO3 10%, AgNO3 2%, HCl 10%, BaCl2, urea
10%, pereaksi molibdat, ferosulfat, asam asetat encer, dam akuades. Alat-alat
yang digunakan, yaitu piknometer dan alat-alat gelas.
Sampel uji yang dibutuhkan ialah air liur. Air liur ditampung sebanyak 25
mL. Belimbing wuluh dikunyah untuk menstimulir produk air liur. Setelah air liur
terkumpul dan ditampung ke dalam gelas piala, air liur disaring dengan glass
wool.
Uji bobot jenis air liur. Piknometer kosong ditimbang, kemudian
piknometer 10 mL kosong ditimbang. Kemudian piknometer diisi dengan air liur
sampai penuh dan ditimbang kembali.
Uji lakmus, pewarna PP, dan pewarna MO. Air liur diteteskan pada
lempeng tetes dan diuji dengan menggunakan kertas lakmus merah, kertas lakmus
biru, pewarna PP, dan pewarna MO.
Uji Biuret. Sebanyak 1 mL air liur yang berada di dalam tabung reaksi
ditambahkan dengan 1 mL NaOH 10% dan dikocok. Larutan CuSO4 0,1%
ditambahkan ke dalam tabung reaksi sampai terjadi perubahan warna menjadi
ungu.
Uji Millon. Sebanyak 3 tetes pereaksi Millon ditambahkan ke dalam 1 mL
air liur. Campuran dipanaskan baik-baik. Hasil positif jika terjadi perubahan
warna menjadi merah atau kuning. Jika pereaksi yang digunakan terlalu banyak
maka warna akan hilang pada pemanasan.
Uji Molisch. Sebanyak 2 tetes pereaksi Molisch ditambahkan ke dalam 1
mL air liur dan dikocok. Melalui dinding tabung reaksi ditambahkan H2SO4 pekat
tetes demi tetes. Warna ungu kemerahan pada batas antara kedua lapisan
menunjukkan hasil positif sedangkan warna hijau menunjukkan hasil negatif.
Uji klorida. Sebanyak 1 mL air liur diasamkan dengan 1 mL HNO 3 10%.
Setelah diasamkan, sebanyak 1 mL AgNO 3 2% ditambahkan ke dalam campuran.
Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya klor.
Uji sulfat. Sebanyak 1 mL air liur diasamkan dengan 1 mL HCl 10%.
Setelah diasamkan, sebanyak 1 mL BaCl2 ditambahkan ke dalam campuran.
Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya sulfat.
Uji fosfat. Sebanyak 1 mL air liur ditambahkan dengan 1 mL larutan urea
10% dan 1 mL pereaksi molibdat. Campuran diaduk dengan rata dan ditambahkan
dengan 1 mL larutan ferosulfat. Pembentukan warna biru atau hijau pada larutan
yang semakin lama semakin pekat menunjukkan adanya fosfat.
Uji musin. Sebanyak 2 mL air liur ditambahkan dengan asam asetat encer.
Penambahan asam asetat encer ke dalam air liur sampai terbentuk endapan putih
yang amorfous.

Hasil
Berikut ini hasil yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan.
Tabel 1 Hasil uji kualitatif air liur
Jenis uji Hasil pengamatan Perbahan warna larutan
Bobot jenis 0,9324 g/mL
Lakmus merah Asam Merah
Lakmus biru Asam Merah
Pewarna PP Asam Tidak berwarna
Pewarna MO Asam Jingga
Uji Biuret + Ungu
Uji Millon + Kuning
Uji Molisch + Cincin ungu
Uji klorida + Endapan putih
Uji sulfat + Endapan putih
Lanjutan tabel 1 Hasil uji kualitatif air liur
Jenis uji Hasil pengamatan Perbahan warna larutan
Uji fosfat + Hijau
Uji musin + Endapan putih
Keterangan: +: positif mengandung

Gambar 1 Hasil uji sifat asam atau basa air liur dengan kertas lakmus merah (a),
kertas lakmus biru (b), pewarna PP (c), dan pewarna MO (d)

Gambar 2 Hasil uji air liur dengan uji Molisch (a), uji Millon (b), uji Biuret (c),
uji klorida (d), uji sulfat (e), uji fosfat (f), dan uji musin (g)

Pembahasan
Saliva merupakan cairan yang lebih kental daripada air biasa dan
mengandung enzim amilase. Air biasa memiliki bobot jenis sebesar 0,9970 g/mL.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil percobaan. Menurut Amerongen (1991), bobot
jenis air liur lebih besar daripada air biasa, yaitu sebesar 1,008 g/mL. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi untuk menstimulir produk air liur
ikut bercampur dengan air liur sehingga bobot jenis yang dipengaruhi tidak sesuai
dengan pernyataan Amerongen.
Sifat asam atau basa dari air liur diuji dengan menggunakan kertas lakmus
merah, kertas lakmus biru, pewarna fenolftalein (PP), dan pewarna jingga metil
(MO). Sampel uji yang diberi lakmus merah jika terjadi perubahan warna menjadi
biru menunjukkan bahwa sampel bersifat basa sedangkan jika tidak terjadi
perubahan warna sampel uji bersifat netral atau asam. Perubahan warna yang
terjadi pada kertas lakmus biru menjadi merah menunjukkan bahwa sampel
bersifat asam sedangkan jika tidak terjadi perubahan warna sampel uji bersifat
netral atau basa. Berdasarkan uji yang dilakukan dengan kertas lakmus, maka air
liur bersifat asam. Menurut Khopkar (1990), PP memiliki rentang pH 8,0-9,8
dengan warna asam tidak berwarna dan warna basa merah sedangkan MO
memiliki rentang pH 3,1-4,4 dengan warna asam merah dan warna basa kuning.
Warna asam merupakan warna yang dihasilkan jika pH di bawah nilai trayek pH
sedangkan warna basa merupakan warna yang dihasilkan jika pH di atas nilai
trayek pH. Pewarna PP menunjukkan bahwa air liur memiliki pH di bawah 7
sedangkan dengan pewarna MO dihasilkan warna jingga yang memiliki pH di
antara 3,1-4,4. Menurut Wirahadikusumah (1985), air liur memiliki pH 6,8
sedangkan air liur yang diperoleh pada percobaan di bawah 4,4. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor makanan yang dikonsumsi, yaitu belimbing wuluh yang
bersifat sangat asam sehingga pH yang dihasilkan dapat di bawah pH normal air
liur.
Prinsip uji Biuret ialah ion Cu2+ dalam suasana basa akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi Biuret positif terhadap dua
buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau
dipeptida, yaitu dipeptida dari asam-asam amino histidin, serin, dan treonin.
Reaksi pun positif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung dua gugus: -
CH2NH2, -CSNH2, -C(NH)NH2, dan –CONH2. Fungsi dari uji Biuret adalah untuk
membuktikan adanya molekul-molekul peptida dari protein (Hawab 2003).
Menurut Raras (2010), reaksi Biuret menggunakan beberapa reagen, yaitu CuSO 4
dan NaOH. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan
membentuk komplesk dengan protein. Sementara penambahan NaOH berfungsi
untuk menyediakan basa. Suasana basa akan membantu membentuk Cu(OH) 2
yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Reaksi positif pada uji Biuret sesuai
dengan pernyataan Lehninger (1982) bahwa air liur mengandung protein. Reaksi
yang terjadi pada uji Biuret dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 Reaksi yang terjadi pada uji Biuret (Raras 2010)
Prinsip dari uji Millon adalah ternitrasinya tirosin membentuk garam
merkuri yang berwarna merah atau kuning. Pereaksi Millon berisi merkuri dan ion
merkuro dalam asam nitrat dan asam nitrit. Fungsi uji Millon adalah untuk
membuktikan adanya tirosin yang terkandung dalam suatu protein. Reaksi positif
pada dasarnya untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan
gugus hidroksifenil yang berwarna. Reaksi positif pada percobaan sesuai dengan
pernyataan Amerongen (1991) bahwa air liur mengandung tirosin. Reaksi yang
terjadi pada uji Millon dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Reaksi yang terjadi pada uji Millon (Amerongen 1991)


Prinsip uji Molisch ialah berdasarkan pembentukan furfural atau turunan-
turunan dari karbohidrat yang didehidrasi oleh asam anorganik pekat.
Karbohidrat oleh asam anorganik pekat (H2SO4) akan dihidrolisis menjadi
monosakarida. Dehidrasi monosakarida jenis pentosa oleh asam sulfat pekat
menjadi furfural dan golongan heksosa menghasilkan hidroksimetilfurfural
(Poedjiadi 1994). Pereaksi Molisch terdiri atas larutan 5% α-naftol dan alkohol
95%. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan yang mengandung
karbohidrat kemudian ditambahkan asam sulfat pekat, akan terbentuk dua lapisan
zat cair. Batas antara kedua lapisan itu akan terjadi warna ungu karena terjadi
reaksi kondensasi antara furfural dengan α-naftol. Reaksi positif pada percobaan
menunjukkan bahwa air liur mengandung karbohidrat. Menurut Lehninger (1982),
saliva tidak mengandung karbohidrat. Bila ada karbohidrat, hal ini dapat
disebabkan air liur yang digunakan untuk uji masih mengandung sisa-sisa
makanan. Reaksi yang terjadi pada uji Molisch dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5 Reaksi yang terjadi pada uji Molisch (Lehninger 1982)
Uji klorida pada air liur menunjukkan hasil positif sesuai dengan pernyataan
Poedjiadi (1994) bahwa air liur mengandung Cl. Uji klorida yang dilakukan pada
percobaan menghasilkan endapan putih setelah penambahan AgNO3, karena
terbentuknya endapan AgCl dengan reaksi yang terjadi dapat dilihat pada gambar
6. HNO3 yang digunakan pada uji klorida berfungsi untuk membuat suasana
menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat.

Gambar 6 Reaksi yang terjadi pada uji klorida (Khopkar 1990)


Uji sulfat pada air liur menunjukkan reaksi positif dengan terbentuknya
endapan putih pada larutan yang diuji sesuai dengan pernyataan Poedjiadi(1994)
bahwa air liur mengandung sulfat. Pengujian sulfat ini menggunakan BaCl2 yang
akan membentuk BaSO4 yang memiliki kelarutan rendah sehingga akan
mengakibatkan terbentuknya endapan dalam larutan yang diasamkan dengan
reaksi yang terjadi dapat dilihat pada gambar 7. Menurut Maryati (2000), ion-ion
utama yang ditemukan dalam saliva adalah kalsium dan fosfat yang berperan
penting dalam pembentukan kalkulus.

Gambar 7 Reaksi yang terjadi pada uji sulfat (Khopkar 1990)


Uji fosfat merupakan uji untuk mengetahui adanya ion fosfat pada suatu
larutan. Penambahan ferosulfat ke dalam tabung reaksi akan membentuk
kompleks warna hijau yang merupakan reaksi positif fosfat dan sesuai dengan
pernyataan Poedjiadi (1994) bahwa air liur mengandung fosfat. Larutan
ditambahkan larutan urea (CO(NH2)2) dan pereaksi molibdat khusus yang
bertujuan untuk memisahkan mineral agar dapat bereaksi dengan larutan
ferosulfat khusus membentuk persenyawaan berwarna biru atau hijau, karena
senyawa ferosulfat reaktif dengan fosfat yang akan membentuk senyawa
berwarna. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak mutlak adanya. Hal
tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi (Metjesh 1996).
Uji musin yang dilakukan menunjukkan hasil positif sesuai dengan
pernyataan Poedjiadi (1994) bahwa air liur mengandung musin. Penambahan
asam asetat encer akan membentuk endapan putih yang amorfous dengan air liur.
Asam asetat berfungsi untuk mengendapkan musin. Penambahan asam akan
mendenaturasi protein dalam musin sehingga strukturnya menjadi tidak larut dan
mengendap, sedangkan filtratnya merupakan zat lain dalam saliva yang tergolong
nonprotein. Berdasarkan data hasil yang didapatkan, air liur menunjukkan kondisi
baik, yaitu terpenuhinya beberapa mineral. Terjadinya perubahan bobot jenis, air
liur yang bersifat lebih asam, serta adanya karbohidrat pada air liur dipengaruhi
oleh makanan yang dikonsumsi, begitu pula mineral yang ada pada air liur
menunjukkan bahwa tubuh tidak kekurangan beberapa mineral penting.
Kualitas air liur dapat dijaga dengan cara menggunakan pasta gigi yang
tidak mengandung detergen. Kandungan deterjen yang terdapat di dalam pasta
gigi dapat merusak kualitas air ludah dan membuat mulut kering serta merusak
indera pengecap sehingga rasa makanan berubah menjadi pahit atau hambar sesaat
setelah menggosok gigi dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung
detergen. Hindari pula segera menyikat gigi setelah makan. Air liur berfungsi
sebagai buffer (penyeimbang). Saat makan, pH normal saliva awalnya 6,8 akan
turun hingga mencapai pH kritis, yaitu 4 apabila makan dan segera sikat gigi.
Struktur alami air liur tersebut akan rusak dan mempengaruhi fungsinya terhadap
proses pencernaan yang berlangsung dalam rongga mulut.

Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa air
liur memiliki bobot jenis sebesar 0,9324 g/mL, pH air liur bersifat asam, air liur
protein, tirosin, karbohidrat, klorida, sulfat, fosfat, dan musin.

Daftar Pustaka
Amerongen AVN. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah: Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Surabaya: UGM Press.
Hawab HM. 2003. Pengantar Biokimia. Malang: Bayumedia.
Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah;
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 3. Maggy Thenawijaya,
Penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Maryati S. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga.
Matjesh S. 1996. Kimia Organik II. Jakarta: Depdikbud.
Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Raras HAA. 2010. Penetapan Kadar Protein Secara Biuret. Yogyakarta:
Univeritas Sanatha Dharma Press.
Wirahadikusumah M. 1985. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan
Lipid. Bandung: ITB Press.

Anda mungkin juga menyukai