Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HEMATOLOGI

PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH PADA PENDERITA ANEMIA

NAMA : FATHUR
RAHMAN NIM : AK816021

YAYASAN BORNEO
AKAEMI ANALIS KESEHATAN BORNEO
LESTARI BANJARBARU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik anak-anak, remaja usia subur,
ibu hamil ataupun orang tua. Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan
pemeriksaan laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat, lemah, dan secara laboratorium
didapatkan penurunan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah dari harga normal. Kemudian untuk melihat
kelainan eritrosit bisa dilakukan dengan pemeriksaan sediaan apusan darah.

1.2. Identifikasi Masalah


Melihat semua hal yang melatarbelakangi pemeriksaan sediaan apus darah, maka kami
menarik beberapa point – point didalamnya yaitu :
1. Definisi Anemia
2. Pemeriksaan sediaan apus darah pada penderita anemia

1.3. Perumusan Masalah


Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka kami dapat
mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
”Jelaskan dengan lengkap apa yang dimaksud dengan anemia, Dan bagaimana cara
pemeriksaan sediaan apus darah pada penderita anemia?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ANEMIA
1. Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel
darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen
dari jantung yang diperoleh dari paru-paru, dan kemudian mengantarkannya ke seluruh
bagian tubuh.
Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan. Beberapa anemia memiliki penyakit
dasarnya. Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau morfologi sel
darah merah, etiologi yang mendasari, dan penampakan klinis. Penyebab anemia yang paling
sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara
berlebihanhemolisis atau kekurangan pembentukan sel darah merah ( hematopoiesis yang
tidak efektif).
Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya kurang dari 13,5
g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari
11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada perempuan.

2. Etiologi
Secara garis besar, anemia dapat disebabkan karena :
 Peningkatan destruksi eritrosit, contohnya pada penyakit gangguan sistem imun,
talasemia.
 Penurunan produksi eritrosit, contohnya pada penyakit anemia aplastik, kekurangan nutrisi.
 Kehilangan darah dalam jumlah besar, contohnya akibat perdarahan akut,
perdarahan kronis, menstruasi, ulser kronis, dan trauma.

3. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Ukuran Sel


Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel darah merah (MCV) dan RDW dapat dilihat pada
table berikut:

MCV Normal RDW Peningkatan RDW


Mikrositik Talasemia, anemia inflamasi, Defisiensi Fe, penyakit HbH,
(MCV <80 fL) trait hemoglobinopati beberapa kasus anemia inflamasi,
beberapa kasus talasemia,
fragmentasi hemolisis
Normositik Anemia inflamasi, sferositosis Awal atau partialy treated defisiensi
(MCV 80-100 fL) herediter, trait hemoglobinopati, Fe atau defisiensi vitamin, penyakit sickle
perdarahan akut cell
Makrositik Anemia aplastic, mielodisplasia Defisiensi B12, folat, anemia hemolitik
(MCV >100 fL autoimun, cold agglutinin disease,
penyakit tiroid, alkohol

4. Klasifikasi Anemia Akibat Gangguan Eritropoiesis


a) Anemia Defisiensi Besi
b) Anemia Megaloblastik
c) Anemia Aplastik
d) Anemia Mieloptisik

5. Diagnosa
Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya anemia. Persentase sel darah
merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam suatu contoh
darah bisa ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari hitung jenis darah
komplit (CBC).

