Laporan Pendahuluan Askep Myasthenia Gravis
Laporan Pendahuluan Askep Myasthenia Gravis
I. DEFINISI
Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang diperoleh klinis ditandai dengan
kelemahan otot rangka dan fatigability pada tenaga.Myastenia gravis merupakan gangguan
yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah
kesadaran seseorang. (Brunner dan Suddarth, 2001). Myastenia gravis adalah “kelemahan
otot yang serius” adalah salah satu penyakit neuromuskular yang menggabungkan
kelelahan cepat otot otot valuntar dengan penyembuhan yang sangat lama. (Brunner dan
Suddart, 2001)
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung saraf motorik
di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah. Otot-otot pada pergerakan
berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah dan ampuh. Miastenia gravis merupakan
penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas
reseptor Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction. Hipotesis yang dibuat oleh
para sarjana untuk menerangkan peristiwa ini ada beberapa buah. Asetilkolin yang
diperlukan sebagai mediator kimiawi rangsang dari saraf ke otot, kurang pembentukannya.
Hipotesis lainnya mengatakan pelepasan asetilkolin, terganggu. Yang banyak dianut ialah
asetilkolin lekas terurai oleh enzim kolinesterase. Pada permulaan penyakit, otot-otot yang
lekas lelah ini dapat pulih kembali sesudah istirahat. Otot-otot yang terserang biasanya
otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak mata, otot-otot untuk mengunyah dan menelan.
Otot-otot tubuh lainnya dapat pula dihinggapi penyakit ini. Miastenias gravis berakhir
dengan kematian bila otot-otot pernapasan menjadi lumpuh sama sekali.
II. ETIOLOGI
Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson
motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin
(ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh
dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh
Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran
serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada MG tidak
diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase,
tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
III. PATOFISIOLOGI
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermeilin yang berasal
dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar aksonnya
dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan bercabang
berkali kali dan mampu merangsang 2000 serat otot rangka. Kombinasi saraf motorik dengan
serabut otot yang dipersyarafi disebut unit motorik. Walaupun masing masing neuron motorik
mempersarafi banyaj serabut otot, namun masing masing otot dipersarafi oleh neuron motorik
tunggal.
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot
disebut sinaps atau taut neuromuskular. Asetilkolin disimpan dan disintesis dalam akson
terminal (bouton). Membran pascasinaps mengandung reseptor asetilkolin yang dapat
membangkitkan lempeng akhir motorik dan sebalikya dapat menghasilkan potensial aksi otot.
Apabila implus saraf mencapai taut neuromuskular, membrana akson parasimpatik terminal
terdepolirisasi, menyebabakan pelepasan asetilkolin kedalam membran parasimpatik.
Asetilkolin menyeberangi celah sinaptik secara difusi dan menyatu dengan bagian reseptor
asetilkolin dalam membran pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan keluarnya
ion K menyebabkan depolarisasi ujung lempeng
Ketika EPP mencapai puncak EPP akan menghasilkan potensial aksi dalam
membran otot tidak bertaut yang menyebar sepanjang sarkonema. Potensial aksi ini merangkai
serangkaian reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi transmisi melalui
penghubung neuromuskular, asetilkolin akan dirusak oleh enzin asetilkonlinetrase. Dalam MG
konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin normal menjadi menurun.
(Keperawatan medikal bedah, 2001)
IV. MANIFESTASI KLINIS
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudahmengalami
kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Berbagai
gejala yang muncul sesuai denagn otot yang terpenagaruh, sebagai berikut:
· Apabila otot simetri yang terkena, umumnya dihubungkan dengan saraf kranial. Karena otot
– otot okular terkena, maka gejala awal yang muncul diplopia (penglihata ganda)
dan ptosis (jatuhnya kelopak mata). Ekspresi wajah pasien seperti sedang tidur terlihat seperti
patung hal ini dikarenakan otot wajah terkena
· Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam pembentukan
bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata kata. Kelemahan pada otot otot
bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan
aspirasi.
· Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada otot kaki
mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
· Kelemahan diafragma dan otot – otot interkostal menyebabkan gawat nafas, yang
merupakan keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal bedah, 2001)
Tanda dan gejala klien myasthenia gravis meliputi :
Kelelahan
Wajah tanpa ekspresi
Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan, tangandan
atau tungkai. Kelemahan meningkat pada saat pergerakan.
Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau meluruskan jari.
Kesulitan mengunyah
Kelemahan, nada tinggi, suara lembut
Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata
Kelumpuhan okular
Diplopia
Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ; namun berjalan dengan jari kaki
Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan
Inkontinensia stress
Kelemahan pada sphincter anal
Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori.
V. Klasifikasi
Kelas I Adanyakelemahanotot-ototocullar,
kelemahanpadasaatmenutupmatadankekuatanotot-otot lain normal
Kelas IV a Secarapredominanmempengaruhiotot-ototanggotatubuhdanatauotot-
ototaksial. Ototorofaringealmengalamikelemahandalamderajatringan
1. Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada
kematian
2. Generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan
bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan.
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia
gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon
terhadap obat dan prognosis jelek
4. Myasthenia crisis
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam serum(mis,
AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies, antistriational antibodies). Tingginya
kadar dari antibody dibawah ini dapat mengindikasikan adanya MG.
2. Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat
menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk menggerakkan mata secara
normal, dan kelopak mata turun. Untuk memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien
diminta untuk mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode.
Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
3. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
4. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi, mencegah terjadinya
perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan saraf tunggal. Edrophonium Chloride
merupakan obat yang memblokir aksi dari enzim acetylcholinesterase.
5. Electromyography (EMG) menggunakanelektrodauntukmerangsangotot dan
mengevaluasifungsiotot. Kontraksiotot yang semakinmelemahmenandakanadanya MG.
VII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Lainnya
1. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi malfungsi pada
sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang memburuk (eksaserbasi) atau persiapan
operasi thymectomy. Biasanya, 2 hinga 3 liter plasma dibuang dan diganti pada setiap
penangananm dimana memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien menjalani beberapa
sesi selama metode plasmapheresis berjalan. Plasmapheresis memperbaiki gejala MG
dalam beberapa hari dan perbaikan bertahan hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk tekanan
darah rendah, pusing, penglihatan kabur, dan pembentukan bekuan darah (thrombosis).
2. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus. Biasanya dilakukan
pada pasien dengan tumor pada thymus (thymoma) dan pasien yang lebih muda dari umur
55 tahun dengan MG menyeluruh. Manfaat thymectomy berkembang secara perlahan dan
kebanyakan perbaikan terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur ini dilakukan.
Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi
pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan sirkulasi
antibody.
VIII. KOMPLIKASI
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila otot yang
mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat menyebabkan gagal
pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan
selama krisis berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi
makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit
sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid
yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan,
dan stress emosional.
·
- Tingkat kesadaran :
- GCS :
Keadaan Lokal
Trauma Stigmata :-
Perdarahan perifer : Capilary refill time < 2 detik
KGB : Tidak teraba membesar
Columna vertebralis : Letak ditengah, skoliosis ( - ), lordosis ( - )
Kulit : Warna kuning langsat, sianosis ( - ), ikterik ( - )
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut, jejas ( - ), nyeri tekan perikranial ( - )
Mata : Konjungtiva anemis - / -, sklera ikterik - / -, ptosis + / +,
sinistra
sinistra
Perkusi : Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra, batas kanan ICS
midklavikularis sinistra
Pemeriksaan Paru
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Pemeriksaan Ekstremitas
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
GCS : E4V5M6 = 15
Kaku kuduk :-
Kerniq :-
Brudzinsky I :-
Brudzinsky II :-
Nervus Kranialis
N. I (Olfaktorius)
Normosmia :+/+
N. II (Optikus)
M
an
dib
ula
ris
:
Ba
ik /
bai
k
Refleks
Kornea :+/+
N. VII (Fascialis)
Motorik
Sensorik
N. VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular
Vertigo :-
Nistagmus :-
Motorik
Menelan : Terganggu
Sensorik : Baik
N. XI (Accesorius)
N.XII (Hypoglossus)
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Tremor :-
Sistem Motorik
Trofi : eutrofi
Tonus : normotonus
Kekuatan otot :
Kornea :+
Biseps : ++/++
Triseps : ++/++
KPR : ++/++
APR : ++/++
Dinding perut : ++/++
Refleks Patologis
Babinsky :-/-
Chaddok :-/-
Gordon :-/-
Schaefer :-/-
9
Fungsi Serebelar
Ataxia :-
Tes Romberg : Baik
Disdiadokokinesia : Baik
Jari-jari : Baik
Jari-hidung : Baik
Tumit-lutut : Baik
Rebound phenomenon : Baik
Hipotoni :-/-
Fungsi Otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi keringat : Baik
a. Sistem integumen
Kaji warna kulit, turgor kulit, kelembaban kulit, akral, kebersihan rambut dan kuku.
b. Sistem penginderaan
Kaji bentuk mata, hidung, telinga, mukosa bibir, ada atau tidaknya lesi.
c. Sistem pernafasan
Kaji bentuk dada, irama dan frekuensi nafas. Inspeksi apakah klien mengalami
kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang
disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi atau stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas dan
penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
d. Sistem cardiovaskuler
Kaji irama dan frekuensi denyut nadi. Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama
dilakukan untuk memantau perkembangan dari status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan
tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya
status pernapasan
e. Sistem pencernaan
Biasanya klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Mual sampai muntah
akibat peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miestania gravis
menurun karena ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-otot
menelan.
f. Sistem perkemihan
g. Sistem muskuluskeletal
Biasanya klien mengalami kelemahan otot pada bagian tertentu. Karakteristik utama
miestania gravis adalah kelemahan dari system motorik. Adanya kelemahan umum pada oto-
otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan intoleransi aktivitas.
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan
mengganggu aktivitas perawatan diri.(Arif Muttaqin, 2008).
h. Sistem Persarafan
1) Saraf I (olfaktorius)
2) Saraf II (optikus)
Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya
penglihatan ganda.
3) Saraf III,IV dan VI (okulomotoris, troklearis, abdusens)
Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia, mimic dari
pseudointermulear oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada nervus VI.
4) Saraf V (trigeminus)
Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-otot
wajah
5) Saraf VII (fasialis)
Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan motorik lidah
6) Saraf VIII (akustikus)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X (glosofaringeus,vagus)
Ketidakmampuan dalam menelan
8) Saraf XI (aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII (hipoglosus)
Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot motorik
pada lidah.
i. Pengkajian Refleks
Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya didapatkan sensasi raba dan
suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.
B. Diagnosa Keperawatan
o Bersihkan mulut,
hidung dan sekret
trakea
o Pertahankan jalan
nafas yang paten
o Atur peralatan
oksigen
o Monitor aliran
oksigen
o Pertahankan posisi
pasien
o Observasi adanya
tanda – tanda
hiperventilasi
o Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadan oksigenasi
o Monitor
TD,nadi,suhu,dan RR
o Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
o Monitor Vs saat
pasien berbaring,
duduk n, atau berdiri
o Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
o Monitor TD, nadi,
RR,sebelum,selama,d
an setelah aktivitass
o Monitor kualitas dari
nadi
o Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
o Monitor suara paru
o Monitor pola
pernafasan abnormal
o Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
o Monitor sianosis
perifer
o Monitor adanya
cushing triad(tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,peningkata
n sistolik)
o Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
MYASTHENIA GRAVIS”
OLEH:
GINA RAHMAWATI
1741312074