Anda di halaman 1dari 9

PEMANFAATAN TEMPURUNG KELAPA SAWIT (Elais guineensis) SEBAGAI MEDIA BIOFILTER DENGAN SISTEM ANAEROB DALAM MENURUNKAN KADAR

AMONIAK PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TEMPE Jeans Armentale Situmorang Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau ABSTRACT

A research on the use of palm shell (Elais guineensis) as bio-filter media in the anaerobe system in order to reduce ammoniac content in the liquid waste of tempe industry has been done on March to May 2009. The aim of this research was to understand the effectiveness of palm shell media in decreasing ammoniac content in the tempe industrys liquid waste. Waste processor was placed outdoor. Samplings were conducted during and after seeding period. Parameters measured were ammoniac content, pH and water temperature. In the processor with palm shell media, results shown that during the seeding period, water quality in the inlet and outlet of the processor was relatively the same. Thirty days later, however, water in the outlet of the processor showing quality improvement. Ammoniac content was decrease (25.52 39.48 mg/l in the inlet and 18.85 30.64 mg/l in the outlet). Water temperature and pH was not change. In the control processor (with no palm shell media), in contrast, ammoniac content decrement is relatively low (33.12 41.35 mg/l in the inlet and 28.17 34.69 mg/l in the outlet). Based on the results, it can be concluded that palm shell media is effective in reducing ammoniac content in the liquid waste originated from tempe industry. Keywords : ammoniac decrement, anaerobe system, palm shell media, tempe liquid waste

1. Pendahuluan Tempe merupakan makanan yang terbuat dari kedelai dan prosesnya masih sederhana. Industri tempe kebanyakan adalah industri berskala rumah tangga, salah satu contoh jenis industri yang tidak mampu mengolah limbah cair buangan dari hasil produksinya dengan alasan mahalnya biaya pembuatan Unit Pengolahan air Limbah.

Bahan baku utama yang digunakan untuk tempe adalah kedelai (Glycine spp). Komsumsi kedelai Indonesia pada tahun 1995 telah mencapai 2.287.317 ton (Sri Utami, 1997). Sarwono (1989) menyatakan bahwa separuh konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tempe dan tahu. Surtleff dan Aoyagi (1979) memperkirakan jumlah pengusaha tahu di Indonesia sekitar 10.000 orang pengusaha, yang sebagian besar berskala rumah tangga. Menurut data Induk Koperasi Tahu Tempe Indonesia (INKOPTI) pada tahun 1999 jumlah pengusaha tahu dan tempe di Indonesia diperkirakan sebanyak 43.000 orang pengusaha. Hal tersebut memperlihatkan peningkatan signifikan dalam kurun waktu 20 tahun yang jelas memperlihatkan sumbangsih air limbah produksi tempe dan tahu yang begitu besar tiap tahunnya. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen tanpa rancangan, dengan menggunakan dua unit reaktor biofilter dimana satu unit biofilter bermedia tempurung kelapa sawit dan satunya lagi tanpa diberikan media tempurung kelapa sawit sebagai perbandingan bakteri didalam bak kontrol dalam menurunkan polutan organik dalam air limbah tempe.

3 Anaerob 2 4

7 Ket :
1. Bak Penampung Limbah 2. Selang Saluran Limbah 3. Drum Plastik 4. Saluran Inlet Ke Reaktor 5. Kran Pengatur Debit Air 6. Bak Penampung Outlet 7. Mesin Pompa Air

Gambar 1. Rancangan percobaan reaktor biofilter media tempurung kelapa sawit sistem anaerob tampak dari samping

Awalnya air limbah dari seluruh aktivitas dalam proses pembuatan tempe ditampung dalam bak penampung yang terbuat dari rangka kayu yang dilapisi terpal plastik dengan ukuran 3 x 1 x 1 m3. Selanjutnya air limbah dari bak penampung dipompa menuju dua drum plastik berkapasitas 200 liter dan dialirkan ke dalam reaktor bermedia dan tanpa media tempurung kelapa sawit dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow). Air limbah tempe akan mengalir menuju reaktor dengan proses anaerob yang terbagi atas 3 ruang yaitu : ruang pengendapan awal, seterusnya mengalir ke ruang kedua dan selanjutnya menuju ke ruang ketiga yang berisikan media tempurung kelapa sawit sebagai media pembiakan dan pertumbuhan mikoorganisme hingga terbentuk biofilm yang akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah tersebut. 3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran pada masa seeding (perkembangan mikroorganisme) diperoleh nilai amoniak pada in let berkisar antara 26,96 - 50,61 mg/l dengan rata-rata 33,67 mg/l dan pada out let reaktor biofilter media tempurung kelapa sawit berkisar antara 23,37 - 39,12 mg/l dengan rata-rata 33,67 mg/l. Nilai amoniak pada in let dan out let reaktor biofilter serta efisiensinya pada saat pertumbuhan dan pembiakan (seeding) mikroorganisme disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar amoniak di in let dan outl et reaktor biofilter tempurung kelapa sawit serta efisiensi penurunan amoniak pada saat pertumbuhan dan pembiakan (seeding) mikroorganisme
Penga matan 1 2 3 4 5 In let Amoniak (mg/l) 26,96 41,33 50,61 48,10 43,20 pH 6 6 6 7 7 Suhu (oC) 28 28 27 28 28.5 Out let Amoniak (mg/l) 23,37 34,42 39,12 36,91 34,56 pH 6 6 7 7 7 Suhu (oC) 28 28 27 28 28.5 Efisiensi (%) 15,37 20,06 29,37 30,31 30,78

Sumber : Data primer Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa efisiensi penurunan kadar amoniak pada awal pengamatan setelah pengoperasian masih rendah, yaitu 15,37 %. Hal ini disebabkan pada awal pengoperasian pertumbuhan mikroorganisme belum optimal dan lapisan biofilm yang terbentuk masih tipis.

Sejalan dengan bertambahnya waktu pengamatan, nilai efisiensi cenderung meningkat dengan nilai efisiensi tertinggi pada pengamatan ke - 4 sebesar 30,31 % dan pada pengamatan ke - 5 sebesar 30,78 %. Penurunan polutan organik berdasarkan kadar amoniak di dalam pada in let dan out let serta efisiensinya selama proses optimalisasi pertumbuhan mikroorganisme ditunjukkan seperti pada Gambar 2.

Efektifitas Kadar Amoniak (%)


45

30
Efesiensi
Efektifitas(%)

15

0 1 2 3 Pengamatan 4 5

Gambar 2. Grafik efektifitas penurunan amoniak (NH3) pada proses pertumbuhan (seeding) mikroorganisme Setelah proses pertumbuhan mikroorganisme dianggap optimal dan kondisi reaktor dianggap stabil berdasarkan nilai efisiensi penurunan polutan organik berkisar 15,37 - 30,78 %, maka debit aliran limbah cair diatur agar waktu tinggal hidrolisis di dalam reaktor biofilter menjadi 1, 3, dan 5 hari dengan dua kali ulangan. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh waktu tinggal hidrolisis terhadap efisiensi penurunan polutan organik. Pada kondisi reaktor dianggap stabil dan selama waktu tinggal 1, 3 dan 5 hari pada reaktor yang bermedia tempurung kelapa sawit diperoleh kadar amoniak pada in let berkisar 35,96 mg/l dan amoniak pada out let berkisar 31,95 mg/l dengan efisiensi penurunan nilai amoniak antara pada in let dan out let berkisar 11,13 %. Sedangkan dalam kondisi yang sama, pada reaktor tanpa media diperoleh kadar amoniak pada in let berkisar 35,96 mg/l dan amoniak pada out let berkisar 34,35 mg/l dengan efisiensi penurunan amoniak antara pada in let dan out let berkisar 4,45 %. Secara jelas kadar amoniak pada pada in let dan out let serta efisiensi penurunan amoniak baik pada reaktor yang bermedia maupun tanpa media disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar amoniak di in let dan out let serta efisiensinya pada reaktor bermedia dan tanpa media tempurung kelapa sawit pada saat kondisi stabil
WT Debit Air Laju Alir (hari) (l/menit) (l/hari) Reaktor Bermedia Tempurung Kelapa Sawit Amoniak (mg/l) Amoniak Efisiensi In let (mg/l) Out let (%) Reaktor Tanpa Media Amoniak Amoniak Efisiensi (mg/l) In let (mg/l) Out let (%)

