Anda di halaman 1dari 23

SISTEM INTEGUMEN

KONSE DASAR ASUHAN


KEPERAWATAN SIFILIS

Oleh
Kelompok 12
A5-C

1. WISWANTARA PANDE NYOMAN 11.321.1136


2. YUDI ANTARA ADI I KADEK 11.321.1137
3. DESY PARIANI NI MADE 11.321.1146

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2013
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual.Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-
waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis.Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah
dapat dideteksi sejak dini.Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki
tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta
sehingga dapat menginfeksi janin.( Soedarto, 1990 ).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema
pallidum.Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat
tubuh dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari
ibu ke janin.

2. Epidemiologi
Asal penyakit sifilis ini tidak jelas.Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa.Pada
tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli.Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan
sifilis melelui hubungan seksual.Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa.Sesudah tahun
1860, morbilitas sifilis menurun cepat.Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat
dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah tahun 1946.Kasus sifilis di
Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis
stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

3. Etiologi
Etiologi dari Penyakit Sifilis, antara lain:Penyebab sifilis ditemukan oleh SCHAUDINN
dan HOFMAN ialah Treponema palidum yang termasuk ordo Spirochaetaceae dan genus
Treponema bentuknya spiral panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24
lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka
botol membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30

2
jam.Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan diluar badan.Diluar badan kuman
tersebut mudah mati sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup sampai 72 jam.
4. Faktor Predisposisi
a. Hubungan seksual yang bebas (Genitogenital, Orogenital maupun Anogenital).
b. Sering berganti pasangan.
c. Melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi yang aman.
d. Melakukan hubungan seksual dengan orang yang mengidap sifilis.
e. Janin yang orang tuanya menderita sifilis.
f. Kurangnya kebersihan diri .
g. Virulensi kuman yang tinggi.
h. Kontak langsung dengan lesi yang mengandung Bakteri Treponema Pallidum.

5. Patofisologi
Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme
dengan cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa
jam. Kuman akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi
sistemik. Pada tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan
menunjukkan bahwa lebih dari 30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan
cerebrospinal (CSF).
Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit
ini akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan
neurosifilis meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan sumsum tulang belakang
mengalami kerusakan sehingga terjadi kondiri parenchymatousneurosifilis.Terlepas dari
tahap penyakit dan lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda
endotelialarteritis.Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan spirochaeta dengan sel
endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.

6. Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:
a. Sifilis Stadium I : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar 3
minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi pada alat
3
kelamin, ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya
pada penularan ekstrakoital.
b. Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia, nyeri
pada tulang, leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput lendir, dan
limfadenitis yang generalisata.
c. Sifilis Stadium III :Terjadi guma setelah 3 – 7 tahun setelah infeksi.Guma dapat timbul
pada semua jaringan dan organ, membentuknekrosis sentral juga ditemukan di organ
dalam, yaitu lambung, paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit (dapat berskuma), tidak
nyeri.
d. Sifilis Kongenital :
1) Sifilis Kongenital Dini :Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi
dilahirkan. Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus sifilitika, papul, skuma, secret
hidung yang sering bercampur darah, adanya osteokondritis pada foto roentgen.
2) Sifilis Kongenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada usia 7 – 9 tahun
dengan adanya keratitis intersial (menyebabkan kebutaan), ketulian, gigi Hutchinson,
paresis, perforasi palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan frontalis.
3) Sifilis Stigmata :Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang jalannya radier, gigi
Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk murbai dan penonjolan tulang frontal
kepala (frontal bossing).
e. Sifilis Kardiovaskular :Umumnya bermanifestasi selama 10 – 20 tahun setelah infeksi.
Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup dan ditandai oleh
insufisiensi aorta atau aneureksma, berbentuk kantong pada aorta torakal.
f. Neurosifilis :
1) Neurosifilis asimtomatik. : Pada sifilis ini tidak ada tanda dan gejala kerusakan
susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel,
protein total dan tes serologis reaktif.
2) Neurosifilis meningovaskuler :Adanya tanda kerusakan susunan saraf pusat yakni
kerusakan pembuluh darah serebru, infark dan ensefalomalasia. Pemeriksaan sumsum
tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes serologis reaktif.
3) Neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis : Gejala dan
tanda paresis sangatlah banyak dan menunjukan penyebaran kerusakan
4
parenkimatosa. Gejala tabes dorsalis, yaitu parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan
kandungan kemih, impotensi dan perasaan nyeri.
7. Gejala Klinis
a. Sifilis primer: Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre
sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah masuknya
Treponema pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri
dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat
ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah
genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre
biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat menular,
chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer.
Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah
sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya
berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.
b. Sifilis Sekunder : Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh.
Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler
non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan
telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di sekitar
anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abu–abu putih sampai
eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran
mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti
demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri
tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada.
Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30%
penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan
protein serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala
neurologis sifilis laten.
c. Relapsing sifilis :Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak
tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat
timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu
dari reaksi STS (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang
5
timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder. Relapsing
sifilis yang ada terdiri dari :
a) Sifilis laten :Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder
dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak
terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin
bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang
sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten
selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.
b) Sifilis tersier : Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala
sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan
manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi
gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma.
Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat
terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf
pusat (neurosifilis).
c) Sifilis kongenital : Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil
yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis
dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis
kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir
mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan
bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi
mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang
persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka
kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya
parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous
kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber
shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi Hutchinson
dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi
kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan.
(Soedarto, 1990).

6
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi,
respirasi.
b. Pemeriksaan sistemik : Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat
perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi),
genitalia, ekstremitas atas dan bawah.

9. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope).Pada
kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non
protonema. Uji non protonema seperti VenerealDisease Research Laboratory( VDRL ).
Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum.Hasil uji
kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat
membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi)
dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma
inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan
(kanker).
a. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah
rutin)
1) pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan
pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari
berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres
dengan larutan garam saal bila negative bukan selalu berarti diagnosisnya bukan
sifilis, mungkin kumannya terlalu sedikit.
2) pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
7
a) Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu
kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test ini
dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif (BFP).
Contoh test non treponemal :
(1) Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
(2) Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories). Kahn, RPR
(Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin
Screen Test).
b) Tes treponemal
Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya dan
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :
(1) Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
(2) Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)
(3) Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody Absorption
Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody –
Absorption Double Staining)
(4) Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination
Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS
(Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).
b. Pemeriksaan Yang Lain
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada
sifilis kongenital.Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk melihat aneurisma
aorta. Pada neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas.
Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukan
adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat
neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3 sel/mm3, Jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada
peradangan. Harga normal protein total ialah 20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40
mg/mm3 berarti terdapat peradangan:

8
1) Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri atas
infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limpoid dan sel-sel plasma.
2) Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal, yang
sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya antibody.
Terdapat dua antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas yaitu
yang ditujukan pada golongan antigen protein Spirochaetales yang pathogen

10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis :Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif).
Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin
4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S
II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas
meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu
90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan
sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi
hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.
1) Sifilis primer dan sekunder
a) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1
x seminggu
b) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari
selama 10 hari.
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit,
diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
2) Sifilis laten
a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit
sehari).
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).
9
3) Sifilis III
a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)
c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan:
a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1) Bahaya PMS dan komplikain
2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat
dihindarkan lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

11. Program Diet


1) Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum.
2) Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering.
3) Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna.
4) Sayuran dan buah-buah untuk jus.
5) Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi atau kedelai).
6) Hindari makanan di awetkan atau beragi.
7) Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia.
10
8) Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran pencernaan.
9) Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.
10) Hindari rokok, kafein dan alcohol.

12. Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh.Sifilis
juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan
gangguan selama hamil.Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa
mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
a. Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat
berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten.
Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.
b. Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa
masalah pada nervous sistem, seperti:
1) Stroke
2) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord
(meningitis)
3) Koordinasi otot yang buruk
4) Numbness (mati rasa)
5) Paralysis
6) Deafness or visual problems
7) Personality changes
8) Demensia
c. Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan
inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat
menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.
d. Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya
mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap
HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang
sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
11
e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya
melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja.
Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut :
a. Anamnesa
1) Tanyakan kepada klien sejak kapan mengeluhkan nyeri
2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan apakah
menyebar/menetap.
3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai.
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut apakah
membaik, memburuk atau menetap.
5) Apakah klien mengeluhkan adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala, mengeluh
kesemutan, mati rasa (sebagai tanda kerusakan neurologis)
6) Tanyakan sosi-ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, gaya hidup dan penyakit
keluarga/ individu sekitarnya.
7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah /sering melakukan sex berisiko missal berganti-
ganti pasangan, oral / anal sex, homo seksual, melakuakan dengan psk,)
8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti kemerahan,
muncul benjolan, dan vesikel.
9) Bagaimana dengan urine klien apakah bercampur darah, urine tdak lancer, nyeri saat
berkemih.
10) Apa disertai dengan febris, anoreksia
11) Pada sifilis kongietal selain ananmnesa diatas, perlunya ditanya orang tua apakah
pernah keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi palatum durum,

12
gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan berjalan, serta keterlambatan
tumbuh kembang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi:
a) Kaji jenis efloresensi: Eritema dan papula, macula, pustule, vesikula dan ulkus
b) Timbulnya lesi pada alat kelamin , ekstragenital, bibir, lidah, tonsil, putting susu,
jari dan anus
c) Kelainan selaput lendir dan limfadenitis
d) Kelainan pada mata dan telinga
e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan
f) Kelainan pada kepala (invasi pada meningen)
2) Palpasi
Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan,
3) Auskultasi: apakah ada perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system
pencernaan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh (lebih dari 37,2oC),
kulit teraba hangat.
b. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri secara verbal, sikap melindungi
area nyeri, wajah tampak meringis, klien tampak gelisah.
c. Kerusakan integritas kulit b/d peradangan pada lapisan kulit d/d adanya tanda
elfloresensi
d. Gangguan citra tubuh b/d penyakit d/d respon nonverbal terhadap perubahan actual pada
tubuh (bentuk/struktur dan fungsi), perasaan negative terhadap tubuh.
e. Kurang pengetahuan b/d ketikmampuan mengenal penyakit d/d pengungkapan secara
verbal ketidak tahuan penyakit, permintaan informasi.
f. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b/d respon nyeri
g. Risiko tinggi cedera b/d disfungsi sensorik
h. Risiko keterlambatan tumbuh kembang b/d infeksi kongietal

13
3. Rencana Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola) 1. Suhu diatas 37,2oCd
1
keperawatan selama …x… jam, menunjukkan proses
diharapkan suhu tubuh dalam 2. Berikan kompres hangat infeksius
rentang normal, dengan kriteria 2. Membantu mengurangi
hasil : demam
 Suhu tubuh normal (36,5oC 3. Anjurkan pasien untuk banyak minum 3. Untuk mengganti cairan
– 37,2oC). 1500-2000 cc/hari tubuh yang hilang akibat
 Akral teraba hangat, tidak evaporasi
kemerahan, 4. Anjurkan pasien untuk menggunakan 4. Memeberikan rasa nyaman
 Turgor kulit elastic pakaian yang tipis dan mudah menyerap dan pakaian yang tipis
 Mukosa bibir lembab keringat mudah menyerap keringat
dan tidak merangsang
peningkatan suhu tubuh.
5. Kolaborasi dalam pemberian cairan
5. Pemberian cairan sangat
intravena
penting bagi pasien dengan
suhu tubuh yang tinggi.
6. Kolaborsi dengan tim medis dalam
6. Antipiretik untuk
pemberian antipiretik
menurunkan panas tubuh

1
pasien.

2. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tanda- tanda vital (TD, N, RR, dan 1. Tanda- tanda vital
keperawatan selama …x… jam, suhu) dapat menunjukan
diharapkan nyeri tingkat perkembangan
berkurang/hilang, dengan 2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas, frekuensi pasien
kriteria hasil : dan waktu terjadinya nyeri (PQRST) 2. Mengindikasikan kebutuhan
 Pasien tidak mengeluh nyeri untuk intervensi dan tanda-
 Skala nyeri 0-4 (0-10) tandaperkembangan atau
 Pasien tidak gelisah 3. Dorong ekspresi, perasaan tentang nyeri. resolusi komplikasi
3. Pernyataan memungkinkan
pengungkapan emosi dan
apat meningkatkan
4. Ajarkan teknik relaksasi, distraksi, mekanisme koping
massage, guiding imajenery. 4. Memfokuskan kembali
pehatian, meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan
rasa control yang dapat
menurunkan ketergantungan
5. Jelaskan dan bantu pasien dengan farmakologis
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan 5. Pendekatan dengan
noninvasive menggunakan relaksasi dan

1
nonfarmakologi lainnya telah

1
menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian 6. Analgetik memblok lintasan
analgesik sesuai indikasi nyeri sehingga nyeri akan
berkurang
3. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kerusakan kulit yang terjadi pada klien 1. Menjadi data dasar untuk
keperawatan selama …x… jam, memberikan informasi
diharapkan integritas kulit intervensi perawatan luka, alkat
membaik secara optimal, dengan apa yang akan dipakai dan jenis
kriteria hasil : larutan apa yang akan
 Pertumbuhan jaringan digunakan.
meningkat 2. Catat ukuran atau warna, kedalaman luka 2. Memberikan informasi dasar
 Keadaan luka membaik dan kondisi sekitar luka. tentang kebutuhan dan petunjuk
 Luka menutup tentang sirkulasi
 Mencapai penyembuhan 3. Lakukan perawatan luka dengan 3. Perawatan luka dengan teknik
luka tepat waktu teknik steril. steril dapat mengurangi
. kontaminasi kuman langsung
ke area luka.
4. Bersihkan area perianal dengan 4. Mencegah meserasi dan
membersihkan feses menggunakan air menjaga perianal tetap
mengalir. kering¸menjaga kebersihan
kulit serta mencegah

1
5. Kolaborasi dengan ahli gizi pningkatan komplikasi
pemberian asupan nutrisi dengan TKTP 5. Diet TKTP diperlukan untuk
meningkatkan asupan dari
kebutuhan pertumbuhan
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
jaringan
pemberian obat antibiotika topical
6. Mengurangi tekanan pada area
yang sama

4 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Memberikan data dasar untuk
dan keperawatan selama …x… mengetahi tingkat pemahaman
5 menit, diharapkan terpenuhinya pasien tentang penyakit,
pengetahuan pasien tenteng pencegahan serta pengobatan
kondisi penyakit, dengan kriteria 2. Lakukan komunikasi dua arah untuk 2. Peningkatan koping positif
hasil : menggali informasi tentang persepsi diri akibat adanya gangguan citra
 Mengungkapkan dan menajemen koping pasien tubuh, klien mau menerima
pengertian tentang proses kondisinya dan mau
penyakit, pencegahan, bersoaialisasikan
perawatan tindakan yang 3. Lakukan simulasi personal hygine dan 3. Memandirikan klien dan
dibutuhkan dengan perawatan luka pada area yang keluarga untuk Hygine yang
kemungkinan komplikasi. terjadi efloforasi terutama ulkus terjaga dapat meminimalkan
 Mengenal perubahan gaya risiko infeksi, dapat

1
hidup/ tingkah laku untuk mempercepat proses
mencegah terjadinya penyembuhan
komplikasi
4. Beri informasi pasien/ orang terdekat 4. Informasi dibutuhkan untuk
tentang perawatan pasien di rumah sakit meningkatkan perawatan diri,
dan dirumah (hygine dan pentingnya untuk menambah kejelasan
pengonsumsian obat sesuai dosis)serta efektivitas pengobatan dan
komlikasijika pengobatan tidak dilakukan. mencegah komplikasi
5. Beri informasi tentang bahaya prilaku
sex berisiko dan cara penanggulangan/
5. Merubah persepsi dan prilaku
pencegahan serta komlikasi jika
sex yang berisiko menularan
penyakit

8 Setelah dilakukan perwatan 1. Kaji kemampuan tahap perkembangan 1. Mengetahuai adanya


selam…x… jam diharapkan anak sesuai umur keterlambatan tumbuh
tumbuh kembang anak tidak kembang anak
mengalami keterlambatan, 2. Lakukan pemeriksaan fisik head to 2. Pengumpulan data guna
dengan KH: toe serta pemeriksaan diagnostic melakukan intervensi
 Proses trumbuh kembang sesuai kebutuhan
sesuai dengan usia 3. Beri informasi orang tua tentang tahap 3. Pengetahuan orang tua
 Orang tua mampu mengenal tumbuh kembang anak, penyakit, terhadap tumbuh kembang
dan memanfaatkan pencegahan, pengobatan, prognosis, serta anak dan penyakit dapat

1
pelayanankesehatan dalam komlikasi meminimalisir
proses penyembuhan komlikasilebih lanjut

4. Kolaborasi dengan tim medis(spesialis


4. Melakukan pengobatan
anak, kulit dan kelamin, penyakit dalam)
sesuai dengan kondisi anak
pengobatan dan pencegahan komplikasi
dan meminimalkan dampak
sitemik
trauma selama pengobatan

2
4. Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi yang ada

5. Evaluasi Keperawatan
Dx 1: Suhu tubuh normal (36 – 37oC), Kulit tidak pasnas, tidak kemerahan, Turgor kulit
elastic, Mukosa bibir lembab.
Dx 2: Pasien tidak mengeluh nyeri, Skala nyeri 0-1 (0-10), Pasien tidak gelisah.

Dx 3: Pertumbuhan jaringan meningkat ,Keadaan luka membaik, Luka menutup, Mencapai


penyembuhan luka tepat waktu.
Dx 4 dan 5: Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, pencegahan, perawatan
tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi.Mengenal perubahan
gaya hidup/ tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi
Dx 8:Proses trumbuh kembang sesuai dengan usia, Orang tua mampu mengenal dan
memanfaatkan pelayanankesehatan dalam proses penyembuhan

2
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda,Adhi.2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta:FKUI


Doenges,Marilyin E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Mansjoer,Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Medis Aesculapius
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta:EGC.
Price,Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC
Siregar, R.S. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Smeltzer,Suzzanne C 2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

2
Pajanan
trepone
ma
Sex kuman tinggi
Hygiene rendah, virulensi Kontak langsung
paldium
Orang
berisiko tinggi

tua yang sifilis Masuk ke mukosa

Treponema masuk ke saluran limfatik dan menginvansi


Sifilis

Limfatik Mukosa Plasenta dan janin


Skuama, vesikel, secret
Infeksi dan darah dari hidung
primer

Skuama, vesikel, papul, secret dan darah dari hidung, os

Papula jadi ulkus bersih, tidak nyeri, dan menonjol (chancre)

Sembuh
Keratitis intersial(akibatkan kebutaan), tuli, perforasi palatu
Kerusakan integritas kulit Ulserasi (chancre) soliter dan keras, yg tidak nyeri
Infeksi sekunder Terbentuk jaringan parut
Risiko keterlambatan tumbuh&kembang

Nyeri tenggorokan
Nyeri kepala Pengungkapan
Diobati Ruam, macula paluler Tidak mengetahuai penyakit dan penanganan, informasi tidak adekuat
non pruritus

Kenaikan suhu tubuh


Lesi pustuler Tidak diobati
Penurunan BB Kurang pengetahuan

Infark otak Limfadenopati


Nyeri akut Hipertermi Infeksi meningens Infeksi organ lain ginjal
Gagal ginjal

Lesi pustuler penurunanpengelihatan


Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan Optic athropi
Infeksi SSP demensiaLimfa Tremor

Risiko tinggi cedera

Gerakan
abnormal
Gangguan
saatcitra
berjalan 22
tubuh

Anda mungkin juga menyukai