Kumpulan Hadits Mengenai Bulan Puasa Ram
Kumpulan Hadits Mengenai Bulan Puasa Ram
Sebagai Pelengkap Artikel Artikel Sebelumnya Yang Membahas Puasa Dan Bulan Puasa
Ramadlan,Saya Lanjutkan Dengan Postingan Kumpulan Hadits Mengenai Bulan Puasa
Ramadlan.
Hadits Hadits/Kumpulan Hadits Mengenai Bulan Ramadlan Ini Menjadi Pelengkap Dari
Artikel Artikel sebelumnya.
Langsung saja pada pokok persoalan,yaitu mengenai Hadits hadits bulan ramadlan.
1. Berpuasa karena melihat hilal, berhari raya juga karena melihat hilal, jika tertutup awan maka
genapkan hingga tiga puluh hari
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
َ َصُو ُموا لِ ُرْؤ يَتِ ِه َوَأ ْف ِطرُوا لِ ُرْؤ يَتِ ِه فَِإ ْن ُغب َِّي َعلَ ْي ُك ْم فََأ ْك ِملُوا ِع َّدةَ َش ْعب
َ ِان ثَاَل ث
ين
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, jika hilal
hilang dari penglihatanmu maka sempurnakan bilangan Sya’ban sampai tiga puluh hari. (HR.
Bukhari No. 1909)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
َ ِفَصُو ُموا لِ ُرْؤ يَتِ ِه َوَأ ْف ِطرُوا لِ ُرْؤ يَتِ ِه فَِإ ْن ُأ ْغ ِم َي َعلَ ْي ُك ْم فَا ْق ِدرُوا لَهُ ثَاَل ث
ين
Maka berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, lalu
jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai tiga puluh hari. (HR. Muslim No. 1080, 4)
ُون فَاَل تَصُو ُموا َحتَّى تَ َر ْوهُ َواَل تُ ْف ِطرُوا َحتَّى تَ َر ْوهُ فَِإ ْن ُغ َّم
َ ِإنَّ َما ال َّش ْه ُر تِ ْس ٌع َو ِع ْشر
َُعلَ ْي ُك ْم فَا ْق ِدرُوا لَه
Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya
(hilal), dan janganlah kalian berhari raya sampai kalian melihatnya, jika kalian terhalang maka
takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No. 1080, 3)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Makna ‘diampuninya dosa-dosa yang lalu’ adalah dosa-dosa kecil, sebab dosa-dosa besar –
seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya- hanya
bias dihilangkan dengan tobat nasuha, yakni dengan menyesali perbuatan itu, membencinya, dan
tidak mengulanginya sama sekali. Hal ini juga ditegaskan oleh hadits berikut ini.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ات لِ َما بَ ْينَه َُّن َ َّات ْال َخ ْمسُ َو ْال ُج ْم َعةُ ِإلَى ْال ُج ْم َع ِة َكف
wٌ ار ُ صلَ َو
َّ ال
“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan ramadhan ke Ramadhan, merupakan
penghapus dosa di antara mereka, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
5. Shalat malam (tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه،ان ِإي َمانًا َواحْ تِ َسابًا
َ ضَ َم ْن قَا َم َر َم.
