SKRIPSI
Diajukan Oleh:
vi
KATA PENGANTAR
Dengan segala puji dan syukur kehadiran Allah S.W.T., yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Skripsi ini yang berjudul “KEPUTUSAN MAHKAMAH RENDAH
SYARIAH KUANTAN PAHANG TENTANG TUNGGAKAN NAFKAH
PASCA PERCERAIAN MENURUT HUKUM POSITIF MALAYSIA DAN
HUKUM ISLAM” dengan baik dan benar.
Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Serta
para sahabat, tabi’in dan para ulama yang senantiasa berjalan dalam risalah-Nya,
yang telah membimbing umat manusia dari alam kebodohan ke alam pembaharuan
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tak terhingga peneliti sampaikan
kepada Bapak Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, M.C.L., MA selaku pembimbing
pertama dan kepada Bapak Edi Yuhermansyah, S.Hi., LLM selaku pembimbing dua,
di mana kedua beliau dengan penuh ikhlas dan sungguh-sungguh telah memotivasi
serta menyisihkan waktu serta pikiran untuk membimbing dan mengarahkan peneliti
dalam rangka penulisan karya ilmiah ini dari awal sampai dengan selesainya
penulisan skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ketua prodi Hukum Keluarga, Penasehat
Akademik, serta seluruh Staf pengajar dan pegawai Fakultas
Syariah dan Hukum yang memberikan masukan dan bantuan yang sangat berharga
bagi penulis sehingga penulis dengan semangat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada perpustakaan Syariah, kepada
perpustakaan induk UIN Ar-Raniry, perpustakaan Kolej Universiti Islam Pahang
Sultan Ahmad Shah, Kepala Perpustakaan Wilayah serta Karyawan yang melayani
serta memberikan pinjaman buku-buku yang menjadi bahan skripsi penulis.
vii
Seterusnya juga kepada Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang serta Jabatan
Kehakiman Pahang dalam mencari maklumat mengenai skripsi yang saya kaji.
Selanjutnya dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, Ibunda tercinta Siti Rahimah
Binti Mislon dan Ayahnda Tokimin Bin Poniran yang sudah melahirkan,
membesarkan, mendidik, dan membiayai sekolah penulis hingga ke jenjang
perguruan tinggi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan tanpa pamri.
Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada kawan-kawan seperjuangan prodi
Hukum Keluarga, teristimewa sahabat-sahabat saya Putri Intan Shaheera Binti Samri,
Mohamad Faiz Bin Jamaludin, dan pada teman-teman program Sarjana Fakultas
Syariah Hukum UIN Ar-Raniry dan teman-teman di Malaysia, yang saling
menguatkan dan saling memotivasi selama perkuliahan hingga terselesainya kuliah
dan karya ilmiah ini.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dengan
balasan yang tiada tara kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesainya skripsi ini. Penulis hanya bisa mendoakan semoga amal ibadahnya
diterima oleh Allah SWT sebagai amal yang mulia.
Di akhir tulisan ini, penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini
masih sangat banyak kekurangannya. Penulis berharap penulisan skripsi ini
bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan juga kepada para pembaca semua. Maka
kepada Allah jualah kita berserah diri dan meminta pertolongan, seraya memohon
taufiq dan hidayah-Nya untuk kita semua. Amin Yarabbal Alamin.
Penulis,
viii
TRANSLITERASI
Dalam skripsi ini banyak dijumpai istilah yang berasal dari bahasa Arab
ditulis dengan huruf latin, oleh karena itu perlu pedoman untuk membacanya
dengan benar. Pedoman Transliterasi yang penulis gunakan untuk penulisan kata
Arab adalah sebagai berikut:
1. Konsonan
8 د d 23 ل l
z dengan titik di
9 ذ ż 24 م m
atasnya
10 ر r 25 ن n
11 ز z 26 و w
12 س s 27 ه h
13 ش sy 28 ء ’
s dengan titik di
14 ص ş 29 ي y
bawahnya
d dengan titik di
15 ض ḍ
bawahnya
2. Konsonan
Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vocal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
ix
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat,
transliterasinya sebagai berikut:
b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:
Contoh:
= كيفkaifa,
هول = haula
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Contoh:
= قالqāla
= رميramā
x
= قيْلqīla
قول
ْ = يyaqūlu
4. Ta Marbutah ()ة
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua.
a. Ta marbutah ( )ةhidup
Ta marbutah ( )ةyang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan
dammah, transliterasinya adalah t.
b. Ta marbutah ( )ةmati
Ta marbutah ( )ةyang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
adalah h.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir huruf ta marbutah ( )ةdiikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta
marbutah ( )ةitu ditransliterasikan dengan h.
Contoh:
ْض ْة ااْلَطا َفالا
َ َراو: rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl
al-Madīnatul Munawwarah
ْاح اة
َ طَل : Ṭalḥah
Modifikasi
1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi,
seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai
kaidah penerjemahan. Contoh: Ḥamad Ibn Sulaiman.
2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia, seperti Mesir,
bukan Misr ; Beirut, bukan Bayrut ; dan sebagainya.
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGESAHAN SIDANG
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS
ABSTRAK....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI.................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB SATU PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................... 7
1.4. Penjelasan Istilah .......................................................... 7
1.5. Kajian Pustaka ............................................................. 11
1.6. Metode Penelitian ......................................................... 15
1.7. Sistematika Pembahasan ............................................... 18
BAB DUA TINJAUAN UMUM TENTANG NAFKAH
2.1. Pengertian Nafkah ......................................................... 20
2.2. Dasar Hukum Kewajiban Pemberian Nafkah ............... 23
2.3. Sebab, Syarat Isteri Berhak Menerima Nafkah............ 27
2.4. Jenis-Jenis Nafkah dan Kadar yang Diwajibkan .......... 29
2.5. Hak Kewajiban Suami Pasca Perceraian ...................... 32
2.6. Nafkah Isteri Ketika Suami Tidak Mampu ................... 33
BAB TIGA PENETAPAN HUKUM TENTANG TUNGGAKAN
NAFKAH ISTRI PASCA PERCERAIAN DI
MAHKAMAH RENDAH SYARIAH KUANTAN
3.1. Profil Mahkamah Rendah Syari`ah Kuantan Pahang ... 36
3.2. Dasar Penetapan Hukum Terhadap Tunggakan
Nafkah Isteri Pasca Perceraian ..................................... 39
3.2.1. Menurut Hukum Malaysia ..................................... 39
3.2.2. Menurut Fikih Islam .............................................. 45
3.3. Prosedur dalam Mengajukan Gugatan Nafkah di
Mahkamah Rendah Syari`ah Kuantan Pahang ............. 50
xiv
3.4. Petimbangan Putusan Hakim dalam Penetapan
Tuntutan Tunggakan Nafkah Pasca Perceraian
di Mahkamah Rendah Syari`ah Kuantan Pahan ........... 54
BAB EMPAT PENUTUP
4.1. Kesimpulan .................................................................. 62
4.2. Saran-Saran .................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65
DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................... 69
LAMPIRAN .................................................................................................... 70
xv
BAB I
PENDAHULUAN
ۡ ۡ ۡ ِ ِ ِ ۡ ۡ ِۡ ِۡ ۡ ا
ث َوُربَ ََٰع فَإِن ِخفتُ ۡمََٰ
ل ث
ُو َنث م
َ َ َٰ َ َ َ َٓء
ا س ٱلن ن م م ك
ُ ل
َ اب
َ َ ُ ط
َ ام ا
ْو حِ
ٱنك ف
َ ى م َٰ
ت
َٰ َ َ َي ٱل ِ
ِف ا
ْوُط ِ
س ق َُوإن خفتُم أََّل ت
ۡ
ۡ ِأَاَّل ت ۡع ِدلوا ف و ِحدة أ َۡو ما ملك ۡت أَيَٰنك ۡۚۡم َٰذل
﴾٣﴿ ْنٓ أَاَّل تَعُولُوا
ََٰ ك أَد
َ َ ُ َُ َ َ َ َ ً َ ََٰ َ ْ ُ َ
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-
Nisa` [4:3])1
1
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan, (Bandung, CV. Penerbit Jumanatul
Ali, 2005), hlm. 77.
1
2
ك ِوِم ۡن ءايَٰتِ ِهٓۦ أ َۡن خلَق لَ ُكم ِم ۡن أَن ُف ِس ُك ۡم أ َۡزَٰوجا لِت ۡس ُكن واْ إِلَ ۡي ها وجعل ب ۡي ن ُكم اموادةً ور ۡۡح ۚۡةً إِ ان ِِف َٰذَل
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُٓ َ ً َ َ َ ََ َ
ۡ
﴾٢١﴿ ََلٓيََٰت لَِقوم يَتَ َف اك ُرو َن
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum [30:21])2
ابغض احلالل اىل هللا: قال رسول أهلل صلى هللا عليه وسلم: عن عبد هللا بن عمر قال
)تعال الطالق (رواه ابن جمه
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: hal yang
paling dibenci oleh Allah adalah talak” (HR. Ibnu Majah No.2351).3
akibat daripada si suami dan si isteri yang tidak menjalankan hak dan kewajiban
di dalam rumah tangga mereka. Di antara hak dan kewajiban yang selalu dibawa
ke pengadilan adalah hak tanggungan nafkah si suami kepada keluarganya.
Menurut Sayyid Sabiq, nafkah adalah santunan yang diberikan oleh
seseorang dapat berupa uang, makanan, pakaian, tempat tinggal, dan semacamnya
kepada orang lain yang berada dalam tanggung jawabnya dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang tersebut.4
Agama telah mewajibkan suami untuk memberikan nafkah kepada
isterinya karena adanya ikatan perkawinan yang sah. Sama halnya dengan hukum
positif di Malaysia khususnya di Negeri Pahang telah memberikan hak-hak bagi
isteri dengan baik yang dilegitimasikan dalam Enakmen Undang-undang
Keluarga Islam Negeri Pahang berdasarkan pada seksyen 60 ayat 1: ‘Tertakluk
kepada Hukum Syara` Mahkamah boleh memerintahkan seseorang lelaki
membayar nafkah kepada isteri atau bekas isterinya’.5
Di dalam pasal ini menerangkan bahwa, mantan suami seharusnya
memberikan nafkah terhadap isteri yang sebenarnya menjadi hak isteri tersebut.
Bukan saja si isteri menuntut hak nafkah iddah, nafkah anak, malah tunggakan
nafkah juga bisa dituntut ke pengadilan. Oleh karena itu, nafkah tertunggak
merupakan nafkah selama perkawinan yang selama ini tidak atau belum diberikan
oleh suami kepada isterinya. Lalu dalam proses perceraian di pengadilan, pihak
isteri mengajukan atau menuntut pihak suami untuk melunasi atau membayarkan
nafkah yang selama ini dilalaikannya tersebut.
4
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (terj. Mohd. Thalib), Juz. VII, (Bandung: al-ma`arif, 1997).
hlm. 147.
5
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang Keluarga Islam
2005, (Selangor: International Law Book Services, 2014), hlm 52
4
6
Dimaksudkan di sini tak bercagar adalah bukan uang panjar daripada mantan suami.
7
Ibid…, hlm 55.
8
Penghutang penghakiman adalah satu surat perintah atau saman daripada mahkamah
syariah yang memerintahkan Tergugat agar membayar satu hutang dari pihak Penggugat melalui
satu permohonan yang telah ingkar menyelesaikan hutangnya.
9
Wawancara dengan Shabariah Binti Hussin, Penolong Pengarah Kanan Seksyen
Bahagian Sokongan Keluarga Jabatan Kehakiman Syariah Pahang tanggal 2 Agustus 2018 di
Kuantan, Pahang.
5
10
Wawancara dengan Fauziah Binti Mamat, Naib Ketua Jabatan Bantuan Guaman
Pahang tanggal 2 Agustus 2018 di Kuantan, Pahang.
11
Plantif adalah penggugat: Sharifah Nazariah Binti Syed Abu Bakar telah mengajukan
gugatan ke Mahkamah terhadap suaminya.
12
Defenden adalah tergugat: Syed Abu Bakar Bin Syed Hassan orang yang telah digugat
oleh isterinya.
6
baginya. Selain itu, tergugat juga enggan memenuhi putusan hakim serta
mengingkari perintah mahkamah dalam membiayai nafkah yang telah disepakati
bersama, seperti yang dikeluarkan dalam surat perintah dari mahkamah yang
ditujukan kepada mantan suami agar membayar tunggakan nafkah tersebut.
Dengan kondisi demikian, apabila mahkamah telah menetapkan perintah
bahwa nafkah isteri itu wajib dibayar oleh mantan suami. Hal ini seharusnya tidak
dapat mengingkarinya serta menafikan perintah mahkamah tersebut. Meskipun
demikian, dari hasil data keputusan hakim yang didapatkan dari hasil wawancara,
peneliti mendapatkan masih terdapat 13 kasus bagi tahun 2016 yang mana mantan
suami yang tidak melaksanakan perintah putusan mahkamah untuk memberi
biaya hak nafkah isteri dan mengabaikan dari tangungjawab untuk menghindar
diri dari membayarnya. Bahkan, dengan keputusan yang ditetapkan oleh hakim
tersebut dapat membuat penyitaan barang pribadi milik si suami agar membayar
tunggakan nafkah terhadap mantan isterinya secara paksa dan hal-hal yang
sebagainya.
Oleh itu, peneliti ingin membahaskan permasalahan ini dan
menjadikannya sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul
“Keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang Tentang
Tunggakan Nafkah Pasca Perceraian (Analisis Menurut Fikih Islam)”.
13
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) edisi III, hlm. 914.
14
Kamus Dewan dan Pustaka Online, http://prpm.dbp.gov.my/Cari1?keyword=-
keputusan, diakses tanggal 17 Oktober 2018, pukul 13.09.
8
15
Kamus Hukum Online, https://kamushukum.web.id/arti-kata/keputusan/, diakses
tanggal 17 Oktober 2018, pukul 13.13.
16
Enakmen bermaksud klasifikasi (cabang) dari Undang-undang Perlembagaan
Persekutuan Malaysia.
17
Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-undang Malaysia, cet. 1, (Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007), hlm. 56.
9
18
Majlis Perbandaran Kuantan, http://www.mpk.gov.my/en, diakses tanggal 25 Maret
2019, pukul 13.00.
19
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), edisi IV, hlm. 1503.
20
Khairizzaman, Nafkah Isteri Dalam Perspektif Fikih (Telaah Terhadap Pendapat
Jumhur Ulama dan Ibn Hazm), (Banda Aceh: Dinas Syari`at Islam Pemerintahan Aceh, 2011),
hlm. 34-35.
21
Enakmen 3 Tahun 2005, Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam 2005 Pahang.
22
Abdul Manan, Problematika Perceraian Karena Zina Dalam Proses Penyelesaian
perkara di lingkungan Peradilan Agama, dalam jurnal Mimbaar Hukum, alhikmah, (Jakarta. No.
52 Th XII, 2001), hlm. 7.
10
23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan), (Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2006) hlm. 189.
24
Juhaya S. Pradja, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, (Bandung: Pustaka Setia,
2013), hlm. 49.
25
Nazar Bakry, Fiqh & Ushul Fiqh, (Jakarta: Pt Grafindo Persada, 2003), hlm. 7
26
Hasbi Ash Shiddeqy, Pengantar Hukum Islam, (Bulan Bintang: 1980) Jil. I, hlm 22
11
27
Husni Mubarrak, Fiqh Islam dan Problematika Kontemporer, (Banda Aceh:
ArraniryPress, 2012), hlm 8.
28
Abdul Azis Al-Jabbar, Nafkah Iddah Bagi Isteri Pada Perkara Gugat Cerai Menurut
Hukum Islam (Studi Kasus Mahkamah Syar`iyah Aceh), Fakultas Syari`yah Jurusan Al-Ahwalul
Syakshsiyah Uin Ar-Raniry Banda Aceh, 2011, Skripsi ini tidak dipubliskan.
12
29
Ana Sofiatul Fitri, Pandangan Hakim Terhadap Penentuan Nafkah Akibat Perceraian
(Studi di Pemgadilan Agama Kota Malang dan Pengadilan Agama Kabupaten Malang), Program
Magister Al-Ahwal Al-Syaksyiyyah Pascsarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2014.
Diakses pada tanggal 27Agustus 2018: http://repository.uin-malang.ac.id/.
30
Siti Zulaekah, Analisis Pelaksanaan Pemberian Nafkah Mantan Isteri Akibat Cerai
Talak (Studi Kasus di Pengadilan Agama Semarang Tahun 2015), Fakultas Syar`iyah dan Hukum
Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah UIN Walisongo Semarang, 2016. Diakses pada tanggal 3 Agustus
2018: http://repository.uin-walisongo.ac.id/.
13
31
Syamsul Bahri, Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No.
66, Th XVII, Agustus 2015.
32
Tarmizi M Jakfar dan Fakhrurrazi, Kewajiban Nafkah Ushul dan Furu` Menurut
Mazhab Syafi`i. Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 2, Juli-Disember 2017.
14
harta bersama. Oleh karena itu, maka hukumnya wajib bagi suami untuk
memberikan nafkah bagi istri dan anaknya. Pemberian nafkah sebagaimana yang
tersebut di atas mesti disesuaikan dengan tingkat kedudukan sosial ekonomi
suami isteri dan selaras dengan kebiasaan masyarakat ditempat mereka tinggal.
Selain itu, perincian hal-hal yang harus diberikan sbegai nafkah disesuaikan
dengan kebutuhan masa kini agar selaras dengan keadaan negeri dan standar
kehidupan mereka.33
Dari beberapa telaah pustaka yang diuraikan di atas, fokus peneliti
berbeda dengan penelitian sebelumnya karena dalam penelitian ini menjelaskan,
“Keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang Tentang Tunggakan
Nafkah Pasca Perceraian (Analisis Menurut Fikih Islam)”.
1.6. Metode Penelitian
Dalam penyusunan penulisan ini metode penelitian sangat menentukan
untuk mencapai tujuan secara efektif dan sistematika karena metode yang dipakai
mempengaruhi kualitas sesuatu penulisan. Penelitian ini mengunakan metode
kualitatif berarti penelitian yang menekankan pada kualitas atau hal terpenting
suatu barang atau jasa. Penelitian kualitatif dieksplorasi dan diperdalam dari
fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku, kejadiaan, tempat
dan waktu.34 Metode ini dimulai dengan pengumpulan data, menganalisis data
dan menginterpretasikannya. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui teknik
survei, studi kasus, studi komparatif, studi tentang waktu dan gerak, analisis
tingkah laku dan analisis dokumenter.35 Dalam pembahasan penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian sebagai berikut:
33
Riza Fauzan Anshari, Hutang Nafkah Dalam Perkawinan Setelah Terjadi Perceraian.
Badamal Law Journal, Vol. 3, Issues 1, Maret 2018.
34
M. Djunaidi Ghony, Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), hlm. 25.
35
Suryana, Metodologi Penelitian Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,
(Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hlm.16.
15
36
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), jilid
II, cet. II, hlm. 765.
37
Sayyid Sabiq, Fiqh…, hlm. 76.
16
38
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Cet.1,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 104.
39
S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Cet.10, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm. 113.
40
Juliansyah Noor, Metodologi penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
Cet.1, (Indonesia: Kencana, 2011), hlm. 141.
17
41
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm 165.
42
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-III, 2002), hlm. 770
43
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), jilid
II, cet. II, hlm. 765.
19
. والسكَن ِ
الطعام كفاية َمن يونه من
“Mencukupi kebutuhan orang yang menjadi tanggung jawabnya berupa
makanan, pakaian, dan tempat tinggal”44
Dari kajian fikih kata nafkah diistilahkan dengan “ ونفقات, انفاق, ”نفاقyang
merupakan jama` dari kata “ ”نفقةartinya sesuatu perbelanjaan yang diberikan
berupa dirham. Secara bahasa, nafkah berarti “sesuatu yang diberikan manusia
secara mencukupi”.45
Menurut Sayyid Sabiq,
توفري ما حتتاج إليه الزوجة من طعام ومسكن وخدمة ودواء وإن كانت غنية: املقصود ابلنفقة هنا
46
44
Ibid…, hlm. 765.
45
Khairizzaman, Nafkah Isteri Dalam Persperktif Fikih (Tela`ah Terhadap Pendapat
Jumhur Ulama dan Ibn Hazm), (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Pemerintah Aceh, 2011), hlm.
34.
46
Sayyid Sabiq, Fiqh…, hlm 228.
47
Ibid …, hlm. 77.
48
Kamal Mukhtar, Azas-Azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. I, (Jakarta: Bula
Bintang, 1794), hlm 127.
49
Abdul Aziz Dahlan, et. Al, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm. 1281.
perkawinan, kekeluargaan dan pemilikan/hak milik (hamba sahaya/budak) sesuai
dengan kemampuan.50 Abdurrahman al-Jaziri menyebutkan nafkah menurut
istilah fuqaha adalah:
وما يتبع ذلك من, ومسكن, وكسوة, وادم,اخلراج الشخص مؤنة من جتب عليه نفقته من خرب
.مثن ماء ودهن ومصباح وحنو ذلك
“Mengeluarkan perongkosan terhadap orang yang wajib dibelanjainya
berupa roti, lauk pauk, pakaian, tempat tinggal (rumah), dan apa-apa yang
bersangkutan dengan itu seperti harga air, minyak, lampu dan lain-lain”.51
50
M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, edisi Khusus, (Jakarta: Bonafid Cipta Pratama,
1991), hlm 237.
51
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh `Ala al-Madhahib al-Arba`ah, jilid IV, (Beirut: Dar-
al-Fikr, 1969), hal 553.
52
Khairizzaman, Nafkah Isteri… ibid, hlm. 34
2.2. Dasar Hukum Kewajiban Nafkah
Pada dasarnya, nafkah itu diwajibkan hanya untuk sebuah keperluan.
Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah mencakup kebutuhan isteri berupa
makanan, tempat tinggal, pakaian dan obat-obatan, walaupun isteri tersebut
seorang yang hartanya melebihi daripada si suami. Hal ini karena nafkah untuk
isteri menjadi wajib bagi suami bukan karena suatu kebutuhan, tetapi karena
penyerahan diri isteri terhadap suami dan karena adanya hukum timbal balik
antara kewajiban dan hak suami isteri. Jadi, ketika isteri memenuhi kewajibannya
seperti berlaku taat terhadap suami, maka dia juga mendapatkan haknya salah
satunya dengan adanya nafkah.
Hukum memberi nafkah kepada isteri adalah wajib berdasarkan al-
Qur`an, Sunnah dan ijmak. Firman Allah Swt surat Al-Baqarah ayat 223:
ۡ
ود لَهُۥ ِرزقُ ُه ان ِ ُۡي لِم ۡن أَراد أَن يتِ ام ٱلارضاع ۚۡةَ وعلَى ۡٱلم ۡول ِ ۡ ۡي ك ِامل
َ َ ِ ۡ ۞و ۡٱلولِ َٰدت ي ۡر ِض ۡعن أ َۡوَٰلدهن ح ۡول
َ َ َ ََٰ َ ُ ُ َ َ َ ُ ا
َ َ َ َ َ ُۢ ُ َ َ َ
ود لاهُۥ بَِولَ ِدهِۦۚۡ َو َعلَى ۡ ِ ِ ۡۚ ۡ ۡ ا ِۡۚ وكِ ۡسوُُتُ ان بِ ۡٱلم ۡعر
ٌ ُضآار ََٰول َدةُ بَِولَد َها َوََّل َمول
َ ُس إِاَّل ُوس َع َها ََّل ت ٌ ف َن ف
ُ ل ك
َ ت
ُ َّل
َ وف َُ َ َ
ِ ۡ ۡ ۡ ۡ ِ َۗ ِ ۡ ۡ ِ ِ ۡ ِ َۗ ِ َٰ ۡ ِ ِ ِ ۡ
ْدُّت أَن تَس ََتضعُٓوا اح َعلَيه َما َوإن أ ََر مَ َص ًاَّل َعن تَ َراض من ُه َما َۡوتَ َش ُاور فَ َال ُجن َ ك فَإن أ ََر َادا ف َ ٱل َوارث مث ُل ذَل
ٱَّللَ ِِبَا تَ ۡع َملُو َن ۡ
ٱَّللَ َوٱعلَ ُمٓواْ أَ ان ا
وف َوٱتا ُقواْ ا َِۗ أ َۡوَٰلَ َد ُك ۡم فَ َال جنَاح علَ ۡي ُك ۡم إِذَا سلا ۡمتم امآ ءاتَ ۡي تم بِٱلم ۡعر
َُ ُ َ ُ َ َ َ ُ
﴾٢٣٣﴿ٌصري ِب
َ
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa
atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-
Baqarah:[2:233])53
53
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm 35.
Yang dimaksud dengan المولودةadalah ayah dari anak-anak yang dibina
dan wajib baginya رزقهنmemberi makan ibunya, adapun lafazh الرزقberarti
sesuatu yang mengenyangkan seperti makanan وكسوتهنdan lafazh الكسوةberarti
pakaian. Makna بالمعروفdengan layak sebagaimana yang diperintahkan sebab
Allah Swt mengetahui masing-masing keadaan seseorang yang satu dengan yang
lainnya baik yang kaya dan miskin maupun lapang dan susah, maka Allah
memerintahkan supaya memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan masing-
masing.54
Dalam firman Allah swt, dalam Surat Ath-Thalaq ayat 6:
ۡۚ
ضيِ ُقواْ َعلَ ۡي ِه ان ِ أ َۡسكِنوه ان ِم ۡن ح ۡيث س َكنتم ِمن و ۡج ِد ُك ۡم وََّل تُضآمر
َ ُوه ان لت
ُ َ َ ُ ُ َ ُ َ ُُ
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka.” (QS. Ath-Thalaq [65:6])55
54
Abu Ja`far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (terj. Ahsan Askan),
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm 16
55
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm.35
56
Ibid…, hlm. 559.
hukumnya. Akan tetapi, dalam memberikan nafkah kepada isteri hukum syara`
tidak menentukan batas yang harus dipenuhi oleh suami, karena dalam al-Qur`an
hanya ditetapkan sekadar menurut kemampuan suami dalam memenuhi nafkah
isteri.
Adapun hadist Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
اليد العليا خري من اليد: رسول هللا صلى عليه وسلم: وعن أىب هريرة رضى هللا تعاىل عنه قال
) أطعمَن أو طلقين (رواه الدرقطَن وإسناده حسن: السفلى ويبدأ أحدكم ِبن يعول تقول املرأة
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tangan
dia atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah. Salah seorang di
antara kalian hendaklah memulai dengan orang yang menjadi
tangunggannya. Seorang isteri akan berkata, berilah aku makan atau
ceraikan aku,” (HR. ad- Daruquthni, sanad hadist ini hasan).57
Hadits tersebut menjelaskan bahwa apabila suami tidak mampu
menafkahi isterinya, maka isteri boleh meminta cerai kepada suaminya. Akan
tetapi perceraian juga bukan merupakan solusi akhir dari permasalahan suami
isteri tersebut. Rasulullah SAW menyuruh para isteri untuk bersabar atas
ketidakmampuan suami tersebut.
حدثَن عايل بن حجر السعدي حدثنا علي بن مصهر عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة
قالت دخلت هند بنت عتبة امرأة أيب سفيان على رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقالت اي رسول
هللا إن أاب سفيان رجل شحيح َّل يعطيين من النفقة ما يكفيين ويكفي بين إَّل ما أخذت من ماله
بغري علمه فهل علي ِف ذلك من جناح فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم خذي من ماله
58 ) ابلعروف ما يكفيكي بنيك (رواه مسلم
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Ali bin Hujrin al-Sa`di, telah
menceritakan kepada kami Ali bin Mushar dari Hisyam bin Urwah dari
bapaknya dari Aisyah beliau berkata: “Hindun putri `Utbah isteri Abu
57
Tim Pustaka Imam Adz-Dzahabi (editor), Buku ke Dua Terjemahan Bulughul Maram,
(Bekasitimur: Pustaka Imam Adz-Dzahabi, 2009), hlm. 521.
58
Al-Nawawi, Imam Muhyiddin, Shahih Muslim, Juz XII, Beirut: Darul Ma`rifah li al-
Thaba`ah wa al-Nasyar wa al-Tauzi`, 1999), hlm. 234., Lihat juga: A. Hasan, Bulughul Maram,
Jil. II, (Bandung: CV. Diponegoro, 1985), hlm. 562.
Sufyan masuk menghadap Rasulullah SAW seraya berkata: “Ya
Rasulullah sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang kikir.
Dia tidak memberikan saya nafkah yang cukup untuk saya dan anak-
anakku selain yang saya ambil dari sebagian hartanya tanpa setahunya.
Apakah saya berdosa karena perbuatanku itu?” Lalu Rasulullah SAW
bersabda: “Ambillah olehmu sebagian dari hartanya dengan cara baik
secukupnya untukmu dan anak-anakmu”. (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa kewajiban memberi nafkah
kepada isteri oleh suami tidak dilakukan secara terang-terangan maupun
sembunyi-sembunyi. Artinya apabila suami tidak memberikan nafkah, maka
isteri berhak mengambil hartanya suaminya untuk keperluan hidupnya dan anak-
anaknya dengan kadar secukupnya.
Adapun dasar hukum menurut ijmak ulama, Ibn Qudamah berkata: “Para
ulama fiqh sepakat tentang kewajiban suami membelanjai isteri-isterinya, bila
sudah baligh, kecuali kalau isteri itu berbuat durhaka kepadanya. Di antaranya
Ibnu Mundzir dan lain-lain terdapat pemahaman bahwa, isteri yang durhaka
boleh ditahan dirumah sehingga dia tidak boleh berbuat bebas dan tidak dapat
pergi berusaha, tapi wajib dibiayai.59
Berdasarkan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam 2005 Negeri
Pahang Seksyen 60 ayat (1) tertakluk kepada Hukum Syara` Mahkamah boleh
memerintahkan seseorang lelaki membayar nafkah kepada isteri atau bekas
isterinya. Di sini dapat di pahami bahwa Mahkamah Syariah Negeri Pahang
mewajibkan dengan memerintahkan si suami membayar nafkah kepada isteri
atau bekas isterinya melainkan si isteri tersebut melakukan nusyuz berdasarkan
hukum syara` yaitu al-Quran dan As-Sunnah.60Di dalam Undang-Undang
Indonesia, Undang-Undang Perkawinan secara khusus tidak membicarakan
masalah nafkah, namun apa yang dituntut ulama fiqh berkenaan dengan nafkah
59
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (terj. Mohd. Thalib), Juz. VII, (Bandung: al-ma`arif,
1997), hlm 75.
60
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang Keluarga Islam
(Negeri Pahang) 2005, (Selangor: International Law Book Services, 2014) hlm 52.
tersebut telah diakomodir UU Perkawinan yang tercakup dalam hak dan
kewajiban suami isteri. Kompilasi Hukum Islam juga tidak secara spesifik
membicarakan nafkah. KHI secara panjang lebar mengatur hak dan kewajiban
suami isteri yang menguatkan, menegaskan dan merinci apa yang dikehendaki
oleh UU Perkawinan. Dalam bahagian ketiga pasal 80 (4) tentang kewajiban
suami bahwa: sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi
anak dan isteri; dan
c. Biaya pendidikan bagi anak.61
Berdasarkan dasar hukum di atas, maka dapat dipahami bahwa kewajiban
memberikan nafkah adalah menjadi suatu hak suami yang wajib diberikan kepada
isteri dan anak-anak. Memang tidak dapat di debat lagi, karena adanya ketentuan
hukum yang tertulis berdasarkan al-Qur`an, hadits maupun ijmak. Memenuhi
nafkah adalah menjadi salah satu pensyaratan yang harus dipersiapkan semasa
menjalani kehidupan rumah tangga.
2.3. Sebab, Syarat Isteri Berhak Menerima Nafkah
Seorang suami tidak diwajibkan untuk menanggung nafkah terhadap
isterinya bilamana tidak terpenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapun
persyaratan agar isteri berhak menerima nafkah dari suaminya, sebagai berikut;
a) Telah terjadi akad yang sah antara suami dan isteri. Bila akad nikah
mereka masih diragukan kesahihannya, maka isteri belum berhak
menerima nafkah dari suaminya.
b) Isteri telah sanggup melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan
suami.
61
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 80 ayat (4) tentang Kewajiban Suami.
c) Isteri telah terikat atau telah bersedia melaksanakan semua hak-hak
suami.62
Bila syarat-syarat di atas telah dipenuhi, maka pelaksanaan pemberian
nafkah itu dilakukan suami apabila:
1. Bila isteri telah siap melakukan hubungan suami isteri dengan suaminya.
Tanda telah siap ini bila isteri telah bersedia pindah rumah yang telah
disediakan suaminya dan hal itu telah dilaksanakannya atau karena
sesuatu hal suami belum sanggup menyediakan perumahan sehingga
isteri masih tinggal di rumah orang tuanya, isteri tersebut berhak
menerima nafkah selama kesediaan pindah rumah tetap ada. Dalam pada
itu yang penting bagi keduanya, ialah segala sesuatu yang berhubungan
dengan kehidupan mereka dapat diputuskan dengan musyawarah.
2. Jika suami belum memenuhi hak-hak isteri, seperti belum membayar
mahar, atau suami belum menyediakan tempat tinggal sedang isteri telah
bersedia tinggal bersama atau isteri meninggalkan rumah suaminya
karena merasa dirinya tidak aman tinggal di sana dan sebagainya, maka
suami tetap wajib memberi nafkah isterinya, sekalipun isteri tidak
memenuhi hak-hak terhadap suaminya. Jika suami telah memenuhi hak-
hak isterinya, sedang isteri tetap enggan maka disaat itu isteri tidak lagi
berhak menerima nafkah dari suaminya.
3. Karena keadaan suami belum sanggup menyempurnakan hak isteri,
seperti suami belum baligh, suami sakit gila dan sebagainya, sedang
isteri telah sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya, maka isteri
tetap berhak menerima nafkah dari suaminya itu. Sebaliknya jika isteri
yang belum baligh atau dalam keadaan gila yang telah terjadi sebelum
62
Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 141.
perkawinan dan sebagainya, maka dalam keadaan demikian isteri tidak
berhak mendapat nafkah dari suaminya. 63
63
Ibid…, hlm. 143.
64
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 7, Alih Bahasa: Mohammad Thalid, (Bandung:
PT. Al-Ma`arif, 1987), hlm 229.
sudut pandang pemikiran imam mazhab yang berbeda-beda dalam menentukan
kadar ukur pemberian nafkah, apakah dengan melihat dari segi ketentuan syara`
ataupun disesuaikan dengan kemampuan suami isteri tersebut.
Sedangkan menurut Abu Hanifah: “Bagi orang yang berada dalam
kemudahan memberikan tujuh sampai delapan dirham dalam satu bulannya dan
bagi yang berada dalam kesulitan memberikan empat sampai lima dirham pada
setiap bulannya.” Sebagian dari sahabat beliau (Abu Hanifah) mengemukakan:
“ukuran ini diberikan untuk kebutuhan makanan dan untuk selain makanan
memakai ukuran secukupnya.”65
Jumhur ulama, yaitu Hanafi, Maliki, dan Hambali sepakat bahwa
berdasarkan keadaan suami isteri. Apabila kedua suami isteri orang kaya, maka
suami wajib memberikan nafkah layaknya orang kaya. Apabila suami isteri
sama-sama orang miskin, maka suami wajib menafkahi sebesar kecukupan isteri
dan rumah tangganya. Apabila suami kaya sedangkan isteri orang miskin, maka
suami wajib memberikan nafkah berdasarkan pertengahan antara dua nafkah
mereka. Sedangkan apabila suami miskin sedangkan isteri orang kaya, maka
suami hanya menafkahi sekedar kebutuhan atau yang diperlukan isteri, yang
lainnya menjadi utang suami.
Berbeda dengan Imam Syafi`i yang menentukan besarnya nafkah
berdasarkan ukuran syara`. Menurut beliau, suami yang kaya wajib memberikan
nafkah dua mud sehari, suami yang pertengahan memberikan 1,5 mud sehari, dan
suami miskin memberikan satu mud sehari. Pengangan beliau adalah firman
Allah surah ath-Thalaq ayat 7:
ۡۚ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
لِيُ ِنفق ذُو َس َعة ِمن َس َعتِ ِهۦ َوَمن قُ ِد َر َعلَي ِه ِرزقُهُۥ فَليُ ِنفق ِِماآ ءَاتََٰىهُ ُا
ٱَّلل
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
65
Syaikh Kamil Muhammad `Uwaidah, Fiqih Wanita, Alih Bahasa: M. Abdul Ghoffar
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), hlm. 453.
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya.” (QS. Ath-Thalaq [65:7]).66
Dalam menentukan jumlah nafkah yang layak, semua mazhab sepakat
bahwa hakim dalam menetapkan keputusannya harus mempertimbangkan
kedudukan dan keadaan kedua suami isteri.67
Di dalam kitab Ar-Rauḍah disebutkan: “Yang benar adalah pendapat yang
menyatakan tidak diperlukan adanya ukuran tertentu.” Hal ini disebabkan adanya
perbedaan waktu, tempat, keadaan dan kebutuhan dari setiap individu. Tidak
diragukan lagi, bahwa pada waktu tertentu terkadang lebih mementing makanan
daripada yang lainnya. Demikian halnya dengan tempat, terkadang ada sebagian
keluarga yang membiasakan keluarganya makan dua kali dalam satu hari. Di lain
tempat, ada yang membiasakan tiga kali dalam satu hari dan ada juga yang
sampai empat kali dalam satu hari. Tidak berbeda halnya dengan keadaan yang
terkadang pada masa paceklik lebih memerlukan adanya penentuan ukuran
makanan dibandingkan ketika masa subur. Sedangkan pada individu, ada
sebagian orang yang kebutuhan makanan satu sha` atau lebih, ada juga yang
setengah sha` dan sebagian lainnya kurang dari itu. Perbedaan tersebut diketahui
melalui penelitian.68
Jika isteri hidup serumah dengan suami, maka suaminya wajib
menanggung nafkahnya, isteri mengurus segala kebutuhan, seperti makan,
minum, pakaian, tempat tinggal. Dalam hal ini, isteri tidak berhak meminta
nafkah dalam jumlah tertentu selama suami melaksanakan kewajibannya itu. Jika
sekiranya suami bakhil, yaitu tidak memberikan nafkah secukupnya kepada isteri
tanpa alasan yang benar, maka isteri berhak menuntut jumlah nafkah tertentu
baginya untuk keperluan makan, pakaian, dan tempat tinggal. Hakim boleh
66
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm. 558.
67
Abdur Rahman I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada: 2002), hlm 272.
68
Syaikh Kamil Muhammad `Uwaidah, Op.Cit., hlm. 453.
memutuskan berapa jumlah nafkah yang harus diterima oleh isteri serta
mengharuskan suami untuk membayarnya jika tuduhan-tuduhan yang
dilontarkan oleh isteri adalah benar.69
2.5. Hak Kewajiban Suami Pasca Perceraian
Perceraian adalah tidak otomatis menghilangkan suatu kewajiban mantan
suami terhadap isteri dan anak-anaknya. Salah satu kewajiban yang sering kali
menimbulkan permasalahan terkait dengan nafkah yang menjadi kewajiban
mantan suami. Setidaknya terdapat tiga jenis nafkah yang dapat dibebankan
kepada pihak si suami setelah perceraian, yaitu:
a. Nafkah Iddah
Isteri yang sedang dalam masa iddah berhak atas nafkah dari suaminya,
sebagaimana disebutkan dalam surat Ath-Ṭhalaq ayat 6 seperti dasar
hukum di atas. Nafkah bagi isteri yang sedang masa iddah berupa
nafkah tempat tinggal dan nafkah uang belanja, sehingga masa iddah
habis. Lama masa iddahnya seorang wanita yang ditalak oleh
suaminya adalah 3 bulan 10 hari. Demikian pula, isteri yang ditalak
dalam keadaan sedang hamil adalah sampai ia melahirkan anaknya.70
Maka selama 3 bulan setelah si mantan suami membacakan talaknya
di hadapan majelis hakim di pengadilan, ia masih berkewajiban
memberikan nafkah kepada mantan isterinya tersebut. Mengenai
besarnya nafkah biasanya diputuskan oleh hakim yang disesuaikan
dengan kemampuan si mantan suami.
b. Nafkah Anak
Nafkah anak menjadi salah satu yang wajib untuk diberikn oleh
mantan suami kepada isterinya dengan catatan, si isteri sebagai
69
Thihami, Sobari Sabrani, Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah Lengkap), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), hlm. 165.
70
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat (Buku II), (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm
23
pemegang hadhanah atau hak asuh anak mereka. Kewajiban adanya
nafkah dari ayah kepada anaknya mulai dari kebutuhan hidupnya
sampai dengan kebutuhan pendidikannya. Para ulama ada yang
mengatakan sampai anak itu berumur 21 tahun, tetapi ulama lain
menetapkan sampai anaknya baligh atau menikah. Jika pendidikan
terus berlanjut sehingga sarjana, umumnya anak berumur 24 tahun,
sehingga orang tua wajib membiayai anaknya sampai berumur 24
tahun. Bahkan jika mampu, si ayah mencukupi kebutuhan pendidikan
anaknya hingga lebih dari sarjana. Namun menurut ulama Syafi`iyah,
yang terpenting adalah anak telah memperoleh mata pencaharian dan
mampu mencari nafkah sendiri.71
c. Nafkah Terutang/tertunggak
Adapun yang dimaksud dengan nafkah terutang/tertunggak yaitu,
nafkah selama perkawinan yang selama ini tidak atau belum diberikan
oleh suami kepada isterinya. Lalu dalam proses perceraian di
pengadilan, pihak isteri mengajukan atau menuntut pihak suami untuk
melunasi atau membayarkan nafkah selama ini dilalaikan tersebut.
Adanya tuntutan nafkah terutang/tertunggak ini diajukan bersamaan
dengan pokok perkara perceraian yang sedang berlangsung. Jika
perkara tersebut merupakan permohonan cerai talak, maka pihak isteri
berhak mengajukan gugatan rekonpensi dengan salah satu tuntutannya
yaitu adanya pemenuhan nafkah terutang/tertunggak.
71
Ibid…, hlm 23
lahir dan batin, maka kiranya permasalahan tersebut perlu dibatasi kepada nafkah
lahiriah saja agar perbahasan ini lebih bermakna dan konprehensif.
Nafkah adalah kewajiban suami yang harus dipikulnya terhadap isterinya.
Setiap kewajiban agama itu merupakan beban hukum, sedangkan prinsip
pembebanan hukum itu tergantung kemampuan subjek hukum untuk
memikulnya, berdasarkan firman Allah surat al-Baqarah (2) ayat 286:
ۡۚ ۡ
ٱَّللُ نَف ًسا إِاَّل ُو ۡس َع َها ََلَا َما َك َسبَ ۡت
ف ا ِ
ُ ََّل يُ َكل
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang kecuali sekadar kemampuan yang
ada padanya, ia mendapatkan hak atas apa yang diperbuatnya dan juga
memikul akibat dari apa yang dibuatnya itu”. (QS. Al-Baqarah
[2:286]).72
Dalam hal pemberian nafkah mungkin terjadi suatu waktu suami tidak
dapat melaksanakan kewajibannya itu. Dalam hal apakah kewajiban suami hanya
berlaku pada waktu ia mampu saja dan hilang kewajibannya waktu-waktu ia tidak
mampu atau dalam arti bersifat temporal; atau kewajibannya itu tetap ada, namun
dalam keadaan tidak mampu kewajiban yang tidak dilaksanakannya merupakan
utang baginya atau bersifat pemanen. Hal ini menjadi perbincangan di kalangan
ulama.
Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban nafkah bersifat tetap dan
permanen. Bila waktu tertentu suami tidak menjalankan kewajibannya,
sedangkan dia berkemampuan untuk membayarnya, maka isteri dibolehkan
mengambil harta suami sebanyak kewajiban yang dipikulnya. Dasar dari
pemikiran ini adalah hadis Nabi dari Aisyah sehubungan dengan isteri Abu
Sofyan yang disebutkan di atas.
Selanjutnya menurut jumhur ulama bila suami tidak melaksanakan
kewajiban nafkahnya dalam masa tertentu, karena ketidakmampuannya, maka
72
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm.46.
yang demikian adalah merupakan utang baginya yang harus dibayar apabila dia
mempunyai kemampuan agar membayar utang nafkahnya.
Menurut ulama Zhahiriyah kewajiban nafkah yang tidak dibayarkan
suami dalam masa tertentu karena ketidakmampuannya, tidak menjadi utang atas
suami. Hal ini mengandung arti kewajiban nafkah gugur disebabkan tidak
mampu. Dalil yang digunakan oleh ulama ini adalah ayat al-Qur`an yang tidak
membebankan hukum kepada orang yang tidak mampu.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kewajiban nafkah yang tidak
ditunaikan suami dalam waktu tertentu karena ketidakmampuannya gugur
seandainya nafkah itu belum ditetapkan oleh hakim. Dasar pemikiran ulama ini
adalah bahwa kewajiban nafkah itu tidak bersifat permanen yang bersifat ghairu
muḥaddad )(غير محدد.73
Menurut keterangan atau pandangan daripada ulama di atas, dapat
dipahami bahwa apabila suami tidak mampu menafkahi isterinya, maka
kewajiban nafkah itu tetap berada dalam tanggungan suami. Sekiranya isteri
sabar dan mau, disuruh isteri memberi nafkah dengan hartanya sendiri dan ini
menjadi hutang bagi si suami. Kalau isteri tidak suka seperti itu, isteri berhak
meminta fasakh, dengan alasan suami tidak mampu atau miskin karena ini lebih
diutamakan dari alasan karena suami cacat.
73
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan), (Jakarta: Kencana, 2006), hlm 172-173.
BAB TIGA
PENETAPAN HUKUM TENTANG TUNGGAKAN NAFKAH
ISTERI PASCA PERCERAIAN DI MAHKAMAH RENDAH
SYARIAH KUANTAN
74
Enakmen adalah undang-undang yang dibuat oleh Dewan Undangan Negeri (majelis
perwakilan rakyat provinsi-provinsi).
75
www.pahang.jksm.gov.my, Diakses melalui situs http://pahang.jksm.gov.my/-
index.php/korporat/bidang-kuasa. Pada tanggal 19 Jun 2019
35
36
76
Ibid.
37
Syariah berjalan dengan sistematika, tulus dan tiada kelewatan dalam pelaksanaan
kerja, sebagaimana berikut:
Carta Organisasi
Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang
Hakim Mahkamah
Rendah
PEGAWAI SYARIAH
(LS 48)(1)
(HJ. ABDUL WAHID BIN
MD. ALI)
PENOLONG PEGAWAI
SYARIAH
(LS 38) (1)
(ROHANA BINTI MD. ISA)
PENOLONG PEGAWAI
SYARIAH (LS29)(1)
(SAHARUDDIN BIN HJ.
ZAINI)
UNIT UNIT
PENTADBIRAN PENTADBIRAN
MAHKAMAH
DAN KEWANGAN
PEMBANTU SYARIAH PEMBANTU
(LS 19)(1) TADBIR (P/O) PEMBANTU TADBIR
(N 19)(1) (KEWANGAN)
(MUHAMAD ASHARI
BIN ABDULLAH) (AHMAD (W 22 (KUP)(1)
PEMBANTU SYAHRIZAN BIN (DAZILAH BINTI
SYARIAH DALI) ABDUL AZIZ)
(LS 19)(1)
PENGHANTAR NOTIS PEMBANTU OPERASI
(MASTURIAH BT
(N 11)(1) MUSTAPHA) (N 11)(1)
(SHAHRUDDIN BIN (MOHD FAIZAL BIN
MOHAMMAD) ALI)
dengan perundangan Islam mengikut Hukum Syara’ secara adil, cekap dan
berkesan.
77
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang..., hlm 54.
39
80
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang..., hlm 53
81
Ibid..., hlm 53
41
82
Ibid.
83
Ibid..., hlm 54
42
84
Ibid.
85
Ibid..., hlm 55
86
Ibid.
43
87
Ibid..., hlm 56
44
88
Rusyadi dan Hafifi, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta: Rineka Cipta,1995), hlm. 472
89
Adib Bisri dan Munawir al-Fatah, Kamus Al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1999), hlm. 17
45
perceraian, dan isteri tidak durhaka atau karena ada hal-hal yang menghalangi
penerimaan nafkah.90Bahkan dalam hukum positif yang berlaku di Malaysia
telah dimuat pula Undang-undang yang menjelaskan tentang diharuskannya
suami menanggung nafkah dan biaya hidup mantan isteri dan anak-anak.
Sekiranya jika suami bakhil, tidak memberikan pada isterinya
kebutuhan yang secukupnya atau tidak memberikan nafkah tanpa alasan yang
benar, maka mantan isteri berhak menuntut jumlah nafkah tertentu baginya
untuk keperluan makan, pakaian, perumahan. Hakim juga boleh memutuskan
berapa jumlah nafkah yang berhak diterima oleh mantan isteri serta
mengharuskan kepada suami untuk membayarnya bilamana tuduhan-tuduhan
yang dilontarkan oleh mantan isteri kepadanya itu benar.
Dalam hal yang demikian, mengenai kapan waktunya nafkah menjadi
utang bagi suami dan seberapa kuat tanggungan utang tersebut terdapat dua
pendapat di kalangan ulama. Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa nafkah
isteri tidak akan menjadi utang bagi suami, kecuali dengan adanya keputusan
dari pengadilan atau saling merelakan. Artinya, selama suami isteri saling
rela dan tidak ada ketetapan hukum dari hakim maka nafkah tidak akan
menjadi utang. Jika kemudian isteri menafkahi dengan hartanya sendiri atau
denan cara meminjam maka nafkah isteri tetap tidak dianggap utang yang
ditanggung oleh suami.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa nafkah isteri otomotis menjadi
utang suami jika ia menolak memberikannya pada isteri, dan utang nafkah itu
tidak bias diselesaikan kecuali dilunasiatau direlakan oleh isteri seperti
layaknya utang utang pada umumnya. Alasan mereka adalah karena nafkah
isteri itu sebagai pengganti, bukan shillah (dari satu sisi adalah pemberian
suami tanpa pamrih atau pengganti) atau pemberian tanpa meminta ganti.
Nafkah itu oleh syariat sudah diwajibkan atas suami sebagai pengganti
90
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah…, hlm.75
46
91
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam…, hlm. 131-132
47
92
Abdurahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 270
93
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm. 160
48
ۡۚ ۡ
ٱَّللُ نَف ًسا إِاَّل ُو ۡس َع َها
ف ا ِ
ُ ََّل يُ َكل
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah:[2:286])95
94
Lembaga Fatwa Mesir. Diakses melalui situs: http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.-
aspx?ID=2721&LangID=5&MuftiType=2. Pada tangga l 9 Ogos 2019.
95
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm. 49
50
kecuali dengan dibayar atau direlakan oleh pihak isteri. Utang seperti
ini tidak menjadi gugur sebab kadaluwarsa. Isteri secara sah dapat
menuntut suami atas nafkah yang belum dibayarnya meskipun setelah
sekian waktu lamanya.96
Ringkasnya, bahwa nafkah isteri otomatis menjadi utang suami jika ia
menolak memberikannya pada isteri, dan utang nafkah itu tidak bisa selesai
kecuali dilunasi atau direlakan oleh isteri seperti layaknya utang-utang pada
umumnya. Tidak juga menjadi lunas dengan lewatnya masa tanpa pelunasan,
tidak juga karena isteri melakukan nusyuz, cerai, ataupun wafatnya salah satu dari
keduanya. Alasan adalah karena nafkah isteri itu sebagai pengganti penahannya
terhadap isteri. artinya jika memang sudah dianggap sebagai pengganti maka jika
tidak diabayarkan akan menjadi utang selamanya.
96
Satria Effendi M. Zein, Problematika…, hlm 161-162
52
97
Orang Kena Tuduh (OKT) adalah seseorang yang tertuduh; atau menyangka seseorang
melakukan suatu yang melanggar undang-undang.
53
98
prima facie adalah berdasarkan kamus Dewan Bahasa dan Pustaka bermaksud; pada
zahirnya, pada pandangan kasar (sebelum diperiksa atau disiasat dengan lebih terperinci):
keterangan.
54
ada), disoal balas oleh Pendakwa Syarie (jika ada) dan disoal semula oleh OKT
(jika ada).
Setelah selesai sesi OKT memberi keterangan, Hakim akan
memerintahkan Pendakwa Syarie mengemukakan hujah terakhir dan diikuti hujah
OKT. Lalu Hakim akan memberi keputusan sama ada OKT bersalah atau tidak.
Jika OKT tidak bersalah, maka akan dibebaskan dan jika bersalah Mahkamah
akan menjatuhkan hukuman. Setiap pihak yang terkilan, boleh mengemukakan
rayuan ke Mahkamah Tinggi Syariah dalam tempo masa 14 (empat belas) hari.99
Nafkah untuk isteri hukumnya wajib meskipun masanya tempo masanya
lama. Namun begitu, menurut Tuan Abdul Wahid menyatakan bahwa setiap
tuntutan tunggakan nafkah yang berlaku di Mahkamah Rendah Syariah Kuantan
Pahang menolak hukum nafkah yang lebih dari tiga bulan selepas perceraian itu
berlaku bagi memudahkan suami membayar tunggakan tersebut.100
Perintah membayar nafkah bukanlah untuk tempo perkawinan saja, akan
tetapi juga dalam tempo iddah dan selepas perceraian. Antara cadangan yang
menarik adalah setiap keluarga Muslim mempunyai ‘insuransi nafkah’ supaya
bila terjadinya perceraian dan suami gagal memberi nafkah isteri serta anak tidak
teraniaya dan dizalimi. Walaupun masih banyak perkara yang perlu dijernihkan,
hal itu akan bertujuan memberi keadilan kepada kaum wanita dan anak kecil
seperti diperintahkan oleh agama.101
Oleh yang demikian, hasil wawancara penulis bersama Puan Rohana Binti
Md. Isa mengatakan bahwa mahkamah boleh memerintahkan setiap individu
yang bertanggung jawab tentang hal tersebut mengikut Hukum Syara` supaya
membayar nafkah kepada seseorang yang lain jika dia tidak mampu, sama ada
99
www.pahang.jksm.gov.my. Diakses melalui situs http://pahang.jksm.gov.my/-
index.php/35-orang-awam/69-posedur-mahkamah#. Pada tanggal 27 Juli 2019.
100
Hasil wawancara dengan Tuan Abdul Wahid Bin Md. Ali, Pegawai Syariah
Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang. Tanggal 20 Februari 2019.
101
Nik Salida Suhaila, Suami tak Mampu Punca Nafkah Tertunggak, (Berita Harian,
Malaysia, 21 Februari 2013.
55
sepenuhnya atau sebagiannya. Hal ini dilihat daripada segi upaya, mental,
jasmani, atau kesehatannya dan mahkamah boleh memerintahkan kepada
kemampuan individu yang lain yaitu ahli keluarganya untuk membayar nafkah
tersebut.
Selain itu, Mahkamah juga boleh menentukan nafkah tersebut dengan
memerintahkan orang yang bertanggungan yaitu suami dengan membayar nafkah
tersebut daripada jaminan bagi semua harta benda miliknya. Hal ini karena, untuk
memaksa suami agar membayar nafkah tersebut sama ada secara ansuran ataupun
sepenuhnya.
Sekiranya mahkamah berpuas hati bahwa terdapatnya alasan-alasan yang
munasabah untuk tidak membayar dengan secara paksa kepada isteri atau anak-
anak dalam jagaannya, mahkamah boleh membuat satu perintah terhadap suami
supaya membayar nafkah sementara yang akan berkuat kuasa serta merta
sehingga perintah Mahkamah dibuat atas permohonan untuk nafkah.
Suami boleh menentukan kadar nafkah sementara yang perlu dibayar
dengan kadar yang diperintah di bawah perintah mahkamah dengan syarat bahwa
kadar yang diterima oleh isteri setelah ditolak dengan apa-apa potongan adalah
cukup untuk keperluan asanya baik berupa makan, pakaian, tempat tinggal serta
nafkah anak.102
102
Hasil wawancara bersama Puan Rohana Binti Md. Isa, Penolong Pegawai Syariah
Mahkamah Rendah Syar`iah Kuantan Pahang pada tanggal 20 Februari 2019 di Kuantan, Pahang.
56
103
Penghutang Penghakiman adalah penggugat: Sharifah Nazariah Binti Syed Abu Bakar
telah mengajukan gugatan ke Mahkamah terhadap suaminya.
104
Pemiutang Penghakiman adalah tergugat: Syed Abu Bakar Bin Syed Hassan individu
yang digugat oleh isterinya.
58
Oleh yang demikian, utang tersebut wajib dibayar oleh ahli waris
Tergugat kepada Penggugat sebelum pembagian harta pusaka
dilaksanakan. (Kasus selesai).105
105
Kasus Nazariah Binti Syed Abu Bakar v Syed Abu Bakar Bin Syed Hassan, No 06007-
037-0065-2014
59
106
Kasus Juliana Binti Mohamed Mokhtar lawan Ishak Bin Miskun, No kasus 06001-
018-0448-2017
60
Pahang. Kasus ini mengenai tuntutan tunggakan nafkah isteri akan tetapi
telah di ubah menjadi tuntutan tunggakan nafkah anak.
Pada tanggal 6 Oktober 2010, Mahkamah telah mengeluarkan
surat perintah untuk menghadiri ke Mahkamah yang mana Penggugat
membawa Peguam Syarie dari Jabatan Bantuan Guaman Kuantan,
Pahang. Manakala Tergugat hadir bersendirian. Pasangan tersebut telah
bercerai pada 16 Februari 2011 yang lalu dan dikurniakan satu orang anak
yang bernama Muhammad Alif Danial bin Hasrul Affizan.
Pada tanggal 8 April 2011, diperintahkan atas persetujuan bersama
bahwa Penggugat difardhukan membayar nafkah sebanyak RM 250.00
(Ringgit Malaysia: Dua Ratus Lima Puluh Saja) per bulan, dan dibayar
sebelum tanggal 10 pada tiap-tiap bulan, sehingga satu perintah lain
dikeluarkan. Dan bayaran tersebut dibayar melalui akun bank Penggugat.
Pada tanggal 15 Juni 2012, Mahkamah telah mengeluarkan satu
Saman Penghutang Penghakiman untuk menghadiri ke Mahkamah pada
tanggal 25 Juli 2012 pada jam 9.00 pagi atas kelalaian Tergugat dalam
menunaikan tunggakan nafkah tersebut pada bulan November 2010
sehingga bulan April 2012 sebanyak Rm 4,250.00 (Ringgit Malaysia:
Empat Ribu Dua Ratus Lima Puluh Saja) yang berikutan masih lagi
terutang. Oleh yang demikian, secara otomatis Puan Mazliyaton Binti
Ahmad sebagai Pemiutang Penghakiman dan Tuan Hasrul Affizan Bin
Ahmad sebagai Penghutang Penghakiman.
Persidangan ini dilanjutkan sehingga pada tanggal 22 Januari
2015, Mahkamah memutuskan bahwa jumlah utang Penghutang
Penghakiman terkumpul sebanyak RM 8,750.00 (Ringgit Malaysia:
Lapan Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Saja) yaitu tunggakan nafkah isteri
untuk menyara hidup anaknya yang tidak dijelaskan bermula bulan
November 2010 sehingga bulan Disember 2013 melalui perintah
61
107
Mazliyaton Binti Ahmad lawan Hasrul Affizan Bin Ahmad, No kasus 06007-037-
0206-2012
62
4.1. Kesimpulan
Bab empat ini adalah sebagai bab akhir karya ilmiah yang terdiri dari
kesimpulan dan saran-saran. Maka dari semua pembahasan dari bab-bab
sebelumnya ini, penulis dapat menyimpulkan tentang keputusan Mahkamah
Rendah Syariah Kuantan Pahang tentang tunggakan nafkah pasca perceraian
menurut hukum Malaysia dan hukum Islam adalah sebagai berikut:
1. Dari penelitian yang dilakukan penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam
pemberian tunggakan nafkah isteri, Mahkamah Rendah Syariah Kuantan
Pahang menggunakan dasar kaedah yang tidak berlawanan dengan Fikih
Islam. Hal ini karena, setiap keputusan yang diputuskan tidak melanggar
Hukum Syara` mengikut Undang-undang yang telah tertulis di Enakmen
Tatacara Mal pada Seksyen 245. Penulis juga mendapati, Mahkamah
dalam memutuskan perkara yang berkaitan dengan tuntutan tunggakan
nafkah lebih sensitif terhadap pembelaan hak-hak perempuan karena telah
mengatur suami wajib memberikan nafkah yang dituntut oleh isteri.
Sehingga mantan suami boleh dipidana atau dipenjara atau kedua-duanya
sekali sekiranya melanggar perintah atas kelalaianya dalam pemberian
nafkah isteri. Selain itu, mahkamah boleh mengambil harta pusaka mantan
suami sebagai utang atas tunggakan nafkah isteri apabila suami telah
meninggal dunia.
2. Penulis mendapati bahwa menurut pendapat Hanafiyah, hak nafkah isteri
menjadi gugur dengan kedaluwarsa apabila tidak dituntut dalam masa satu
bulan. Berdasarkan pendapat ini, isteri selaku Penggugat dalam perkara
yang dibahas ini, tidak berhak menuntut suaminya untuk mendapat ganti
rugi nafkah yang diterimanya selama 62 bulan sebelumnya. Berdasarkan
63
64
pendapat ini, isteri (Penggugat) baru berhak menuntut nafkah yang belum
diterimanya, jika dengan keputusan hakim atau atas izin suaminya ia telah
menggunakan uangnya sendiri atau berutang untuk membiayai dirinya
selama tidak mendapatkan nafkah dari suaminya. Dalam hal ini isteri
dibenarkan menuntut suami untuk menutupi utang tersebut. Sejalan
dengan pendapat Hanafiyah ini maka alasan kedaluwarsa telah dianggap
cukup untuk menolak tuntutan Penggugat (isteri) dalam perkara ini
sepanjang yang berhubungan dengan hak nafkahnya sendiri tanpa
memerlukan adanya alasan lain seperti disebabkan nusyuz isteri.
4.2. Saran-saran
Saran-saran yang dapat dirumuskan dalam penelitian yang dilakukan oleh
penulis adalah:
1. Sebagai seorang perempuan atau isteri mestilah mengetahui akan hak-
haknya sebagai seorang perempuan baik dalam perkawinan atau
selepas perceraian, manakala bagi isteri yang tidak mendapatkan
nafkah dari suaminya wajib membuat tuntutan di Mahkamah supaya
suami melaksanakan tanggungjawabnya.
2. Penulis dapat menyatakan bahwa bagi pasangan suami isteri, mestilah
mengetahui tanggung jawab, masing-masing dalam membina rumah
tangga mengikut tuntutan agama dan undang-undang yang berlaku.
Dalam hal nafkah nampaknya masih belum ada kesadaran bagi pihak
suami yang lalai dan mengabaikan tanggung jawabnya kepada isteri
dan bekas isteri.
3. Seharusnya ketentuan mengenai nafkah ini perlu diberitahu kepada
masyarakat dengan menambahkan buku, risalah dan majalah
mengenai peruntukan mahkamah dan sanksi yang dikenakan dan juga
memperbanyakkan bahan bacaan, huraian yang menjelaskan masalah
yang selalu dihadapi dalam keluarga. Selain itu melalui media
elektronik maka sedikit sebanyak masyarakat dapat mengetahui
65
Al-Qur`an
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan, (Bandung, CV. Penerbit
Jumanatul Ali, 2005).
Buku
Abdul Aziz Dahlan, et. Al, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta:
PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997).
Abdul Manan, Preblematika Perceraian Karena Zina Dalam Proses Penyelesaian
perkara di lingkungan Peradilan Agama, dalam jurnal Mimbaar Hukum,
alhikmah, Jakarta. No. 52 Th XII, 2001.
Abdurahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari`ah), (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002)
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh `Ala al-Madhahib al-Arba`ah, jilid IV, (Beirut:
Dar-al-Fikr, 1969).
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi,
Cet.1, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).
Adib Bisri dan Munawir al-Fatah, Kamus Al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1999)
Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-undang Malaysia, cet. 1,
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007.
Al-Hafiz Abu Bdillah Muhammad Bin Yazid al-Qawimi, Ibnu Majah, Sunan Ibnu
Majah, Juz I (Dar AlFikr Li Ath-Thaba`ah Wa Al-Tauzy)
Al-Nawawi, Imam Muhyiddin, Shahih Muslim, Juz XII, Beirut: Darul Ma`rifah li
al-Thaba`ah wa al-Nasyar wa al-Tauzi`, 1999), hlm. 234., Lihat juga: A.
Hasan, Bulughul Maram, Jil. II, (Bandung: CV. Diponegoro, 1985).
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan), (Jakarta: Kencana, 2006).
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat (Buku II), (Bandung: Pustaka Setia,
2001).
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan, (Bandung, CV. Penerbit
Jumanatul Ali, 2005).
Hasbi Ash Shiddeqy, Pengantar Hukum Islam, (Bulan Bintang: 1980), Jil. I.
Husni Mubarrak, Fiqh Islam dan Problematika Kontemporer, (Banda Aceh:
ArraniryPress, 2012)
66
67
Jurnal
Riza Fauzan Anshari, Hutang Nafkah Dalam Perkawinan Setelah Terjadi
Perceraian. Badamal Law Journal, Vol. 3, Issues 1, Maret 2018.
Syamsul Bahri, Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam, Kanun Jurnal Ilmu Hukum,
No. 66, Th XVII, Agustus 2015.
Tarmizi M Jakfar dan Fakhrurrazi, Kewajiban Nafkah Ushul dan Furu` Menurut
Mazhab Syafi`i. Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 2,
Juli-Disember 2017.
Internet
Kamus Dewan dan Pustaka Online, http://prpm.dbp.gov.my-
/Cari1?keyword=keputusan. diakses tanggal 17 Oktober 2018.
Kamus Hukum Online, https://kamushukum.web.id/arti-kata/keputusan/, diakses
tanggal 17 Oktober 2018.
Lembaga Fatwa Mesir. Diakses melalui situs: http://www.dar-alifta.-
org/ViewFatwa.aspx?ID=2721&LangID=5&MuftiType=2. Pada tangga
l 9 Ogos 2019.
Ismail N, Sumber Undang-Undang di Malaysia, https://www.academia.edu-
/6391431/sumber_undang_undang_malaysia. Diakses 18 Oktober 2018,
pukul 11.12
Majlis Perbandaran Kuantan, http://www.mpk.gov.my/en, diakses tanggal 25
Maret 2019, pukul 13.00.
www.pahang.jksm.gov.my, Diakses melalui situs http://pahang.jksm.gov.my/-
index.php/korporat/bidang-kuasa. Pada tanggal 19 Jun 2019
Wawancara
Fauziah Binti Mamat. Naib Ketua Jabatan Bantuan Guaman Pahang tanggal 2
Agustus 2018 di Kuantan, Pahang.
Puan Shabariah Binti Hussin, Penolong Pengarah Kanan Seksyen Bahagian
Sokongan Keluarga Jabatan Kehakiman Syari`ah Pahang. Tanggal 2
Agustus 2018 di Kuantan, Pahang.
Rohana Binti Md. Isa, Penolong Pegawai Syari`ah Mahkamah Rendah Syar`iah
Kuantan Pahang pada tanggal 20 Februari 2019 di Kuantan, Pahang.
Tuan Abdul Wahid Bin Md. Ali, Pegawai Syariah Mahkamah Rendah Syariah
Kuantan Pahang tanggal 20 Februari 2019 di Kuantan, Pahang.
70
1. Identitas Diri
Nama : Mohamad Firdaus Bin Tokimin
Tempat/Tanggal Lahir : Johor Bahru, 19 Februari 1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : No 29, Jalan 49E Taman Kluang
Barat, 86000 Kluang, Johor Darul
Takzim.
3. Riwayat Pendidikan
Sekolah Rendah Kebangsaan : Tahun 2000-2006
SMA Parit Raja, Batu Pahat : Tahun 2007-2011
KUIPSAS, Pahang : Tahun 2013-2015
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry : Tahun 2016- 2019
Demikianlah daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya, agar dapat
digunakan sebagai mana mestinya.
Banda Aceh,
Penulis
BORANG MS 28
ENAKMEN TATACARA MAL MAHKAMAH SYARIAH 2003
Subseksyen 113 (1)
ANTARA
JULIANA BINTI MOHAMED MOKHTAR
[NO. K/P: 790922-06-5660]
PLAINTIF
DAN
ISHAK BIN MISKUN
[NO. K/P: 600919-10-6871/RF 83074]
DEFENDAN
AFIDAVIT
Bahawa saya, JULIANA BINTI MOHAMED MOKHTAR [NO. K/P: 790922-
06-5660], adalah seorang warganegara Malaysia yang cukup umur yang
beragama Islam yang mempunyai alamat penyampaian di no. 17, Jalan KS 2/11,
Kota Sultan Ahmad Shah, 25200 Kuantan, Pahang dengan ini sesungguhnya
berikrar dan menyatakan seperti berikut; dengan ini sesungguhnyaberikrar dan
menyatakan sepertu berikut;
1. Saya adalah Plaintif di dalam ini menegaskan bahawa segala apa yang
dideposkan di dalam ini adalah di dalam pengetahuan, makluman dan
kepercayaan saya dan juga merujuk kepada dokumen-dokumen yang
mana saya mempunyai akses terhadapnya kecuali yang dinyatakan
sebaliknya.
Jam pagi/petang ]
_____________________________
PENDAFTAR
79
Lampiran Gambar
Gambar 1 Bersama Puan Shabariah Binti Hussin, Penolong Kanan Seksyen Bagian Sokongan Keluarga
Gambar 4 Pemberian Cenderahati kepada Puan Rohana Binti Md. Isa, selaku Penolong Pegawai Syariah
Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang
82
Gambar 5 Pemberian Cenderahati kepada Puan Fauziah Binti Mamat, selaku Naib Ketua Jabatan Bantuan
Guaman Pahanag