6. Pengobatan Anemia
Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya:
1. Anemia kekurangan zat besi. Bentuk anemia ini diobati dengan suplemen zat
besi, yang mungkin Anda harus minum selama beberapa bulan atau lebih. Jika
penyebab kekurangan zat besi kehilangan darah - selain dari haid - sumber perdarahan
harus diketahui dan dihentikan. Hal ini mungkin melibatkan operasi.
2. Anemia kekurangan vitamin. Anemia pernisiosa diobati dengan suntikan -
yang seringkali suntikan seumur hidup - vitamin B-12. Anemia karena kekurangan
asam folat diobati dengan suplemen asam folat.
3. Anemia penyakit kronis. Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini.
Suplemen zat besi dan vitamin umumnya tidak membantu jenis anemia ini . Namun,
jika gejala menjadi parah, transfusi darah atau suntikan eritropoietin sintetis, hormon
yang biasanya dihasilkan oleh ginjal, dapat membantu merangsang produksi sel darah
merah dan mengurangi kelelahan.
4. Aplastic anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup transfusi
darah untuk meningkatkan kadar sel darah merah. Anda mungkin
memerlukan transplantasi sumsum tulang jika sumsum tulang Anda berpenyakit dan
tidak dapat membuat sel-sel darah sehat. Anda mungkin perlu obat penekan
kekebalan tubuh untuk mengurangi sistem kekebalan tubuh Anda dan memberikan
kesempatan sumsum tulang ditransplantasikan berespon untuk mulai berfungsi lagi.
5. Anemia terkait dengan penyakit sumsum tulang. Pengobatan berbagai penyakit
dapat berkisar dari obat yang sederhana hingga kemoterapi untuk transplantasi
sumsum tulang.
6. Anemias hemolitik. Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-
obatan tertentu, mengobati infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang
menekan sistem kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah.
Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan atau gamma globulin
dapat membantu menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.
7. Sickle cell anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup pemberian
oksigen, obat menghilangkan rasa sakit, baik oral dan cairan infus untuk mengurangi
rasa sakit dan mencegah komplikasi. Dokter juga biasanya menggunakan transfusi
darah, suplemen asam folat dan antibiotik. Sebuah obat kanker yang disebut
hidroksiurea (Droxia, Hydrea) juga digunakan untuk mengobati anemia sel sabit pada
orang dewasa.

2.2 HAPUSAN DARAH TEPI

arah dapat dibuat preparat apus dengan metode supra vital yaitu suatu metode untuk mendapatkan sediaan
dari sel atau jaringan yang hidup. Sel-sel darah yang hidup dapat mengisap zat-zat warna yang
konsentrasinya sesuai dan akan berdifusi ke dalam sel darah tersebut, selanjutnya zat warna akan
mewarnai granula pada sel bernukleus polimorf (Anonim, 2012).

Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti
eritosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria, tripanasoma, microfilaria
dan lain sebagainya. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil yang baik (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).
Dasar dari pewarnaan Romanowsky adalah penggunaan dua zat warna yang berbeda yaitu Azur B
(Trimetiltionion) yang bersifat basa dan eosin y (tetrabromoflurescein) yang bersifat asam. Azur B akan
mewarnai komponen sel yang bersifat asam seperti kromatin. DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan
mewarnai komponen sel yang bersifat basa seperti granula eosinofil dan hemoglobin. Ikatan eosin y pada
Azur B yang bergenerasi dapat menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini dikenal sebagai efek
Romanowsky giemsa efek ini sangat nyata pada DNA tetapi tidak pada RNA sehingga menimbulkan
kontras antara inti yang berwarna untuk sitoplasma yang berwarna biru (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).

1. Jenis Apusan darah

a) Sediaan darah tipis Ciri-ciri


sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan
sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih jelas, dan perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.

b) Sediaan darah tebal Ciri-ciri


sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan
sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih banyak dalam satu lapang pandang, dan bentuknya tak sama
seperti dalam sediaan apus darah tipis (Imam Budiwiyono 1995).

