Anda di halaman 1dari 10

PEMODELAN KETIDAKSTABILAN KAMERA DAN GERAKAN

PESAWAT PADA SAAT PEMOTRETAN


FOTO UDARA FORMAT KECIL

Harintaka1, Subaryono2, Adhi Susanto3, Hartono4


1,2
Jurusan Teknik Geodesi, FT-UGM. JL.Grafika 2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
3
Jurusan Teknik Elektro, FT-UGM. JL.Grafika 2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
4
Fakultas Geografi UGM. Sekip Utara, JL. Kaliurang, Bulaksumur, Yogyakarta 55281

INTISARI

Foto Udara Format Kecil (FUFK) memiliki beberapa keunggulan, antara lain: biaya
operasional yang murah, peralatan mudah diperoleh, dan cepat untuk mendapatkan data. Pada
batasan tertentu, FUFK potensial dimanfaatkan untuk penyediaan data spasial, antara lain
berupa: foto udara, ortofoto, mosaik ortofoto, dan peta garis. Tetapi FUFK memiliki kelemahan
utama pada sistem pencitraan atau sistem kameranya yang menggunakan kamera non metrik.
Sistem kamera FUFK sangat potensial memiliki distorsi geometrik dan ketidakstabilan
parameter instrinsik kamera. Ketidakstabilan kamera berarti perubahan nilai instrinsik kamera,
sedangkan gerakan pesawat adalah perubahan posisi dan orientasi pusat proyeksi kamera setiap
pemotretan. Gerakan pesawat yang relatif tidak konstan ini disebabkan oleh penggunaan
pesawat ultralight. Pada makalah ini dikaji pemodelan ketidakstabilan kamera menggunakan
cara kalibrasi kamera, sedangkan gerakan kamera menggunakan algoritma perpotongan
kebelakang atau space resection (SR).
Tahapan studi mencakup kalibrasi sistem kamera FUFK dan hitungan SR. Jika hasil in-
field calibration tidak berbeda signifikan dengan hasil in-flight calibation maka kamera non
metrik yang digunakan memiliki stabilitas baik. Hitungan SR dapat dilakukan mandiri untuk
setiap foto atau serempak (simultan) untuk muti foto. SR untuk foto tunggal memerlukan
minimal 3 TKT 3D (Titik Kontrol Tanah Tiga Dimensi). Untuk 1 blok daerah yang terdiri
banyak foto, maka akan efisien jika dilakukan hitungan SR secara simultan atau triangulasi
udara.
Hasil kajian menunjukkan bahwa nilai instrinsik kamera dalam 1 sesi pemotretan
cenderung tetap, tetapi antar sesi yang berbeda (sesi in-field dan in-flight) nilainya dapat
berbeda. Rata-rata variasi beda tinggi pemotretan terhadap tinggi pemotretan adalah 1,7%.
Untuk arah absis (X) atau sepanjang jalur terbang kecepatan pesawat stabil sepanjang jalur
terbang, untuk arah ordinat (Y) jalur terbang tidak konstan/lurus dan sangat potensial
menyebabkan gap antar jalur terbang, sehingga toleransi sidelap harus diperbesar pada tahap
perencanaan pemotretan.
Kata kunci: Foto Udara Format Kecil (FUFK), kamera non metrik, space resection (SR),
kalibrasi kamera, ketidakstabilan (instability) kamera, gerakan pesawat.

PENGANTAR
Pada dasarnya, teknologi FUFK adalah menghasilkan foto udara dengan
menggunakan kamera non metrik/kamera amatir (kamera yang tidak didesain untuk
keperluan pemotretan udara) dan menggunakan pesawat ringan (ultralight). Warner et
al (1996) mengklasifikasikan jenis kamera berdasarkan ukuran film/frame dan panjang
fokus kamera dalam 3 golongan, yaitu: kamera format standar, format medium, dan
format kecil. Kamera format kecil memiliki ukuran film/frame sekitar 24 mm x 36 mm
dengan panjang fokus 35 mm, dapat berupa kamera analog atau digital. Kamera format
kecil ini sistem lensanya tidak didesain untuk keperluan pemetaan sehingga disebut
kamera non metrik dan harganya relatif murah, tetapi sangat potensial memiliki distorsi
geometri.
Distorsi geometrik pada FUFK cenderung lebih kompleks daripada foto udara
standar (foto udara metrik), dan secara spesifik dapat dikelompokkan dalam 2 kondisi,
yaitu kondisi intrinsik dan kondisi proses. Kondisi intrinsik disebabkan oleh nilai
intrinsik dan stabilitas sistem lensa. Dalam komunitas fotogrametri, nilai intrinsik lebih
dikenal sebagai parameter orientasi dalam (IOP, interior orientation parameter). Dan
umumnya ditentukan dengan cara kalibrasi kamera.
Kondisi proses yang disebabkan oleh operasional penggunaan pesawat ringan
untuk pemotretan. Jenis pesawat ini sangat dipengaruhi oleh kondisi angin dan
ketidaksinkronan antara saat pemotretan dan kecepatan pesawat yang menyebabkan
posisi (X, Y, Z) dan orientasi (ω, ϕ, κ) kamera pada saat pemotretan yang dapat sangat
bervariasi antar foto. Kondisi proses pemotretan ini dapat menyebabkan: variasi skala
yang beragam antar foto, ketidakteraturan pertampalan (overlap) foto udara baik ke arah
jalur terbang dan antar jalur terbang, dan rasio B/H (Base/Height Ratio).

METODOLOGI
Kalibrasi kamera
Kalibrasi kamera ditujukan untuk memodelkan dan menentukan nilai distorsi
dan konstanta sistem optik yang ada pada kamera. Pada terminologi fotogrametri,
parameter distorsi dan konstanta tersebut disebut parameter orientasi dalam, yang terdiri
atas (Wolf, 1983): panjang fokus, distorsi radial, distorsi tangensial, dan posisi titik
utama (principal point) yang diukur terhadap origin sumbu x dan y sistem koordinat
foto/citra.
Terdapat berbagai macam teknik kalibrasi kamera, secara operasional teknik
kalibrasi kamera dilakukan dengan 3 cara (Stensaas, 2007): in-laboratory, in-field, dan
in-flight. Teknik kalibrasi in-laboratory menggunakan peralatan multikolimator atau
goniometer. Teknik kalibrasi in-field menggunakan target dan parameter kalibrasi
kamera dihitung menggunakan metode Bundle Adjustment, Plumb Line, atau DLT
(Direct Linear Transform). Teknik kalibrasi in-flight dilakukan pada saat pemotretan
udara di lapangan dan parameter kalibrasi kamera dihitung menggunakan metode BASC
(Bundle Adjustment with Self Calibration). Algoritma teknik BASC pada dasarnya
merupakan perluasan dari persamaan kolinier:

(r11( X i − Tx) + r21(Yi − Ty) + r31(Zi − Tz)


xi = xo − f + ∆x
(r13 ( X i − Tx) + r23 (Yi − Ty) + r33 (Zi − Tz)
(r12 ( X i − Tx) + r22 (Yi − Ty ) + r32 ( Z i − Tz )
yi = y o − f + ∆y ______________ (1)
(r13 ( X i − Tx) + r23 (Yi − Ty ) + r33 ( Z i − Tz )

dan
∆x = ∆x Distorsi _ Radial + ∆x Distorsi _ Decentring
∆y = ∆y Distorsi _ Radial + ∆y Distorsi _ Decentring ________________________________ (2)

dalam hal ini:


X i , Yi , Z i : koordinat titik i pada sistem koordinat peta/tanah
xi , yi : koordinat titik i pada sistem koordinat foto
xo , yo : offset titik pusat proyeksi kamera
f : fokus kamera
Tx, Ty, Tz : koordinat titik pusat proyeksi kamera
r11 ,...,r33 : elemen matriks rotasi, yang merupakan fungsi dari ω, ϕ, κ

Posisi dan Orientasi Kamera


Perpotongan kebelakang atau space resection pada intinya adalah menentukan
parameter orientasi (ω, ψ, κ) dan posisi pusat proyeksi (Tx, Ty, Tz) kamera. Gambar 1
menunjukkan prinsip perpotongan kebelakang yang memerlukan minimal 3 buah titik
yang diketahui koordinat peta (titik A, B, C) dan koordinat fotonya (titik a, b, c). Bila
telah diketahui 6 buah parameter orientasi dan posisi pusat proyeksi sensor/kamera pada
saat pemotretan maka dengan menggunakan persamaan (3), setiap obyek pada citra
dapat dihitung koordinat petanya, tentu saja harus diketahui tinggi obyek di permukaan
tanah terhadap bidang referensi.
Perpotongan kebelakang pada prinsipnya dikembangkan dari persamaan
kolinier. Persamaan kolinier menyatakan bahwa titik obyek di permukaan tanah,
bayangannya di citra, dan pusat proyeksi terletak pada satu garis lurus (Wolf, 1983).
Pada Gambar 1 ditunjukkan oleh titik B (di permukaan tanah), titik b (pada bidang
citra), dan O (pusat proyeksi) yang terletak pada satu garis lurus.

Z 0 (Tx,Ty,Tz)
-f Bidang Foto
c b
a (xb,yb,-f)

Y Tz

B
C (XB,YB,ZB)
Tx
Permukaan Bumi
A Ty
X

Gambar 1. Kondisi Kolinier dan Perpotongan Kebelakang (Harintaka, 2003)

Jika nilai offset pusat proyeksi foto dan distorsi lensa sama dengan nol, maka inversi
persamaan kolinier (persamaan (1)) adalah (JARS, 1993):

(r11 xi + r12 yi − r13 f )


Xi = ( Z i − Tz ) + Tx
(r31 xi + r32 yi − r33 f )
(r x + r y + r f )
Yi = 21 i 22 i 23 ( Z i − Tx ) + Ty ______________________________ (4)
(r31 xi + r32 yi + r33 f )

Pelaksanaan
Peralatan yang dipergunakan pada penelitian ini terdiri dari: pesawat ultralight
single engine, kamera digital tipe SLR fixed zoom beserta dudukannya, dan alat ukur
terestris Total Station. Adapun bahan yang dipergunkan terdiri atas: titik target premark
yang terbuat dari kayu yang dicat putih dan target yang dipasang pada dinding.
Secara detail, pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Pertama-tama
didesain target untuk kalibrasi kamera. Target untuk kalibrasi ada 2 macam, target yang
ditempatkan di dinding untuk kalibrasi in-field (Gambar 3.b) dan target yang berupa
premark (Gambar 3.a) yang akan digunakan untuk kalibrasi in-flight.
Untuk kalibrasi in-field, dilakukan 3 sesi pemotretan. Konfigurasi target dan
visualisasi posisi kamera saat pemotretan dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk kalibrasi
in-flight, dari serangkaian foto diambil 2 foto untuk proses kalibrasi. Visualisasi
kedudukan kamera saat pemotretan dapat dilihat pada Gambar 5.b.

Model IOP
Desain dan kalibrasi Sistem FUFK in-field

ƒ Perencanaan pemotretan udara


Pengukuran ƒ Desain dan penempatan premark (TKT)
Terestris Total
Station (TS)
Pelaksanaan pemotretan udara

Foto Udara Format Kecil (FUFK)


Koreksi dan
Foto Foto …….
Hitungan Data
udara1 udara2

Titik Kontrol ƒ Hitungan perpotongan kebelakang (SR)


(X,Y, Z) ƒ Parameter gerakan pesawat

ƒ Model IOP dan ketidakstabilan kamera


ƒ Model gerakan pesawat (posisi dan orientasi)
kamera pada setiap foto

Gambar 2. Kondisi kolinier dan perpotongan kebelakang (Harintaka, 2003)

a b c

Gambar 3. Pemasangan target untuk in-flight (a) dan in-field calibration (b), serta alat
TS untuk pengukuran posisi premark (c).

Sebelum dilaksanakan pemotretan udara, terlebih dahulu ditentukan dan


dipasang titik premark (Gambar 3.a) dan posisi 3D titik premark ini diukur dengan
menggunakan alat Total Station (Gambar 3.c). Berdasarkan posisi beberapa titik
premark ini, dilakukan hitungan nilai instrinsik kamera dan sekaligus hitungan
pemotongan kebelakang (SR) menggunakan persamaan (1).
a a a b

Gambar 4. Target untuk in-field (a) dan visualiasi kamera saat pemotretan (b).

a a b

Gambar 5. Distribusi target premark untuk in-flight (a) dan visualisasi posisi kamera
saat pemotretan (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Model Ketidakstabilan Kamera
Kestabilan atau ketidakstabilan parameter instrinsik kamera non metrik yang
digunakan dimodelkan dengan cara kalibrasi kamera. Pada dasarnya, kalibrasi
dipergunakan untuk menghitung nilai instrinsik kamera dan jika dilakukan dalam 2
epoch maka dapat dikaji kestabilannya.
Pada Gambar 6 disajikan grafik nilai instrinsik kamera untuk 2 epoch kalibrasi,
cara in-flight (Gambar 6.a) dan in-field (Gambar 6.b). Berdasarkan gambar tersebut,
dalam 1 sesi kalibrasi terlihat bahwa nilai IOP tetap, baik sesi in-field maupun in-flight.
Tetapi, nilai IOP antar sesi berbeda. Meskipun fraksi perbedaannya cukup kecil, sekitar
10-2 – 10-1 mm, tetapi dalam fotogrametri hal ini dapat menyebabkan hal yang cukup
serius, terutama pada skala menengah. Perlu diingat bahwa pada FUFK umumnya
menggunakan kamera non metrik dengan ukuran frame maksimal 24 x 36 mm dengan
fokus antara 24-36 mm dan dimensi CCD antara 5-10 micron, tinggi terbang 800 – 1000
m diatas permukaan tanah, sehingga skala empirik sekitar 1:20.00-1:40.000, tetapi
dengan nilai GSD antara 10 - 20 cm.
24.1160 24.1160
24.3651 24.1160
24.3651
25 25

20 20

15 15

10 10
-0.0513 0.0270
-0.0701 -0.0291
5 5 0.0270
-0.0513 0.0270 -0.0291
0 -0.0701 0 -0.0291
-5 -5
f (mm) f (mm)
xo (mm) xo (mm)
yo (mm) a yo (mm) b

Gambar 6. Nilai instrinsik kamera pada teknik kalibrasi in-flight (a) dan in-field (b)

Model Gerakan Kamera


Pada Gambar 7 disajikan visualisasi posisi pusat proyeksi (Tx,Ty,Tz) semua
foto per- jalur terbang. Terdapat pola yang seragam untuk setiap posisi X, Y, dan Z.
Untuk arah X atau sepanjang jalur terbang (Gambar 7.a), grafik cenderung tidak linier
dengan slope/kemiringan positif dan negatif. Untuk grafik dengan slope positif
menujukkan arah jalur terbang dari B-T (Barat ke Timur), sedangkan slope negatif
menunjukkan arah jalur terbang dari T-B (Timur ke Barat).
Untuk arah Y atau antar jalur terbang, (Gambar 7.b) menunjukkan pola yang
sama, cenderung tidak lurus. Perlu diingat, pada gambar tersebut julat grafik cukup
lebar, sekitar 200 m. Ini mengindikasikan bahwa gerakan pesawat relatif kurang stabil
pada arah utara untuk setiap jalur terbang. Ini dapat disebabkan oleh adanya cross wind,
sehingga jalur terbang tidak lurus, dan ini sangat potensial menyebabkan gap (area yang
tidak terpotret) antar jalur terbang, sehingga toleransi sidelap harus diperbesar pada
tahap perencanaan pemotretan.
Untuk arah Z atau tinggi terbang saat pemotretan (Gambar 7.c), grafik rekaman
pola naik-turun. Dalam fotogrametri, perubahan ketinggian terbang dapat menyebabkan
perbedaan skala pemotretan dan cakupan daerah pemotretan. Jika tinggi terbang naik,
maka skala makin kecil dan cakupan pemotretan juga makin kecil. Rata-rata tinggi
terbang hitungan SR adalah 981,76 meter, rata-rata selisih tinggi setiap foto terhadap
rata-rata tinggi terbang 16,6 meter, sehingga dapat dihitung perbedaan tinggi terbang
tersebut adalah 1.7%. Nilai ini cukup bagus, mengingat beberapa spesifikasi pemotretan
udara memberikan toleransi perbedaan tinggi terbang sekitar 10%.
Posisi Absis pada 6 Jalur Terbang

463,500

463,000

462,500
Absis (X) (m)

462,000

461,500

461,000

460,500

460,000
0 5 10 15 20 25
Nomor Foto

Run 1 Run 2 Run 3 Run 4 Run 5 Run 6

(a). Posisi absis (X) pusat proyeksi setiap foto pada 6 jalur terbang

Posisi Ordinat pada 6 Jalur Terbang

9,140,400
9,140,200
9,140,000
9,139,800
Ordinat (Y) (m)

9,139,600
9,139,400
9,139,200
9,139,000
9,138,800
9,138,600
9,138,400
9,138,200
0 5 10 15 20 25
Nomor Foto

Run 1 Run 2 Run 3 Run 4 Run 5 Run 6

(b). Posisi ordinat (Y) pusat proyeksi setiap foto pada 6 jalur terbang

1,060

1,040

1,020
Tinggi Terbang (m)

1,000

980

960

940

920
0 5 10 15 20 25
Nomor Foto

Run 1 Run 2 Run 3 Run 4 Run 5 Run 6

(c). Posisi ketingian (Z) pusat proyeksi setiap foto pada 6 jalur terbang

Gambar 7. Posisi (X,Y,Z) pusat proyeksi semua foto per- jalur terbang

Orientasi kamera saat pemotretan


Pada Gambar 8 disajikan visualisasi nilai orientasi kamera saat pemotretan hasil
hitungan SR untuk 6 jalur terbang. Terdapat 3 komponen orientasi kamera, yaitu ω
(orientasi terhadap sumbu X), ϕ (orientasi terhadap sumbu Y, dan κ (orientasi terhadap
sumbu Z). Dari 3 kompenen tersebut, yang menunjukkan tegak atau miringnya foto
hanya nilai ω dan ϕ, sedangkan κ menujukkan orientasi arah terbang.
Pada Gambar 8, untuk semua jalur terbang, nilai κ berkisar sekitar +96 derajad
atau -96 derajad. Nilai +96 derajad menunjukkan arah jalur terbang B-T, sedangkan
nilai -96 derajad menunjukkan arah jalur terbang T-B. Untuk semua jalur terbang, rata-
rata nilai ω adalah ±4.8 derajad, yaitu miring ke arah utara atau selatan. Jika nilainya (+)
miring ke arah selatan, dan (–) miring ke arah utara. Untuk semua jalur terbang, rata-
rata nilai ϕ adalah ±2.6 derajad, yaitu ke arah timur atau barat. Jika nilainya (+) miring
ke arah barat, dan (–) miring ke arah timur.

Orientasi Setiap Foto pada Jalur Terbang 1 Orientasi Setiap Foto pada Jalur Terbang 2

120 120

100 100

80 80
Orientasi (deg)

Orientasi (deg)

60 60

40 40

20 20

0 0
0 5 10 15 20 25 20 25 30 35 40 45
-20 -20
Nomor Foto Nomor Foto

Sumbu X (ɷ) Sumbu Y (Φ) Sumbu Z (κ) Sumbu X (ɷ) Sumbu Y (Φ) Sumbu Z (κ)

(a). Jalur terbang 1 dan 2


Orientasi Setiap Foto Pada Jalur Terbang 3 Orientasi Setiap Foto Pada Jalur Terbang 4

20 140

0 120
40 42 44 46 48 50 52 54 56 58 60
100
-20
Orientasi (deg)

Orientasi (deg)

80
-40
60
-60
40
-80
20
-100 0
60 62 64 66 68 70 72 74 76 78
-120 -20
Nomor Foto Nomor Foto

Sumbu X (ɷ) Sumbu Y (Φ) Sumbu Z (κ) Sumbu X (ɷ) Sumbu Y (Φ) Sumbu Z (κ)

(b). Jalur terbang 3 dan 4


Orientasi Setiap Foto Pada Jalur Terbang 5 Orientasi Setiap Foto Pada Jalur Terbang 6

120 40

100 20

0
80
95 100 105 110 115 120
Orientasi (deg)

Orientasi (deg)

-20
60
-40
40
-60
20
-80

0 -100
75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95
-20 -120
Nomor Foto Nomor Foto

Sumbu X (ɷ) Sumbu Y (Φ) Sumbu Z (κ) Sumbu X (ɷ) Sumbu Y (Φ) Sumbu Z (κ)

(c). Jalur terbang 5 dan 6

Gambar 8. Orientasi setiap kamera saat pemotretan per jalur terbang

Berdasar Gambar 8 dan nilai rata-ratanya, maka kemiringan ω lebih besar


daripada ϕ, sehingga ini potensial menyebabkan gap (area yang tidak terpotret) antar
jalur terbang, sehingga toleransi sidelap harus diperbesar pada tahap perencanaan
pemotretan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil kajian, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai IOP atau nilai instrinsik kamera dalam 1 sesi pemotretan cenderung tetap, tetapi
antar sesi yang berbeda (sesi in-field dan in-flight) nilainya berbeda.
2. Rata-rata variasi beda tinggi pemotretan terhadap tinggi pemotretan (Z) adalah
1,7%.
3. Untuk arah X atau sepanjang jalur terbang, grafik cenderung linier dengan slope
konstan yang mengindikasikan kecepatan pesawat stabil sepanjang jalur terbang.
4. Untuk posisi Y, jalur terbang tidak konstan/lurus, dan ini sangat potensial
menyebabkan gap (area yang tidak terpotret) antar jalur terbang.
5. Rata-rata nilai orientasi pada sumbu X dan Y sebesar ω=4.8o dan ϕ=2.6o
menunjukkan potensi gap (area yang tidak terpotret) sehingga direkomendasikan
toleransi sidelap harus diperbesar pada tahap perencanaan pemotretan FUFK.
Saran yang dapat diberikan adalah perlu kajian yang lebih mendalam dalam
menentukan nilai IOP kamera non metrik dan stabilitasnya, terutama pada aspek:
jumlah pemotretan dan konfigurasi titik pemotretan yang konvergen, penambahan
parameter distorsi radial dan tangensial, serta kajian pembuatan model stereo untuk
melihat nilai paralaks-nya.

DAFTAR PUSTAKA
Harintaka, 2003, Penggunaan Persamaan Kolinier Untuk Rektifikasi Citra Satelit SPOT
Secara Parsial, Media Teknik, Edisi Mei, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada
JARS, 1993, Remote Sensing Note, Japan Association on Remote Sensing, Nihon
Printing Co. Ltd, Japan.
Stansaas, G. L., 2007, US Geological survey Digital aerial mapping camera
certification and quality assurance plan for digital imagery, Photogrammetric
Week 2007, http://www.ifp.uni-stuttgart.de/publications, diakses tanggal 10
Januari 2008
Warner, W. S., Graham, R. W., and Read, R. E., 1996, Small Format Aerial
Photography, ISBN 1-870325-56-7, Whittles Publishing, Scotland, UK.
Wolf, P.R., 1983, Elements of Photogrammetry, 2nd edition, McGraw-Hill Book
Company, USA

Anda mungkin juga menyukai