Penerbit
myowndramastory
Not So Tough Lady
Penerbit
myowndramastory
http://myowndramastory.blogspot.com
Desain Sampul:
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
2
Ucapan Terimakasih:
Shin Haido.
3
4
Not So Tough Lady – Chapter 1
~*~
5
jemarinya, dengan mulut tak kenal lelah untuk mengomel,
dan Bren mulai merapikan kembali kemeja, dan menarik
ikatan dasi di leher agar terlihat tanpa cela. Dengan gugup
dia menyisir rambutnya yang lurus, terpotong pendek, rapi,
dan Bren hampir tak tahu bagian mana dari penampilannya
yang harus diperbaiki lagi.
“Ting....” bunyi pintu lift terbuka.
Serentak dua puluhan pria dan wanita, pegawai yang
bekerja di lantai dua puluh tujuh perusahaan multi level itu
menunduk demi menyambut kedatangan Si Nyonya Besar,
Nyonya Magdalena Stuart. Wanita berkebangsaan Inggris ini
masuk diiringi Presiden Direktur Thomasson yang berjalan
pelan di belakangnya.
“Hm... bagus... Kalian sudah mengerti, jadi aku tidak
perlu mengomel panjang lebar lagi untuk meminta kalian
berbaris.”
Magdalena mengerling pada pegawai wanita dan pria
yang berdiri di sisi kanan dan kirinya. Memperhatikan
dengan seksama penampilan pegawainya dari sepatu hingga
ke ujung rambutnya.
“Kau, yang berbaju biru, rambutmu harus dirapikan
lagi, aku tak ingin melihat ponimu tergerai. Di sini bukan
pasar loak, ini adalah perusahaan multi nasional yang
beromset Milyaran Dollar. Jadi jangan main-main dengan
penampilanmu. Bersyukur kalian hanya bekerja di belakang
layar dan tidak bertemu klien, bila tidak, sudah kupecat
kalian semua,” bentak Magdalena angkuh.
Sebagian dari pegawai-pegawai itu mengkerut dan
sebagiannya lagi geram karena tidak menyukai
kesombongan Nyonya Besar mereka, namun tak ada
satupun pegawai yang berdaya untuk membantah karena
apa yang dikatakannya benar adanya. Bahkan Presiden
Direktur tidak berani membantah bila Nyonya Stuart telah
menitahkan perintahnya.
6
Bren, si pegawai baru yang bekerja di bagian kreasi
baru dan imajinatif produk unggul tidak mampu
menggerakkan lidahnya yang kelu. Dia bahkan tak berani
mengintip seperti apa wajah wanita yang suaranya begitu
menarik pendengarannya. Baru saat Magdalena berlalu dari
gerombolan itu, Bren mulai mengangkat kepala, mengagumi
bentuk tubuh Magdalena dari belakang.
Rekan kerjanya Sonny menegur, “Hati-hati dengan
wanita itu, dia akan memangsamu bila kau terlalu dekat
dengannya. Dia adalah wanita berhati dingin, bertangan besi
dan berdarah biru. Yang artinya, dia tidak akan menolehmu
sedikitpun sebagai manusia. Dia hanya melihat kita sebagai
investasi untuk perusahaan. Meski demikian, gaji di sini
bagus, kau hanya perlu menahan perasaanmu, maka dalam
setahun kau sudah bisa membeli sebuah apartemen di
kawasan elite, itupun bila kau senang menabung, yang
sayangnya banyak dari pegawai di sini gagal melakukannya.
Kau tahu mengapa?” tanya Sonny sarkastis.
“Mengapa?” tanya Bren sekenanya.
“Karena marketing perusahaan ini hebat. Mereka
memberikan diskon besar untuk para pegawai untuk
berbelanja di semua outlet perusahaan. Mall, restoran,
bioskop, wahana bermain, hingga bar, pub, diskotik. Lihat,
kan? Sebegitu kayanya keluarga Stuart ini dan mereka tahu
bagaimana cara memeras susu hingga tetes terakhir, bahkan
dari pegawainya sendiri. Berhati-hatilah. Aku sudah
memperingatkanmu.” Sonny kemudian pergi meninggalkan
Bren berdiri mematung memikirkan perkataan rekannya
barusan.
“Sekeramat itukah dia? Lebih baik aku tak mencari
masalah kalau begitu,” ujar Bren pada dirinya sendiri
kemudian berlalu kembali menuju ruangannya.
Di dalam kantor Presiden Direktur, Nyonya
Magdalena Stuart melepaskan jaket bulu tiruannya ke atas
7
sofa, dia adalah penyayang binatang dan tidak akan pernah
mengenakan jaket bulu dari bahan asli meskipun dia
sanggup untuk membelinya. Dia lalu duduk terpekur, lelah,
sebelum membuka topeng emosinya.
“Ah.... Aku sungguh kelelahan hari ini, Thomas.
Mengapa kau memanggilku ke sini, tidak bisakah kau
mengerjakannya sendiri?” tanya Magdalena pada
Thomasson.
“Nyonya, anda harus mencari asisten pribadi bila
tidak ingin terlalu kelelahan, anda tahu pekerjaan anda tidak
sedikit. Meskipun Tuan Besar sudah menyerahkan semua
masalah perusahaan kepada anda, tapi beliau masih selalu
memonitor setiap minggu. Beliau memarahiku karena
memberikan beban pekerjaan yang terlalu banyak padamu.
Bukankah tahun ini anda baru saja keluar dari rumah sakit?
Sakit anda akan kambuh bila anda kelelahan,” ujar
Thomasson cemas.
Dia mengkhawatirkan Boss Besarnya, orang yang
menolongnya dari keterpurukan sepuluh tahun yang lalu.
Perusahaan milik Thomasson bangkrut dan menyisakan
hutang-hutang milyaran rupiah yang tak sanggup
dibayarnya. Thomasson berhutang pada rentenir dan tak
mampu membayar hutang itu, bahkan anak gadisnya hampir
dijual oleh rentenir bila Magdalena dan Tuan Besar tidak
segera menolongnya. Sejak saat itulah Thomasson bertekad
untuk selalu mengabdi pada keluarga Stuart.
“Kau terlalu mencemaskanku, Thom. Aku akan baik-
baik saja, aku masih muda, masih kuat dan sanggup untuk
pekerjaan ini.” Magdalena mengerling, dia sangat suka
menggoda Thomasson, laki-laki berusia lima puluh tahun ini
kemudian salah tingkah dan mengelus kepalanya yang
hampir botak.
8
“Kau memang menyebalkan, sama seperti Loraine.”
Thomasson memutar meja dan duduk di kursi Presiden
Direktur.
“Hey... I will tell Loraine that you said She’s annoying,”
ancam Magdalena dengan sedikit tawa geli.
“You know i will die if you do that. She will kill me and
won’t let me come into our bed room for some couple weeks.
It’s hell for a husband being neglected by his wife.”
Thomasson tertawa mendengar leluconnya sendiri.
“That’s good... Kau tahu bila wanita itu tak boleh
dibantah, karena kalian para laki-laki akan kalah....” kata
Magdalena senang.
Thomasson berdiri lagi, dengan sebuah amplop tebal
di tangan, dia menghampiri Magdalena dan mengantarkan
wanita itu ke arah pintu.
“Kau hati-hati di jalan, see you on saturday night.
Loraine memasak ribs kesukaanmu. Ajaklah seseorang bila
Tuan besar tak bisa ikut, you need some refreshment. Enjoy
your life Lena, forget the past. You deserved better than that.”
Thomasson memeluk Magdalena dan mengantarkan
wanita itu menuju lift, dalam perjalanan, Presiden Direktur
Thomasson memanggil salah seorang pegawai pria yang
kebetulan baru saja keluar dari ruangannya.
“Hey, kau. Come here!” panggilnya pada pegawai itu.
Dengan setengah enggan, pegawai pria itupun
menuruti perintah atasannya.
“Yes, Sir.”
“Siapa namamu?” tanya Thomasson.
“It’s Bren, Sir. Bernard Bram,” jawab Sonny tanpa
berani menolehkan pandangannya pada Nyonya Besar. Dia
terlalu takut untuk memulai perseteruan dengan pemilik
perusahaan tempatnya bekerja.
9
Thomasson mengerutkan keningnya mendengar
nama Bren yang berbeda dengan nama panjangnya, “Ok, kau
bawakan amplop ini ke bawah menuju mobil Nyonya Stuart.
Dan bawa barang-barangnya. Lakukan apapun yang dia
perintahkan. Kau tak perlu kembali lagi ke kantor,
kembalilah besok,” ujar Thomasson yang kemudian
mencium kedua belah pipi Magdalena.
“Remember what i said, take a rest. You need it.”
Magdalena hanya mendengus kecil menanggapi
pernyataan Thomasson. Dia kini berada di dalam lift
sementara Bren berdiri di belakangnya dengan amplop tebal
di tangan dan tas jinjing Magdalena yang diapitnya di
lengan.
Selama satu menit yang panjang ruangan di dalam lift
itu hening, tak ada yang berbicara. Bren terlalu sibuk
memilah-milah pikirannya yang kacau. Dia mengantisipasi
pertanyaan yang mungkin dilontarkan Nyonya Besar
padanya. Maka tubuhnya sedikit terkaget tatkala Magdalena
menanyakan namanya.
“What’s your name again?” tanya Magdalena pada
Bren.
“It’s Bren, Mam. Bernard Bram,” jawab Bren gugup.
Tak ada tanggapan dari Magdalena, kata-kata yang
terucap dari mulutnya seolah telah diukur untuk seperlunya
saja. Tak lama kemudian mereka telah tiba di parkiran lobi.
Magdalena berjalan di depan bagai Ratu dengan dagu
mendongak tinggi, mencerminkan status sosial wanita itu di
hadapan orang-orang yang menunduk memberi hormat atau
sekedar menganggukkan kepala padanya. Sedangkan Bren
yang berjalan pelan di belakangnya hanya memandang
takjub dengan apa yang sedang disaksikannya.
“Wanita ini luar biasa. Meski mungkin dia bertangan
besi, berhati dingin atau entah sebutan apalagi yang telah
10