ABSTRAKNDY
ABSTRAKNDY
net/publication/336745304
CITATIONS READS
0 23,128
1 author:
Nadya Fadhillahmjr
Universitas Sriwijaya
2 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Nadya Fadhillahmjr on 23 October 2019.
ABSTRAK
1
talasebisnis.com/tips/3015/panduan-tata-cara-dan-syarat-izin-pendirian-apotek.html
PENDAHULUAN
Regulasi pendirian apotek harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sebaiknya harus
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah
dokter, sarana pelayanan kesehatan, dan ketermudahan untuk dijangkau oleh masyarakat luas
(Permenkes RI, 2016). Pemberian izin pendirian apotek biasanya dilimpahkan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota (Permenkes RI, 2017). Salah satu contoh daerah yang
menerapkan peraturan pendirian apotek adalah Kabupaten Bantul. Menurut Peraturan Bupati
Bantul Nomor 25 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pendirian dan penyelenggaraan apotek
baru berjarak paling sedikit 500 (lima ratus) meter dari apotek yang sudah ada tanpa
memandang wilayah desa (PerBup Bantul, 2012). Aturan pendirian apotek dengan jarak
minimal 500 meter ini juga terdapat dalam Kepmenkes RI No.278/Menkes/SK/V/1981,
namun sekarang peraturan tersebut sudah dihapuskan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat mengenai terjaminnya pelayanan kesehatan, terjadi peningkatan jumlah
penyelenggaraan sarana dan praktek pelayanan kesehatan (Sukamdi, et al., 2015).
Peningkatan yang pesat ini akhirnya menimbulkan kompetisi antar apotek dalam suatu
wilayah, lokasi dan jarak menjadi masalah utama dalam kompetisi ini (Community, et al.,
2017). Kompetisi yang ditimbulkan dapat bersifat positif maupun negatif. Dari PEMETAAN
APOTEK DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SERTA HUBUNGAN
KOMPETISI DENGAN OMSET, INOVASI, DAN KEPATUHAN APOTEK TERHADAP
REGULASI : STUDI DI KOTA YOGYAKARTA DESI DWI ASTUTI Universitas Gadjah
Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/ 2 segi positifnya, dengan
tingginya kompetisi antar apotek ini dapat menciptakan inovasi layanan baru maupun
tambahan pada suatu apotek sementara segi negatifnya membuat apotek menjadi tidak patuh
1 file:///C:/Users/Asuspc/Downloads/S1-2018-362480-introduction.pdf
terhadap regulasi yang ada karena apotek ingin tetap bertahan di tengah ketatnya kompetisi
yang ada. Adanya kompetisi yang tinggi mendorong apotek melakukan suatu inovasi. Inovasi
yang diciptakan oleh apotek biasanya merupakan layanan baru maupun layanan tambahan.
Inovasi yang diciptakan biasanya dikembangkan berdasarkan konstruksi sosial (Rogers &
Everett, 1995). Pengembangan inovasi yang dilakukan biasanya mengenai layanan kesehatan
dan apotek, seperti adanya konseling penggunaan dan pemantauan obat (Permenkes RI,
2016) hingga penerapan konsep swalayan pada apotek. Inovasi – inovasi yang diciptakan ini
bertujuan untuk menarik daya beli konsumen dan tentunya agar apotek tetap bertahan di
tengah kompetisi yang ketat. Tinggi kompetisi antar apotek juga menciptakan dampak negatif
yakni mengakibatkan penyalahgunaan wewenang profesi apoteker. Tidak sedikit apoteker
yang melakukan pelanggaran terhadap regulasi profesinya, apoteker melakukan dispensing
antibiotik dan obat keras tanpa menggunakan resep dokter (Al-Mohamadi, et al., 2013; Llor
& Cots, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh SA Bawazir pada tahun 1992, ada
sekitar 85,4% apoteker telah melayani pembelian obat antibiotik tanpa resep, dan sekitar 35%
melayani dispensing obat – obat non-OTC tanpa resep (Bawazir, 1992). Pembelian obat tanpa
resep akan berdampak buruk bagi pasien, misalnya saja pasien menjadi tidak patuh terhadap
pengobatan yang disarankan oleh dokter PEMETAAN APOTEK DENGAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS SERTA HUBUNGAN KOMPETISI DENGAN OMSET,
INOVASI, DAN KEPATUHAN APOTEK TERHADAP REGULASI : STUDI DI KOTA
YOGYAKARTA DESI DWI ASTUTI Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/ 3 (Al-Ghamdi, 2001). Untuk pengatasan masalah ini
diperlukan kemampuan komunikasi dari apoteker, dalam hal ini peran apoteker menjadi
sangat penting dalam menjamin keamanan penggunaan antibiotik. Penggunaan antibitok
maupun obat keras lainyang tidak mengikuti saran dokter dapat menyebabkan adverse effect
seperti resistensi, kegagalan terapi, dan efek toksik lain (WHO, 2000). Penelitian ini
membandingkan pengaruh tingkat kompetisi apotek terhadap kepatuhan regulasi pelayanan
apotek yang dipengaruhi oleh jarak dan rasio jumlah penduduk. Penelitian mengenai
pemetaan apotek dan analisa mengenai hubungan kompetisi dengan inovasi dan kepatuhan
apotek terhadap regulasi yang berlaku ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Pemetaan
apotek dan analisa mengenai hubungan kompetisi terhadap inovasi apotek dan kepatuhan
apotek terhadap regulasi yang ada bermanfaat untuk mengevaluasi tingkat kompetisi apotek
terhadap kepatuhan pelayanan kefarmasian terkait dengan pendirian apotek dengan
pengaturan jarak dan rasio jumlah penduduk. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan pula
untuk pemerataan fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah untuk
masyarakat Kota Yogyakarta. B. PERUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
1. Prosedur Perizinan Apotek Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau apoteker pengelola
apotek yang bekerjasama dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat, perlengkapan,
termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya. Surat izin apotek (SIA) adalah surat yang
diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik
sarana untuk membuka apotek di suatu tempat tertentu.
Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan
pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek
sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan,
Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi
dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4;
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh
Formulir Model APT- 5;
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai
POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12(dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat
Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6;
7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
8. Apabila Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud
wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara Apoteker dan pemilik sarana.
9. Pemilik sarana yang dimaksud ayat (8) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat sebagaimana dinyatakan
dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.
10. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan
atau persyaratan apotek, atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan maka Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangaka waktu selambat-lambatnya 12
(dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya,
dengan mempergunakan contoh formulir model APT-7.
Berikut flowchart tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002
Membuat surat permohonan memperoleh SIA yang ditandatangani oleh APA di atas
materai (Rp 6000,-)
Melengkapi surat tersebut dengan berkas-berkas lampiran sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan oleh
Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 atau adanya
tambahan lampiran yang diminta oleh Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten/Kota
Menyerahkan langsung permohonan SIA kepada Kadinkes Kabupaten/Kota dan
meminta tanda terimanya
Apoteker pemohon, hendaknya aktif memantau perjalanan dokumen permohonan SIA
tahap demi tahap
Apoteker pemohon, hendaknya kooperatif dan memenuhi persyaratan mengenai
berkas lampiran yang dibutuhkan oleh petugas
Pengalihan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA) dapat terjadi apabila APA
tidak bertindak sebagai Apoteker pada Apotek tersebut atau Apoteker meninggal dunia.
Aturan-aturan tentang pengalihan tanggung jawab tersebut dapat dilihat pada Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 24 adalah
sebagai berikut:
1. Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali
dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian
tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
2. Apabila pada Apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan
dimaksud ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan
kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika;
3. Pada penyerahan dimaksud ayat (1) dan (2), dibuat Berita Acara Serah Terima
sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan menggunakan contoh formulir Model APT. 11, dengan tembusan Kepala
Balai POM setempat.
2. Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud daiam ayat (1) huru'f (b), dapat dicairkan
kembali apabiia Apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14.
3. Pencairan Izin Apotek dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sotelah menerima laporan
pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan kab/Kota
disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek dengan tembusan kepada Menteri
dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan
Makanan setempat.
Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib
mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara
sebgai berikut:
1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat
lainnya dan seluruh resep yang tersisa di apotek.
2. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan
terkunci. Apoteker pengelola apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai
laporan inventaris.
2
KESIMPULAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Dalam upaya membuka apotek yang baru berdiri,
sering kali tertunda yang disebabkan oleh hal-hal kecil baik yang terdapat dalam proses
pemeriksaan kelengkapan sarana pendukung operasional apotek ataupun kelengkapan berkas
berkas lampiran dalam mengajukan permohonan SIA. Pengalihan tanggung jawab Apoteker
Pengelola Apotek (APA) dapat terjadi apabila APA tidak bertindak sebagai Apoteker pada
Apotek tersebut atau Apoteker meninggal dunia. Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 25. Keputusan pencabutan surat izin
apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan kab/Kota disampaikan langsung kepada apoteker
pengelola apotek dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila surat izin apotek
dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan
farmasinya.
2 http://www.mipa-farmasi.com/2016/09/prosedur-perizinan-apotek.html
DAFTAR PUSTAKA