Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336745304

PROSEDUR PERIZINAN PEMBANGUNAN APOTEK

Article · October 2019

CITATIONS READS

0 23,128

1 author:

Nadya Fadhillahmjr
Universitas Sriwijaya
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Artikel tentang perizinan View project

artike View project

All content following this page was uploaded by Nadya Fadhillahmjr on 23 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROSEDUR PERIZINAN PEMBANGUNAN APOTEK
Nadya Fadhilla Mjr
02011181722096
Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya

ABSTRAK

Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor. 922/MenKes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata cara pemberian Izin
Apotek, dan juga diundangkannya Undang – Undang Republik Indonesia Nomor. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan pengganti Undang – Undang Kesehatan Nomor. 23
Tahun 1992 di negara kita ini selangkah lebih maju lagi dalam perkembangan dalam
bidang kesehatan nasional. Tata cara pendirian Apotek harus sesuai dengan Peraturan
Pemerintah dan juga harus terkontrol, sehingga tidak ada penyalahan gunaan dalam
pendirian apotek tersebut.
Sebagai suatu negara hukum harus ada suatu lembaga yang diberi tugas dan
kewenangan untuk menyatakan suatu putusan apakah tindakan yang dilakukan oleh
pengelola Apotek tersebut berdasarkan atas hukum yang berlaku atau tidak. Di mana
lembaga yang dimaksud tidak lain adalah Dinas Kesehatan dan Balai POM ( Balai
Pengawasan Obat dan Makanan). Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian
dan kewenangan di bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit , industri,
pendidikan, dan bidang lain yang masih berkaitan dengan bidang kefarmasian.
Konsekuensi negative dari peran seorang Apoteker dalam pengelolaan Apotek yaitu
munculnya sejumlah penyimpangan seperti adanya pemberian salah resep kepada
pasien yang menebus obat, adanya obat – obatan palsu yang diracik sendiri, adanya obat
yang dijual dengan keadaan kadaluarsa di apotek, menjual narkotika tanpa resep dokter
yang jelas, dan sebagainya.
Perlindungan hukum terhadap rakyat atas tindakan Apoteker sangatlah penting
terlebih adanya pengaruh besar Apotek dan Apoteker dalam kaitannya dengan masalah
Kesehatan di Indonesia. Sehingga upaya penyelesaian kasus dalam Ketentuan dan Tata
cara pemberian izin pendirian apotek menjadi salah satu jalur hukum yang mempunyai
ciri pembeda dengan penyelesaiaan masalah dalam kasus hukum yang lain.

1
talasebisnis.com/tips/3015/panduan-tata-cara-dan-syarat-izin-pendirian-apotek.html

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Regulasi pendirian apotek harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sebaiknya harus
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah
dokter, sarana pelayanan kesehatan, dan ketermudahan untuk dijangkau oleh masyarakat luas
(Permenkes RI, 2016). Pemberian izin pendirian apotek biasanya dilimpahkan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota (Permenkes RI, 2017). Salah satu contoh daerah yang
menerapkan peraturan pendirian apotek adalah Kabupaten Bantul. Menurut Peraturan Bupati
Bantul Nomor 25 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pendirian dan penyelenggaraan apotek
baru berjarak paling sedikit 500 (lima ratus) meter dari apotek yang sudah ada tanpa
memandang wilayah desa (PerBup Bantul, 2012). Aturan pendirian apotek dengan jarak
minimal 500 meter ini juga terdapat dalam Kepmenkes RI No.278/Menkes/SK/V/1981,
namun sekarang peraturan tersebut sudah dihapuskan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat mengenai terjaminnya pelayanan kesehatan, terjadi peningkatan jumlah
penyelenggaraan sarana dan praktek pelayanan kesehatan (Sukamdi, et al., 2015).
Peningkatan yang pesat ini akhirnya menimbulkan kompetisi antar apotek dalam suatu
wilayah, lokasi dan jarak menjadi masalah utama dalam kompetisi ini (Community, et al.,
2017). Kompetisi yang ditimbulkan dapat bersifat positif maupun negatif. Dari PEMETAAN
APOTEK DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SERTA HUBUNGAN
KOMPETISI DENGAN OMSET, INOVASI, DAN KEPATUHAN APOTEK TERHADAP
REGULASI : STUDI DI KOTA YOGYAKARTA DESI DWI ASTUTI Universitas Gadjah
Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 2 segi positifnya, dengan
tingginya kompetisi antar apotek ini dapat menciptakan inovasi layanan baru maupun
tambahan pada suatu apotek sementara segi negatifnya membuat apotek menjadi tidak patuh