2. Pembuatan Dan Pewarnaan Sediaan Apus

A. Pra Analitik
1) Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
2) Persiapan sampel
- Darah kapiler segar akan memberikan morfologi dan hasil pewarnaan yang optimal pada
sediaan apus
- Darah EDTA (etilen diamin tetra asetat). EDTA dapat dipakai karena tidak berpengaruh
terhadap morfologi eritrosit dan lekosit serta mencegah trombosit bergumpal. Tes
sebaiknya dilakukan dalam waktu kurang dari 2 jam. Tiap 1 ul EDTA digunakan
untuk 1 ml darah vena
3) Prinsip test
Prinsip pewarnaan didasarkan pada sifat kimiawi dalam sel. Zat warna yang
bersifat asam akan bereaksi dengan komponen sel yang bersifat alkalis, demikian pula
sebaliknya. Pewarnaan sediaan apus menggunakan prinsip Romanosky yaitu menggunakan
dua zat warna yang berbeda yang terdiri dari Azure B (trimethylthionin)yang bersifat basa
dan eosin Y (tetrabromoflourescein) yang bersifat asam seperti yang dianjurkan oleh the
International Council for Standardization in Hematology, dan pewarnaan yang dianjurkan
adalah Wright-Giemsa dan May Grunwald- Giemsa (MGG).

4) Alat dan bahan


Alat :
a) Kaca Objek 25x75 mm
b) Batang gelas
c) Rak kaca objek
d) Pipet Pasteur
Bahan/reagen :
a) Metanol absolut dengan kadar air kurang dari 4%, disimpan dalam botol yang tertutup
rapat untuk mencegah masuknya uap air dari udara .
b) Zat warna Wright
Zat warna Wright.......................1 gr
Methanol absolut........................600 ml
Penambahan alkohol sedikit demi sedikit, sambil dikocok dengan baik dengan bantuan 10–
20 butir gelas. Tutup rapat untuk mencegah penguapan dan disimpan ditempat yang gelap
selama 2 – 3 mg, dengan sering-sering dikocok, saring sebelum dipakai.

5) Larutan dapar pH 6,4


Na2HPO4 2,56 g
KH2PO4 6,63 g
6) Air suling 1 L
Sebagai pengganti larutan dapar, dapat dipakai air suling yang pHnya diatur dengan
penambahan tetes demi tetes larutan Kalium bikarbonat 1% atau larutan HCl 1% sampai
indikator Brom Thymol Blue ( larutan 0,04 % dalam air suling ) yang ditambahkan mencapai
warna biru.

7) Zat warna Giemsa


 Zat warna giemsa 1g
 Methanol absolut 10 ml
Hangatkan campuran ini sampai 50°C dan biarkan selama 15 menit, kemudian disaring.
Sebelum dipakai, campuran ini diencerkan sebanyak 20 x dengan larutan dapar pH 6,6.
Untuk mencari parasit malaria, dianjurkan menggunakan larutan dapar pH 7,2

8) Zat warna May - Grunwald


 Methylene blue dalam methanol
 1% eosin dan 1 % methylene blue

B. Analitik
1) Cara Membuat Sediaan Apus
 Dipilih kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sbg “ kaca peng-apus “ sudut kaca
objek yang dipatahkan, menurut garis diagonal untuk dapat menghasilkan sedian apus darah
yang tidak mencapai tepi kaca objek
 Satu tetes kecil darah diletakkan pada ± 2 –3 mm dari ujung kaca objek.Kaca penghapus
diletakkan dengan sudut 30 – 45 derajat terhadap kaca objek didepan tetes darah.
 Kaca pengapus ditarik kebelakang sehingga tetes darah , ditunggu sampai darah menyebar
pada sudut tersebut.
 Dengan gerak yang mantap , kaca penghapus didorong sehingga terbentuk apusan darah
sepanjang 3 – 4 cm pada kaca objek. Darah harus habis sebelum kaca penghapus mencapai
ujung lain dari kaca objek. Apusan darah tidak bolah terlalu tipis atau terlalu tebal, ketebalan
ini dapat diatur dengan mengubah sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan menggeser.
Makin besar sudut atau makin cepat menggeser, maka makin tipis apusan darah yang
dihasilkan.
 Apusan darah dibiarkan mengering di udara. Identitas pasien ditulis pada bagian
tebal apusan dengan pensil kaca.

2) Sediaan Yang Baik Mempunyai Ciri – ciri :


 Tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjangnya setengah sampai dua pertiga panjang
kaca
 Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu eritrosit terletak
berdekatan tanpa bertumpukan.
 Rata , tidak berlubang-lubang dan tidak bergaris-garis
 Mempunyai penyebaran lekosit yang baik, tidak berhimpun pada pinggir-
pinggir atau ujung-ujung sediaan

3) Cara Mewarnai Sediaan Apus


a) Pewarnaan Wright
 Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas
 Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3 menit.
 Genangi sediaan apus dengan zat warna Wright biarkan 3 – 5 menit.
 Tambahkan larutan dapar tercampur rata dengan zat warna. Biarkan selama 5 – 10 menit.
 Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat dengan tujuan
menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan sediaan hapus dalam rak dalam posisi
tegak dan biarkan mengering.

b) Pewarnaan Giemsa
 Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat pewarnaan.
 Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3 menit.
 Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa yang baru diencerkan. Larutan Giemsa yang
dipakai adalah 5%, diencerkan dulu dengan larutan dapar. Biarkan selama 20 – 30 menit.
 Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat dengan tujuan
menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan sediaan hapus dalam rak dalam posisi
tegak dan biarkan mengering.

c) Pewarnaan May Grunwald – Giemsa (MGG)


 Letakkan sediaan apus yang telah difiksasi diatas rak pewarnaan
 Genangi sediaan apus dengan zat warna May Grunwald yang telah siap pakai, biarkan 2
menit
 Tambahkan larutan buffer pH 6.4 sama banyak dengan larutan MGG yang telah diberikan
sebelumnya. Tiup agar larutan dapat tercampur rata dengan zat warna. Biarkan selama 2
menit
 Bilas dengan air (buang kelebihan zat warna)
 Genangi dengan larutan Giemsa 5% (larutan buffer pH 6.4 10 ml + Giemsa 0,5 ml) biarkan
selama 10-15 menit.
 Bilas dengan air ledeng , mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat dengan tujuan
menghilangkan semua kelebihan zat warna. Letakkan sedian dalam sikap vertikal dan
biarkan mengering sendiri.
4) Sumber Kesalahan
 Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan penyimpanan bahan pemeriksaan
 Sediaan apus terlalu biru memungkinkan disebabkan oleh apusan yang terlampau tebal ,
pewarnaan terlalu lama , kurang pencucian , zat warna atau larutan dapar yang alkalis.
 Sediaan apus terlalu merah mungkin disebabkan oleh sat warna sediaan atau larutan dapar
yang asam. Larutan dapar yang terlalu asam dapat menyebabkan lekosit hancur.
 Bercak-bercak zat warna pada sediaan apus dapat disebabkan oleh zat warna tidak disaring
sebelum dipakai atau pewarnaan terlalu lama sehingga zat warna mengering pada sedian.
 Morfologi sel yang terbaik adalah bila menggunakan darah tepi langsung tanpa anti
koagulan. Bila menggunakan anti koagulan sediaan apus harus dibuat segera, tidak lebih
dari satu jam setelah pengambilan darah. Penggunaan antikogulan heparin akan
menyebabkan latar belakang berwarna biru dan lekosit menggumpal
 Sediaan hapus yang tidak rata dapat disebabkan oleh kaca pengapus yang tidak bersih atau
pinggirannya tidak rata atau oleh kaca objek yang berdebu, berlemak atau bersidik jari.
 Fiksasi yang tidak baik menyebabkan perubahan morfologi dan warna sediaan. Ini mungkin
terjadi apa bila fiksasi dilakukan menggunakan methanol yang tidak absolut karena telah
menyerap uap air akibat penyimpanan yang tidak baik.
 Fiksasi yang tidak dilakukan segera setelah sediaan apus kering dapat mengakibatkan
perubahan morfologi lekosit.

5) Nilai Rujukan
 Evaluasi Eritrosit
Yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi eritrosit adalah morfologi, perhatikan :
a) Ukuran (size)
Diameter eritrosit yang normal (normositik) adalah 6 – 8 µm atau kurang lebih sama dengan
inti limposit kecil
b) Bentuk (shape)
Bentuknya bikonkaf bundar dimana bagian tepi lebih merah daripada bagian sentralnya
c) Warna (staining)
Bagian sentral lebih pucat disebut akromia sentral yang luasnya antara 1/3 -1/2 kali diameter
eritrosit

C. Pasca Analitik

1) Evaluasi Eritrosit
Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan berdasarkan morfologi yakni
 Anemia Mikrositik Hipokrom misalnya pada penderita defisiensi Fe.
 Anemia Normositik Normokrom misalnya pada pendarahan akut.
 Anemia Mikrositik misalnya pada defisiensi Vit. B12 dan asam folat.

2) Bentuk eritrosit hemolisis :


Morfologi secara umum adalah polikromatofilik, makrosit, dansel eritrosit berinti.
Bentuk morfologi khusus bervariasi tergantung etiologi kerusakan eritrosit :
 Akantosit pada abetalipoproteinemia, sirosis, uremia,Haemolytic Uremic
Syndrome (HUS), anemia hemolitik.
 Ekinosit pada abetalipoproteinemia, sirosis, uremia HUS,
 Sel Target pada Hb C atau E, penyakit hati, ikterus obstruktif, talasemia, pasca
splenektomi.
 Sel tetes Air Mata pada mielofibrosis, talasemia, anemia hemolitik, mieloftisis.
 Sickle Cell pada sickle cell anemia.
 Sferosit pada hemolisis didapat maupun herediter.
 Ovalosit pada ovalositosis herediter.
 Sistosit pada talasemia, anemia hemolitik, mikroangiopati.

3) Distribusi abnormal eritrosit


Rouleaux formation pada multipel mieloma, makroglobulinemia Waldenstorm.
Benda-benda inkuilis dalam eritrosit :
 Normoblast pada pendarahan akut, hemolisis berat mielofibrosis, asplenia, leukimia,
mieloftsis.
 Basophilic Stippling anemia sindroma Mielodisplasia.
 Howell Jolly Bodies pada anemia megaloblastik, asplenia, hemolisis berat.
 Cabot’s, Ring pada hemolisis berat.
 Heinz Bodies pada talasemia, anemia hemolitik karena obat, leukemia
 Parasit : plasmodium malaria, biasanya disertai dengan tanda-tanda hemolitik.

4) Kelainan Eritrosit

a) Makrositosis Keadaan
dimana diameter rata-rata eritrosit lebih dari 8,5 mikron dengan tebal rata- rata 2,3 mikron. Ditemukan
misalnya pada anemi megaloblastik,anemia pada kehamilan dan anemia pada malnutrition. Makrosit
dengan bentuk agak oval dengan diameter 12 – 15 mikron disebut megalocyt ditemukan pada anemi
deficiency vitamin B 12 dan atau deficiency asam folat.

b) Mikrositosis Keadaan
dimana diameter rata-rata eritrosit kurang dari 7 mikron dan tebal rata-rata 1,5 – 1,6 mikron.

c) Anisositosis
Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi, jadi terdapat makro,normo dan
mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditentukan misalnya pada anemia kronika yang berat.
5) Variasi Warna Eritrosit
 Normokromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi Hb normal.
 Hipokromia Kead
aan eritrosit dengan konsentrasi kurang dari normal. Bila daerah pucat di central sel
melebar,terjadilah “ring erythrocyte” atau anulosit. Ditemukan misalnya pada anemia
deficiency besi,thalassemia,hemoglobinopati C atau E.
 Hiperkromia
Keadaan eritrosit dengan warna oxyphil yang lebih dari normal bukan karena
kejenuhan Hb, melainkan karena penebalan membran sel. Ditemukan pada spherocytosis.
 Polikromasia Kea
daan beberapa warna pada eritrosit misalnya basofilik asidofilik ataupun
polikromatofilik.