“Barang siapa yang shalat malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni
dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)
6. Dibuka Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan dibelenggu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ْ صفِّ َد
ِ َت ال َّشي
اطين ِ َّت َأب َْوابُ الن
ُ ار َو ْ َت َأب َْوابُ ْال َجنَّ ِة َو ُغلِّق
ْ ضان فُتِّ َح
َ ِإ َذا َجا َء َر َم
“Jika datang Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan
dibelenggu.” (HR. Muslim No. 1079)
وسلسلت الشياطين، وغلقت أبواب جهنم،إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة
“Jika bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan
dirantai.” (HR. Muslim No. 1079)
َوَأنَا َأجْ ِزي بِ ِه، فَه َُو لِي، ِإاَّل الصِّ يَا َم،ُُكلُّ َع َم ِل اب ِْن آ َد َم لَه
“Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena puasa itu untuk-
Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari No. 1795, Muslim No. 1151, Ibnu
Majah No. 1638, 3823, Ahmad No. 7494, Ibnu Khuzaimah No. 1897, Ibnu Hibban No. 3416)
Haditsnya:
ون يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة اَل يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ َأ َح ٌد ُ ِإ َّن فِي ْال َجنَّ ِة بَابًا يُقَا ُل لَهُ ال َّري
َ َّان يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ الصَّاِئ ُم
َ ِون اَل يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ َأ َح ٌد َغ ْي ُرهُ ْم فَِإ َذا َد َخلُوا ُأ ْغل
ق فَلَ ْم َ َغ ْي ُرهُ ْم يُقَا ُل َأي َْن الصَّاِئ ُم
َ ون فَيَقُو ُم
يَ ْد ُخلْ ِم ْنهُ َأ َح ٌد
“Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan, yang akan dimasuki oleh orang-
orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan tidak ada yang memasuki melaluinya kecuali
mereka. Dikatakan: “Mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri, dan tidak ada
yang memasukinya seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, maka pintu itu
ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melaluinya.” (HR. Bukhari No. 1797, 3084,
Muslim No. 1152, At Tirmidzi No. 762, Ibnu Majah No. 1640)
9. Bau mulut orang puasa lebih Allah Ta’ala cinta di banding kesturi
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وإذا لقي ربه فرح بصومه، إذا أفطر فرح:للصائم فرحتان يفرحهما
“Bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika berbuka, dan ketika
berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.” (HR. Bukhari No. 1805, 7054. Muslim no. 1151.
At Tirmidzi No. 766. An Nasa’i No. 2211, 2212, 2213, 2215, 2216. Ibnu Majah No. 1638. Ad
Darimi No. 1769. Ibnu Hibban No. 3423. Al Baihaqi dalam As Sunan No. 7898. Ibnu
Khuzaimah No. 1896. Abu Ya’la No. 1005. Ahmad No. 4256, dari Ibnu Mas’ud. Ath Thabarani
dalam Al Kabir No. 10077. Abdurrazzaq No. 7898)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ًُور بَ َر َكة
ِ تَ َس َّحرُوا فَِإ َّن فِي ال َّسح
“Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari No. 1923,
Muslim No. 1095)
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
فَِإ َّن هللاَ َع َّز، َولَ ْو َأ ْن يَجْ َر َع َأ َح ُد ُك ْم جُرْ َعةً ِم ْن َما ٍء،ُ فَاَل تَ َد ُعوه،ٌال َّسحُو ُر َأ ْكلُهُ بَ َر َكة
َ ون َعلَى ْال ُمتَ َس ِّح ِر
ين َ ُُّصل
َ َو َج َّل َو َماَل ِئ َكتَهُ ي
Makan sahur adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walau kalian hanya
meminum seteguk air, karena Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat mendoakan orang yang
makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya
shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 11086)
Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ب َأ ْكلَةُ ال ُّسحُور
ِ صيَ ِام َأ ْه ِل ْال ِكتَا ِ فَصْ ُل َما بَي َْن
ِ صيَا ِمنَا َو
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim No.