1 file:///C:/Users/Asuspc/Downloads/S1-2018-362480-introduction.pdf
terhadap regulasi yang ada karena apotek ingin tetap bertahan di tengah ketatnya kompetisi
yang ada. Adanya kompetisi yang tinggi mendorong apotek melakukan suatu inovasi. Inovasi
yang diciptakan oleh apotek biasanya merupakan layanan baru maupun layanan tambahan.
Inovasi yang diciptakan biasanya dikembangkan berdasarkan konstruksi sosial (Rogers &
Everett, 1995). Pengembangan inovasi yang dilakukan biasanya mengenai layanan kesehatan
dan apotek, seperti adanya konseling penggunaan dan pemantauan obat (Permenkes RI,
2016) hingga penerapan konsep swalayan pada apotek. Inovasi – inovasi yang diciptakan ini
bertujuan untuk menarik daya beli konsumen dan tentunya agar apotek tetap bertahan di
tengah kompetisi yang ketat. Tinggi kompetisi antar apotek juga menciptakan dampak negatif
yakni mengakibatkan penyalahgunaan wewenang profesi apoteker. Tidak sedikit apoteker
yang melakukan pelanggaran terhadap regulasi profesinya, apoteker melakukan dispensing
antibiotik dan obat keras tanpa menggunakan resep dokter (Al-Mohamadi, et al., 2013; Llor
& Cots, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh SA Bawazir pada tahun 1992, ada
sekitar 85,4% apoteker telah melayani pembelian obat antibiotik tanpa resep, dan sekitar 35%
melayani dispensing obat – obat non-OTC tanpa resep (Bawazir, 1992). Pembelian obat tanpa
resep akan berdampak buruk bagi pasien, misalnya saja pasien menjadi tidak patuh terhadap
pengobatan yang disarankan oleh dokter PEMETAAN APOTEK DENGAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS SERTA HUBUNGAN KOMPETISI DENGAN OMSET,
INOVASI, DAN KEPATUHAN APOTEK TERHADAP REGULASI : STUDI DI KOTA
YOGYAKARTA DESI DWI ASTUTI Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/ 3 (Al-Ghamdi, 2001). Untuk pengatasan masalah ini
diperlukan kemampuan komunikasi dari apoteker, dalam hal ini peran apoteker menjadi
sangat penting dalam menjamin keamanan penggunaan antibiotik. Penggunaan antibitok
maupun obat keras lainyang tidak mengikuti saran dokter dapat menyebabkan adverse effect
seperti resistensi, kegagalan terapi, dan efek toksik lain (WHO, 2000). Penelitian ini
membandingkan pengaruh tingkat kompetisi apotek terhadap kepatuhan regulasi pelayanan
apotek yang dipengaruhi oleh jarak dan rasio jumlah penduduk. Penelitian mengenai
pemetaan apotek dan analisa mengenai hubungan kompetisi dengan inovasi dan kepatuhan
apotek terhadap regulasi yang berlaku ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Pemetaan
apotek dan analisa mengenai hubungan kompetisi terhadap inovasi apotek dan kepatuhan
apotek terhadap regulasi yang ada bermanfaat untuk mengevaluasi tingkat kompetisi apotek
terhadap kepatuhan pelayanan kefarmasian terkait dengan pendirian apotek dengan
pengaturan jarak dan rasio jumlah penduduk. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan pula
untuk pemerataan fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah untuk
masyarakat Kota Yogyakarta. B. PERUMUSAN MASALAH

PEMBAHASAN

Prosedur Perizinan Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014


Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang
dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh apoteker.

