Abstrak: Bhre Satya Palastra adalah drama yang diciptakan berdasar pada
perbedaan tokoh Menak Jingga dari cerita rakyat Darmawulan dibandingkan dengan
kondisi sosial dan politik pada masa kini. Naskah ini mengangkat kisah kematian
adipati setia akibat penguasa yang lalim. Naskah Bhre Satya Palastra ini diciptakan
dengan teori resepsi secara diakronik untuk mengolah data dan teori adaptasi untuk
proses penyaduran. Hasil akhir dari penciptaan ini berupa sebuah naskah drama
bertema kemenangan atas kematian.
Kata Kunci : Naskah drama, Bhre Satya Palastra, Menak Jingga, cerita rakyat,
resepsi, diakronik
Abstract: Bhre Satya Palastra is a play inspired from many version of Menak
Jingga’s character from Damarwulan folklore compared to the current social and
political conditions. The script tells about the death of a loyal right-hand man caused
by a corrupt ruler. Bhre Satya Palastra is created by using reception theory
diacronically to sort out the data and by using adaptation theory to trace the
adaptations. This research results in a playscript with the theme of winning over
death.
Key words : playscript, Bhre Satya Palastra, Menak Jingga, folklore, reception,
diachronic
34
35
Istilah latar (setting) dalam arti yang lain sehingga menjadi sebuah rangkaian
lengkap meliputi aspek ruang dan waktu utuh yang disebut sebagai naskah drama.
terjadinya peristiwa (Satoto, 1993). Latar 5. Secara Keseluruhan Disusun Ke Dalam
ruang merupakan aspek yang Sebuah Skenario
menggambarkan tempat terjadinya Jabrohim membagi proses tersebut
peristiwa dalam naskah. Latar waktu ke dalam dua tahap berikut:
merupakan aspek yang menunjukkan kapan a. Penempatan elemen bersama–sama ke
atau waktu terjadinya peristiwa dalam dalam skenario dasar (kasar) berupa
naskah. Sedangkan latar suasana outline naratif yang mengisahkan cerita
merupakan aspek suasana yang (story) drama itu.
membangun peristiwa dalam naskah. b. Menulis adegan itu sendiri lengkap
2. Penciptaan Tokoh dengan dialog dan petunjuk panggung
Informasi-informasi yang harus (stage direction) (2009).
tergambar dari tokoh yakni: nama, usia,
jenis kelamin, keadaan tubuhnya, ciri khas Tinjauan Cerita Rakyat Menak
wajah, status sosial, hubungan tokoh Jingga dalam Diakronik
dengan tokoh yang lainnya, dan juga Pada Menak Jingga Nagih Janji
karakter/sifat. Jika para tokoh sudah memiliki penggambaran sosok Menak
teridentifikasi secara tiga dimensional maka Jingga sebagai ksatria dan pahlawan. Hal ini
akan melahirkan tokoh yang dapat berkata terjadi karena lakon Menak Jingga Nagih
(dialog) dan berlaku (action) secara wajar Janji menjadi representasi kepercayaan
dalam sebuah penceritaan drama masyarakat Banyuwangi. Masyarakat
(Iswantara, 2016). Menurut Gorys Keraf Banyuwangi memiliki pandangan bahwa
dalam bukunya yang berjudul Argumentasi Menak Jingga merupakan tokoh protagonis
dan Narasi, gambaran mengenai karakter yang gagah, tampan, sakti mandraguna dan
dapat juga dicapai melalui tokoh atau layak untuk dijadikan pahlawan.
karakter lain yang berinteraksi dalam Pada versi novel Menak Jingga Sekar
pengisahan (2010). Kedaton (Hariadi, 2013) sangat berani
3. Penciptaan Konflik menghadirkan sosok Menak Jingga atau
Konflik yang melibatkan manusia, Bhre Wirabumi yang berbeda dengan versi
dan dengan demikian menjadi faktor utama Mataram. Bahkan Langit Kresna Hariadi
pertimbangan untuk mengangkat menunjukkan bahwa tokoh antagonisnya
permasalahan itu dalam sebuah narasi, bukanlah Menak Jingga seperti yang selama
dapat dibagi atas tiga macam, yaitu: konflik ini ada di cerita rakyat Damarwulan –
berupa pertarungan melawan alam, konflik Menak Jingga (2013). Sedangkan pada versi
berupa pertarungan antar manusia dengan babad, serat ataupun layang, secara garis
manusia, dan konflik dalam diri seseorang besar menggambarkan Menak Jingga
atau konflik batin (Keraf, 2010). sebagai sosok yang mengerikan. Penuh
4. Penciptaan Adegan amarah dan kejam. Buruk rupa serta
Adegan-adegan yang akan merugikan banyak orang, baik kerajaan
diciptakan pada mulanya disusun dalam Majapahit ataupun rakyat Blambangan.
treatment. Adegan merupakan bagian dari Penciptaan ketujuh karya sastra di atas dapat
keutuhan naskah yang memuat latar, tokoh, dilihat keberpihakan penulis. Dari segi
dialog dan juga petunjuk laku. Adegan penggambaran sosok Menak Jingga
diciptakan saling berhubungan satu sama utamanya. Pada versi Kethoprak dan Janger
misalnya. Kedua seni pertunjukan ini sama-
38
sama memiliki lakon tentang cerita rakyat Berdasarkan pada analisis yang telah
Damarwulan – Menak Jingga. Akan tetapi dilakukan, maka isi cerita mengalami
memiliki penggambaran sosok Menak penyaduran dari yang ada. Penyaduran
Jingga yang bertolak belakang. Jika dilihat dilakukan supaya menghadirkan cerita
dari segi isi cerita kedua versi ini tidak bahwa Menak Jingga tidak pernah
memiliki perbedaan yang signifikan, namun melakukan pemberontakan. Menak Jingga
perbedaan penggambaran sosok Menak hanyalah tokoh yang menjadi korban dari
Jingga sangatlah mencolok. nafsu manusia untuk memperoleh
Seni pertunjukan dapat menunjukkan kekuasaan.
budaya dan pandangan masyarakat dimana 3. Hasil
ia berada. Penulis karya sastra menjadi Naskah drama Bhre Satya Palastra
pembaca kebudayaan yang ada pada bercerita tentang seorang adipati bernama
zamannya. Versi-versi yang ada tidak dapat Bhre Satya yang dianggap memberontak
divonis mana yang benar dan yang salah. pada kerajaan Brang Kulon. Bhre Satya
Karena interpretasi penulis karya sastra kemudian terbunuh oleh pusakanya sendiri
sebagai pembaca kebudayaan dan sosial yang telah dicuri oleh Candra Laleyan yang
berbeda satu sama lainnya. bersekongkol dengan Bala Rodra. Setelah
kematian Bhre Satya ini, Widuraberjuang
Proses Penyaduran Isi Cerita untuk mengungkap kematian Bhre Satya.
1. Sumber Cerita Usaha Widura berbuah manis melalui
Menceritakan tentang Kencana bantuan dari Parusya. Widura laluberhasil
Wungu yang memerintahkan Damarwulan mengungkap bahwa Bhre Satyatidak pernah
untuk menumpas pemberontakan yang berniat untuk memberontak, semua isu yang
dilakukan oleh Menak Jingga. Namun telah menyebar merupakan siasat licik Ki
karena Menak Jingga memiliki kekuatan Ageng Candhala untuk menjadi penguasa di
yang luar biasa mengakibatkan Damarwulan kerajaan Brang Kulon. Widura kemudian
sulit untuk mengalahkan Menak Jingga. mengungkapkan kebenaran pada Ratu Ayu
Damarwulan kemudian merayu kedua istri Lembayung tepat sebelum Bala Rodra
Menak Jingga untuk mengetahui kelemahan dinobatkan sebagai adipati Brang Wetan.
Menak Jingga. Wahita dan Puyengan yang Ratu Ayu Lembayung lalu mengangkat
terlanjur jatuh hati pada paras tampan Widura sebagai adipati Brang Wetan,
Damarwulan akhirnya namun ditolak oleh Widura. Widura
memberitahukan kelemahan Menak Jingga. memilih untuk kembali ke desa sebagai
Yakni, dengan menggunakan Gada Wesi petani legen.
Kuning untuk membunuh Menak Jingga. 4. Judul
Gada Wesi Kuning merupakan pusaka milik Pada naskah drama yang akan
Menak Jingga. Karena perselingkuhan diciptakan tidak akan menekankan pada
kedua istri Menak Jingga tersebut, peristiwa kepahlawanan itu. Melainkan lebih
Damarwulan dapat mencuri Gada Wesi pada peristiwa kematian yang menyebabkan
Kuning dan mengalahkan Menak Jingga. terjadinya konflik. Dengan memperhatikan
Lalu menyerahkan kepala Menak Jingga hal tersebut, maka naskah drama yang akan
pada Kencana Wungu. Pada akhir cerita, diciptakan ini diberi judul Bhre Satya
Damarwulan menjadi raja Majapahit dan Palastra. Bhre Satya merupakan nama tokoh
menikahi Kencana Wungu, Anjasmara, utama. Palastra memiliki arti kematian.
Wahita dan Puyengan. Jadi, Bhre Satya Palastra berarti kematian
2. Proses Bhre Satya.
39
Jingga Kerajaan Majapahit. Pada cerita Rambat Bale merupakan pendapa kadipaten
rakyat Damarwulan – Menak Jingga Brang Wetan biasa digunakan untuk tempat
kerajaan Majapahit merupakan kerajaan rapat dan pertemuan petinggi kadipaten
yang memiliki daerah kekuasaan yang luas, Brang Wetan; Taman Tirta merupakan
termasuk di dalamnya adalah kadipaten taman yang memiliki pura disalah satu
Blambangan. Kerajaan Majapahit pada sudutnya yang ada di kadipaten Brang
cerita rakyat Damarwulan – Menak Wetan; dan Alun-alun merupakan sebuah
Jingga dipimpin seorang ratu bernama tanah lapang yang sangat besar, letaknya
Kencana Wungu. Sementara dalam naskah berada di depan istana kadipaten Brang
drama Bhre Satya Palastra, menjadi Wetan.
Kerajaan Brang Kulon. Penciptaan nama b. Teluk Pang-pang
Brang Kulon terinspirasi dari letak Latar tempat teluk Pang-pang
geografis Majapahit, yaitu berada di sebelah merupakan sebuah teluk yang berada di
barat Jawa Timur. Brang berasal dari kata bagian selatan kadipaten Brang Wetan.
sebrang yang berarti bagian. Sedangkan Pemberian nama teluk Pang-pang ini
Kulon berasal dari Bahasa Jawa yang berdasarkan pada nama wilayah yang dahulu
berarti Barat. Kerajaan Brang Kulon pernah ada di Banyuwangi. Kini daerah
menjadi simbol latar tempat yang memiliki tersebut memiliki nama Muncar. Teluk
arti kerajaan yang berada di sebelah barat. Pang-pang juga dijadikan sebagai tempat
Nama Brang Kulon mewakili penggambaran ibadah karena dianggap sakral dan
kerajaan Majapahit. bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pada cerita rakyat Damarwulan – c. Kediaman Bala Rodra
Menak Jingga kadipaten Blambangan Sebuah tempat tinggal yang terdapat
merupakan sebuah wilayah yang diberikan pendapa dan memiliki halaman yang luas.
kepada Menak Jingga sebagai hadiah Kediaman Bala Rodra terletak di desa
atas kemenangannya melawan Kebo Sembulung. Desa Sembulung letaknya
Marcuet. Dalam Bhre Satya Palastra, berada dipelosok dan sangat jauh dari istana
Kadipaten Brang Wetan merupakan nama kadipaten Brang Wetan. Penciptaan latar
yang diciptakan untuk mewakili wilayah tempat kediaman Bala Rodra digunakan
kadipaten Blambangan. Blambangan yang sebagai tempat terjadinya persekongkolan
terletak di sebelah timur di Jawa Timur Bala Rodra dengan Ki Ageng Candhala.
menginspirasi penciptaan nama Brang Pada naskah drama Bhre Satya
Wetan. Brang berasal dari kata sebrang yang Palastra latar waktu terjadinya peristiwa
berarti bagian dan wetan memiliki arti timur. masa kerajaan. Ketika terciptanya hukum
Secara keseluruhan, naskah drama berdasar pada keputusan seorang raja.
Bhre Satya Palastra ini menggunakan Sehingga benar dan salah tergantung
wilayah di kadipaten Brang Wetan sebagai pada kebijaksanaan seorang raja. Latar
latar tempat atau ruang, yaitu: waktu pada naskah drama Bhre Satya
a. Istana kadipaten Brang Wetan Palastra hanya akan menjelaskan bahwa
Istana kadipaten Brang Wetan ini peristiwa yang terjadi dalam naskah
terletak di pusat kadipaten Brang Wetan. merupakan masa pemerintahan Ratu Ayu
Pada istana ini memiliki beberapa bagian Lembayung pada kerajaan Brang Kulon dan
bangunan berdasarkan fungsinya, yaitu masa pemerintahan Bhre Satya di kadipaten
istana pusat sebagai tempat khusus untuk Brang Wetan.
adipati Brang Wetan; istana permaisuri Suasana dimulai dengan kerumitan
merupakan tempat tinggal permaisuri; mimpi yang menghantui Bhre Satya.
41
Kemudian berubah menjadi tegang karena statis, maka tokoh Bhre Satya termasuk ke
pertempuran. Latar suasana pada naskah ini dalam tokoh datar atau pipih.
menjadi semakin rumit ketika isu-isu tidak 2. Widura
benar yang dituduhkan kepada Bhre Satya Seorang abdi yang setia dan sakti. Ia
menyebabkan kebencian dan sudah tidak muda lagi tapi juga belum
persekongkolan. Akibatnya suasana menjadi terlalu tua. Memiliki sifat jenaka, gigih,
kacau tidak terkendali. Kemudian suasana sabar dan bijaksana. Namun ketika sedang
menjadi cair dengan percintaan yang marah ia menjadi sosok yang menakutkan.
berujung pada ketragisan karena Tokoh Widura menggambarkan seseorang
terbunuhnya Bhre Satya. Suasana beranjak yang tidak setuju pada tindakan
kembali pada ketegangan perjuangan menyimpang penguasa. Bahkan Widura
Widura mencari kebenaran yang berbuah berusaha untuk mengungkap kebenaran
kemenangan. Pada akhir cerita, latar suasana yang ada.
menjadi mengantung karena Widura pergi Widura menjadi tokoh andalan yang
setelah menolak titah Ratu Ayu Lembayung menjadi kepercayaan protagonis. Meski
dan hal tersebut membuat Ratu Ayu tidak menjadi tokoh utama, namun Widura
Lembayung menjadi bingung untuk menjadi tokoh yang membawa penyelesaian
memberi keputusan pada nasib Ki Ageng konflik. Tokoh Widura memberi gambaran
Candhala, Candra Laleyan dan Bala Rodra. lebih terperinci tentang protagonis. Dilihat
Namun cerita diakhiri dengan terbuka. dari perkembangan perwatakannya, Widura
merupakan tokoh datar karena tidak terjadi
Penciptaan Tokoh pengembangan perwatakan.
1. Bhre Satya 3. Ki Ageng Candhala
Seorang adipati yang masih muda, Seorang lelaki tua yang dianggap
tampan, gagah, dan bijaksana. Namun bijaksana oleh rakyat Brang Kulon,
karena kebaikan hatinya, membuat Ki berkedudukan sebagai mahapatih Brang
Ageng Candhala iri padanya yang Kulon, licik, kejam dan haus kekuasaan.
menyebabkan dirinya difitnah melakukan Ki Ageng Candhala digunakan untuk
pemberontakan. Tokoh Bhre Satya mewakili mencerminkan sosok pemimpin yang selalu
sosok pemimpin yang jujur dan setia namun haus akan kekuasaan dan harta.
menjadi kambing hitam dari pemimpin yang Sehingga ia melakukan
melakukan penyimpangan. Bhre Satya segala cara untuk memenuhi hasrat
memiliki ilmu kanuragan yang sangat sakti. tersebut. Berdasarkan pada kejiwaannya
Kelemahan Bhre Satya terletak pada tersebut, Ki Ageng Candhala menjadi
pusakanya, yaitu Gada Wesi Kuning. tokoh antagonis dalam naskah drama Bhre
Sehingga ia mudah dikalahkan oleh Candra Satya Palastra. Ki Ageng Candhala
Laleyan. menghasut semua orang untuk membenci
Tokoh Bhre Satya menjadi tokoh Bhre Satya. Dengan cara menyebarkan isu
sentral dalam naskah drama Bhre Satya bahwa Bhre Satya hendak melakukan
Palastra karena pada keseluruhan cerita pemberontakan pada Brang Kulon. Namun
Bhre Satya menjadi pusatnya. Bhre Satya Ki Ageng Candhala melakukannya dengan
merupakan tokoh protagonis yang menjadi halus, sehingga bagi rakyat Brang Kulon ia
peran utama atau merupakan pusat/sentral merupakan sosok patih yang bijaksana. Jika
cerita. Berdasarkan pada sifat dan karakter dilihat dari perubahan sifatnya, maka Ki
Bhre Satya yang tidak pernah berubah atau Ageng Candhala merupakan tokoh bulat
42
yang mengejutkan melalui perubahan Namun, Ratu Ayu Lembayung mudah untuk
sifatnya. dihasut. Pendiriannya mudah sekali
4. Candra Laleyan digoyahkan. Meskipun begitu, sebagai
Pemuda tampan yang berasal dari seorang ratu ia tetap memiliki wibawa tapi
desa ini mengabdikan dirinya di kerajaan kurang bijaksana dan kurang tegas.
Brang Kulon sebagai seorang pengurus Penciptaan tokoh ini untuk mewakili
kuda. Candra Laleyan juga memiliki sifat seorang pemimpin yang sebenarnya baik
yang licik, mudah terhasut, dan mudah namun kurang tegas, mudah dihasut dan
menyesal. Tokoh Candra Laleyan kurang bijaksana.
menggambarkan sosok yang tidak tahu 7. Parusya
sebab akibat dari suatu pertikaian atau Putri raja Klungkung yang cantik,
konflik, namun karena terhasut ia menjadi kasar dan pemarah. Parusya digambarkan
sangat bergejolak. Tokoh Candra Laleyan sebagai seorang putri raja yang penuh
ini mewakili masyarakat luas yang mudah dengan ambisi. Ia ingin menjadi permaisuri
terhasut dengan isu yang sedang satu-satunya di kadipaten Brang Wetan.
berkembang meski mereka tidak mengetahui Karena ambisinya tersebut, Parusya
kebenaran peristiwa yang terjadi. Dengan hampir tergoda pada Candra Laleyan
ketidaktahuan tersebut mereka menjadi yang berparas tampan dan menjanjikan
sosok yang mengerikan dan brutal. Parusya menjadi permaisuri nantinya.
Akibatnya pada naskah drama Bhre Satya Namun, Parusya tidak pernah berselingkuh
Palastra ini Candra Laleyan membunuh dan membeberkan kelemahan Bhre Satya.
Bhre Satya. Candra Laleyan juga termasuk Parusya mewakili penggambaran sosok
kedalam tokoh bulat karena perubahan wanita yang secara penampilan dianggap
wataknya yang mengejutkan dan tidak buruk namun nyatanya ia tidak sepenuhnya
terduga-duga. buruk. Tokoh Parusya merupakan tokoh
5. Bala Rodra bulat karena mengungkap watak yang tidak
Patih Brang Wetan yang kuat, sakti, terduga.
gagah dan perkasa. Memiliki sifat yang 8. Komala
kasar. Namun merupakan sosok yang sangat Putri raja Klungkung yang cantik,
peduli pada keadilan dan memiliki rasa lemah lembut, baik hati dan ramah. Komala
empati yang tinggi. Penciptaan tokoh Bala tidak memiliki ambisi apapun. Ketika
Rodra digunakan untuk menggambarkan Komala bertemu dengan Candra Laleyan
pihak yang sebenarnya memiliki loyalitas hatinya langsung berdegup dan menjadi
namun karena sesuatu hal menjadi kasmaran. Komala kemudian berselingkuh
berkhianat. dengan Candra Laleyan. Supaya dapat hidup
Pada naskah drama Bhre Satya bersama dengan Candra Laleyan, Komala
Palastra dapat dilihat melalui peristiwa Bala memberitahukan kelemahan Bhre Satya. Hal
Rodra yang berkhianat pada Bhre Satya tersebut yang mengakibatkan Bhre Satya
karena bersekongkol dengan Ki Ageng dapat dibunuh oleh Candra Laleyan. Tokoh
Candhala. Terlebih Ki Ageng Candhala Komala menggambarkan sosok istri yang
menjanjikan posisi sebagai adipati Brang tidak setia. Komala merupakan tokoh bulat
Wetan ketika Bhre Satya berhasil karena sifatnya mengalami perubahan dan
dimusnahkan. menghadirkan kejutan.
6. Ratu Ayu Lembayung 9. Pawitra
Seorang ratu dari kerajaan Brang Putri Ki Ageng Candhala yang
Kulon yang cantik dan mempesona. cantik, mungil dan lemah lembut. Pawitra
43
tidak memiliki ambisi menguasai seperti ketakutan yang selama ini dirasakan oleh
ayahnya. Ia sangat mencintai Candra Bhre Satya. Akibatnya banyak ketakutan
Laleyan dan ingin menikah dengan Candra Bhre satya untuk menyelesaikan kerusuhan
Laleyan. Hasrat ini membuat Pawitra yang terjadi di kadipaten Brang Wetan. Hal
memaksa Candra Laleyan untuk turut serta ini menjadi konflik yang sengaja diciptakan
melakukan penyerangan pada Bhre Satya. untuk menggambarkan kepedulian dan
Pawitra digunakan sebagai senjata oleh Ki kecintaan Bhre Satya pada rakyatnya.
Ageng Candhala untuk menghasut Candra Konflik selanjutnya yang terjadi
Laleyan. Akan tetapi Pawitra tidak adalah perselingkuhan Candra Laleyan
mengetahui hal tersebut. dengan Komala yang berakibat terbunuhnya
Bhre Satya. Candra Laleyan yang terhasut
Penciptaan Konflik oleh Ki Ageng Candhala kemudian
Naskah drama Bhre Satya Palastra menyamar sebagai prajurit kadipaten Brang
menggunakan konflik antar manusia dan Wetan. Dengan kekuatan mantra, Komala
juga konflik batin. Secara keseluruhan salah satu istri Bhre Satya menjadi jatuh hati
konflik yang terjadi akibat dari nafsu pada Candra Laleyan. Perselingkuhan
alamiah manusia untuk selalu menang dan merekapun terjadi. Komala memberitahukan
menjadi penguasa. Contoh konflik antar kelemahan Bhre Satya dan bekerja sama
manusia yang akan dipergunakan pada pula untuk mencurinya.
naskah drama Bhre Satya Palastra adalah Kematian Bhre Satya memunculkan konflik
ketika isu bahwa Bhre Satya memberontak baru yaitu kemarahan Widura. Sebagai
mulai menyebar. Meskipun tidak secara sosok yang pandai dan bijaksana, kemarahan
langsung dihadirkan, namun konflik ini Widura tidak meledak-ledak seperti tokoh
menjadi penyebab dari konflik-konflik yang Parusya. Widura menjalankan siasat untuk
terjadi selanjutnya. Bhre Satya dihantui mengetahui pembunuh Bhre satya dengan
hingga menjadi mimpi buruk. Kerusuhan cara menyebarkan isu bahwa arwah Bhre
terjadi di seluruh wilayah kadipaten Brang Satya gentayangan dan menuntut balas pada
Wetan. Sedangkan contoh kejadian yang pembunuhnya. Rupanya selain mengetahui
menggunakan konflik batin pada naskah pembunuh Bhre Satya, Widura juga
drama Bhre Satya Palastra terdapat pada menemukan kebenaran bahwa tuduhan
bagian ketika Bhre Satya terdiam pemberontakan Bhre Satya didalangi oleh
memikirkan kerusuhan yang terjadi di Ki Ageng Candhala.
kadipaten Brang Wetan. Bhre Satya merasa Konflik puncak terjadi di adegan
bersalah dan takut apa yang ia lakukan akhir. Adegan ketika Widura melakukan
merugikan orang lain. Sebagai seorang kesaksian dihadapan Ratu Ayu Lembayung.
adipati, Bhre Satya sampai tidak nyenyak Pada mulanya adegan ini hanyalah perang
tidur karena memikirkan cara mengatasi argumentasi antara Widura dengan Ratu
kerusuhan yang terjadi di kadipaten Brang Ayu Lembayung. Namun karena terpancing
Wetan. emosinya, Bala Rodra menjadi brutal dan
Pada prolog diawali dengan konflik bertarung dengan Widura. Pertarungan
pertempuran yang merupakan gambaran dimenangkan oleh Widura karena ia
mimpi Bhre Satya. Mimpi tersebut telah menggunakan keris milik Bhre Satya
datang berkali-kali. Mimpi Bhre Satya pemberian dari Ki Pamengger. Setelah
tentang pertempuran yang berakhir pada pertarungan tersebut, Widura semakin
kemenangannya namun banyak orang yang berani menyatakan pendapatnya dan
menjadi korban menjadi wujud dari menunjukkan bukti-bukti. Ratu Ayu
44