194.44 1 194.44 Rerata 64.81 3 64.81

280 280 280 93.33 93.33

35,91 36,01 35,96 46,35 34,15 40,25 48,03 58,38 53,20

32.85 31,05 31,95 39,48 25,52 32,5 31,96 37,50 34,73

8,52 13,74 11,13 14,82 25,27 20,04 33,45 35,76 34,60

35,91 36,01 35,96 46,35 34,15 40,25 48,03 58,38 53,20

35,59 33,12 34,35 41,09 30,01 35,55 37,44 41,35 39,39

0,89 8,02 4,45 11,34 12,12 11,73 22,04 29,17 25,60

Rerata 93.33 38.89 5 38.89 56.00 56.00

Rerata 56.00

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa setelah waktu tinggal diubah menjadi satu hari, efesiensi penurunan amoniak rata-rata sebesar 11,13 % dan efisiensi mengalami peningkatan sejalan dengan lamanya waktu tinggal limbah cair tempe dalam reaktor biofilter media tempurung kelapa sawit meningkat menjadi 34,60 % pada waktu tinggal 5 hari. Penurunan polutan organik berdasarkan kadar amoniak di dalam pada in let dan out let serta efisiensi yang terjadi pada saat kondisi stabil ditunjukkan seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4.
140 120 100 80 60 40 20 0 1 Hari 3 Hari 5 Hari
Konsentrasi amoniak (mg/l)

Efesiensi (%) out let in let

Lama limbah tertahan

Gambar 3. Grafik penurunan konsentrasi amoniak dan kenaikan efesiensi pada reaktor dengan media tempurung kelapa sawit pada kondisi stabil

Konsentrasi Amoniak (mg/l)

140 120 100 80 60 40 20 0 1 Hari 3 Hari 5 Hari Efesiensi out let in let

Lama limbah tertahan

Gambar

4. Grafik penurunan konsentrasi amoniak dan kenaikan efesiensi pada reaktor tanpa media tempurung kelapa sawit pada kondisi stabil

Berdasarkan hasil penguraian anaerobik sesuai dengan waktu tinggal (1, 3 dan 5 hari) limbah cair tempe baik pada reaktor biofilter bermedia tempurung kelapa sawit maupun pada reaktor tanpa media didapatkan nilai amoniak pada out let dari kedua reaktor tersebut masih melebihi dari baku mutu yang ditetapkan sebesar 5 mg/l dalam Kep.MenLH No.51/1995. Walaupun demikian, nilai amoniak pada reaktor bermedia tempurung kelapa sawit lebih rendah jika dibandingkan dengan reaktor tanpa media tempurung kelapa sawit. Berdasarkan hasil penelitian pada reaktor biofilter media tempurung kelapa sawit diperoleh nilai amoniak di bagian in let berkisar 25,46 41,69 mg/l dan pada out let berkisar 23,37 34,56 mg/l mengindikasikan bahwa limbah cair tempe mengandung bahan pencemar yang didominasi oleh senyawa-senyawa organik. Efisiensi penurunan senyawa organik berdasarkan dari kadar amoniak terendah dijumpai pada waktu tinggal 1 hari pada reaktor biofilter media tempurung kelapa sawit hanya mencapai kisaran 11,13 % dan reaktor tanpa media berkisar antara 4,45 %. Sedangkan efisiensi tertinggi pada waktu tinggal 5 hari mencapai kisaran 34,60 % pada reaktor biofilter bermedia tempurung kelapa sawit dan reaktor tanpa media hanya mencapai 25,60 %. Kondisi ini juga dijumpai pada penelitian Herlambang (2002), dimana waktu tinggal limbah cair yang semakin lama di dalam reaktor dapat meningkatkan efisiensi penurunan senyawa organik. Dengan kata lain, semakin pendek waktu tinggal limbah cair dalam reaktor biofilter dari 5 hari menjadi 1 hari, efisiensi penghilangan senyawa organik akan semakin kecil. Hal ini diduga mikroorganisme (bakteri) memerlukan waktu adaptasi terhadap perubahan kandungan senyawa organik yang masuk ke dalam reaktor. Selain itu, juga disebabkan semakin singkat waktu kontak antara senyawa organik dalam limbah cair tempe dengan mikroorganisme (bakteri) yang melekat pada permukaan media tempurung kelapa sawit yang telah membentuk biofilm

sehingga semakin sedikit pula kesempatan bakteri untuk dapat memanfaatkan senyawa organik tersebut untuk proses metabolisme tubuhnya. Naibaho (1998) menyatakan bahwa singkatnya waktu kontak antara senyawa organik dengan biomassa mikroorganisme mengakibatkan berkurangnya kemampuan penyerapan senyawa organik oleh mikroorganisme sehingga efisiensi pengolahan menjadi turun.

4. Kesimpulan Pada masa seeding mikroorganisme selama 30 hari, efisiensi penurunan polutan organik terus meningkat cukup tajam dari pengamatan ke - 1 hingga ke 4 dan selanjutnya cenderung stabil pada pengamatan ke - 5, yaitu antara 30,31 % 30,78 %. Pada kondisi biofilter tempurung kelapa sawit sistem anaerob dianggap stabil, terjadi kenaikan efesiensi penurunan kadar amoniak dengan ratarata kenaikannya dari 11,13 % menjadi 34,60 % dibandingkan tanpa media biofilter dari 4,45 % menjadi 25,60 %. Semakin lama waktu tinggal, efisiensi penurunan senyawa organik semakin tinggi, namun hasil olahan limbah cair tempe dari kedua biofilter tersebut masih di atas baku mutu. Nilai suhu selama penelitian diperoleh relatif stabil berkisar 27 28,5 0C dengan pH 7.

UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. M. Hasbi, M.Si dan Ir. Eko Purwanto, M.Si yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini ini dengan judul Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sawit (Elais guineensis) Sebagai Media Biofilter dengan Sistem Anaerob dalam Menurunkan Kadar Amoniak pada Limbah Cair Industri Tempe

Daftar Pustaka Abel, P.D. 1989. Water Pollution Biology. Ellis Horwood Limited, Chichester. 231 p. Alearts, G. dan Santika, S.S. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya. 309 p. Badan Pusat Statistik Propinsi Riau. 2004, Riau dalam Angka 2004. Pekanbaru. Brault, J.L. 1991. Water Treatment Handbook. 6 th Edition. Volume II. Degremont. Lavoiser Publishing, Paris. Chiou, R.J., Ouyang, C.F., dan Lin, K.H. 2001. The Effects of the Flow Pattern on Organic Oxidation and Nitrification in Aerated Submerged Reactors. Jour. Environmental Technology. Vol. 22 (6): 705 - 717. Culp, G. 1984. Trihalomethane Reduction in Drinking Water. Technologies, Cost, Efefectivenes, Monitoring, Compliance. Noyes Publication, New Jersey, USA. 251 hal.

Delgado, A., Anselmo, A. And Novais, J.M. 1998. Heavy Metal Biosorption by Dried Powdered Mycelium of Fusarium flocciferum. Water Env. Research. 70: 370 - 375. Dhahiyat, Y. 1990. Kandungan Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahan Dengan Enceng Gondok. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor. Gabriel Bitton. 1994. Wastewater Microbiologi, A John Wiley and Sons, INC., New York. 478 p. Greyson, J. 1990. Carbon, Nytrogen and Sulphur Pollutants and Their Determination in Air and Water. Marcell Dekker Inc., New York. Hartaty, S. 1994. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dan Kiyambang (Salvinia molesta) sebagai Biofilter Dalam Menurunkan BOD5 dan COD pada Limbah Cai Pabrik Tahu. Skripsi. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto. Herlambang, A. 2002. Pengaruh Pemakaian Biofilter Struktur Sarang tawon pada Pengolah Limbah Organik Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik (Studi Kasus Limbah Tahu dan Tempe. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. 304 hal. Kenji, K., sigeru, M., Yorikozu, S., Masaaki, O., dan Tatsuro, K. 1990. Support Media for Micobial Adhesion in an aerobic Fluidized Bed Reactor. Journal of Fermentation and Bioengineering. Vol. 69 (6): 1 - 6. Koster, I.W. 1988. Microbial, chemical and technological aspects of the anaerobic degradation of organic pollutans, pp. 285-316, dalam: Biotreatment Systems, Vol. 1, D.L. Wise, Ed. CRC Press, Boca Raton, FL. KPPL DKI Jakarta. 1997. Informasi Kualitas Lingkungan DKI Jakarta Tahun 1996. Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta. 44 hal. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-51/MENLH/10/1995, tentang Baku Mutu Limbah Cair untuk Kegiatan Industri. Metcalf dan Eddy. 1991. Waste Water Engineering, Treatment, Disposal and Reuse. 3 th Edition, Revised by George Tchobanoglous and Franklin L. Burton. Mc Graw Hill. 1334 hal. Nurhasan dan Pramudyanto, B. 1987. Pengolahan Air Buangan Industri Tahu. Yayasan Bina Lestari dan WALHI, Semarang. 37 hal. Sarwono. 1988. Membuat Tempe dan Oncom, Seri Industri Kecil. Penebar Swadaya, Jakarta. 87 hal. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press, Jakarta. 47 hal. Valentis, B. and Lesavre, J. 1990. Wastewater Treatment by Attahed Growth Microorganism on Geotextile Support. Water Science and Technology. Vol. 22( 1- 2): 43 - 51. Welch, E.B. 1992. Ecological Effects of Waste Water Applied Limnology and Pollutan Effects. E & F Spon, London-Glaslogow-New York-TokyoMelbourne-Madras.

Wisnuprapto dan Mohajit. 1992. Dasar Pengendalian Pencemaran Air. PAU. Bioteknologi ITB, Bandung. 73 hal.

Anda mungkin juga menyukai