1. Prosedur Perizinan Apotek Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau apoteker pengelola
apotek yang bekerjasama dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat, perlengkapan,
termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya. Surat izin apotek (SIA) adalah surat yang
diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik
sarana untuk membuka apotek di suatu tempat tertentu.

Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan
pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek
sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek, yaitu:

1. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1;
2. Dengan menggunakan Formulir Model APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta
bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap
kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan;

3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6


(enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh
Formulir Model APT-3;

4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan,
Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi
dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4;

5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh
Formulir Model APT- 5;

6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai
POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12(dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat
Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6;

7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

8. Apabila Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud
wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara Apoteker dan pemilik sarana.

9. Pemilik sarana yang dimaksud ayat (8) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat sebagaimana dinyatakan
dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.

10. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan
atau persyaratan apotek, atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan maka Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangaka waktu selambat-lambatnya 12
(dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya,
dengan mempergunakan contoh formulir model APT-7.
Berikut flowchart tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002

2. Teknis Pelaksanaan Membuka Apotek


Dalam upaya membuka apotek yang baru berdiri, sering kali tertunda yang disebabkan oleh
hal-hal kecil baik yang terdapat dalam proses pemeriksaan kelengkapan sarana pendukung
operasional apotek ataupun kelengkapan berkas-berkas lampiran dalam mengajukan
permohonan SIA. Untuk menghindari kekurangan-kekurangan tersebut, maka sebaiknya APA
melakukan 3 hal yaitu:
1. Menginventarisasi semua kebutuhan perlengkapan sarana apotek, lalu membeli sesuai
dengan kebutuhan persyaratan pada saat mengurus SIA. Dalam melakukan inventarisasi dan
menyiapkan perlengkapan sarana apotek antara lain meliputi:
 Menata ruangan peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja
APA, toilet
 Memenuhi seluruh perlengkapan yang menjadi persyaratan
 Memberi tanda ( √ ) untuk sarana yang sudah siap (oke)

2. Menginventarisasi dan mengurus semua berkas-berkas lampiran yang dibutuhkan dalam


mengajukan permohonan SIA.
Menginventaris berkas lampiran permohonan SIA sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 berkas lampiran yang
dibutuhkan dalam permohonan SIA terdiri dari:
 Fotokopi SIK/SP
 Fotokopi KTP
 Foto kopi denah bangunan apotek (dibuat sendiri)
 Surat keterangan (sertifikat) status bangunan
 Daftar rincian perlengkapan apotek
 Daftar tenaga asisten apoteker, mencantumkan nama/alamat, tanggal lulus, No. SIK
 Surat pernyataan APA tentang: tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau APA di
apotek lain
 Surat izin dari atasan langsung (untuk pegawai negeri dan TNI/POLRI)
 Fotokopi akte perjanjian dengan PSA (bila kerjasama dengan PSA)
 Surat pernyataan PSA tentang: tidak pernah melanggar peraturan perundang-
undangan di bidang obat (bila kerjasama dengan PSA)

Pengurusan berkas lampiran permohonan SIA yang dibutuhkan terdiri dari:


a. Surat penempatan apoteker dari Kadinkes Propinsi.
Untuk apoteker yang belum memiliki SIK dari Departemen Kesehatan, maka yang
bersangkutan harus mengurusnya ke Kadinkes Propinsi, melampirkan fotokopi ijazah,
sumpah apoteker, KTP dan yang lainnya sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
Untuk apoteker yang telah memiliki SIK surat penempatan ini tidak diperlukan lagi.
b. Akte sewa/kontrak rumah.
Untuk apoteker yang menggunakan bangunan pihak lain, maka surat perjanjian kontrak
rumah harus dibuat di notaris, Apoteker yang menggunakan bangunan sendiri, maka akte
sewa/kontrak ini tidak diperlukan (cukup dengan fotokopi sertifikat kepemilikan rumah)

c. NPWP (nomor pokok wajib pajak) apotek


Apoteker menyiapkan lampiran (surat keterangan domisili usaha, fotokopi KTP APA dan
berkas lainnya yang dibutuhkan), kemudian APA membawa berkas lampiran tersebut ke
Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh NPWP. Kepala kantor pelayanan pajak
akan menerbitkan NPWP tersebut, setelah dianggap memenuhi berkas persyaratan.

d. Surat keterangan domisili apotek dari kelurahan


Apoteker menyiapkan surat persetujuan dari tetangga (minimal dari 4 tetangga), kemudian
meminta kesediannya untuk menandatangani surat tersebut. Surat keterangan tersebut dibawa
ke RT/RW untuk diketahui dan memperoleh surat pengantar untuk mengurus surat keterangan
domisili perusahaan disertai dengan lampiran:
 Surat persetujuan dari tetangga
 Sertifikat tanah/rumah
 Fotokopi IMB
 Fotokopi PBB
 Fotokopi KTP APA
e. Surat izin UU Gangguan (UUG)
Langkah-langkah pembuatan surat izin UUG
1. Apoteker menyiapkan dan membawa berkas lampiran untuk mengurus izin UUG ke
Kepala Dinas Trantib Propinsi atau Kabupaten/Kota
2. Berkas yang disiapkan:

 Surat keterangan domisili perusahaan


 Surat keterangan persetujuan tetangga
 Fotokopi IMB
 Fotokopi sertifikat tanah/rumah
 Fotokopi PBB
 Fotokopi NPWP
 Fotokopi KTP APA
3. Mengisi formulir permohonan UUG yang telah disediakan oleh Kadin Trantib Propinsi
atau Kabupaten/Kota
4. Kepala Dinas Trantib Propinsi atau Kabupaten/Kota akan menerbitkan surat UUG tersebut,
setelah dianggap memenuhi berkas persyaratannya (dalam waktu 2 minggu).

f. Peta lokasi apotek (dibuat sendiri)


g. Denah bangunan apotek
h. Surat pernyataan kesanggupan menjadi APA
i. Surat pernyataan APA tentang tidak bekerja diperusahaan lain atau sebagai APA di apotek
lain
j. Surat pernyataan kesanggupan bekerja menjadi AA
k. Akte perjanjian dengan PSA (bila kerjasama dengan PSA)
l. Surat pernyataan PSA tentang tidak pernah melanggar peraturan perundang undangan
dibidang obat.

3. Membuat dan mengajukan permohonan SIA

 Membuat surat permohonan memperoleh SIA yang ditandatangani oleh APA di atas
materai (Rp 6000,-)
 Melengkapi surat tersebut dengan berkas-berkas lampiran sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan oleh
Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 atau adanya
tambahan lampiran yang diminta oleh Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten/Kota
 Menyerahkan langsung permohonan SIA kepada Kadinkes Kabupaten/Kota dan
meminta tanda terimanya
 Apoteker pemohon, hendaknya aktif memantau perjalanan dokumen permohonan SIA
tahap demi tahap
 Apoteker pemohon, hendaknya kooperatif dan memenuhi persyaratan mengenai
berkas lampiran yang dibutuhkan oleh petugas

3. Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek

Pengalihan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA) dapat terjadi apabila APA
tidak bertindak sebagai Apoteker pada Apotek tersebut atau Apoteker meninggal dunia.
Aturan-aturan tentang pengalihan tanggung jawab tersebut dapat dilihat pada Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 24 adalah
sebagai berikut:
1. Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali
dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian
tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
2. Apabila pada Apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan
dimaksud ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan
kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika;
3. Pada penyerahan dimaksud ayat (1) dan (2), dibuat Berita Acara Serah Terima
sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan menggunakan contoh formulir Model APT. 11, dengan tembusan Kepala
Balai POM setempat.

4. Pencabutan Izin Apotek


Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 25, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut surat izin
apotek apabila:
1. Apoteker yang sudah tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai apoteker
pengelola apotek.
2. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya serta tidak
memenuhi kewajiban dalam memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan
lagi atau dilarang digunakan dan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan
obat paten.
3. Apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara
terus-menerus.
4. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai
narkotika, obat keras, psikotropika serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
5. Surat izin kerja apoteker pengelola apotek dicabut.
6. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan
dibidang obat.
7. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 26 bahwa:
1. Pelaksanaan Pencabutan Izin Apotek sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 25 huruf (g)
dilakukan setelah dikeluarkan:
 Peringatan tertulis kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
 Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek.

2. Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud daiam ayat (1) huru'f (b), dapat dicairkan
kembali apabiia Apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14.
3. Pencairan Izin Apotek dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sotelah menerima laporan
pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan kab/Kota
disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek dengan tembusan kepada Menteri
dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan
Makanan setempat.
Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib
mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara
sebgai berikut:
1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat
lainnya dan seluruh resep yang tersisa di apotek.
2. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan
terkunci. Apoteker pengelola apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai
laporan inventaris.
2

KESIMPULAN

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Dalam upaya membuka apotek yang baru berdiri,
sering kali tertunda yang disebabkan oleh hal-hal kecil baik yang terdapat dalam proses
pemeriksaan kelengkapan sarana pendukung operasional apotek ataupun kelengkapan berkas
berkas lampiran dalam mengajukan permohonan SIA. Pengalihan tanggung jawab Apoteker
Pengelola Apotek (APA) dapat terjadi apabila APA tidak bertindak sebagai Apoteker pada
Apotek tersebut atau Apoteker meninggal dunia. Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 25. Keputusan pencabutan surat izin
apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan kab/Kota disampaikan langsung kepada apoteker
pengelola apotek dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila surat izin apotek
dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan
farmasinya.

2 http://www.mipa-farmasi.com/2016/09/prosedur-perizinan-apotek.html
DAFTAR PUSTAKA

 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/Sk/X/2002


Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Rl Nomor. 922/Menkes/Per/X/1993
Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993
Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
 Muhammad Zainul Arifin, Understanding The Role Of Village Development Agency
In Decision Making,Kader Bangsa Law Review,http://ojs.ukb.ac.id/index.php/klbr,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, The Theft Of Bank Customer Data On Atm Machines In
Indonesia, International Journal of Mechanical Engineering and Technology (IJMET),
http://www.iaeme.com/MasterAdmin/UploadFolder/IJMET_10_08_018/IJMET_10_0
8_018.pdf , https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun
2016 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara (Studi Kasus Desa Datar Balam Kabupaten Lahat), Jurnal Fiat Justicia,
http://journal.ukb.ac.id/journal/detail/288/implementasi-peraturan-pemerintah-pp--
nomor-8-tahun-2016-tentang-dana-desa-yang-bersumber-dari-anggaran-pendapatan--
dan-belanja-negara--studi-kasus-desa-datar-balam-kabupaten-lahat ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad zainul Arifin, Penerapan Prinsip Detournement De Pouvoir Terhadap
Tindakan Pejabat Bumn Yang Mengakibatkan Kerugian Negara Menurut Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Jurnal Nurani,
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2741/2070 ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, Korupsi Perizinan Dalam Perjalanan Otonomi Daerah Di
Indonesia, Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum,
http://www.lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/138/pdf ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa Di Desa
Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan, Jurnal Thengkyang,
http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/issue/view/1/Halaman
%20%201-21 , https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, Peran Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam
Memfasilitasi Kegiatan Investasi Asing Langsung Terhadap Perusahaan Di Indonesia,
Jurnal Nurani, http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2740/2072,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, Suatu Pandangan Tentang Eksistensi Dan Penguatan
Dewan Perwakilan Daerah, Jurnal
Thengkyang,http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/article/vi
ew/6/4 , https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, Kajian Tentang Penyitaan Asset Koruptor Sebagai
Langkah Pemberian Efek Jera, Researchgate.net,
https://www.researchgate.net/publication/333701113_KAJIAN_TENTANG_PENYIT
AAN_ASSET_KORUPTOR_SEBAGAI_LANGKAH_PEMBERIAN_EFEK_JERA_
Oleh , https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, Freeport Dan Kedaulatan Bangsa,
https://www.academia.edu/38881838/Freeport_Dan_Kedaulatan_Bangsa,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
 Muhammad Zainul Arifin, Memulai Langkah Untuk Indonesia, Researchgate,
https://www.researchgate.net/publication/333700909_MEMULAI_LANGKAH_UNT
UK_INDONESIA_1, https://scholar.google.co.id/citations?
user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai