Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika

TINJAUAN PUSTAKA e-ISSN: 2615-3874 | p-ISSN: 2615-3882

Aspek Klinis dan Tatalaksana Bayi dengan Ibu Penderita


HIV/AIDS

Tita Menawati Liansyah

Bagian Family Medicine, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

ABSTRAK
HIV merupakan suatu infeksi oleh retrovirus yang masih menjadi salah satu
Kata Kunci: permasalahan global hingga saat ini. Transmisi perinatal berperan sekitar 50-80%
Bayi, terjadinya penularan HIV baik intrauterin, melalui plasenta, selama persalinan
Ibu penderita HIV, melalui pemaparan dengan darah atau sekret jalan lahir, maupun yang terjadi
Zidovudine setelah lahir melalui ASI. Pada bayi sehat namun ibu terinfeksi HIV, dilakukan
uji virologi saat usia 6 minggu dan segera diberikan terapi zidovudine sebagai
profilaksis.

Korespondensi: titamenawati@gmail.com (Tita Menawati Liansyah)

ABSTRACT
HIV is an infection by retroviruses that is still one of the global problems to this
Keywords: day. Perinatal transmission (about 50-80% of HIV transmission) either through
Babies, intrauterine, placenta, during delivery through exposure to blood or secretions
mothers with HIV, of the birth canal, as well as those that occur after birth through breast milk. In
zidovudine healthy infants but mothers infected with HIV, virological testing is done at the
age of 6 weeks and immediately given zidovudine therapy as prophylaxis.

32 | J. Ked. N. Med | VOL. 1 | NO. 4 | Desember 2018 |


PENDAHULUAN Setelah HIV menginfeksi seseorang, kemudian

H
terjadi sindrom retroviral akut semacam flu disertai
IV (Human Immunodeficiency Virus)
viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3
merupakan suatu infeksi oleh retrovirus
minggu. Pada masa serokonveksi yang terjadi 1-3
yang menginfeksi dan mengganggu fungsi
bulan setelah infeksi, tidak dijumpai tanda – tanda
sel sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan
khusus karena penderita HIV tampak sehat dan tes
melemahnya sistem pertahanan tubuh manusia.1
HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini,
HIV menyerang sel - sel sistem kekebalan
tahap ini disebut juga periode jendela. Kemudian
tubuh manusia terutama sel-T CD4+ dan makrofag
dimulailah infeksi HIV asimtomatik yaitu masa
yang merupakan sistem imunitas seluler tubuh.
tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan
HIV dapat merusak banyak sel CD4 sehingga
CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun
kekebalan tubuh semakin menurun dan tidak dapat
berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/
melawan infeksi dan penyakit sama sekali, infeksi
tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata – rata
ini akan berkembang menjadi AIDS (Acquired
masa infeksi HIV menjadi AIDS membutuhkan waktu
Immunodeficiency Syndrome).2-4
sekitar 8 – 10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan
HIV masih menjadi salah satu permasalahan
mencapai <200 sel/ml. Setelah masa tanpa gejala
global hingga saat ini. Data World Health Organization
akan timbul gejala pendahuluan yang kemudian
(WHO) hingga akhir tahun 2017 melaporkan terdapat
diikuti oleh infeksi oportunistik, dengan adanya
sekitar 36,9 juta orang dengan HIV/AIDS, 940.000
infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit HIV
kematian karena HIV, dan 1,8 juta orang terinfeksi
telah memasuki stadium AIDS.7
baru HIV atau sekitar 5000 infeksi baru per harinya.
Mengingat jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia
meningkat sesuai dengan estimasi Departemen PENULARAN HIV
Kesehatan Republik Indonesia, setiap tahun terdapat Transmisi HIV secara umum dapat terjadi
9000 hamil HIV positif yang melahirkan di Indonesia. melalui 4 jalur, yaitu sebagai berikut
Berarti jika tidak ada intervensi, diperkirakan akan 1. Kontak seksual. HIV terdapat pada cairan mani
lahir sekitar 3000 bayi dengan HIV positif setiap dan secret vagina yang akan ditularkan virus
tahunnya di Indonesia.5,6 ke sel, baik pada pasangan homoseksual atau
heteroseksual.
PATOFISIOLOGI 2. Transfusi. HIV ditularkan melalui transfusi darah
baik itu whole blood, trombosit, plasma maupun
HIV masuk ke dalam tubuh manusia. RNA
fraksi sel darah lainnya
virus berubah menjadi DNA intermediet atau DNA
3. Jarum yang terkontaminasi. Transmisi dapat
pro virus dengan bantuan enzim transcriptase,
terjadi karena tusukan jarum yang terinfeksi atau
dan kemudian bergabung dengan DNA sel yang
bertukar pakai jarum di antara sesama pengguna
diserang. Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang
obat psikotropika.
mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+,
4. Transmisi vertikal (perinatal). Yaitu sekitar 50-
yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer
80% baik intrauterin, melalui plasenta, selama
cell dan makrofag saat terdapat antigen target utama
persalinan melalui pemaparan dengan darah atau
HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung
sekret jalan lahir, maupun yang terjadi setelah
maupun tidak langsung. HIV yang mempunyai efek
lahir melalui ASI.8
toksik akan menghambat fungsi sel T. Lapisan luar
protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti gp41
berinteraksi dengan CD4+ yang akan menghambat TRANSMISI DARI IBU KE ANAK
aktivasi sel dan mempresentasikan antigen.7 Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada
| J. Ked. N. Med | VOL. 1 | NO. 4 | Desember 2018 | 33
penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/ sehingga bayi disarankan diberikan susu formula
anak, dan tindakan obstetrik.9 untuk asupan nutrisinya.
1. Faktor Ibu 2. Faktor bayi
a. Jumlah virus (viral load) a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat lahir
menjelang atau saat persalinan dan jumlah virus Bayi lahir prematur dengan BBLR lebih rentan
dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya tertular HIV karena sistem organ dan sistem
sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan
anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika baik.
kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan b. Periode pemberian ASI
sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml. Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan
b. Jumlah Sel CD4 HIV ke bayi akan semakin besar.
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko c. Adanya luka dimulut bayi
menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko
sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar. tertular HIV ketika diberikan ASI.
c. Status gizi selama hamil 3. faktor obstetrik
Berat badan rendah serta kekurangan asupan Pada saat persalinan, bayi terpapar darah
seperti vitamin D, zat besi, kalsium, asam folat, dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik yang
dan mineral selama kehamilan berdampak dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke
bagi kesehatan ibu dan janin akibatnya dapat anak selama persalinan adalah
meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit a. Jenis persalinan
infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan Risiko penularan persalinan per vagina lebih
risiko penularan HIV ke bayi besar daripada persalinan melalui bedah sesar.
d. Penyakit infeksi selama hamil b. Lama persalinan
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular Semakin lama proses persalinan berlangsung,
seksual,infeksi saluran reproduksi lainnya, risiko penularan HIV dari ibu ke anak semakin tinggi,
malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi
jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi. dengan darah dan lendir ibu.
e. Gangguan pada payudara c. Ketuban
Gangguan pada payudara ibu seperti Ketuban yang pecah lebih dari 4 Jam sebelum
mastitis, abses dan luka di puting payudara dapat persalinan meningkatkan risiko penularan hingga dua
meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI, kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang

Tabel 1. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi.9
Faktor Ibu Faktor Bayi Faktor Obstetrik
Kadar HIV (viral load) Prematuritas dan berat bayi saat lahir Jenis persalinan
Kadar CD4 Lama menyusu Lama persalinan
Status gizi hamil Lama di mulut bayi Adanya ketuban pecah dini
(jika bayi menyusu)
Penyakit infeksi saat hamil - Tindakan episiotomy,
ekstraksi vacuum dan forceps
Masalah dipayudara - -
(jika menyusui)

34 | J. Ked. N. Med | VOL. 1 | NO. 4 | Desember 2018 |


Tabel 2. Kriteria klinis diagnosis HIV pada anak berdasarkan WHO10
Gejala mayor (minimal 2 gejala) Gejala minor (minimal 2 gejala)
• Penurunan berat badan / pertumbuhan yang lambat • Pembesaran kelenjar getah bening
generalisata
• Diare kronis (> 1 bulan)
• Kandidiasis orofaring
• Demam berkepanjangan tanpa sebab yang jelas
(>1 bulan) • Infeksi yang berulang(missal infeksi telinga,
faringitis)
• Pneumonia berat atau berulang
• Batuk persisten (tanpa adanya penyakit
tuberkulosa)ruam generalisata
• Infeksi HIV maternal

dari 4 jam. panjang, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat
d. Tindakan episiotomiE diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui
Ekstraksi vakum dan forceps meningkatkan secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk
risiko penularan HIV karena berpotensi melukai ibu. menularkan HIV ke anaknya dibandingkan dengan
ibu yang tidak menyusui. Dengan pelayanan PPIA
yang baik, maka tingkat penularan dapat diturunkan
WAKTU DAN RESIKO PENULARAN HIV DARI menjadi kurang dari 2%.9
IBU KE ANAK
Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan DIAGNOSA HIV
sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa Pemeriksaan Fisik
lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta Transmisi vertikal pada 50-70% terjadi sewaktu
melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika kehamilan tua atau pada saat persalinan sehingga
terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada waktu lahir bayi tidak menunjukkan kelainan.
pada plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, Jadi bila saat lahir tidak ditemukan kelainan fisik
sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak. belum berarti bayi tidak tertular. Pemantauan
Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi perlu dilakukan secara berkala, setiap bulan
pada saat persalinan dan pada saat menyusui. Risiko untuk 6 bulan pertama, 2 bulan sekali pada 6
penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan bulan kedua, selanjutnya setiap 6 bulan. Kelainan
penanganan PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15- yang dapat ditemukan antara lain berupa gagal
45%. Risiko penularan 15-30% terjadi pada saat hamil tumbuh, anoreksia, demam yang berulang atau
dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi berkepanjangan, pembesaran kelenjar, hati dan
HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas limpa serta ensefalopati progresif. Gejala juga
dan menyusui.9 dapat berupa infeksi pada organ tubuh lainnya
Apabila ibu tidak menyusui bayinya, berupa infeksi saluran nafas yang berulang, diare
risiko penularan HIV menjadi 20-30% dan akan yang berkepanjangan, piodermi yang berulang
berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan maupun infeksi oportunistik antara lain infeksi
anti retrovirus (ARV). Pemberian ARV jangka dengan jamur seperti kandidiasis, infeksi dengan
pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan protozoa seperti Pneumocystis carinii, toxoplasma
HIV sebesar 15-25% dan risiko penularan yang dapat memberi gejala pada otak. Bayi juga
sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui. mudah menderita infeksi dengan miko-bakterium
Akan tetapi, dengan terapi antiretroviral jangka tuberkulosa.11
| J. Ked. N. Med | VOL. 1 | NO. 4 | Desember 2018 | 35
Tabel 3. Skenario pemeriksaan HIV12

Kategori Tes yang diperlukan Tujuan Aksi

Bayi sehat, ibu Uji virologi umur Mendiagnosa HIV Mulai ARV bila terinfeksi HIV
terinfeksi HIV 6 minggu

Bayi pajanan HIV Serologi ibu atau Untuk identifikasi atau Memerlukan tes virologi bila
tak diketahui bayi memastikan pajanan HIV terpajan HIV

Bayi sehat terpajan Serologi pada Untuk mengidentifikasi Hasil positif harus diikuti
HIV, umur 9 bulan imunisasi 9 bulan bayi yang masih memiliki dengan uji virologi dan
antibody ibu atau sero- pemantauan lanjut. Hasil
reversi negatif, harus dianggap tidak
terinfeksi, ulangi tes bila masih
mendapat ASI

Bayi atau anak serologi Memastikan infeksi Lakukan uji virologi bila umur
dengan gejala dan < 18 bulan
tanda sugestif
infeksi HIV

Bayi umur >9-<18 Uji virologi Mendiagnosa HIV Bila positif terinfeksi segera
bulan dengan uji masuk ke tatalaksana HIV dan
serologi positif terapi ARV

Bayi yang sudah Ulangi uji serologi Untuk mengeksklusi Anak < 5 tahun terinfeksi
berhenti ASI atau virologi setelah infeksi HIV setelah HIV harus segera mendapat
berhenti minum ASI pajanan dihentikan tatalaksana HIV dan mendapat
6 minggu terapi ARV

Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi berupa pemeriksaan tertular, oleh karena antibody IgG dari ibu dapat
hemoglobin, leukosit hitung jenis, trombosit, melalui plasenta dan baru akan hilang pada usia
dan jumlah sel CD4. Pada bayi yang terinfeksi HIV kurang lebih 15 bulan. Bila setelah 15 bulan di
dapat ditemukan anemia serta jumlah leukosit dalam darah bayi masih ditemukan antibodi IgG
CD4 dan trombosit rendah. HIV baru dapat disimpulkan bahwa bayi tertular.
Untuk dapat mengetahui bayi kurang dari 15 bulan
b. Pemeriksaan kadar immunoglobulin. Ini
terinfeksi atau tidak diperlukan pemeriksaan lain
dilakukan untuk mengetahui adanya hipo atau
yaitu pemeriksaan IgM antibody HIV, biakan HIV
hipergammaglobulinemia yang dapat menjadi
dari sel mononuklear darah tepi bayi, mengukur
pertanda terinfeksi HIV.
antigen p24 HIV dari serum dan pemeriksaan
c. Pemeriksaan antibody HIV. Terdapatnya IgG provirus (DNA HIV) dengan cara reaksi rantai
antibodi HIV pada darah bayi belum berarti bayi polimerase (polymerase chain reaction = PCR).11

36 | J. Ked. N. Med | VOL. 1 | NO. 4 | Desember 2018 |


TATALAKSANA HIV maka dianjurkan untuk memberikan ASI secara
eksklusif selama 3-4 bulan kemudian menghentikan
a. Pengobatan antiretroviral
ASI dan bayi diberikan makanan alternatif. Perlu
Hingga kini belum ada obat antiretroviral
diusahakan agar puting jangan sampai luka karena
yang dapat menyembuhkan infeksi HI, obat yang
virus HIV dapat menular melalui luka. ASI tidak
ada hanya dapat memperpanjang kehidupan.
boleh diberikan bersama susu formula karena susu
Obat antiretroviral yang dipakai pada bayi/anak
formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang
adalah Zidovudine. Obat tersebut diberikan bila
menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk. 11
sudah terdapat gejala seperti infeksi oportunistik,
c. Imunisasi
sepsis, gagal tumbuh, ensefalopati progresif, jumlah
Beberapa peneliti menyatakan bahwa bayi
trombosit < 75.000 / mm3 selama 2 minggu, atau
yang tertular HIV melalui transmisi vertikal masih
terdapat penurunan status imunologis. Pemantauan
mempunyai kemampuan untuk memberi respons
status imunologis yang dipakai adalah jumlah sel CD4
imun terhadap vaksinasi sampai umur 1-2 tahun.
atau kadar imunoglobulin < 250 mg/mm3. Jumlah
Oleh karena itu di negara-negara berkembang
sel CD4 untuk umur <1 tahun,1-2, 3-6,dan >6 tahun
tetap dianjurkan untuk memberikan vaksinasi rutin
berturut-turut adalah < 1750, <1000, <750/mm3.,
pada bayi yang terinfeksi HIV melalui transmisi
dan < 500/mm3. Pengobatan diberikan seumur
vertikal. Namun dianjurkan untuk tidak memberikan
hidup. Dosis pada bayi < 4 minggu adalah 3 mg/kg BB
imunisasi dengan vaksin hidup misalnya BCG, polio,
per oral setiap 6 jam, untuk anak lebih besar 180 mg/
dan campak. Untuk imunisasi polio OPV (oral polio
m2; dosis dikurangi menjadi 90-120 mg/m2 setiap 6
vaccine) dapat digantikan dengan IPV (inactivated
jam apabila terdapat tanda-tanda efek samping atau
polio vaccine) yang bukan merupakan vaksin hidup.
intoleransi seperti kadar Hemoglobin dan jumlah
Imunisasi Campak juga masih dianjurkan oleh karena
leukosit menurun, atau adanya gejala mual.11
akibat yang ditimbulkan oleh infeksi alamiah pada
Untuk pencegahan terhadap kemungkinan
pasien ini lebih besar daripada efek samping yang
terjadi infeksi Pneumocystis carinii diberikan
ditimbulkan oleh vaksin campak.11
trimethropin-sulfamethoxazole dengan dosis 150
mg/m2 dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari berturut
d. Dukungan Psikologis
setiap minggu. Bila terdapat hipogammaglobulinemia
Bayi memerlukan kasih sayang yang kadang-
(IgG<250 mg/ dl) atau adanya infeksi berulang
kadang kurang bila bayi tidak disusukan ibunya.
diberikan Imunoglobulin intravena dengan dosis
Perawatan anak seperti pada anak lain. Hindari
400 mg/kg BB per 4 minggu. Pengobatan sebaiknya
jangan sampai terluka. Bilamana sampai terluka
oleh dokter anak yang telah memperdalam tentang
rawat lukanya sedemikian dengan mengusahakan
pengobatan AIDS pada anak.11
agar si penolong terhindar dari penularan melalui
darah. Pakai sarung tangan dari latex dan tutup
b. Pemberian Makanan
luka dengan menggunakan verban. Darah yang
Telah diketahui bahwa ASI mengandung virus
tercecer di lantai dapat dibersihkan dengan larutan
HIV maka sebaiknya bayi tidak mendapat ASI.
desinfektans. Popok dapat direndam dengan
Namun diharapkan pemberian pengganti ASI jangan
deterjen.Perlu mendapat dukungan ibu, sebab ibu
berdampak lebih buruk pada bayi. Apabila ibu
dapat mengalami stres karena penyakitnya sendiri
memilih tidak memberikan ASI maka ibu diajarkan
maupun infeksi berulang yang diderita anaknya.11
memberikan makanan alternatif yang baik dengan
cara yang benar, misalnya pemberian dengan cangkir
jauh lebih baik dibandingkan dengan pemberian DAFTAR PUSTAKA
melalui botol. Bila ibu memilih memberikan ASI
walaupun sudah dijelaskan kemungkinan yang terjadi, 1. WHO. Human Immunodeficiency Virus HIV/AIDS:

| J. Ked. N. Med | VOL. 1 | NO. 4 | Desember 2018 | 37


WHO; 2014. Diakses pada 18 September 2019. of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelpia: Saunders;
Didapat dari: http://www.who.int/features/ 2004: 1109-1121
qa/71/en/
8. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal
2. Hoffmann C, Rockstroh J.K. The Bina Kesehatan Masyarakat. Faktor risiko
Structure of HIV-1 Infection.In. HIV penularan HIV dari ibu ke bayi. Dalam. Pratomo H
2012/2013. Hamburg: Medizin Fokus Verlag, et al.(eds). Pedoman pencegahan penularan HIV
2012. dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI,2006; 13-16
3. Centers for Disease Control and
Prevention. Basic information about 9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
HIV/AIDS Direktorat Jendral. Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Pedoman Nasional
4. Kanabus A, Allen S. Dari Mana HIV berasal. Diakses
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak.
pada 15 September 2019. Didapat dari: http://
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2012.
childrenhivaids.wordpress.com/2010/03/03/
darimana-hiv-berasal 10. Tindyebwa D, Kayita J, Musoke P, Eley B, Nduati
R, Codradia H, dkk. Diagnosis and clinical staging
5. Sofro MAU, Anurogi D. Kewaspadaan
of HIV infection. Dalam: Tindyebwa D, Kayita
Universal dalam menangani
J, Musoke P, Eley B, Nduati R, Codradia H, dkk,
penderita HIV/AIDS. Dalam: 5 Menit Memahami
penyunting. Handbock paediatric AIDS in Africa.
55 Problematika Kesehatan.. Jogjakarta:
African Network for the Care of Children Atlected
D-Medika, 2013
by AIDS, 2004.h.73-90.
6. UNAIDS. AIDS info. Geneva. 2018. Diakses pada
11. Suradi R, Tata laksana Bayi dari Ibu pengidap HIV/
15 September 2019. Didapat dari: http://aidsinfo.
AIDS. Sari pediatric.2003; 4(4): 180-185
unaids.org/
12. Kementrian Kesehatan Republik
7. Ram Yogev, Ellen Gould Chadwick. Acquired
Indonesia. 2014. Pedoman Penerapan
Immunodeficiency Syndrome : Behrman RE,
Terapi HIV Pada Anak. Jakarta: Kementerian
Kliegman RM Jenson HB (editor). Nelson test book
Kesehatan RI, 2014.

38 | J. Ked. N. Med | VOL. 1 | NO. 4 | Desember 2018 |

Anda mungkin juga menyukai