Anda di halaman 1dari 34
1 DASAR-DASAR EKOLOGI A. PENGANTAR Mendahului uraian mengenai beberapa aspek tentang ekologi,’ di- pandang bermanfaat untuk mengemukakan secara singkat mengenai apa, di mana, kapan, dan bagaimana lingkungan hidup itu sebenarnya. Para ahli memperkirakan bahwa umur Bumi ini telah mencapai kira- kira lima miliar tahun, Pada mulanya, dalam atmosfer Bumi tidak ter- dapat oksigen (0), sementara kadar karbondioksida (CO,) tinggi. Pada waktu dan kondisi itu, susunan kimia atmosfer dan kondisi lingkungan Jainnya menunjukkan belum adanya kehidupan di Bumi karena kondi- si itu tidak memungkinkan adanya kehidupan (dalam pengertian dan ukuran yang dikenal dewasa ini). Kemudian, kira-kira 4,5 miliar tahun yang lampau, mulailah terdapat air yang cair di permukaan Bumi dan mulailah terbentuk kehidupan yang sederhana dalam bentuk molekul organik, antara lain yang juga mengandung zat hijau daun (Klorofil), Se- Janjutnya, dengan adanya Klorofil tersebut, mulailah berlangsung pro- ses fotosintesis di Bumi. Dalam proses fotosintesis ini, makhluk yang berklorofil mengolah CO, dengan menggunakan cahaya matahari seba- gai sumber energi menjadi karbohidrat (zat materi) dan terbentuk pula + “Dasar-dasar Ekologi” ini semula dituangkan sebagai bagian dalam tulisan yang ber- judul “Beberapa Aspek tentang Hukum Kehutanan’, 1997, bahan ajar (diktat) matakuliah Hukum Kehutanan. Kemudian ditulis tlang 1999, dan terakhir 21 Mei 2011 dalam judul ddan muatan yang sama dengan penyesuaian-penyesuaian sepertunya (hal.2-15). Meskipun dimuat sebagai bagian dari diktat/balan kuliah hukum kehutanan, sub-bahasan tersebut Jebih merupakan bagian dari kajian hukum lingkungan, dan setalw disajikan pada bagian wal perkuliahan, Hal ini dilakukan sejalan pemikiran bahwa masalah lingkungan hidup yang menjadi objek hukum lingkungan itu sebenarnya merupakan masalah ekologi, seingga perl memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ekologi tersebut. Jadi masalah Jingkungan hidup pada hakikatnya adalan masalah ekologi. Untuk lebih jelasnya, Lihat Otto Soemarwoto, 1994, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Edisi Revisi, Cet, ke-6, Djambatan, Bandung, hal. 22, Lihat juga St. Munadjat Danusaputro, 1985, Hickum Lingkungan: Buku I Umum, Binacipta, Bandung, hal. 86-87, 118, 147-148, Scanned with CamScanner PENGANTAR HUXUM UNGKUNGAN: EDISLKEDUA ___— _ O» Makin berkembangnya organisme yang berklorofi, arige petken. bang pulalah proses fotosintesis (di muka Bumi) yang pada giliranny, oF Jpaliknya kadar O,bertambah, kadar CO, dalam atmosfer berkurang, sel ' h Diungkapkan pula bahwa proses tersebut selanjunye memUngin an terbentuknya lapisan ozon di atmosfer atas (seater, sehingya Bumi terlindungi dari sinar matahari bergelombang pen ¢ yang me. rmatikan makhluk hidup. Dengan adanya perlindungan dari lapisay von tersebut, kehidupan tidak hanya dapat berkembangan di lapisay air yang dalam, tetapi juga di lapisan air yang atas. Dengan makin sem. purnanya perlindungan lapisan ozon tersebut, kehidupan bahkan dapat berlangsung di daratan, Pada gilirannya, kehidupan semakin kompleks, dari organisme bersel satu berkembanglah organisme bersel banyak yang tersusun dalam struktur yang teratur ‘sebagai suatu sistem, Demikianlah kehidupan dimulai darilapisan air yang dalam, lalu ke Japisan air yang atas, dan pada akhimnya ke daratan, yang dimungkin. an oleh adanya lapisan ozon yang terbentuk sebagai hasil (samping. an) proses fotosintesis. Jadi, terlihat bahwa makhluk hidup membentuk lingkungan hidupnya, tetapi sebaliknya makhluk hidup itu ada kareng lingkungan hidupnya? (Kehidupan manusia sebagai salah satu jenis makhluk hidup juga tunduk pada prinsip-prinsip kehidupan tersebut), Kehidupan adalah fenomena atau perwujudan adanya hidup, yang didukung tidak saja oleh makhluk hidup (pengada insani), tetapi juga benda mati (pengada ragawi) dan berlangsung dalam dinamika selu- rah komponen kehidupan itu, Dalam hubungan ini, lingkungan hidup adalah suatu konsep holistik yang berwujud di Bumi ini dalam bentuk, susunan, dan fungsi interaktif antara semua pengada, baik yang insani ‘maupun yang ragawi. Keduanya saling memengaruhi dan menentukan, baik bentuk dan perwujudan Bumi di mana berlangsung Kehidupan (biosfer) maupun bentuk dan perwujudan dari Kehidupan itu sendiri, Dalam hal ini, lingkungan hidup manusia (human environment) adalah sistem di mana terdapat perwujudan manusia atau di mana ter- dapat kepentingan manusia di dalamnya, Oleh karena kehidupan ma- nusia tergantung kepada Bumi secara keseluruhan, pada matahari seba- gai suber energi, bahkan pada eksistensi dan dinamikanya jagad raya, sera (past tergantung pula pada kehendak, bimbingan dan petunjok Hide meneiptakan manusia, maka jangkauan tentang lingkung- an hidup manusia dapat sangat las, tanpa batas, Ia tidak hanya men- *Soomarwot0, O40, 1994, Bolg, Ling : OU, 1994, Bolg Lingkungan Hip dan em si Revs Cet. ke-6, Djambatan, Jakarta, hal. 2-3, — Se] eacepnen Bia toe, 7 5 Scanned with CamScanner BAB | + DASAR-DASAR EKOLOG! Jangkau apa yang sesungguhnya berwujud, tetapi juga menjangkau apa yang tidak berwujud atau abstrak yang ada dalam pikiran manusia (no- osfer). Perlu dicatat, bahwa dalam upaya manusia untuk menguak ta- bir kehidupan di planet lain khususnya di Mars (yang dianggap paling mungkin menunjang kehidupan), kehidupan dengan batasan seperti yang kita kenal di Bumi jelas hanya ada di Bumi. Jadi kalaupun ada ke- hidupan di planet lain, kriteria atau tolok ukur untuk menyelidikinya dan memahaminya harus berbeda pula.* Dengan demikian, tidak hanya lingkungan hidup dapat diartikan sangat luas bahkan tanpa batas, akan tetapi jangkauan masalah yang manusia ambil bagian di dalamnya ter- batas pada apa yang ada di Bumi ini. Lingkungan hidup senyatanya ada i Bumi ini yang masalahnya progresif dengan waktu. B, PERISTILAHAN Ada beberapa istilah yang selalu ditemukan dalam kajian ekologi, selain “ekologi” itu sendiri, yaitu kelentingan, relung, habitat, home- ostasis, negentropi (entropi negatif), dan ekosistem. Di samping itu, dikenal pula istilah sosiosistem, sosio-ekosistem, lingkungan hidup, sumber daya alam, dan istilah-istilah lain yang terkait dengan ekologi. Daya dukung lingkungan hidup, daya tampung lingkungan hidup, dan keanekaragaman juga merupakan istilah yang banyak dijumpai dalam Kajian ekologi (yang merupakan dasar ilmu lingkungan). Demikian pula istilah populasi, organisme, biotik, abiotik, komunitas, dan organisme merupakan istilah yang akrab dalam ekologi yang kelak menjadi da- sar ilmu lingkungan yang memberi petunjuk bagi penanganan masa- Jah lingkungan hidup atau yang secara yuridis formal disebut dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (selanjutnya disingkat PPLH). Penanganan masalah lingkungan hidup inilah yang diatur oleh hukum lingkungan yang sedang dibicarakan ini.+ Ekosistem dipelajari dalam ekologi. Ekosistem disebut juga biogeo- 2 Soerjani, Mohamad, 1988, Pengembangan Ilmu Lingkungan dalam Upaya Menunjang Pembangunan Berlanjut, Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru Besar Tetap Ekologidan TThnu Lingkungan pada Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Jakarta, 4 Juni 1988, hal. 4-5. “Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkung- an Hidup yang juga disebut Undang-undang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UUPPLH). Dua undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang disebut Undang-Undang Lingkungan Hidup (disingkat ULI) dan Undang-Undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disebut Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UUPLH), menggunakan istilah pengelolaan ngkngan hidup (PLU. a 3 Scanned with CamScanner PENGANTAR HUKUM UNGKUNGAN: EDIS! KEDUA. lam ekosistem dan sosio- i satu sistem, satu disebut so- sio-ekosistem. Sosio-ekosistem inilah sebe dikenal dengan disebut dengan lingkungan coenosis. Kehidupan (manusia) berlangsung dal sistem, Ekosistem dan sosiosistem menyatu menia tatanan atau kesatuan ruang yang utuh menyeluruh marnya yang Tingkungan hidup. Ekosistem sering juga : hidup alami_yang dipelajari oleh ekologi seca netral dan Singaangan hidup dipelajari dalam ilmu lingkungan yan8 berarti memasukkan fak- tor manusia dan perilakunya sebagai bagian dari kajiannya. Dalam kaitan ini, Soerjani mengemokakan bahwa ekologi adalah jlmu tentang rumah tangga mahkluk hidup, yakni ilmu tentang kehi- dupan (makhluk hidup) di rumahnya, yakni di ekosfer dan biosfer. Dac Jam konteks ini, eKologi merupakan ilmu yans mempelajari seluk-beluk yumah tangga ini, sehingga ekologi juga dapat diartikan sebagai totalitas pola tatanan dan peranan pengada insani dan ragawi secara tim): Hik dalam lingkungannya. Istilah ekologi ini ‘muncul pertama kali pada 1858 dan digunakan oleh Henry D. Thoreau yang termuat dalam Levine 1975: 1, tetapi baru diberi batasan yang jelas pada 1869 oleh Erns Haee- tel scbagaimana ditemukan dalam bukunya Odum (2983) halaman 1-3. Menurut Soerjani, sebenarnya sebelum itu ajaran filsafat Yunani dari Hippocrates (469-377 SM), Aristoteles (384-322 SM), dan lain-lain, te- lah banyak menyebutkan hubungan timbal balik dan saling memen ruhi antara berbagai Komponen kehidupan, yang juga memengaruhi keschatan fisik maupun jiwa manusia. Demikian pula A. van Leeuwenhoek pada permulaan abad ke-s6 juga sudah menemukan prinsip rantai makanan dan pengaturan PopU~ Tasi yang menjadi dasar ekologi. Dari konsep dasar (Pengertian asal yang sesunggubnya) ekologi tentang rumah tangga, hubungan timbal balik, saling ketergantungan dan sebagainya antarkomponennya, ekologi te Jah dipakai untuk berbagai keperluan, seperti ekologi desa, ekologi kota, ekologi pemerintahan, ekologi pertanian, dan ekologi pikiran, termasuk ekologi manusia, sehingga pengertian asal dari ekologi menjadi kabur. Adapun ekologi manusia diartikan sebagai autekologi (ekologi satu je nis makhluk hidup), yang berbeda dengan sinekologi (ekologi beberap@ jenis makhluk hidup). Ekologi manusia memusatkan perhatiannya pads manusia. Dalam hal ini, Soerjani meresume pandangan T.A. Rambo d2- * Martopo, Suge is sia. eng, 198, Pendlon Muli dala ne Lingua Nah Senin Sonbargn Reta Dip Hn unt Meningkatan Kesadaran Masyarakat ng Lingkungan, Sema Fak, Biologi UGM Yogyé miber 1980, hi : nee . ygyakarta, 10 Sept al. 1-2. iat ga nes Wb AM, 200, Aas Kearfon Lokal Maa ae jn Jang ResponstEltorAcnad kk, et ke, Pustaka Pena Pres, Malassar, a 41-5 ress, Makassar, hal. I~ ‘ 6 Scanned with CamScanner ASAR EKOLOGH lam bukunya Environment and Development, (1981: 186-189) yang me- ngatakan, bahwa dalam ekologi manusia yang dipelajari bukan tingkah Jaku manusia per se (Karena ini adalah wilayah kajian ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, sosiologi, dan ekonomi), tetapi ditekankan pada hubungan interaktif antara masyarakat manusia (sosiosistem) dengan ekosistem.* Sampai di sini dapat dipahami, ekologi dapat memberikan banyak sumbangan dalam upaya manusia memahami dan menangani masalah lingkungan hidup, yakni ekologi manusia, yang mengkaji hu- bungan timbal balik dan saling ketergantungan antara sosiosistem dan ekosistem. Sebagaimana dipahami pula bahwa masalah lingkungan hi- dup pada hakikatnya adalah masalah ekologi, yakni interaksi makhluk hidup, khususnya interaksi manusia dengan lingkungannya yang meli- batkan berbagai aspek di dalamnya. Secara yuridis, dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH), dikatakan bahwa ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Adapun unsur lingkungan hidup menurut Pasal 1 butir 1 UULH? adalah semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang memengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya, dalam satu kesatuan ruang secara holistik. Tegasnya mencakup sosiosistem dan ekosistem. Dengan demikian, rumusan ekosistem dalam Pasal 1 butir 3 UULH tersebut di atas adalah dalam pengertian luas, oleh karena men- cakup semua unsur lingkungan hidup. Alam lingkungan (lingkungan alam, ekosistem) yang prosesnya berlangsung secara alamiah, akan memperoleh keseimbangannya juga secara alamiah, Salah satu asas yang berlaku di alam inj ialah bahwa keanekaragaman menjadi dasar kestabilan.* Tentu saja, dengan campur tangan manusia keanekaragaman tersebut akan disederhanakan sesuai dengan kebutuhan manusia dalam memanfaatkan alam yang bersang- kutan. Dengan kata lain, akibat campur tangan manusia pada sumber “Mohamad Soerjani, Op. cit, hal. 21-23. Sumber awal Levine 1975, hal. 1 dan Odum 1983, hal. 1-3. ’ UULH (UU No.4 Th, 19820 telah diganti dengan UUPLH (UU No. 23 Th. 1997), yang selanjutnya digantiJagt dengan UUPPLH (UU No.32Th. 2009). Perumusan dengan maksud yang sama tetap dilanjutkan dalam Pasal 1 dan butir 4 UUPLH, kemudian dalam Pasal 1 butir 1 dan butir § UUPPLH. Untuk . baca pasal dan butir pada masing-masing ‘undang-undang bidang lingkungan hidup tersebut. ® Lihat juga R. E. Soeriaatmadja, 1989, limu Lingkungan, ITB, Bandung, hal. 31-32, dan Otto Soemanwoto, 1994, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta, hal.110-113, a 5 Scanned with CamScanner PENGANTAR MUKUM LINGKUNGAN: EOIS!KEDUA daya alam tertentu menyebabkan rendahnya keanekaragaman sumber daya alam tersebut dan merupakan salah sat faktor rendahnya tingkat kestabilan. : : [ Kenyataan mengenai hal tersebut dapat hare bee komposisi oti votik yang unsur-unsumya demikian kaya yang mam- alam abiotik dan biotik yang eae ies i kan keseim! pu menciptakan dan mempertahan! b cara b jutan. Disisilain, lingkungan alam yang telah diubah menjadi lingkung- ey bedi daya (permukiman, pertanian, dan Tain sebagainya) cenderung i ynampakkan sifatsifat kelabilan akibat adanya unsur-unsur tertentu yang hilang. salam rangkaian proses alamiah suatu unsur atau Komponen men- sh unsur atau komponen lainnya. Akan jadi pengontrol dan dikontrol ole! tetapi, campur tangan manusia dalam bentuk proses budaya, keaneka- ragaman dan kepelikan alam itu disederhanakan. Hutan heterogen di- jadikan hutan homogen atau setidak-tidaknya menjadi lebih sederhana dari keadaan semula. Akibat dari penyederhanaan itu, antara lain seba- gai berikut: 1, Jumlah dan jenis hewan mulai dari yang mikro yang asalnya kaye melalui proses budaya menjadi lebih sederhana dari keadaan se- mula. 2. Lingkungan alam abiotik yang terdiri dari lereng, lembah, pur- cak, ngarai, daratan—yang berupa dataran—dan sebagainya yang demikian pelik dan kayanya, oleh proses budaya manusia diseder- hanakan sesuai dengan kebutuhan manusia. Pacul, bajak, traktor, buldoser, dan sebagainya dapat membantu/mempermudah proses tersebut? Cc. EKOLOGI Ekologi merupakan ilmu murni yang mempelajari pengaruh fak- tor lingkungan terhadap jasad hidup, yang menerapkan berbagai as dan konsep kepada masalah yang lebih luas, yang menyangkut pule baby gan manusia dengan lingkungannya. Dalam ekologi, asad hidup pad gece dipelaar dalam unit populasi. Populasi dimaksud ad aoe lan individu suatn spesies yang sama. Dalam ekologi, dikens! pee pia yang bersifat umum, salah satu di antaranya adalah 5S pea atakan, bahwa materi, energi, ruang, waktu dan keaneka"™ } semuanya termasuk kategori sumber alam.'° Dalam hubung*" *Sumaatmadja, Nursid, ® . Nursid, 198 Ibid, bal. 3 dan 24 ; 6 19, Studi Lingkungan Hidup, Alumni, Bandung, hal. 12" Scanned with CamScanner BAB | + DASAR-DASAR EKOLOGI tersebut, Soerjani* mengemukakan, bahwa ekologi adalah ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup, yakni ilmu tentang kehidupan makhluk hidup di rumahnya, yakni di ekosfer atau biosfer. Oleh karena itu, eko- Jogi juga berarti totalitas pola tatanan dan peranan pengada insani dan ragawi secara timbal balik dengan lingkungannya. Adapun dasar ajaran ekologi adalah prinsip rantai makanan dan pengaturan populasi. Berda- sarkan pengertian tentang rumah tangga, hubungan timbal balik, saling ketergantungan dan sebagainya antarkomponennya, maka ekologi te- lah dipakai untuk berbagai keperluan seperti ekologi kota, ekologi desa, ekologi pemerintahan, ekologi pertanian, dan ekologi pikiran, sehingga pengertian asal ekologi memang bisa menjadi kabur. Demikian pula menurut Soerjani bahwa dalam ekologi, dikenal pula ekologi manusia. Ia adalah autekologi (ekoogi satu jenis makhluk hidup) yang berbeda dengan sinekologi (ekologi beberapa jenis makhluk hidup). Ekologi manusia memusatkan perhatian kajiannya pada manu- sia, Rambo (1981), dalam Soerjani,’ mengemukakan bahwa dalam eko- Jogi manusia yang dipelajari bukanlah perilaku manusia per se (karena ini adalah kajian ilmu-ilmu sosial lainnya seperti antropologi, sosiologi, dan ekonomi), tetapi ditekankan pada hubungan interaktif antara ma- syarakat manusia (sosiosistem) dan ekosistem. Dapat ditegaskan, bah- ‘wa ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, yakni tentang interaksi antar- makhluk hidup, serta antara makhluk hidup dan benda mati. Dari segi bahasa (etimologi), kata ekologi (ecology) berasal dari ba- hasa Yunani, yaitu oikos (rumah, house, place to live) dan logos (ilmu pengetahuan, studi, study), sehingga ekologi dapat didefinisikan seba- gai ilmu (studi) mengenai hubungan antara organisme itu sendiri, serta antara organisme dan lingkungannya."* Secara harfiah berarti ilmu ten- tang rumah. Rumah di sini dimaksudkan sebagai alam semesta dengan segala isinya, baik makhluk hidup maupun benda tidak hidup, yang satu sama lain terkait dalam suatu sistem kehidupan tertentu. Atau menurut Southwide (1970), “Ecology is the scientific study of the relationships of living organisms with each other and with their environments." Ekologi adalah suatu imu atau studi tentang hubungan makhluk ™ Soerjani, Mohamad, Op. cit, hal. 21, © tbid, hal. 23. » bia. 4Soemanwoto, Otto, 1983, Op. cit, hal. 40 dan 1994, hal. 22. +» Sarwono, Sarlito Wirawan, 1992, Pstkologi Lingkungan, PPS UI dan PT. Gramedia widasran ndonest tt a @ : Scanned with CamScanner PeNGANTAR HUKUM LINGKUNGAN; EDISLKEDUA j suatu rumah tangga.” Dengan no Se aaa a al hubungan ee mee a tara organisme dan Jingkungannya- Ekologi adalah ee nah tangga makhluk hidup, yakni ilmu tentang kehj. a eae Hd i rumahnya. Oleh karen ekologi mempelajar aot aa mah a itu, maka ekologis juga berarti totalitas pola ee ee pengada insani (makiluk hidup) dan ragawi (ben. a ‘mati) secara timbal balik dengan Tingkungannya ae Dari definisi-definisi tersebut, jelas ekologi ae a ae agai ilmu yang mempelajari hubungan antar-ma k ay up ln vim ini dan hubungan antara makhluk hidup dan ling! nea ; ya. Hi pungan-hubungan itu disebut classe. Oleh karena itu, ekologi pada i i rang ekosistem. ae cate but, terdapat dua komponen utama, yaitu Pada konsep ekologi terseb compone smakhlak hidup (organisme) dan lingkungan abjotik, Di antara keduz Komponen inj, terjadilah jalinan hidup yang berlangsung pada sua- tu wadah atau tempat yang membentuk suatu ekosistem (ecosystem) atau sistem kehidupan.” Dalam ekosistem ini terjadi persaingan, kerja sama, simbiosis mutualistis (keadaan hidup bersama secara erat ber bagai organisme yang berbeda), pertumbuhan dan pertambahan kom- ponen-komponen ekosistem tersebut. Penelaahan ini lebih lanjut dapat ‘mengungkapkan permasalahan-permasalahan jalinan dan jaringan ke hidupan yang meliputi keseimbangan, pertumbuhan, pertambahan, ke- seimbangan, dan ketimpangan yang terjadi dalam ekosistem tertentu. Pendekatan ekologi yang menelaah hubungan antara makhluk hi- dup yang satu dan yang lainnya pada suatu ekosistem, dapat diadap- tasikan dalam menelaah kehidupan manusia, sehingga pendekatan ini dapat diterapkan pada ilmu-ilmu sosial khususnya bidang sosiolog! yang melahirkan konsep ekologi manusia (human ecology), yang se ra umum dapat dikonsepsikan sebagai bidang penelaahan atau bidané ‘imu yang mengkaji hubungan timbal balik antara populasi, penyebat ze dan aktivitas manusia dengan lingkungannya. Dengan kata laity anys mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan ling: ngannya. Ia merupakan cabang khusus ekologi di samping ekol0# ‘Sumaatmadja, Op. cit, hal. 15-16, Soerjani, Op. cit, hal 1; Ser is Lit 2 oe P. ; Soemarwoto, Otto, 1983, Ekologi: Lingkungan HiduP !umbangna tn jakarta dn Soran Oto lege LE a ingunan, Edisi Revisi Cet. ke-6, hal. 22-23. i ‘Sumaatmadja, Op. cit., hal. 21, i Scanned with CamScanner BAB 1 + DASAR-DASAR EKOLOG! tumbuhan, ekologi hewan, ekologi jasad renik, dan sebagainya.” Ekologi menjadi sangat penting (dalam pelaksanaan pembangunan dewasa ini) oleh karena inti permasalahan lingkungan hidup, termasuk di dalamnya masalah kehutanan adalah hubungan makhluk hidup, khu- susnya manusia dengan lingkungannya yang merupakan kajian ekologi.. Oleh karena itu, permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya ada- lah permasalahan ekologi. Ekologi dalam kajiannya senantiasa mem- persoalkan arus materi, energi, dan informasi dalam suatu komunitas atau antara berbagai komunitas sebagai perhatian utama ekologi.”° D. ASAS-ASAS EKOLOGI DAN ILMU LINGKUNGAN Sebagaimana dipahami, ckologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi Ilmu Lingkungan. Oleh karena itu, dalam Imu Lingkungan, seperti halnya dalam ekologi, jasad hidup dipelajari dalam unit populasi. Popu- lasi dimaksudkan sebagai kumpulan individu spesies organisme hidup yang sama.” Jadi pusat perhatian ekologi dan Ihmu Lingkungan adalah populasi dan bukan pada individu-individu spesies tersebut. 1. Asas-asas Ekologi Khusus dalam ekologi (ekologi sebagai ilmu murni), beberapa asas yang penting dalam kaitannya dengan kajian hukum lingkungan serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) adalah seba- gai berikut: a. Asas keanekaragaman ‘Asas ini mengajarkan bahwa makhluk hidup, baik nabati maupun hewani sangat beraneka ragam. Tumbuh-tumbuhan, binatang yang hidup pada suatu kawasan tertentu (dalam suatu ekosistem) sangat berancka ragam yang memiliki fungsi dan peranannya masing- masing sebagai produsen, konsumen, pengontrol atau dikontrol terhadap atau oleh makhluk hidup Iainnya. Dengan peranan ter- sebut, secara alami ia mengalami kesinambungan yang stabil dan dinamis. Asas ini berlaku dalam ekosistem alamiah. b. Asas kerja sama Menurut asas ini, terciptanya kesinambungan alamiah dalam suatu ekosistem adalah sebagai hasil adaptasi makhluk-makhluk hidup dengan lingkungannya yang menyediakan sumber-sumber daya, "Ibid, hal. 16. » Ibid, hal. 15 4 Soeriaatmadja, R.E., 1989, Iu Lingkungan, ITB, Bandung, hal. 3, iS 9 Scanned with CamScanner antara lain disebabkan adanya asas kerja sama di antara mereka, Di antara sesama tumbuhan, sesama hewan, tumbuhan dan hewan, dan di antara tumbuhan, binatang, dan manusia ada jalinan kerja sama saling menguntungkan, yang menunjang tercapainya kese- imbangan dan kestabilan yang dinamis. Berlangsungnya asas kerja sama yang saling menguntungkan ini—disebut simbiosis mutualis- tis—juga berkat adanya keanekaragaman unsur-unsur ekologi da- Jam ekosistem. ©. Asas persaingan ‘Asas persaingan ini berfungsi mengontrol pertumbuhan suatu un- sur atau komponen yang terlalu pesat dan dapat mengganggu ke- seimbangan ekosistem. Secara alamiah, adanya hama, wabah, dan jenis bakteri atau binatang pengganggu dalam suatu ekosistem me- rupakan proses persaingan dalam menciptakan keseimbangan dan kestabilan. 4. Asas interaksi Pertumbuhan dan perkembangan individu, kelompok, atau jenis makhluk hidup di dalam ekosistem terjadi karena adanya interaksi aktif di antara makhluk hidup dengan sesamanya dan dengan ling- kungannya. e. Asas kesinambungan Proses kerja sama, persaingan, dan interaksi di antara makhluk de- ngan sesamanya (yang beraneka ragam itu) serta dengan lingkung- anya yang menjadi kondisi kehidupan berlangsung terus-menerus atau terjadi proses yang berkesinambungan, Akibat dari terjadinya jalinan yang berkesinambungan itu, stabilisasi dan keseimbangan ekosistem dapat dipertahankan.* Salah satu faktor pendukung berlangsungnya asas (asas-asas) ter- sebut adalah hutan (sumber daya alam hutan) yang merupakan unsur ckosistem yang amat penting peranannya, Khusus dalam upaya mem- Pertahankan Keanekaragaman unsur-unsur ekosistem, baik hewa? air tumbuban, maka hutan tidak dapat diabaikan, Penelitian®® me- aa é Kan berkarangaya hutan akibat eksploitasi oleh masyarakat s& n hilangnya jenis, paling ti jadi sangat kurang untuk tanaman tertentust ures ae —S ® Sumaatmadja, 1909, Op. cit, hal, 32-3 Yunus Wahid 1994, Aspek Hake dari Pe (Studi Kasus di Kecamatan P¢ ‘Yogyakarta, hal. 258-268, —— "mbinaan Perilaku Berwawasan Lingkunga" Bone, Sulawesi Selatan), Tesis, PPS UCM Yunus Wahid M, 1999, Bebe | Seberapa Aspek tentang Hukum Kehutanan, bahan, ajar (diktat 10 Bp Scanned with CamScanner 2, Asas Dasar limu Lingkungan Dalam Imu Lingkungan yang merupakan ekol peberapa asas yang bersifat umum. Soeriaatmadja ‘memperkenalkan apa yang disebutnya sebagai “asas dasar ilmu Tingkungan” sebanyak 14 asas yang, disebutnya secara berurutan mulai Asas 1 sampal Asas 14 yang sekaligus merupakan nama asas yang persangkutan. Dari 14 asas ‘imaksud, ada tiga asas yang sangat relevan dan secara langsung ber- kaitan dengan penanganan vnasalah-masalah Tingkungan hidup yane ihadapi (dalam PPL/PPLH), termasuk aspek hukumnya sebagai salah satu sarana penunjang PPLH tersebut. dimaksud adalah se- ogi terapan, dikenal Ketiga asas agai berikut: yang memasuki sebuah organisme hidup populasi ‘ebagai energi yang tersimpan atau terle- paskan. Energi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk yang lain, tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan, atau diciptakan. ‘Asas ini sebenarnya sama/serupa dengan hukum termodinamika pertama yang sangat fundamental dalam fisika ‘Asas ini juga dikenal dengan hukum Konservasi energi yang dapat dikemukakan dengan vmatematika yang menunjukkan ekuivalensi berbagai ben= tuk energi. Menurut Soeriaatmadja, asas ini bertanggung jawab untuk menerangkan bahwa energi itu dapat diubah-ubah. Dalam hal ini, ke- hidupan dapat dianggap sebagai pengubah energi."* Hal ini tentu ber- rmanfaat dalam menelaah cara pemanfaatan energi dan kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan hidup, serta bageimana mengatur pe- vmanfaatan tersebut agar tidak menimbulkan kerusakan dan/atau pen- cemaran lingkungan hidup. »m pengubahan energi yang betul-betul efisien. Asas 2: Tak ada siste! ‘Asas ini tidak lain adalah hukum termodinamika kedua yang ba- nyakedigunakan dan berlaku dalam fisika. Ini mengandung makna bah- ‘va meskipun energi itu tak pernah hilang dari alam raya, tetapi ia akan terus diubah ke dalam bentuk yang kurang bermanfaat. Oleh karena itu, pemakaian energi yang sebaik-baiknya oleh jasad hidup merupakan se- suatu hal yang sangat penting.”* Asas ini secara langsung bertanggung jawab menjelaskan tentang kemungkinan terjadinya pencemaran ling- kungan hidup. Tidak ada pengubahan atau penggunaan energi yang be- sas 1; Semua energi atau ekosistem dapat dianggap s persamaan Fakultas Hukum Unhas, hal. 6~ * Soeriaatmadja,R.E, * Ibid, bal. 2. | n Scanned with CamScanner penman Huu LNIGKUNGANEDISLKEDUA + setis wn energi selalu ada yang ter. petul efisien, berarti setiap penggunaan ene™B ns tube) eft enropi ik terpaka)-Semakin banyak enersi Yang sisa yang dss in banyak pula entropi yang dibasikan yang terbuang ee A aang hidup yang pada tataran tertentu menyebabkan pencemaran lingkungan hidup. ‘sas 3: Materi,energi, rang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya ter. ik kategori sumber daya.” - tee ini derupikan salah satu asas yang sering dijadikan titik tolak dalam mengkaji masalah lingkungan hidup terutama mengenal sumer daya alam, Asas ini memberi petunjuk tentang jenis dan fungsi-ungsi sumber daya alam bagi keberlangsungan suatu ekosistem, yang sekali- gus sebagai dasar prediksi tentang kemungkinan terjadinya kerusakan lingkungan hidup akibat adanya satu atau Jebih unsur di dalamnya yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Misalnya saja ruang, bila terla- lu sempit dengan kepadatan populasi yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan bagi proses keberlangsungan suatu ekosistem dan Tingkungan hidup pada umumnya. E, EKOLOGI DAN ILMU LINGKUNGAN Menurut Soerjani, ekologi pada dasarnya merupakan ilmu dasar untuk mempertanyakan, menyelidiki, memahami bagaimana alam be- kerja, keadaan makhluk hidup dalam sistem kehidupan, apa yang me- reka perlukan dari habitatnya untuk dapat melangsungkan kehidupan, dan bagaimana mereka mencukupi (memenuhi) kebutuhannya. Selan- jutnya, ekologi juga mempertanyakan dan mengkaji bagaimana dengan ‘melakukan semuanya itu mereka berinteraksi dengan komponen lain dan dengan spesies lain; bagaimana individu-individu dalam spesies itt beradaptasi; bagaimana makhluk hidup itu menghadapi keterbatasa dan harus toleran terhadap berbagai perubahan, serta bagaimana ind vidu-individu dalam spesies itu mengalami pertumbuhan sebagai bag an dari suatu populasi atau komunitas, Soerjani menekankan, bahwa kesemuanya ini hal-hal dipertanyakan itu) berlangsung dalam ani eee tatanan, prinsip, dan ketentuan alam yang dengan ekologi oran dengan menyederhanakat yang rumit, tetapi cukup teratul 1g berupaya untuk memahaminya. Bila pet!’ innya, walaupun disadari bahwa “kesederhan® * Ibid, hal.27. 2 p Scanned with CamScanner BAB + DASAR-OASAR EKOLOG! an itu tetap tersimpan kerumitan yang mendalam.”** Dari ungkapan itu dapat dipahami, bahwa masalah lingkungan hidup yang bersiklus pada hubungan keterkaitan dan interaksi antara berbagai komponen biotik dan abiotik, yang dalam arti luas mencakup manusia dengan berbagai kepentingannya, dapat didekati melalui atau menggunakan ekologi se- bagai pengetahuan dasar. Setidaknya, memberi gambaran awal tentang bagaimana manusia sebaiknya bersikap dan berperilaku terhadap sum- ber daya alam dan lingkungan hidup yang merupakan habitat manusia. Dalam hal ini Soerjani, dkk. mengungkapkan, bahwa ilmu lingku- ngan yang belum selama ini dikenal telah dikembangkan dengan ekolo- gi sebagai dasar. Jika ekologi mempelajari susunan serta fungsi seluruh makhluk hidup dan komponen kehidupan lainnya, maka ilmu lingkung- an mempelajari tempat dan peranan manusia di antara makhluk hidup dan komponen kehidupan lainnya. Jadiy ilmu lingkungan dapat disebut sebagai ekologi terapan (applied ecology), yakni bagaimana menerap- kan berbagai prinsip dan ketentuan ekologi itu dalam kehidupan manu- sia, atau ilmu yang mempelajari bagaimana manusia harus menempat- kan dirinya dalam ekosistem atau dalam lingkungan hidupnya.? Uraian tersebut memberi petunjuk, bahwa dengan ekologi mengan- tar manusia untuk memahami berbagai kemungkinan timbulnya masa- Tah dalam sistem kehidupan ini akibat adanya interaksi antara manusia dengan berbagai komponen sumber daya alam dan lingkungan hidup yang harus (dan mutlak) terjadi bagi eksistensi dan kelangsungan hidup manusia, Dengan kata lain, dengan pengetahuan dasar ekologi, dapat menumbuhkan kesadaran manusia akan adanya masalah lingkungan hidup yang dihadapi. Tegasnya menumbuhkan kesadaran lingkungan hidup bagi manusia, sehingga (diharapkan) berupaya mencari dan me- nemukan cara atau solusi untuk mengatasi masalah lingkungan hidup yang dihadapi tersebut, yang mendorong tumbuh dan berkembangnya ilmu lingkungan. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa ilmu lingkungan yang mendasarkan diri pada ekologi merupa~ kan ilmu tentang cara manusia berinteraksi dan memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya guna memelihara keseimbangan dan ke- stabilan sistem kehidupan ini secara berkelanjutan. * Soerjani, dkk, 1987, Lingkungan: Sumber Dayaalam dan Kependudukan dalam Pem- bangunan, "Ibid, & B Scanned with CamScanner f. EKOSISTEM 1, Konsep Ekosistem alah ekosistem, yaitu suatu si, skologi i : aaa eae timbal balik antara mak), tem ekologi yang terbent®® 'nurut pengertian ini, suatu sistem Tuk hidup 2a en ang bekerja Secara teratur sebags eat a ekosistem yang berlangsung secara alamiah akan suatu Sok ‘s tabilan dan keseimbangannya juga secara alamiah, Da ie seisten ‘ni berlaku asas bahwa Keanekaragaman mena — kestabilan. Ekosistem ini dapat berlangsung karena duke ng, oleh dua kelompok atau komponen yaitu abiotic community dan biotic commu. masing-masing. Selama masing-masing gan baik, keteraturan dan ‘Suatu konsep sent nity dengan segenap unsurnya ma Komponen itu berfungsi dan bekerja sama den} , keseimbangan yang berada dalam kestabilan dan keseimbangan (Kese- ibangen ekotogi, suatu organisme Gasad/makhluk hidup) tidak akan jekas punali/musnah atau tidak akan mengganggu/mendesak kehidyp an organisme lainya. Pada prinsipnya, dalam ekosistem semua unsur/bagian merupakan agian esensial bagi Keseluruhan dan gangguan terhadap suatu unsor dalam tatanan tersebut akan dirasakan oleh keseluruhan unsur lainnya. ‘Tegasnya, ekosistem akan terganggu. Hilangnya fungsi ekologis hutan misalnya menyebabkan erosi tanah bagian hulu, bahaya banjir dan pet- dangkalan bagian hilir dan seterusnya, yang saling terkait °° act ta one on as cnbenia nant cecaan ee" ) di suatu tempat yang berinteraist yang teratur. Keteraturan ini terjadi dis" bs = 8 aaa Per telat gales et eae cutee ole lam ekosi: if . . ie ponen dalam ckosstem tersebut mempunyy eee 4 1994, Op. ct, h + hal, 39. causa py. O10, 1994, Eholene pono ogi: Lin alan, Bandung hee eken he dung, hal, 23.24, 84" Hidup dan Pembangunan, Edisi Re Scanned with CamScanner 4 BAB | + DASAR. Dalam hal kolam atau akuarium, ekosistem itu terdiri dari ikan, tumbuhan air, dan plankton yang terapung dan melayang dalam air sebagai komponen biotik serta pasir/batuan, air, mineral, dan oksigen, yang terlarut dalam air sebagai komponen abiotik (benda mati) yang secara bersama dapat menjamin kelangsungan kehidupan pada kolam tersebut—ekosistem kolam tersebut. Suatu ekosistem dapat dibagi ke dalam sub-sub-ekosistem. Ekosistem Bumi, misalnya, dapat dibagi ke dalam ekosistem lautan, ekosistem pesisir, danau dan sebagainya. Eko- sistem daratan sendiri dapat dibagi ke dalam ekosistem hutan, ekosis- tem padang pasir, belukar, pasang surut, dan sebagainya.* Materi yang dimaksud dalam ekosistem tersebut ialah bahwa tubuh manusia, hewan, tumbuhan, batu, dan lain-lain tersusun oleh materi yang terdiri atas unsur-unsur kimia seperti C, H, O, N, dan P (fosfor). Materi yang dibutuhkan untuk menyusun tubuh diperoleh melalui/dari makanan berupa karbohidrat, lemak, protein, dan lain-lain. Dalam eko- Jogi, manusia dan hewan disebut konsumen, dan tumbuhan disebut se- bagai produsen.s3 Sejalan dengan uraian tersebut maka dinyatakan bahwa ekosistem adalah tatanan dan sistem yang utuh menyeluruh dari makhluk hidup dengan unsur lingkungan hidup lainnya yang saling memengaruhi dan saling ketergantungan dalam suatu kesatuan perikehidupan. Dalam proses interaksi tersebut, ekosistem selalu memerlukan masukan (in- put) energi dan materi, dan sebaliknya ekosistem memberikan keluaran (output) materi dan energi kepada ekosistem (atau sub-ekosistem) la- innya. Ekosistem juga disebut biogeocoenosis, yakni sistem yang me- rupakan kesatuan makhluk hidup dan makhluk hidup lainnya dengan benda mati. Dalam kaitan ekosistem tersebut dengan lingkungan hidup, Soerja- ni, dkk. mengungkapkan, bahwa satuan pokok ekologi adalah ekosistem atau sistem ekologi. Adapun yang diartikan sebagai ekosistem adalah satuan kehidupan yang terdiri atas suatu komunitas makhluk hidup (dari berbagai jenis) dengan berbagai benda mati yang berinteraksi membentuk suatu sistem. Dikemukakan pula bahwa ekosistem diciri- kan dengan berlangsungnya pertukaran materi dan transformasi ener- gi yang sepenuhnya berlangsung di antara berbagai komponen dalam sistem itu sendiri atau dengan sistem lain di luarnya. Selanjutnya dite- kankan, bahwa kehidupan akan berlangsung dalam berbagai fenomena ® Soemarwoto, 1994, hal. 24 dan terdapat juga pada 1983, hal. 18. * Soemarwoto, 1994, Op. cit, hal. 24-27. ™ Martopo, Op. cit, hal. 1. a 5 Scanned with CamScanner ~~ PENGANTAR HUKUM Ll ‘ns hukum alam atau ekologi i it prinsip, tatanan, dan h m a te aac ( ‘hoegimbanga), kelentingan (resilience atau kelen, Pea canretal toleransi, adaptasi, suksesi, evolusi, mutasi, huku ran), Komp um entropi, dan sebagainya. Adapun lingkungan hid aaah sist erdapat campur tangan manusia ter .dalah sistem kehidupan dimanat nmi hadap atanat ekosistem. Manusia pada dasarnya adalah jenis makhlok hidup yang berstrategi hidup “K”, yakni yang memperhatikan daya du. aang lingkungan, Oleh Karena populasi manusia Yang ae besar yang juga meningkat pola hidup dan konsumsinya, maka tuntutan ter. hadap daya dukung tidak saja ditentukan oleh pertambahan populasi manusia (N), tetapi juga oleh peningkatan konsumsi atau peningkatan tuntutan terhadap sumber daya. Peningkatan konsumst sumber daya alam ini terjadi, baik karena pertambahan populasi manusia maupun~ dan ini yang lebih menonjol—karena peningkatan taraf peradaban yang dicapai oleh manusia, Semakin maju peradaban manusia, semakin ting: gi pula konsumsi dan tekanan manusia terhadap sumber daya alam yang didukung oleh ilmu dan teknologi yang juga semakin maju. Sejalan dengan tekanan manusia terhadap alam tersebut, Tisna Amidjaja dalam Soerjani mengemukakan, bahwa sewaktu manusia di- ciptakan oleh Maha Penciptanya sebagai satu di antara hampir dua juta jenis makhluk hidup lainnya, maka habitat hidupnya bersifat alamiah, sama dengan makhluk hidup lainnya (sama dalam arti makhluk dan ke- tergantungannya pada kondisi alam, pen). Seluruh interaksi masih dia- tur oleh Proses-proses homeostasis,** sehingga berbagai kegiatan manu- “3 irae keseimbangan alam masih dapat diabsorbs 7 aes ema Jadi, menurut Soerjani, pada alamiah, Pe rlangsung secara seimbang dalam habitat = a eee sehruh nis makuk dup dav dahulu bitat (tempat tinggal) er eee eer ree wil si Habitat kan adalah ait, hubungamnya denean an ote Cea ya dengan air demikian eratny* —_. {Seer dik, Op. ct hal. 3, dan 5-6, lomeostasis, yakni keadaan dalam t ‘nyesuaikan dengan keada; fi ia pengendalianvariabel dan ransangan pert" ‘pan balik, sehingga sistem tersebut ‘dapat me" Scanned with CamScanner __BAB 1 + DASAR-DAS R EKOLOG! sehingga apabila dipisahkan dengan air, ikan akan mati. Rusa hidup di habitat padang rumput. Rusa, koala, panda, dan sebagainya diperkuat dengan naluri alaminya yang sangat sempurna, sehingga dapat menge- nal perubahan lingkungannya dengan cepat. Setiap rangsangan atau informasi yang timbul berupa warna, bau, angin, arus, dan sebagainya akan memperoleh tanggapan yang pasti dan tidak keliru, sehingga hubungan makhluk hidup dengan lingkungan hi- dupnya pasti dan stabil, tetapi juga terikat dan tidak bebas. Ikan terikat dengan air, rusa hanya makan rumput/daun, koala (beruang pohon) ha- nya makan daun jenis minyak kayu putih (Ecalyptus sp), panda hanya makan daun bambu. Apabila habitatnya rusak, maka punalah makhluk hidup itu. Sebaliknya, menurut Soerjani, manusia adalah jenis makhluk hidup yang paling lemah dan paling labil dan tidak pasti hubungannya dengan lingkungan (naluri alaminya lemah, pen). Dengan topangan kemampuan untuk berpikir serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, keadaan tidak pasti itu memberinya kebebasan untuk menentukan berbagai pilihan. Oleh karena itu, terciptalah oleh akal pi- kiran manusia “habitat dan relung yang bersifat buatan” (man made habitat). Jadi dari kehidupan yang bermula di gua-gua, manusia men- catat sejarah sebagai pengubah habitatnya secara drastis dengan habi- tat pencakar langit, terowongan di bawah laut, satelit di angkasa luar, dan seterusnya. Jadi dari sudut lingkungan hidup, kebudayaan manusia adalah latar belakang dan perwujudan dari upayanya untuk mengubah lingkungan alam (ekosistem) menjadi lingkungan buatan atau binaan manusia.s* Uraian tersebut memberi petunjuk, bahwa masalah lingkungan hi- dup terletak pada interaksi manusia dan kebudayaannya (sosiosistem) dengan lingkungan alam (ekosistem) yang bermula dari semakin kuat/ beratnya tekanan manusia terhadap alam tersebut. Oleh karena ling- kungan hidup merupakan habitat dan relung bagi manusia, sebagai- mana dianut UUPPLH (Pasal 1 butir 1, dan juga UULH dan UUPLH), interaksi manusia dengan lingkungan alam merupakan suatu kemutlak- an (hukum alam) yang harus ada bagi kelangsungan hidup dan kehi- dupan manusia. Semua manusia bertempat tinggal, hidup dan bernapas dengan udara yang sama (diringkas dari pernyataan J.F. Kennedy, 10 Juni 1963, dalam David Greenland).*° Dalam interaksi ini, yang dapat ™ Mohamad Soerjani, 1988, Op. cit. hal. 6-7. * Greendland, David, 1983. Guidelines for Modern Resource Management: Soll, Land, Water, All, A Bell & Howell Company, Columbus, Ohio, USA, hal. v, Grennland mengemukakan (mengulang) ucapan John F. Kennedy kepada PBB tanggal 10 Juni 1963 yang menyatakan: a 7 Scanned with CamScanner PENGANTAR HUKUM LINGKUNGAN: EDIS! KEDUA diupayakan oleh manusia ialah aici eae = ia terhadap lingkungan alam tetap berada, ae ia aoe ae dan daya tampung Tingkungan ae Salah satu sarana yang diperlukan guna menunjang upaya ia fall = hhukum, yakni hukem lingkungan. Upaya ini juga merupakan sua nk harusan bablan suatu Kemutlakan, apabila manusia ingin memeltha. ra dan mempertahankan eksistensi dan kehidupannya di planet Bumj ini, Patut diingat, bahwa lingkungan hidup yang dikenal sampai saat ini adanya hanya i Bumi ini Hal ini seyogianya dipahami, karena selama interaksi itu berlangsung dalam batas-batas kemampuan ling. ‘ungan alam maka lingkungan hidup ini akan tetap berfungsi dalam arti mendukung hidup dan kehidupan manusia dengan berbagai ragam dan Dentuk kebutuhannya, Dalam konteks ini, kiranya bermanfaat pula dikemukakan pan- dangan Soerjani,* bahwa besarnya perhatian terhadap upaya perlin- dungan dan pembangunan lingkungan hidup (PLH) dapat dipahami, ‘arena lingkungan hidup itulah manusia/penduduk hidup dan untuk memenuhi kebutuban hidupnya, manusia harus berupaya melakukan Pembangunan dengan memant: aatkan sumber daya alam (SDA) yang disediakan oleh lingkungan hidupnya. Kebutuhan manusia terseber gan perkembangan yang dicapai oleh manusia (Gambar 4). Dengan demikian, , jelaslah, bahwa SDA dan ling- kungan hidup ini terus harus dimanfaat itkan demi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia (pembangunan dalam arti luas), tetapi dalam Pemanfaatan ini diintegrasikan upaya-up: ngan tingkat pemanfaatan dan kondisi Jingkungan hidup yang dihadapi. Jadi dalam konteks Pengelolaan lingkungan hidup, menurut Mochtar Kusumaatmadja, dalam Yunus M., bahwa antara pembangunan dan pemeliharaan lingkungan hidup bukanlah soal Pilihan satu di antara dua, melainkan keduanya harus diupayaka antara i a Pengelolaan Tingkungan hidup sell fa dea a a at ’. Oleh karena itn, menurut Greenland, da- lingkungan hidup, terutama pengelolaan dan For In the final anal all breathe the sana aie ark IS that we all inhabit this planet. We “Moana Soe 1am et OW Elders future ee ae la * bid ala a Lihat Yunus M., 1998, o, - 1994, Op. cit ha. 35: : simaatmnado, 1975, engorirnr ia we URtUk lebih lengkapnya, that Mochtar KU kiran da a Scanned with CamScanner — BAB. + DASAR-DASAR EKOLOG! konservasi SDA tanah, hutan, dan air, pandangan atau prinsip ekologi yang memandang saling keterkaitan antara berbagai sektor/komponen ‘dan gejala, termasuk di dalamnya bidang sosial, ekonomi, politik, hu- jum serta masalah-masalah lainnya merupakan prinsip penting yang tidak dapat ditawar-tawar.** 2. Komponen Ekosistem Dalam suatu ekosistem (atau yang sering juga disebut lingkungan alamiah) atau sistem kehidupan alami senantiasa terdiri atas atau di- dukung oleh dua komponen dengan berbagai unsurnya masing-masing. Pada garis besarnya, ekosistem terbentuk dari dua komponen, yaitu komponen benda mati (udara, air, dan lain sebagainya) yang meru- pakan suatu kelompok yang saling terkait (abiotic community), dan komponen jasad hidup yang pada kondisi tertentu merupakan juga su- atu komunitas (biotic community) yang saling berinteraksi dan saling memengaruhi. Ekosistem dipelajari dalam ekologi, yang menggunakan pendekatan holistik. Salah satu asasnya adalah materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya termasuk kategori sumber alam. Komponen abiotik ini terdiri atas beberapa unsur udara (hawa), air, batu-batuan/tanah, mineral, panas, dan sebagainya. Benda-benda mati ini memiliki kaitan satu sama lain. ia merupakan satu kelompok atau community yang lazim disebut dengan nama asing abiotic community. Benda-benda ini besar pengaruhnya atas jenis, jumlah, dan cara hidup bersama antara jasad-jasad hidup yang berada padanya (lingkungan), karena bahan-bahan makanan pokok (basic needs) dari berbagai jenis jasad hidup itu, baik secara langsung maupun tidak langsung, berasal- kan dari abiotic community tersebut. Adapun jasad hidup (biotik) yang berada dalam suatu lingkungan tertentu dan pada kesempatan atau saat tertentu merupakan juga suatu community yang lazim disebut biotic community. Antara kedua kompo- nen tersebut, yakni antara abiotic community (komunitas benda mati) dengan biotic community (komunitas makhluk/benda hidup), terdapat hubungan atau relasi timbal balik. Relasi timbal balik dan saling meme- ngaruhi antara seluruh unsur jasad hidup dan benda-benda mati dise- but ekosistem (sistem kehidupan). Dengan demikian, ekosistem jadinya merupakan tatanan kesatuan antara segenap unsur lingkungan hidup eh nus Wahid, A.M, 2006, Op. it hal 52 5 Scanned with CamScanner —— BAB + OASAR-DASAR EKOLOG! =] ee 4 ZIRS le we oS erm ‘Sosoceurtah "Bonet GAMBAR 3. LINGKUNGAN HIDUP YANG MERUPAKAN HASIL INTERAKSI ANTARA SOSISISTEM. DAN EKOSISTEM (SOSIO-EKOSISTEM) Disederhanakan sestai dengan tujuan dan ruang lingkup peneltian, tanpa menghilangkan ‘makna yang divisualkan (modifikasi dati Rambo, 1982: 8-9), Dengan pendekatan ini, kajian dan pemahaman makna substansi Pasal 1 butir 1 dan 2, dan Pasal 9 UUPLH jo. Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 50 UUPLH (UU No. 23 Tahun 1997) beserta impli- kasinya, dapat lebih terarah. Makna dan amanat pasal-pasal UUPLH tersebut, kini tertampung dalam Pasal 1 butir 1 dan 2, dan Pasal 4 UUP- PLH jo. Pasal 2, Pasal 3, Pasal 65-69, dan Pasal 124 UUPPLH (UU No. 32 Tahun 2009). Perhatian pada satu aspek seperti hukum lingkung- an, selalu dilihat sebagai unsur dan dalam kaitan dengan sosiosistem (engan beberapa aspek tertentu seperti ekonomi, sosial, nilai budaya), dan dengan ekosistem sebagai satu kesatuan yang utuh, dengan perhati- an pada unsur tertentu seperti lahan, hutan sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup kajian, Sementara itu, untuk memudahkan pemahaman mengenai penting- nya dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH, dahulu PLH), dalam arti mengapa manusia perlu (wajib) menjaga dan memelihara kelestarian fungsi dan kemampuan SDA dan lingkungan hidupnya, diperlukan suatu pendekatan makro yang dalam kajian ini disebut sebagai pendekatan komponental yang memperhadapkan ma- nusia dengan komponen lainnya secara keseluruhan. Kompenen-kon- Ponen dimaksud adalah: (1) lingkungan sosial (sosiosistem); (2) ling- kungan alam-alamiah (ekosistem); dan (3) lingkungan buatan (man made habitat), yang secara visual dapat disimak pada Gambar 4. Jika Pendekatan holistik-analitik (Rambo) membantu pengkajian masalah- a a Scanned with CamScanner masalah lingkungan hidup dari berbagai aspek secara lebih mendalam dan dengan persepsi yang (relatif) benar, pendekatan yang terakthir inj (Soerjani) lebih ditujukan untuk memahami secara filosofis tentang pentingnya PPLH itu dalam berbagai aspeknya. Jadi memberi keyakin- an, bahwa PPLH itu memang perlu (bahkan wajib) jika manusia ingin tetap eksis dalam kehidupan duniawi ini dalam lingkungan hidup yang baik dan sehat. _T @, < “etic a u sf erumcan wig AK GAMBAR 4. KOMPONEN-KOMPONEN LINGKUNGAN HIDUP. {Lingkungan hidup terdit tas lingkungan sosial () yang memengaruhi tahap sampai seberapa jauh lingkungan alam (2) mengalami perubahan drastik menjadi lingkungan buatan (3) Dikutip dari Soerjani (1988: 9). Menurut Soerjani,” besarnya perhatian terhadap upaya perlin- dungan dan pembangunan lingkungan hidup (PLH-PPLH) dapat dipa- hami karena pada lingkungan hidup itulah manusia/penduduk hidup dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia harus berupay? melakukan pembangunan dengan memanfaatkan SDA yang disedia- kan oleh lingkungan hidupnya. Kebutuhan manusia tersebut selalt! berkembang sejalan dengan perkembangan yang dicapai oleh manusi@ (Gambar 4). Diungkapkan pula, bahwa PLH ini penting karena dalam Tingkungan hidup sebagai ckosistem inilah terdapat keberadaan mani" Soerjani, Mohamad, 1988, Op. cit, hal. 4-7. Lihat juga Soerjani, M dkk, 1987, Lingkwl" : Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangungan, Universitas Indones! Press, Jakarta, hal. 190-191, 28 o Scanned with CamScanner BAB] + DASAR-DASAR EKOLOGI sia. Ia adalah habitat dan relung bagi manusia, seperti halnya ikan de- ngan air. Dengan kemampuan akal pikirannya, manusia menciptakan habitat dan relung buatan (man made habitat). Manusia mencatat seja- rah sebagai pengubah habitatnya secara drastis. Dari sudut ini, kebuda- yaan manusia adalah latar belakang dan perwujudannya dari upaya un- tuk mengubah lingkungan alan (ekosistem) menjadi lingkungan buatan atau binaan manusia. Dengan demikian, terciptakan lingkungan buatan atau binaan yang saling terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial (simak Pasal 1 butir 1 UUPLH dan Penjelasannya) sebagaimana disajikan pada Gambar 4. Dalam proses tersebut, selama ketiga bagian (Komponen) lingkungan hidup itu berada dalam keseimbangan, maka selama itu pula lingkungan hidup masih baik dan sehat.s* Soerjani mengungkapkan, bahwa lingkungan hidup manusia (hu- ‘man environment) adalah sistem di mana berada perwujudan manusia, atau di mana terdapat kepentingan manusia di dalamnya. Diungkapkan pula, bahwa kehidupan manusia tergantung pada Bumi secara keselu- ruhan, pada matahari sebagai sumber energi, bahkan juga pada eksis- tensi dan dinamikanya jagat raya, serta tergantung pula pada kehendak, bimbingan, dan petunjuk Tuhan yang menciptakan manusia itu, maka jangkauan tentang lingkungan hidup manusia dapat sangat luas, tanpa batas. Di samping menjangkau apa yang sesungguhnya berwujud, juga menjangkau apa yang tak berwujud (abstrak) yang ada dalam pikiran manusia (noosfer). Menurut Soerjani, kehidupan adalah fenomena atau perwujudan adanya hidup, yang didukung tidak saja oleh makhluk hidup (pengada insani), tetapi juga benda mati (pengada ragawi), dan berlangsung da- lam dinamikanya seluruh komponen kehidupan itu. Oleh karena itu, menurut Soerjani, jika perwujudan kehidupan dilihat dari hasil interak- si unsur materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaan maka batas yang jelas antara hidup dan mati dalam kehidupan ini menjadi kabur kem- bali, Hal ini disebabkan karena hubungan molekuler atau submolekuler yang ada pada materi dan energi yang menyusun eksistensi makhluk hidup seperti seekor katak atau sebuah benda mati seperti batu karang, mengikuti ketentuan alam yang sama. Keduanya sama-sama mengikuti susunan dan tatanan yang berasal dari sifat mendasar yang dimiliki oleh materi dan energi. Dalam hubungan inilah Tuhan mengingatkan pada manusia dengan firman-Nya bahwa masalah roh (jiwa) itu adalah urusan Tuhan, “Penge- ‘Mohamad, 1988, Op.cit, hal.7;dan Yunus Wahid AM.,2011, Op. cit, hal. 47-49, 29 Scanned with CamScanner tahuan yang kamu peroleh tentang roh itu masih terbatas sekali” (Qs, al-Isra, 17: 85). Diungkapkan pula, bahwa “yang pasti adalah adanya perpaduan erat antara yang hidup dengan yang mati dalam kehidupan.” Mati adalah bagian dari daur kehidupan yang memungkinkan tercipta- nya kehidupan itu secara berlanjut. Dalam konteks lingkungan hidup manusia, Soerjani mengungkap- kan, bahwa dalam upaya manusia untuk menguak tabir kehidupan di planet lain, Khususnya di Mars (yang dianggap paling mungkin menun- jang kehidupan), “kehidupan dengan batasan seperti yang kita kenal i Bumi jelas hanya ada di Bumi”. Jadi kalaupun ada kehidupan di planet lain, maka kriteria atau tolok ukur untuk menyelidild dan memahami- nya harus berbeda pula. Oleh karena itu, lingkungan hidup adalah suatu konsep holistik yang berwujud di Bumi ini dalam bentuk, susunan, dan fungsi interaktif antara semua pengada, baik yang insani maupun ra- gawi. Keduanya saling memengaruhi dan menentukan, baik bentuk dan perwujudan Bumi di mana berlangsung kehidupan (biosfer atau ekos- fer) maupun bentuk dan perwujudan dari kehidupan itu sendiri.° Dari ungkapan-ungkapan tersebut, ada beberapa hal dapat digaris- bawahi, yakni bahwa hidup dan kehidupan manusia itu selalu berint aksi dengan lingkugan hidup tertentu dan sekaligus menjadi bagian dari lingkungan hidup itu. Lingkungan hidup manusia itu sendiri adanya ha- nya ada di Bumi, tepatnya pada planet Bumi yang dalam eksistensi dan dinamikanya saling memengaruhi satu sama lain. Lingkungan hidup adalah habitat manusia. Hal ini sejalan dengan pernyataan J.F. Kenne- dy kepada PBB pada 10 Juni 1963, yang menyatakan: “For in the final analysis, our most basic common link is that we all inhabit this planet. We all breathe the sama air. We all cherish our children’s future and we are all mortal.” Pada intinya juga menekankan, bahwa lingkunga" hidup manusia adanya hanya di Bumi dan sangat erat kaitannya denge hidup dan kehidupan seluruh umat manusia. Menurut pernyataan inh semua manusia seperti yang kita kenal di Bumi ini, adanya dan hidup” nya hanya di Bumi ini, semua bernafas dengan udara yang sama, hidvP berkembang biak, dan mati juga di Bumi ini. Permasalahan manusia tersebut, tidak hanya menyangkut many sia sebagai makhluk biologis, tetapi juga sebagai makhluk sosial buds)? dengan lingkungannya yang memberikan jaminan atas sumber-st" per kehidupan tersebut secara materil, tidak hanya kebutuhan biolos* ® Mohammad Soerjani, 1988, Op. cit. hal. 4-6. % Greenland, David, 1983, Guidelines for Modern Resource Management, Soil. La! ‘Air, A Bell & Howell Company, Columbus, Ohio, USA, hal. V. nd. ot 30 Scanned with CamScanner BAB + DASAR-DASAR EKOLOG! (makan dan lain sebagainya), tetapi juga kebutuhan sosial dan budaya. Jalinan hidup antara manusia sebagai makhluk biososial dan lingkung- annya itu telah menimbulkan masalah yang kuantitatif dan kualitatif bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya yang menuntut analisis secara mendalam dan sungguh-sungguh. Untuk itulah, manusia sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek permasalahan tersebut wajib mema- hami, menghayati, dan berupaya mencari pemecahan dan atau penang- gulangannya terutama yang berhubungan dengan ekosistem atau ling- kungan alami, Alam lingkungan (lingkungan alam, ekosistem) yang prosesnya berlangsung secara alamiah, akan memperoleh keseimbangan juga se- cara alamiah. Salah satu asas yang berlaku di alam ini adalah “keaneka- ragaman menjadi dasar kestabilan”, Tentu saja, dengan campur tangan manusia keanekaragaman tersebut akan disederhanakan sesuai dengan kebutuhan manusia dalam memanfaatkan alam yang bersangkutan. Kenyataan mengenai hal tersebut dapat diamati pada komposisi alam abiotik dan biotik yang unsur-unsurnya sangat kaya yang mampu men- ciptakan dan mempertahankan keseimbangan secara berkesinambung- an. Di sisi lain, lingkungan alam yang telah diubah menjadi lingkung- an budi daya (pemukiman, pertanian, dan lain sebagainya) cenderung menampakkan sifat-sifat kelabilan akibat adanya unsur-unsur tertentu yang hilang. Dalam rangkaian proses alamiah suatu unsur atau komponen men- jadi pengontrol dan dikontrol oleh unsur atau komponen lainnya. Akan tetapi, campur tangan manusia dalam bentuk proses budaya, keaneka- ragaman dan kepelikan alam itu disederhanakan. Hutan heterogen di- jadikan hutan homogen atau setidaknya menjadi lebih sederhana dari keadaan semula. Akibat-akibat dari penyederhanaan itu di antaranya: 1. Jumlah danjenis hewan mulai dari yang mikro sampai kepada yang makro yang asalnya demikian kaya, oleh proses budaya menjadi le- bih sederhana dari keadaan semula. 2. Lingkungan alam abiotik yang terdiri dari lereng, lembah, puncak, ngarai, daratan, dan sebagainya demikian pelik dan kayanya, yang melalui proses budaya manusia disederhanakan sesuai dengan ke- butuhan manusia. Pacul, bajak, traktor, buldoser, dan sebagainya yang dapat membantu/mempermudah proses tersebut.* © Sumaatmadja, Op. cit hal. 12-15 a a Scanned with CamScanner ANE PENGANTAR HUKUM LINGKUNGAN |DUP : aa an Pasal 1 butir 1 UUPPL} ra I but 1 UUKH),® “manusia ada. sal ; manusia dan perilakunya, A dup,” yakni mani ; Ish komponen dai ingkngan Bidup 994! UUPPLH dan undan gan demikian rant kangan hidup terbentuk dari dua komponen ace sebelumnya, lingkungan hi Y anteil dan perilakunya) dan tama, yak sosisistem voornn mencalcup benda mati dan benda bi : ‘i lam yang mi n : omponen shorten Glam Gi dalamnya) seperti telah diutarakan pada cup: ee leh Karena ity, terasa kurang bijaksana ora sn ne uraian di muka. idup sementara yang diper: a: alah Hingkungan hidup semer d : Peat eecae ae tai peas ae dikemukakan ka eens i anan masalah lingkungan mpunyai konsekuensi dalam penanganan tid a ee rkadang cenderung kurang memperhitungkan kepenting- hidup yang te n : g an komponen sosiosistem, yang pada gilirannya merugikan manusia dengan berbagailarangan berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Padahal, adanya atau munculnya masala Tingkungan hidup justru Karena adanya kepentingan hidup dan kehi- dupan manusia di dalamnya, Manusia dan lingkungan hidup merupakan satu kesatuan sistem Yang tidak terpisahkan. Hanya saja, karena memilikikeistimewaan jaeondiri, Komponen manusia ditempatkan berbeda dengan makhluk hidup lainnya, yakni manusia ditempatkan pada beda, yaitu di satu sisi ‘ ia adalah bagian dari itu sendiri, dan di sisi lai agian de 1. MANUSIA DAN LING! " Secara yuridis formal ee 7 (jo. Pasal 1 butir 1 UUPLH da 972, bahwa: “Hanya dalam lingkungan hi- lengan manusi a mbang dengan baik, dan hanya optimal Y2N8 baik Tingkungan akan berkembang ke ; mi, sebagai A mi Manan Saimana dikemuk 2 manusia selaly ca ana bahwa ditinjay se 7 i ia = Hom lingkungan tertentu dan a ibang pubui arah yang SUntuklebi jeg leasnyatiha, ‘hat Otto ramus ingen SRW, cis haa 28 tiny Yupp NE yang batey oe CBA dang Lt 8 Yang bail ‘anus, Penguin, rie manage SAME dap APB eek 4 Jo. UUPLH dan UULH Pan lain ialah (OS); “Hany® apathy "Bsecara ont : bi cece men embany optimal dan hanya dengat Secor est Serene aah anger stanyeden “langsungan funesr 7 . '82N fungsi lingkungat Scanned with CamScanner —____BAa 1 + asar-pasaR exotoc! timbal balik antara perilaku manusia dan lingkungannya. Dalam hal ini Tingkungan hidup berpengaruh terhadap manusia, tetapi sebaliknya manusia juga memengaruhi Jingkungan hidupnya. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa eksistensi dan Kehidupan manusia ada pada Jingkungan hidupnya, dan untuk dapat mempertahankan eksistensi dan kehidupannya itu manusia mutlak berinteraksi dengan lingkungan hi- dupnya itu dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia pada lingkungan hidup itu mulai dari bentuk yang paling sederhana, seperti bernapas dengan menggunakan udara, mencari makan dengan cara memanfaatkan umbi-umbian dan berburu, sampai pada yang sa- ngat kompleks yang mengubah bentang alam sesuai dengan perkem- bangan peradaban yang dicapai. Berbeda dengan makhluk hidup lainnya yang lebih banyak dipe- ngaruhi oleh alam lingkungannya, manusia mampu memengaruhi alam lingkungannya. Oleh karena itu, dalam hubungan manusia dengan alam lingkungannya, manusia dimungkinkan untuk menjadi “titik sentral” bagi perkembangan lingkungan. Seekor tupai yang hanya mengandal- kan rongga-rongga pohon untuk tempat berlindung, maka manusia ka- lau perlu dapat membabat hutan, mengurug rawa untuk dijadikan pusat permukiman. Jelaslah, bahwa perilaku seperti ini pengaruhnya jauh le- bih besar dibanding apa yang ditimbulkan oleh makhluk lainnya. Dalam konteks inilah peranan psikologi, khususnya psikologi ling- kungan yang mempelajari perasaan, motivasi, dan sikap manusia ter- hadap lingkungan hidupnya diperlukan. Hal ini diharapkan dapat me- ramalkan dan bahkan merekayasa perilaku manusia yang berwawasan lingkungan. Seperti diketahui, bahwa masalah lingkungan hidup itu timbul karena adanya kepentingan manusia, Masalah ini timbul karena manusia mempunyai kedudukan tersendiri dalam lingkungannya, Per- tama, manusia adalah komponen lingkungan hidup yang dominan, se- hingga dapat menjadi perusak, melalui pemanfaatan sumber daya alam yang hanya mengejar hasil maksimal tanpa memperhatikan pemeliha- raannya, Sebaliknya, dengan kesadaran yang berwawasan lingkungan manusia dapat menjadi pengelola (pembina) lingkungan hidupnya. Dalam menghadapi masalah lingkungan hidup ini, dikenal paling tidak dua sikap manusia yang berbeda, yakni sikap objektif di dunia Ba- rat, dan sikap subjektif di dunia Timur. Akan tetapi, menurut Hough (1998) yang dilansir Sarwono, terlepas dari bagaimana sikap manusia terhadap lingkungannya, apakah ia berpandangan objektif seperti orang Sarwono, Sarlito Wirawan, Op. cit, hal. Prakata. i] 33 Scanned with CamScanner Ro canta HUKUM UNGKUNGAN: EIS! KEDU : PENGANTAR HU taukah berpandangan subjektif seperti orang Timur, dalam hu. pa yang erus-menerus antara manusia dan lingkunganaya, a agapat mengembangkanKearifanlingkungan, yaitu menghindn BY eae aii rane seine Lida Jawa Tengah See ait tik beaetal menage terasering yang te nyabuk gunung, yang sangat baik untuk mencegah erosi tg. nah Di ropa dan Amerika Serikat ada banyak cagar alam (natin parks) yang dilindumgi undang-undang dan masyarakatnya mengharyy undang-undang itu sehingga tidak melakukan campur tangan terhadap alam lebih banyak dari yang diizinkan oleh undang-undang Guna memperkaya pemahaman tentang Peran manusia dalam mengubah lingkungan hidupnya, kirany. a bermanfaat dikemukakan cuplikan dari ungkapan Brown, dkk. yang antara lain bahwa perubahan sosial terjadi ketika manusia mengubah cara mereka menanggapi bebe. rapa unsur yang membentuk dunia mereka. Dipacu oleh peristiwa dra. matik, pemimpin yang kharismatik, atau kebangkitan berangsur-ang- sur melalui pendidikan, dan—ini yang banyak terjadi—orang “melintas Pengertian” yang memaksa mereka untuk melihat dan menilai beberapa i m pandangan baru. Pergeseran berkait- mencakup komponen etik yang nyata. caman lingkungan hidup yang kini ber- an dengan pengertian ini sering Tanggapan efektif terhadap an melintasi ambang yang baru.” Gambaran di atas, sesungguhnya menunjukkan bahwa telah terja- di sejumlah pergeseran di medan lingkungan hidup yang menyebabkan ‘berapa perubahan haluan besar pada beberapa masalah penting, Me- teka memberikan alasan agar dapat lebih optimis dalam menangani an- caman-ancaman yang lebih besar (terhadap linglungan hidup), dengan menunjukkan bahwa beberapa pembalikan Penting mungkin terjadi da- lam waktu singkat. Akan tetapi dalam waktu yang bersamaan, mereka Juga menimbulkan kecemasan karena kenyataannya sering membawa Wwisis ean ae cukup berubah untuk membantu tang- gapan politik (atau kebijaksaan pemeri ae dengan masalah-masalah perutete ‘itn dag ane FE eal duk. Kelanjutan pola tersebut berarti bahwa b; np tidak dapat diubah lagi, akan terjadi wa banyak kerusakan yang , “adi mendahului adanya tanggapan ma- © Sarwono, Sari 0 Witawan, Op. “ Seperti saket py eb cits hal. 3, 10-19, erubahan perby Perbudakan dari kebenaran ‘mplisit ke penotakan moral: Scanned with CamScanner a4 $$$ aint i at syarakat (mengenai tenaga nuklir misalnya). Sebagaimana telah diketahui, bahwa ledakan pada reaktor nuklir Chernobyl di Ukraina, Uni Soviet pada awal April 1986 membuat apa yang tidak akan pernah dapat dilakukan beratus-ratus kajian teknolo- gi nvklir, Ledakan ini telah menjadikan bahaya tenaga nuklir menjadi Kenyataan. Sayuran segar di Italia bagian Utara dinyatakan tidak layak dikonsumsi manusia. Pemerintah dan para pejabat Polandia melancar- kan usaha darurat supaya pil iodine diberikan kepada anak-anak. Mata pencarian orang Lapp di Skandinavia bagian Utara teraneam hilang ketika rusa kutub yang menjadi tumpuan hidup mereka juga menjadi terlalu tercemar radiasi (tidak dapat dipasarkan). Di Uni Soviet sendiri, 100.000 orang di sekitar reaktor dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka (yang tercemar radiasi nuklir).” Beberapa waktu yang lalu (di tahun 2011), Jepang juga dilanda bahaya nuklir setelah sebelumnya di hempas Tsunami. Dengan contoh ini, ikut membuktikan bahwa manu- sia dengan kemampuannya mengubah sumber daya alam dan lingkung- annya untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kemudahan dan Kesejahteraan hidupnya, yang sekaligus menimbun bahaya bagi ling- kungan hidup dan bagi dirinya sendiri. REFERENSI! Danusaputro, St. Munadjat.1985. Hukum Lingkungan: Buku I Umum. Ban- dung: Binacipta. : Greendland, David. 1983. Guidelines for Modern Resource Management: Soil, Land, Water, Air, Ohio, USA: A Bell & Howell Company, Columbus. Hermanislamet, Bondan. 1989. Kebijaksanaan Pembangunan dan Ling- kungan Hidup: Tata Ruang Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Makalah, Kursus Dasar-dasar AMDAL, Kantor Men-KLH dan PPLH UGM Yogyakarta. Hermanto, Bondan. 1987. Aspek Tata yah Berwawasan Lingkungan, Makal Biro Bina KLH Setwilda Propinsi DIY. Martopo, Sugeng. 1990. Pendekatan Multidisiplin dalam Timu Lingkung- an, Makalah, Seminar Sumbangan Berbagai Disiplin IImu untuk Me- ningkatkan Kesadaran Masyarakat tentang Lingkungan, Sema Fak. Bio- Jogi UGM Yogyakarta, 10 September 1990. ‘Ruang dalam Pengembangan Wila- lah, Kursus Pengenalan ANDAL, 1 Jurang Kebinasaan (judul asli: State of the © Brown, Lester R, dkk., 1990, Dunia di Tep! i ryobroto dan S. Maimun, Yayasan Obor World, 1989), diterjemahkan oleh Bambang Sur Indonesia, Jakarta, hal. 4-5. a ss Scanned with CamScanner PENGANTAR HUKUM LINGKUNGAN: EDISI KEDUA Rambo, A. Terry. 1982, “Human Ecology Research on Tropical ee tems in Southeast Asia’, Singapore Journal of Special Geography, Vol. 3No.1. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: PPS UI dan PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Soerjani, M. dkk. 1987. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependuduk- an dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press. Soerjani, Mohamad. 1988. Pengembangan Ilmu Lingkungan dalam Upaya ‘Menunjang Pembangunan Berlanjut. Pidato Pengukuhan dalam Jabat. an Guru Besar Tetap Ekologi dan Ilmu Lingkungan pada Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Jakarta, Soemarwoto, Otto. 1994. Ekologi: Lingkungan Hid Edisi Revisi, Cet. ke-6. Bandung: Djambatan, Soeriaatmadia, RE, 1980. Inu Lingkungan. Bandung: ITB, Sumaatmadja, Nursid, 1989, Studi Lingkungan Hiddup, Alumni, Bandung, ‘Yunus Wahid M. 1999. Beberapa Aspek tentang Huken, Kehutanan. Bahan ajar (diktat) Fakultas Hukum Unhas, - 1994. Aspek Hukum dari Pembinaan Peril an Lingkungan: Studi Kasus di Keeamatan Ponre, ka Sulawest Selatan. Tesis, PPS-UGM Yogyakarta, Yunus Wahi A.M. 2011. Aktualisasi Kearifan Lolegl Menuju Hukum 1, kungan yang Responsif, Editor: Achmad dkk. Cet ke-a, Makassar, ae | taka Pena Press, awe lup dan Pembangunan, ku Berwawas- ‘bupaten Bone, Scanned with CamScanner

Anda mungkin juga menyukai