6) Contoh Hapusan Darah Penderita Anemia Akibat GangguanEritropoiesis


a) Anemia Defisiensi Besi
 Definisi Anemia
Defisiensi Besi Adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis,
karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

 Etiologi
1) Meningkatnya kebutuhan Fe atau hemotopoiesis : pertumbuhan cepat pada bayi dan remaja, kehamilan,
terapi, eritropoietin.
2) Kehilangan Fe : hilangnya darah secara akut/kronik,menstruasi, donasi darah, phlobotomy sebagai
pengobatan untuk polisitemia vera
3) Turunnya pengambilan atau absorbsi besi : malabsorbsi karena penyakit diare, pembedahan
(gastrektomi), inflamasi akut/kronik
 Gambaran hapusan darah
Gambaran morfologi dari anemia defisiensi besi dapat kita lihat dari hapusan darah di bawah ini. Ukuran
eritrosit berbeda-beda cenderung lebih kecil dari normal (mikrositik). Kita lihat juga adanya hipokrom.
 Dari pembesaran 1000x dapat kita lihat lebih jelas morfologi dari sel darah merah. Terdapat bentukan
eritrosit yang gepeng berbentuk seperti pensil (pencil cells atau cigar cells).

b) Anemia megaloblastik
 Definisi Anemia
megaloblastik adalah anemia yang terjadi karena eritrosit tidak berfungsi. Anemia megaloblastik ditandai
oleh adanya sel megaloblas dalam sumsum tulang.

 Etiologi
1) Defisiensi Vit B12
2) Defisiensi asam folat
3) Gangguan sintesisi DNA yang merupakan akibat dari proses defisiensi enzim congenital
 Gambaran hapusan darah Gambaran
morfologi anemia megaloblastik dapat kita lihat dari hapusan darah dibawah ini. Volume eritrosit lebih
besar dari normal (makrositik). Dan bentuk netrofil hipersegmentasi.
c) Anemia hemolitik
 Definisi Anemia
hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan destruksi eritrosit. Pada anemia
hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari), baik sementara atau terus-memerus.

 Etiologi
1) Defek molecular hemoglobinopati atau enzimopati
2) Abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran
3) Faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau antibodi
 Gambaran hapusan darah
1) Gambaran anamia hemolitik dapat kita lihat pada bentuk Stomatocytes (eritrosit pada bagian tengah sel
mengalami pemucatan dan tidak berbentuk lngkaran tapi memanjang seperti celah bibir mulut)

2) Bentuk Elliptocyte (bentuk silinder dan tengahnya pucat)


3) Terdapat juga bentuk Sferositosis, yaitu kelainan pada membran.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Defnisi Anemia
Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel
darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen
dari jantung yang diperoleh dari paru-paru, dan kemudian mengantarkannya ke seluruh
bagian tubuh.
Pemeriksaan apusan darah
Darah dapat dibuat preparat apus dengan metode supra vital yaitu suatu metode untuk
mendapatkan sediaan dari sel atau jaringan yang hidup. Tujuan pemeriksaan sediaan apus
darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritosit, leukosit, dan
trombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria, tripanasoma, microfilaria dan lain
sebagainya.
Jenis Apusan darah
-Sediaan darah
tipis
Ciri-ciri sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk pemeriksaan
dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih jelas, dan
perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.
-
Sediaan darah tebal
Ciri-ciri sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan
darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih
banyak dalam satu lapang pandang, dan bentuknya tak sama seperti dalam sediaan apus
darah tipis (Imam Budiwiyono 1995).
Sediaan Yang Baik Mempunyai Ciri – ciri :
 Tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjangnya setengah sampai dua pertiga panjang
kaca
 Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu eritrosit terletak
berdekatan tanpa bertumpukan.
 Rata , tidak berlubang-lubang dan tidak bergaris-garis
 Mempunyai penyebaran lekosit yang baik, tidak berhimpun pada pinggir-
pinggir atau ujung-ujung sediaan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Mengenal Anonim.

2010. Apusan Darah. Anonim. 2011.

Modul Hematologi.

Anda mungkin juga menyukai