1096)
كان أصحاب محمد صلى هللا عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم سحورا
Para sahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling bersegera
dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam sahurnya. (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al
Kubra No. 7916. Al Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf
No. 9025)
14. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertadarus Al Quran bersama Malaikat Jibril
15. Kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama bulan Ramadhan melebihi
hembusan angin
ُين يَ ْلقَاه
َ ان ِحَ ضَ ون فِي َر َم ُ اس َوَأجْ َو ُد َما يَ ُك ِ َّصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأجْ َو َد النَ ان النَّبِ ُّي
َ َك
َ ْار ُسهُ ْالقُر
آن ِ ان فَيُ َد َ ان ِجب ِْري ُل َعلَ ْي ِه ال َّساَل م يَ ْلقَاهُ فِي ُكلِّ لَ ْيلَ ٍة ِم ْن َر َم
َ ض َ ِجب ِْري ُل َو َك
يح ْال ُمرْ َسلَ ِة
ِ ِّصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأجْ َو ُد بِ ْال َخي ِْر ِم ْن الر
َ ِ فَلَ َرسُو ُل هَّللا
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan
kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi ketika Jibril menemuinya. Dan,
Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan dia bertadarus Al Quran bersamanya. Maka,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar sangat dermawan dengan kebaikan
melebihi angin yang berhembus. (HR. Bukhari No. 3220)
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
ان لَهُ ِم ْث ُل َأجْ ِر ِه َغي َْر َأنَّهُ اَل يَ ْنقُصُ ِم ْن َأجْ ِر الصَّاِئ ِم َش ْيًئا َ َم ْن فَطَّ َر
َ صاِئ ًما َك
Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang berpuasa maka dia akan
mendapatkan pahala sebagaimana orang tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang itu.
(HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan shahih. Ahmad No. 21676, An Nasa’i dalam As
Sunan Al Kubra No. 3332. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3952. Dishahihkan Syaikh Al
Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6415. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan lighairih.
Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 21676, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3775)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ْ ثَاَل ثَةٌ اَل تُ َر ُّد َد ْع َوتُهُ ْم الصَّاِئ ُم َحتَّى يُ ْف ِط َر َواِإْل َما ُم ْال َعا ِد ُل َو َد ْع َوةُ ْال َم
ظلُوم
Ada tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang yang berpuasa sampai dia
berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang teraniaya. (HR. At Tirmidzi No. 2526, 3598,
katanya: hasan. Ibnu Hibban No. 7387, Imam Ibnul Mulqin mengatakan: “hadits ini shahih.”
Lihat Badrul Munir, 5/152. Dishahihkan oleh Imam Al Baihaqi. Lihat Shahih Kunuz As sunnah
An Nabawiyah, 1/85. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya. Lihat Shahih wa Dhaif
Sunan At Tirmidzi No. 2526)
Berdoa diwaktu berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Berikut
ini adalah doanya:
تَ َق َوثَب ُ ت ْال ُعرُو ْ َّب الظَّ َمُأ َوا ْبتَل َ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا َأ ْفطَ َر ق
َ َال َذه َ ِ ان َرسُو ُل هَّللا
َ َك
ُ اَأْلجْ ُر ِإ ْن َشا َء هَّللا
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa dia membaca:
“Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud No.
2357, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7922, Ad Daruquthni, 2/185, katanya:
“isnadnya hasan.” An Nasa’i dalam As sunan Al Kubra No. 3329, Al Hakim dalam Al
Mustadrak No. 1536, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari- Muslim”. Al Bazzar No. 4395.
Dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 4678)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di
masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin banyak, lalu
pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda:
َ يت َأ ْن تُ ْف َر
ض َعلَ ْي ُك ْم ُ ُوج ِإلَ ْي ُك ْم ِإاَّل َأنِّي َخ ِش
ِ صنَ ْعتُ ْم فَلَ ْم يَ ْمنَ ْعنِي ِم ْن ْال ُخر ُ قَ ْد َرَأي
َ ْت الَّ ِذي
ان
َ ض َ ك فِي َر َم َ َِو َذل
“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar menuju kalian
melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu terjadi pada bulan Ramadhan.
(HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)
21. Terawih pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: 8 rakaat dan witir 3 rakaat
إن كان، يا رسول هللا: جاء أبي بن كعب إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال
نسوة في: قال، » « وما ذاك يا أبي ؟: قال، مني الليلة شيء يعني في رمضان
، فصليت بهن ثمان ركعات: قال، إنا ال نقرأ القرآن فنصلي بصالتك: قلن، داري
ولم يقل شيئاw فكان شبه الرضا: قال، ثم أوترت
Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai
Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya (yaitu pada bulan Ramadhan).” Rasulullah
bertanya: “Kejadian apa itu Ubay?”, Ubay menjawab: “Ada beberapa wanita di rumahku, mereka
berkata: “Kami tidak membaca Al Quran, maka kami akan shalat bersamamu.” Lalu Ubay
berkata: “Lalu aku shalat bersama mereka sebanyak delapan rakaat, lalu aku witir,” lalu Ubay
berkata: “Nampaknya nabi ridha dan dia tidak mengatakan apa-apa.” (HR. Abu Ya’la dalam
Musnadnya No. 1801. Ibnu Hibban No. 2550, Imam Al Haitsami mengatakan: sanadnya hasan.
Lihat Majma’ az Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)
22. Terawih pada masa Sahabat: 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta terawih 36 rakaat dan witir 3
rakaat
Pada masa sahabat, khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab Radhilallahu ‘Anhu
dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat.
وهو،وصح أن الناس كانوا يصلون على عهد عمر وعثمان وعلي عشرين ركعة
وأكثر أهل العلم على: قال الترمذي، من الحنفية والحنابلة وداودwرأي جمهور الفقهاء
ما روي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب النبي صلى هللا عليه وسلم عشرين
هكذا أدركت الناس بمكة: وقال، وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي،ركعة
يصلون عشرين ركعة
“Dan telah shahih, bahwa manusia shalat pada masa Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat,
dan itulah pendapat jumhur (mayoritas) ahli fiqih dari kalangan Hanafi, Hambali, dan Daud.
Berkata At Tirmidzi: ‘Kebanyakan ulama berpendapat seperti yang diriwayatkan dari Umar dan
Ali, dan selain keduanya dari kalangan sahabat nabi yakni sebanyak 20 rakaat. Itulah pendapat
Ats Tsauri, Ibnul Mubarak. Berkata Asy Syafi’i: “Demikianlah, aku melihat manusia di Mekkah
mereka shalat 20 rakaat.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/206
Imam Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan:
Beliau melanjutkan:
َ َارة َأب
ان َ ال ” َأ ْد َر ْكت النَّاس فِي ِإ َم َ َط ِريق َدا ُو َد بْن قَيْس ق َ َو َر َوى ُم َح َّمد اِبْن نَصْ ر ِم ْن
ًين َر ْك َعة َ ِت َوثَاَل ث
ٍّ ون بِ ِسَ بْن ُع ْث َمان َو ُع ْمر بْن َعبْد ْال َع ِزيز – يَ ْعنِي بِ ْال َم ِدينَ ِة – يَقُو ُم
” َو َع ْن ال َّز ْعفَ َرانِ ِّي َع ْن ال َّشافِ ِع ِّي. ال َمالِك هُ َو اَأْل ْم ُر ْالقَ ِدي ُم ِع ْن َدنَا َ َث ” َوقٍ ُون بِثَاَل
َ َويُوتِر
ْس فِي َش ْيء َ َولَي، ين َ ث َو ِع ْش ِر ٍ ين َوبِ َم َّكة بِثَاَل َ ِْع َوثَاَل ث ٍ ون بِ ْال َم ِدينَ ِة بِتِس
َ َرَأيْت النَّاس يَقُو ُم
ٌ ضي
ق ِ ك َ ِ” ِم ْن َذل
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku menjumpai
manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz –yakni di
Madinah- mereka shalat 39 rakaat dan ditambah witir tiga rakaat.” Imam Malik
berkata,”Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.” Dari Az Za’farani, dari Asy Syafi’i:
“Aku melihat manusia shalat di Madinah 39 rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah masalah
yang lapang.” (Ibid)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
Hadits di atas menerangkan bahwa mencium isteri dan berkumur-kumur hukumnya sama yakni
boleh, kecuali berlebihan hingga bersyahwat, apalagi mengeluarkan air mani.
