Contoh Laporan Praktikum
Contoh Laporan Praktikum
ENZIM I
Kelompok 7
Ayu Septra Wulandari J3L112029
Yaya Nugraha J3L112089
Diana Agustini Raharja J3L112168
Tujuan
Percobaan dilakukan untuk mengidentifikasi sifat dan susunan air liur
melalui uji-uji kualitatif, seperti uji bobot jenis, uji lakmus, pewarna PP, pewarna
MO, uji Biuret, uji Millon, uji Molisch, uji klorida, uji sulfat, uji fosfat, dan uji
musin.
Metode
Bahan-bahan yang digunakan, yaitu air liur, glass wool, kertas lakmus
merah, kertas lakmus biru, pewarna PP, pewarna MO, NaOH 10%, CuSO 4 0,1%,
pereaksi Millon, pereaksi Molisch, HNO3 10%, AgNO3 2%, HCl 10%, BaCl2, urea
10%, pereaksi molibdat, ferosulfat, asam asetat encer, dam akuades. Alat-alat
yang digunakan, yaitu piknometer dan alat-alat gelas.
Sampel uji yang dibutuhkan ialah air liur. Air liur ditampung sebanyak 25
mL. Belimbing wuluh dikunyah untuk menstimulir produk air liur. Setelah air liur
terkumpul dan ditampung ke dalam gelas piala, air liur disaring dengan glass
wool.
Uji bobot jenis air liur. Piknometer kosong ditimbang, kemudian
piknometer 10 mL kosong ditimbang. Kemudian piknometer diisi dengan air liur
sampai penuh dan ditimbang kembali.
Uji lakmus, pewarna PP, dan pewarna MO. Air liur diteteskan pada
lempeng tetes dan diuji dengan menggunakan kertas lakmus merah, kertas lakmus
biru, pewarna PP, dan pewarna MO.
Uji Biuret. Sebanyak 1 mL air liur yang berada di dalam tabung reaksi
ditambahkan dengan 1 mL NaOH 10% dan dikocok. Larutan CuSO4 0,1%
ditambahkan ke dalam tabung reaksi sampai terjadi perubahan warna menjadi
ungu.
Uji Millon. Sebanyak 3 tetes pereaksi Millon ditambahkan ke dalam 1 mL
air liur. Campuran dipanaskan baik-baik. Hasil positif jika terjadi perubahan
warna menjadi merah atau kuning. Jika pereaksi yang digunakan terlalu banyak
maka warna akan hilang pada pemanasan.
Uji Molisch. Sebanyak 2 tetes pereaksi Molisch ditambahkan ke dalam 1
mL air liur dan dikocok. Melalui dinding tabung reaksi ditambahkan H2SO4 pekat
tetes demi tetes. Warna ungu kemerahan pada batas antara kedua lapisan
menunjukkan hasil positif sedangkan warna hijau menunjukkan hasil negatif.
Uji klorida. Sebanyak 1 mL air liur diasamkan dengan 1 mL HNO 3 10%.
Setelah diasamkan, sebanyak 1 mL AgNO 3 2% ditambahkan ke dalam campuran.
Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya klor.
Uji sulfat. Sebanyak 1 mL air liur diasamkan dengan 1 mL HCl 10%.
Setelah diasamkan, sebanyak 1 mL BaCl2 ditambahkan ke dalam campuran.
Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya sulfat.
Uji fosfat. Sebanyak 1 mL air liur ditambahkan dengan 1 mL larutan urea
10% dan 1 mL pereaksi molibdat. Campuran diaduk dengan rata dan ditambahkan
dengan 1 mL larutan ferosulfat. Pembentukan warna biru atau hijau pada larutan
yang semakin lama semakin pekat menunjukkan adanya fosfat.
Uji musin. Sebanyak 2 mL air liur ditambahkan dengan asam asetat encer.
Penambahan asam asetat encer ke dalam air liur sampai terbentuk endapan putih
yang amorfous.
Hasil
Berikut ini hasil yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan.
Tabel 1 Hasil uji kualitatif air liur
Jenis uji Hasil pengamatan Perbahan warna larutan
Bobot jenis 0,9324 g/mL
Lakmus merah Asam Merah
Lakmus biru Asam Merah
Pewarna PP Asam Tidak berwarna
Pewarna MO Asam Jingga
Uji Biuret + Ungu
Uji Millon + Kuning
Uji Molisch + Cincin ungu
Uji klorida + Endapan putih
Uji sulfat + Endapan putih
Lanjutan tabel 1 Hasil uji kualitatif air liur
Jenis uji Hasil pengamatan Perbahan warna larutan
Uji fosfat + Hijau
Uji musin + Endapan putih
Keterangan: +: positif mengandung
Gambar 1 Hasil uji sifat asam atau basa air liur dengan kertas lakmus merah (a),
kertas lakmus biru (b), pewarna PP (c), dan pewarna MO (d)
Gambar 2 Hasil uji air liur dengan uji Molisch (a), uji Millon (b), uji Biuret (c),
uji klorida (d), uji sulfat (e), uji fosfat (f), dan uji musin (g)
Pembahasan
Saliva merupakan cairan yang lebih kental daripada air biasa dan
mengandung enzim amilase. Air biasa memiliki bobot jenis sebesar 0,9970 g/mL.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil percobaan. Menurut Amerongen (1991), bobot
jenis air liur lebih besar daripada air biasa, yaitu sebesar 1,008 g/mL. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi untuk menstimulir produk air liur
ikut bercampur dengan air liur sehingga bobot jenis yang dipengaruhi tidak sesuai
dengan pernyataan Amerongen.
Sifat asam atau basa dari air liur diuji dengan menggunakan kertas lakmus
merah, kertas lakmus biru, pewarna fenolftalein (PP), dan pewarna jingga metil
(MO). Sampel uji yang diberi lakmus merah jika terjadi perubahan warna menjadi
biru menunjukkan bahwa sampel bersifat basa sedangkan jika tidak terjadi
perubahan warna sampel uji bersifat netral atau asam. Perubahan warna yang
terjadi pada kertas lakmus biru menjadi merah menunjukkan bahwa sampel
bersifat asam sedangkan jika tidak terjadi perubahan warna sampel uji bersifat
netral atau basa. Berdasarkan uji yang dilakukan dengan kertas lakmus, maka air
liur bersifat asam. Menurut Khopkar (1990), PP memiliki rentang pH 8,0-9,8
dengan warna asam tidak berwarna dan warna basa merah sedangkan MO
memiliki rentang pH 3,1-4,4 dengan warna asam merah dan warna basa kuning.
Warna asam merupakan warna yang dihasilkan jika pH di bawah nilai trayek pH
sedangkan warna basa merupakan warna yang dihasilkan jika pH di atas nilai
trayek pH. Pewarna PP menunjukkan bahwa air liur memiliki pH di bawah 7
sedangkan dengan pewarna MO dihasilkan warna jingga yang memiliki pH di
antara 3,1-4,4. Menurut Wirahadikusumah (1985), air liur memiliki pH 6,8
sedangkan air liur yang diperoleh pada percobaan di bawah 4,4. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor makanan yang dikonsumsi, yaitu belimbing wuluh yang
bersifat sangat asam sehingga pH yang dihasilkan dapat di bawah pH normal air
liur.
Prinsip uji Biuret ialah ion Cu2+ dalam suasana basa akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi Biuret positif terhadap dua
buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau
dipeptida, yaitu dipeptida dari asam-asam amino histidin, serin, dan treonin.
Reaksi pun positif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung dua gugus: -
CH2NH2, -CSNH2, -C(NH)NH2, dan –CONH2. Fungsi dari uji Biuret adalah untuk
membuktikan adanya molekul-molekul peptida dari protein (Hawab 2003).
Menurut Raras (2010), reaksi Biuret menggunakan beberapa reagen, yaitu CuSO 4
dan NaOH. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan
membentuk komplesk dengan protein. Sementara penambahan NaOH berfungsi
untuk menyediakan basa. Suasana basa akan membantu membentuk Cu(OH) 2
yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Reaksi positif pada uji Biuret sesuai
dengan pernyataan Lehninger (1982) bahwa air liur mengandung protein. Reaksi
yang terjadi pada uji Biuret dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 Reaksi yang terjadi pada uji Biuret (Raras 2010)
Prinsip dari uji Millon adalah ternitrasinya tirosin membentuk garam
merkuri yang berwarna merah atau kuning. Pereaksi Millon berisi merkuri dan ion
merkuro dalam asam nitrat dan asam nitrit. Fungsi uji Millon adalah untuk
membuktikan adanya tirosin yang terkandung dalam suatu protein. Reaksi positif
pada dasarnya untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan
gugus hidroksifenil yang berwarna. Reaksi positif pada percobaan sesuai dengan
pernyataan Amerongen (1991) bahwa air liur mengandung tirosin. Reaksi yang
terjadi pada uji Millon dapat dilihat pada gambar 4.
Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa air
liur memiliki bobot jenis sebesar 0,9324 g/mL, pH air liur bersifat asam, air liur
protein, tirosin, karbohidrat, klorida, sulfat, fosfat, dan musin.
Daftar Pustaka
Amerongen AVN. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah: Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Surabaya: UGM Press.
Hawab HM. 2003. Pengantar Biokimia. Malang: Bayumedia.
Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah;
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 3. Maggy Thenawijaya,
Penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Maryati S. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga.
Matjesh S. 1996. Kimia Organik II. Jakarta: Depdikbud.
Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Raras HAA. 2010. Penetapan Kadar Protein Secara Biuret. Yogyakarta:
Univeritas Sanatha Dharma Press.
Wirahadikusumah M. 1985. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan
Lipid. Bandung: ITB Press.