في: قلت لعائشة.كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقبل بعض نسائه وهو صائم
في الفريضة والتطوع، في كل ذلك: عائشةwالفريضة والتطوع؟ قالت
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencium sebagian isterinya dan dia sedang puasa.”
dan aku juga berpuasa.” Aku (Abu Salamah) berkata kepada ‘Aisyah: “Apakah pada puasa wajib
atau sunah?” Beliau menjawab: “Pada semuanya, baik puasa wajib dan sunah.” (HR. Ibnu
Hibban No. 3545)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini shahih.” (Shahih Ibnu Hibban bitartib Ibni
Balban, No. 3545)
25. Berpuasa ketika safar; diberikan pilihan antara tetap berpuasa atau berbuka, tergantung
kekuatan orangnya
فقال رسول هللا، فهل علي جناح ؟. أجد بي قوة على الصيام في السفر:يا رسول هللا
ومن أحب أن يصوم. “هي رخصة من هللا فمن أخذ بها فحسن:صلى هللا عليه وسلم
”فال جناح عليه.
“Wahai Rasulullah, saya punya kekuatan untuk berpuasa dalam safar, apakah salah saya
melakukannya?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Itu adalah
rukhshah (keringanan) dari Allah, barang siapa yang mau mengambilnya (yakni tidak puasa)
maka itu baik, dan barang siapa yang mau berpuasa maka tidak ada salahnya.” (HR. Muslim No.
1121. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, no. 7947. Ibnu Khuzaimah No. 2026)
أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم خرج إلى مكة عام الفتح في رمضان فصام حتى
بلغ كراع الغميم فصام الناس معه فقيل له يا رسول هللا إن الناس قد شق عليهم الصيام
فدعا بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس ينظرون فأفطر بعض الناس وصام
بعض فبلغه أن ناسا صاموا فقال أولئك العصاة
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada tahun Fath (penaklukan) menuju
Mekkah pada saat Ramadhan. Dia berpuasa hingga sampai pinggiran daerah Ghanim. Manusia
juga berpuasa bersamanya. Dikatakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, nampaknya manusia
kepayahan berpuasa.” Kemudian Beliau meminta segelas air setelah asar, lalu beliau minum, dan
manusia melihatnya. Maka sebagian manusia berbuka, dan sebagian lain tetap berpuasa. Lalu,
disampaikan kepadanya bahwa ada orang yang masih puasa.” Maka Beliau bersabda: “Mereka
durhaka.” (HR. Muslim No. 1114. Ibnu Hibban No. 2706, An Nasa’i No. 2263. At Tirmidzi No.
710. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No.7935)
Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengkritik orang yang berpuasa dalam
keadaan safar dan dia kesusahan karenanya.
وقد. فرأى رجال قد اجتمع الناس عليه.كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم في سفره
“ليس من: فقال رسول هللا عليه وسلم. رجل صائم: “ماله ؟” قالوا: فقال.ضلل عليه
”البر أن تصوموا في السفر.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah dalam perjalanannya. Dia melihat seseorang
yang dikerubungi oleh manusia. Dia nampak kehausan dan kepanasan. Rasulullah bertanya:
“Kenapa dia?” Meeka menjawab: “Seseorang yang puasa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan kalian berpuasa dalam keadaan safar.” (HR. Muslim
No. 1115)
Jika diperhatikan berbagai dalil ini, maka dianjurkan tidak berpuasa ketika dalam safar, apalagi
perjalanan diperkirakan melelahkan. Oleh karena itu, para imam hadits mengumpulkan hadits-
hadits ini dalam bab tentang anjuran berbuka ketika safar atau dimakruhkannya puasa ketika
safar. Contoh: Imam At Tirmidzi membuat Bab Maa Ja’a fi Karahiyati Ash Shaum fi As Safar
(Hadits Tentang makruhnya puasa dalam perjalanan), bahkan Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan
dalam Shahihnya:
باب ذكر خبر روي عن النبي صلى هللا عليه وسلم في تسمية الصوم في السفر عصاة
من غير ذكر العلة التي أسماهم بهذا االسم توهم بعض العلماء أن الصوم في السفر
غير جائز لهذا الخبر
“Bab tentang khabar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang penamaan berpuasa saat
safar adalah DURHAKA tanpa menyebut alasan penamaan mereka dengan nama ini. Sebagian
ulama menyangka bahwa berpuasa ketika safar adalah TIDAK BOLEH karena hadits ini.”
Tetapi, jika orang tersebut kuat dan mampu berpuasa, maka boleh saja dia berpuasa sebab
berbagai riwayat menyebutkan hal itu, seperti riwayat Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu
‘Anhu di atas.
Ini juga dikuatkan oleh riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
في، قد صام رسول هللا صلى هللا عليه وسلم.ال تعب على من صام وال من أفطر
وأفطر،السفر.
“Tidak ada kesulitan bagi orang yang berpuasa, dan tidak ada kesulitan bagi yang berbuka.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berpuasa dalam safar dan juga berbuka.” (HR.
Muslim No. 1113)
ثم دعا. فصام حتى بلغ عسفان.سافر رسول هللا صلى هللا عليه وسلم في رمضان
قال ابن عباس. حتى دخل مكة. ثم أفطر. ليراه الناس. فشربه نهارا.بإنء فيه شراب
ومن، فمن شاء صام. فصام رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وأفطر:رضي هللا عنهما
شاء أفطر.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan pada Ramadhan, dia berpuasa
singga sampai ‘Asfan. Kemudian dia meminta sewadah air dan meminumnya siang-siang.
Manusia melihatnya, lalu dia berbuka hingga masuk Mekkah.” Ibnu Abbas Radhiallahu
‘Anhuma berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa dan berbuka.
Barang siapa yang mau maka dia puasa, dan bagi yang mau buka maka dia berbuka.” (Ibid)
Dengan mentawfiq (memadukan) berbagai riwayat yang ada ini, bisa disimpulkan bahwa anjuran
dasar bagi orang yang safar adalah berbuka. Namun, bagi yang kuat dan sanggup untuk berpuasa
maka boleh saja berbuka atau tidak berpuasa sejak awalnya. Namun bagi yang sulit dan lelah,
maka lebih baik dia berbuka saja. Wallahu A’lam
26. Umrah ketika Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji bersama Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkata kepada seorang wanita Anshar bernama Ummu Sinan:
Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir. Dari
Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ان ُمتَ َحرِّ يهَا فَ ْليَتَ َح َّرهَا ِم ْن ْال َع ْش ِر اَأْل َوا ِخ ِر
َ فَ َم ْن َك
“Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh malam
terakhir.” (HR. Bukhari No. 1105)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ُأرُوا لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر فِي ْال َمنَ ِام فِي ال َّسب ِْع ِ َأ َّن ِر َجااًل ِم ْن َأصْ َحا
َ ب النَّبِ ِّي
ت فِي ال َّسب ِْع ْ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َرى ُرْؤ يَا ُك ْم قَ ْد تَ َواطََأ
َ ِ اَأْل َوا ِخ ِر فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا
ان ُمتَ َحرِّ يهَا فَ ْليَتَ َح َّرهَا فِي ال َّسب ِْع اَأْل َوا ِخ ِر َ اخ ِر فَ َم ْن َك ِ اَأْل َو
“Sesungguhnya seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat
Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir. Maka bersabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam: “Saya melihat mimpi kalian telah bertepatan pada tujuh malam terakhir,
maka barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada tujuh malam
terakhir.” (HR. Bukhari No. 1911, 6590, Muslim No.1165 Ibnu Hibban No. 3675, Al Baihaqi
dalam As Sunan Al Kubra No. 8327, Ibnu Khuzaimah No. 2182, Malik dalam Al Muwaththa’
No. 697
Bagaimanakah maksud tujuh malam terakhir? Tertulis penjelasannya dalam Shahih Ibnu
Khuzaimah, sebagai berikut:
قال أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما في السبع األواخر فمن كان أن يكون
صلى هللا عليه وسلم لما علم تواطأ رؤيا الصحابة أنها في السبع األخير في تلك السنة
أمرهم تلك السنة بتحريها في السبع األواخر والمعنى الثاني أن يكون النبي صلى هللا
عليه وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها في السبع األواخر إذا ضعفوا وعجزوا عن
طلبها في العشر كله
Berkata Abu Bakar: Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam ke tujuh terakhir
karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala mengetahui adaya kesesuaian dengan mimpi
sahabat bahwa Lailatul Qadr terjadi pada tujuh malam terakhir pada tahun itu, maka beliau
memerintahkan mereka pada tahun itu untuk mencarinya pada tujuh malam terakhir. Kedua,
perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para sahabat untuk mencari pada tujuh
malam terakhir dikaitkan jika mereka lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh hari
semuanya. (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2182)
Makna ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir.
Kemungkinan lebih besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana
hadits berikut:
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ُ فَِإنِّي ُأ ِر
يت لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر َوِإنِّي نُسِّيتُهَا َوِإنَّهَا فِي ْال َع ْش ِر اَأْل َوا ِخ ِر فِي ِو ْت ٍر
“Seseungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu pada
sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari No. 638, 1912, 1923)
Imam Bukhari juga meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
َ ِ َوهَّللا ِ ِإنِّي َأَل ْعلَ ُم َأيُّ لَ ْيلَ ٍة ِه َي ِه َي اللَّ ْيلَةُ الَّتِي َأ َم َرنَا بِهَا َرسُو ُل هَّللا
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
صبِي َح ِة يَ ْو ِمهَا َ طلُ َع ال َّش ْمسُ فِي ْ َارتُهَا َأ ْن ت
َ ين َوَأ َمَ يح ِة َسب ٍْع َو ِع ْش ِر َ ِ صب َ ُبِقِيَا ِمهَا ِه َي لَ ْيلَة
ْضا َء اَل ُش َعا َع لَهَا َ بَي
“Demi Allah, seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah itu, itu adalah
malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk
shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah pada malam ke 27, saat itu tanda-tandanya hingga
terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang benderang, tidak ada panas.” (HR. Muslim
No. 762)
Bukan hanya Ubay bin Ka’ab, tapi juga sahabat yang lain. Salim meriwayatkan dari ayahnya
Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan besar Lailatul
Qadr adalah pada malam ke 27. Namun, perselisihan tentang kepastiannya sangat banyak,
sehingga bisa dikatakan bahwa jawaban terbaik dalam Kapan Pastinya Lailatul Qadr adalah
wallahu a’lam.
ك َأ ْكثَر َ ِ َوتَ َحص ََّل لَنَا ِم ْن َم َذا ِهبه ْم فِي َذل. ف ْال ُعلَ َماء فِي لَ ْيلَة ْالقَ ْدر اِ ْختِاَل فًا َكثِيرًا
َ ََوقَ ْد اِ ْختَل
َ ِم ْن َأرْ بَ ِع
ين قَ ْواًل
“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang banyak. Kami
menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari,
4/262. Darul Fikr)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa khusus untuk kita baca ketika
Lailatul Qadar.
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
فهو، من ترك واحدة منهن، عليهن أسس االسالم، وقواعد الدين ثالثة،عرى االسالم
وصوم رمضان، والصالة المكتوبة، شهادة أن ال إله إال هللا:بها كافر حالل الدم
Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam difondasikan, dan
barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir dan darahnya halal ( untuk
dibunuh), (yakni): Syahadat Laa Ilaaha Illallah, shalat wajib, dan puasa Ramadhan.” (HR. Abu
Ya’ala No. 2349, Alauddin Al muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 23, juga Ad Dailami
dan dishahihkan oleh Imam Adz Dzahabi. Berkata Hammad bin Zaid: aku tidak mengetahui
melainkan hadits ini telah dimarfu’kan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Haitsami
mengatakan sanadnya hasan, Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Tetapi
didhaifkan oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah)