Anda di halaman 1dari 94

KEPUTUSAN MAHKAMAH SYARIAH RENDAH KUANTAN PAHANG

TENTANG TUNGGAKAN NAFKAH PASCA PERCERAIAN


(Analisis Menurut Fikih Islam)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

MOHAMAD FIRDAUS BIN TOKIMIN


Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum
Prodi Hukum Keluarga
NIM: 160101112

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH
1440 H/ 2019 M
v
ABSTRAK

Nama : Mohamad Firdaus Bin Tokimin


NIM : 160101112
Fakultas/Prodi : Syari`ah/ Hukum Keluarga Islam
Judul : Keputusan Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang
Tentang Tunggakan Nafkah Pasca Perceraian Menurut
Hukum Positif Malaysia Dan Hukum Islam
Tanggal Munaqasyah : 20 Julai 2019
Tebal Skripsi : 65 Halaman
Pembimbing I : Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, M.C.L., MA
Pembimbing II : Edi Yuhermansyah, S.Hi., LLM
Kata Kunci : Tunggakan Nafkah, Perceraian
Menurut Enakmen (Undang-undang) Keluarga Islam Pahang bahwa, di dalam pasal
(seksyen) 70 (1) dan (2): Tunggakan nafkah yang tidak berpanjar, boleh dituntut
sebagai suatu utang daripada pihak yang melanggar janji dan, jika tunggakan itu
terkumpul harus dibayar sebelum suatu perintah penerimaan dibuat terhadap pihak
yang melanggar janji, tunggakan itu boleh dibuktikan dalam kebangkrutannya pailit
dan, jika tunggakan itu terkumpul harus dibayar sebelum dia meninggal dunia,
tunggakan itu hendaklah menjadi suatu utang yang harus dibayar dari pusakanya. Dan
tunggakan nafkah yang terkumpul harus dibayar sebelum orang yang berhak
meninggal dunia dan boleh dituntut sebagai utang oleh warisnya. Oleh karena itu,
nafkah tertunggak merupakan nafkah selama perkawinan yang selama ini tidak atau
belum diberikan oleh suami kepada isterinya. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini
adalah bagaimana keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang tentang
tunggakan nafkah pasca perceraian menurut Enakmen Undang-undang Keluarga
Islam Negeri Pahang dan bagaimana pemberian tunggakan nafkah isteri pasca
perceraian menurut perspektif fikih Islam. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode kajian lapangan dan kajian kepustakaan (library research). Mahkamah
Rendah Syariah Kuantan Pahang mengambil inisiatif terhadap tunggakan nafkah
isteri pasca perceraian dengan memerintahkan setiap suami harus bertanggung jawab
tentang hal tersebut supaya membayar nafkah kepada seseorang yang lain jika dia
tidak mampu, baik sepenuhnya atau sebagiannya. Selain itu, Mahkamah dapat
menentukan nafkah tersebut dengan memerintahkan suami untuk membayar nafkah
tersebut daripada jaminan dari semua harta benda miliknya. Mayoritas, ulama sepakat
bahwa tunggakan nafkah isteri otomatis menjadi utang suami jika ia menolak
memberikannya pada isteri, dan utang nafkah itu tidak bias selesai kecuali dilunasi
atau direlakan oleh isteri seperti layaknya utang-utang pada umumnya. Dari paparan
di atas dapat disimpulkan bahwa suami tidak akan terlepas dari kewajiban
memberikan nafkah kepada isteri baik dalam perkawinan maupun sesudah
perceraian.

vi
KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur kehadiran Allah S.W.T., yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Skripsi ini yang berjudul “KEPUTUSAN MAHKAMAH RENDAH
SYARIAH KUANTAN PAHANG TENTANG TUNGGAKAN NAFKAH
PASCA PERCERAIAN MENURUT HUKUM POSITIF MALAYSIA DAN
HUKUM ISLAM” dengan baik dan benar.
Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Serta
para sahabat, tabi’in dan para ulama yang senantiasa berjalan dalam risalah-Nya,
yang telah membimbing umat manusia dari alam kebodohan ke alam pembaharuan
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tak terhingga peneliti sampaikan
kepada Bapak Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, M.C.L., MA selaku pembimbing
pertama dan kepada Bapak Edi Yuhermansyah, S.Hi., LLM selaku pembimbing dua,
di mana kedua beliau dengan penuh ikhlas dan sungguh-sungguh telah memotivasi
serta menyisihkan waktu serta pikiran untuk membimbing dan mengarahkan peneliti
dalam rangka penulisan karya ilmiah ini dari awal sampai dengan selesainya
penulisan skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Ketua prodi Hukum Keluarga, Penasehat
Akademik, serta seluruh Staf pengajar dan pegawai Fakultas
Syariah dan Hukum yang memberikan masukan dan bantuan yang sangat berharga
bagi penulis sehingga penulis dengan semangat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada perpustakaan Syariah, kepada
perpustakaan induk UIN Ar-Raniry, perpustakaan Kolej Universiti Islam Pahang
Sultan Ahmad Shah, Kepala Perpustakaan Wilayah serta Karyawan yang melayani
serta memberikan pinjaman buku-buku yang menjadi bahan skripsi penulis.
vii
Seterusnya juga kepada Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang serta Jabatan
Kehakiman Pahang dalam mencari maklumat mengenai skripsi yang saya kaji.
Selanjutnya dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, Ibunda tercinta Siti Rahimah
Binti Mislon dan Ayahnda Tokimin Bin Poniran yang sudah melahirkan,
membesarkan, mendidik, dan membiayai sekolah penulis hingga ke jenjang
perguruan tinggi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan tanpa pamri.
Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada kawan-kawan seperjuangan prodi
Hukum Keluarga, teristimewa sahabat-sahabat saya Putri Intan Shaheera Binti Samri,
Mohamad Faiz Bin Jamaludin, dan pada teman-teman program Sarjana Fakultas
Syariah Hukum UIN Ar-Raniry dan teman-teman di Malaysia, yang saling
menguatkan dan saling memotivasi selama perkuliahan hingga terselesainya kuliah
dan karya ilmiah ini.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dengan
balasan yang tiada tara kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesainya skripsi ini. Penulis hanya bisa mendoakan semoga amal ibadahnya
diterima oleh Allah SWT sebagai amal yang mulia.
Di akhir tulisan ini, penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini
masih sangat banyak kekurangannya. Penulis berharap penulisan skripsi ini
bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan juga kepada para pembaca semua. Maka
kepada Allah jualah kita berserah diri dan meminta pertolongan, seraya memohon
taufiq dan hidayah-Nya untuk kita semua. Amin Yarabbal Alamin.

Banda Aceh, tanggal: 18 Juli 2019

Penulis,

Mohamad Firdaus Bin Tokimin

viii
TRANSLITERASI
Dalam skripsi ini banyak dijumpai istilah yang berasal dari bahasa Arab
ditulis dengan huruf latin, oleh karena itu perlu pedoman untuk membacanya
dengan benar. Pedoman Transliterasi yang penulis gunakan untuk penulisan kata
Arab adalah sebagai berikut:
1. Konsonan

No. Arab Latin Ket No. Arab Latin Ket


Tidak t dengan titik di
1 ‫ا‬ 16 ‫ط‬ ṭ
dilambangkan bawahnya
z dengan titik di
2 ‫ب‬ b 17 ‫ظ‬ ẓ
bawahnya
3 ‫ت‬ t 18 ‫ع‬ ‘
s dengan titik di
4 ‫ث‬ ś 19 ‫غ‬ gh
atasnya
5 ‫ج‬ j 20 ‫ف‬ f
h dengan titik di
6 ‫ح‬ ḥ 21 ‫ق‬ q
bawahnya
7 ‫خ‬ kh 22 ‫ك‬ k

8 ‫د‬ d 23 ‫ل‬ l
z dengan titik di
9 ‫ذ‬ ż 24 ‫م‬ m
atasnya
10 ‫ر‬ r 25 ‫ن‬ n

11 ‫ز‬ z 26 ‫و‬ w

12 ‫س‬ s 27 ‫ه‬ h

13 ‫ش‬ sy 28 ‫ء‬ ’
s dengan titik di
14 ‫ص‬ ş 29 ‫ي‬ y
bawahnya
d dengan titik di
15 ‫ض‬ ḍ
bawahnya

2. Konsonan
Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vocal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
ix
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat,
transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin


َ Fatḥah a
َ Kasrah i
َ Dammah u

b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:

Tanda dan Nama Gabungan


Huruf Huruf
‫َ ي‬ Fatḥah dan ya ai
‫َ و‬ Fatḥah dan wau au

Contoh:
‫ = كيف‬kaifa,
‫هول‬ = haula
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat dan Nama Huruf dan tanda


Huruf
‫ي‬/‫َ ا‬ Fatḥah dan alif atau ya ā
‫َي‬ Kasrah dan ya ī
‫َو‬ Dammah dan wau ū

Contoh:
‫ = قال‬qāla
‫ = رمي‬ramā
x
‫ = قيْل‬qīla
‫قول‬
ْ ‫ = ي‬yaqūlu
4. Ta Marbutah (‫)ة‬
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua.
a. Ta marbutah ( ‫ )ة‬hidup
Ta marbutah ( ‫ )ة‬yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan
dammah, transliterasinya adalah t.
b. Ta marbutah ( ‫ )ة‬mati
Ta marbutah ( ‫ )ة‬yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
adalah h.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir huruf ta marbutah ( ‫ )ة‬diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta
marbutah ( ‫ )ة‬itu ditransliterasikan dengan h.

Contoh:
ْ‫ض ْة ااْلَطا َفالا‬
َ ‫ َراو‬: rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl

‫ ال َام ِديا نَةْ الامنَ َّوَراْة‬: al-Madīnah al-Munawwarah/

al-Madīnatul Munawwarah
ْ‫اح اة‬
َ ‫طَل‬ : Ṭalḥah

Modifikasi
1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi,
seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai
kaidah penerjemahan. Contoh: Ḥamad Ibn Sulaiman.
2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia, seperti Mesir,
bukan Misr ; Beirut, bukan Bayrut ; dan sebagainya.

xi
DAFTAR TABEL

TABEL 1: Statistik Kasus Tuntutan tunggakan Nafkah Isteri di Mahkamah


Syariah Rendah Kuantan Pahang

TABEL 2: Pembayaran dan Tunggakan Nafkah Isteri dan Anak.

TABEL 3: Permohonan Tuntutan Nafkah Isteri.

TABEL 4: Pembayaran dan Tunggakan Nafkah Isteri dan Anak

xii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: Surat Keputusan Penunjukkan Pembimbing.


LAMPIRAN 2: Surat Penelitian dari Fakultas Syariah UIN Ar-Raniry Banda
Aceh.
LAMPIRAN 3: Surat Kelulusan Permohonan Data dari Jabatan Bantuan Guaman
Negeri Pahang.
LAMPIRAN 4: Gambar Penelitian
LAMPIRAN 5: Statistik Kasus Tahun 2014 hingga 2016 di Mahkamah Rendah
Syariah Kuantan Pahang.
LAMPIRAN 6: Kasus yang Berhasil.

xiii
DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGESAHAN SIDANG
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS
ABSTRAK....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI.................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB SATU PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................... 7
1.4. Penjelasan Istilah .......................................................... 7
1.5. Kajian Pustaka ............................................................. 11
1.6. Metode Penelitian ......................................................... 15
1.7. Sistematika Pembahasan ............................................... 18
BAB DUA TINJAUAN UMUM TENTANG NAFKAH
2.1. Pengertian Nafkah ......................................................... 20
2.2. Dasar Hukum Kewajiban Pemberian Nafkah ............... 23
2.3. Sebab, Syarat Isteri Berhak Menerima Nafkah............ 27
2.4. Jenis-Jenis Nafkah dan Kadar yang Diwajibkan .......... 29
2.5. Hak Kewajiban Suami Pasca Perceraian ...................... 32
2.6. Nafkah Isteri Ketika Suami Tidak Mampu ................... 33
BAB TIGA PENETAPAN HUKUM TENTANG TUNGGAKAN
NAFKAH ISTRI PASCA PERCERAIAN DI
MAHKAMAH RENDAH SYARIAH KUANTAN
3.1. Profil Mahkamah Rendah Syari`ah Kuantan Pahang ... 36
3.2. Dasar Penetapan Hukum Terhadap Tunggakan
Nafkah Isteri Pasca Perceraian ..................................... 39
3.2.1. Menurut Hukum Malaysia ..................................... 39
3.2.2. Menurut Fikih Islam .............................................. 45
3.3. Prosedur dalam Mengajukan Gugatan Nafkah di
Mahkamah Rendah Syari`ah Kuantan Pahang ............. 50
xiv
3.4. Petimbangan Putusan Hakim dalam Penetapan
Tuntutan Tunggakan Nafkah Pasca Perceraian
di Mahkamah Rendah Syari`ah Kuantan Pahan ........... 54
BAB EMPAT PENUTUP
4.1. Kesimpulan .................................................................. 62
4.2. Saran-Saran .................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65
DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................... 69
LAMPIRAN .................................................................................................... 70

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkawinan adalah sunatullah, makhluk yang bernyawa itu diciptakan
berpasang-pasangan baik laki-laki maupun perempuan. Perkawinan merupakan
suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya perkawinan
rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata
kehidupan masyarakat. Perkawinan dalam fiqh terdiri dari dua kata yaitu nikah
dan zawaj. Kata ‫ نكاح‬dan ‫ زواج‬terdapat dalam Al-qur`an dengan arti kawin dengan
yang tergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad. Menurut fiqh nikah
adalah salah satu pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau
masyarakat yang sempurna. Perkawinan menurut syara` secara umum
didefinisikan sebagai akad ‫زواج‬, yaitu suatu akad yang menghalalkan pergaulan
dan pertolongan antara laki-laki dan perempuan dan membatasi hak-hak serta
kewajiban mereka masing-masing sebagaimana dijelaskan dalam Surat An-Nisa`
ayat 3 yang berbunyi:

ۡ ۡ ۡ ِ ِ ِ ۡ ۡ ‫ِۡ ِۡ ۡ ا‬
‫ث َوُربَ ََٰع فَإِن ِخفتُ ۡم‬ََٰ
‫ل‬ ‫ث‬
ُ‫و‬ ‫َن‬‫ث‬ ‫م‬
َ َ َٰ َ َ َ َ‫ٓء‬
‫ا‬ ‫س‬ ‫ٱلن‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫ل‬
َ ‫اب‬
َ َ ُ ‫ط‬
َ ‫ا‬‫م‬ ‫ا‬
ْ‫و‬ ‫ح‬ِ
‫ٱنك‬ ‫ف‬
َ ‫ى‬ ‫م‬ َٰ
‫ت‬
َٰ َ َ َ‫ي‬ ‫ٱل‬ ِ
‫ِف‬ ‫ا‬
ْ‫و‬ُ‫ط‬ ِ
‫س‬ ‫ق‬ ُ‫َوإن خفتُم أََّل ت‬
ۡ
ۡ ِ‫أَاَّل ت ۡع ِدلوا ف و ِحدة أ َۡو ما ملك ۡت أَيَٰنك ۡۚۡم َٰذل‬
﴾٣﴿ ْ‫نٓ أَاَّل تَعُولُوا‬
ََٰ ‫ك أَد‬
َ َ ُ َُ َ َ َ َ ً َ ََٰ َ ْ ُ َ
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-
Nisa` [4:3])1

1
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan, (Bandung, CV. Penerbit Jumanatul
Ali, 2005), hlm. 77.
1
2

Berdasarkan firman Allah SWT di atas, dalam Surat Ar-Rum ayat 21


dijelaskan bahwa perkawinan merupakan bentuk perpaduan antara ketenteraman
(sakinah), penuh rasa cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah). Demikian
hal ini dapat tercapai bila masing-masing anggota keluarga tersebut mengetahui
hak dan kewajibannya. Namun yang paling penting adalah memperoleh
kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin di dunia dan akhirat. Bunyi Surat Ar-
Rum ayat 21 adalah sebagai berikut:

‫ك‬ ِ‫وِم ۡن ءايَٰتِ ِهٓۦ أ َۡن خلَق لَ ُكم ِم ۡن أَن ُف ِس ُك ۡم أ َۡزَٰوجا لِت ۡس ُكن واْ إِلَ ۡي ها وجعل ب ۡي ن ُكم اموادةً ور ۡۡح ۚۡةً إِ ان ِِف َٰذَل‬
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُٓ َ ً َ َ َ ََ َ
ۡ
﴾٢١﴿ ‫ََلٓيََٰت لَِقوم يَتَ َف اك ُرو َن‬
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum [30:21])2

Walapun begitu, perceraian juga diperbolehkan, akan tetapi Islam tidak


memandang bahwa perceraian adalah suatu yang harus dihindarkan.

‫ ابغض احلالل اىل هللا‬: ‫ قال رسول أهلل صلى هللا عليه وسلم‬: ‫عن عبد هللا بن عمر قال‬
)‫تعال الطالق (رواه ابن جمه‬
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: hal yang
paling dibenci oleh Allah adalah talak” (HR. Ibnu Majah No.2351).3

Hadits di atas menjelaskan bahwa bercerai merupakan perbuatan yang


dihalalkan namun sangat dibenci oleh Allah SWT. Perceraian ini terjadi adalah

Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm 406.


2
3
Al-Hafiz Abu Bdillah Muhammad Bin Yazid al-Qawimi, Ibnu Majah, Sunan Ibnu
Majah, Juz I (Dar AlFikr Li Ath-Thaba`ah Wa Al-Tauzy), hlm. 650
3

akibat daripada si suami dan si isteri yang tidak menjalankan hak dan kewajiban
di dalam rumah tangga mereka. Di antara hak dan kewajiban yang selalu dibawa
ke pengadilan adalah hak tanggungan nafkah si suami kepada keluarganya.
Menurut Sayyid Sabiq, nafkah adalah santunan yang diberikan oleh
seseorang dapat berupa uang, makanan, pakaian, tempat tinggal, dan semacamnya
kepada orang lain yang berada dalam tanggung jawabnya dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang tersebut.4
Agama telah mewajibkan suami untuk memberikan nafkah kepada
isterinya karena adanya ikatan perkawinan yang sah. Sama halnya dengan hukum
positif di Malaysia khususnya di Negeri Pahang telah memberikan hak-hak bagi
isteri dengan baik yang dilegitimasikan dalam Enakmen Undang-undang
Keluarga Islam Negeri Pahang berdasarkan pada seksyen 60 ayat 1: ‘Tertakluk
kepada Hukum Syara` Mahkamah boleh memerintahkan seseorang lelaki
membayar nafkah kepada isteri atau bekas isterinya’.5
Di dalam pasal ini menerangkan bahwa, mantan suami seharusnya
memberikan nafkah terhadap isteri yang sebenarnya menjadi hak isteri tersebut.
Bukan saja si isteri menuntut hak nafkah iddah, nafkah anak, malah tunggakan
nafkah juga bisa dituntut ke pengadilan. Oleh karena itu, nafkah tertunggak
merupakan nafkah selama perkawinan yang selama ini tidak atau belum diberikan
oleh suami kepada isterinya. Lalu dalam proses perceraian di pengadilan, pihak
isteri mengajukan atau menuntut pihak suami untuk melunasi atau membayarkan
nafkah yang selama ini dilalaikannya tersebut.

4
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (terj. Mohd. Thalib), Juz. VII, (Bandung: al-ma`arif, 1997).
hlm. 147.
5
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang Keluarga Islam
2005, (Selangor: International Law Book Services, 2014), hlm 52
4

Mengikut Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Pahang


Tahun 2005 bahwa, telah ditetapkan hak si isteri untuk menuntut tunggakan
nafkah di dalam seksyen 70:
1) Tunggakan nafkah yang tak bercagar6, boleh dituntut sebagai suatu
hutang daripada pihak yang mungkir itu dan, jika tunggakan itu
terkumpul kena dibayar sebelum suatu perintah penerimaan dibuat
terhadap pihak yang mungkir itu, tunggakan itu boleh dibuktikan
dalam kebankrupannya dan, jika tunggakan itu terkumpul kena
dibayar sebelum dia mati, tunggakan itu hendaklah menjadi suatu
hutang yang kena dibayar dari pusakanya.
2) Tunggakan nafkah yang tidak bercagar yang terkumpul mesti
dibayar sebelum orang yang berhak kepadannya itu mati dan boleh
dituntut sebagai suatu hutang oleh wakil diri di sisi undang-undang
orang itu.’7
Oleh yang demikian, mahkamah boleh memberikan amaran atau perintah
serta apa-apa tindakan di bawah bidang kuasa mahkamah agar si suami
diwajibkan membayar tunggakan nafkah yang tertunggak semasa tempo
perkawinan mereka setelah mereka bercerai. Meskipun demikian, hal ini
dikuatkan lagi dari hasil wawancara peneliti dengan Puan Shabariah Binti Hussin
yang menjabat sebagai jawatan Penolong Pengarah Kanan Seksyen Bahagian
Sokongan Keluarga Jabatan Kehakiman Syariah Pahang menyatakan bahwa,
“dalam penetapan tunggakan nafkah isteri ini hakim perlu melihat dari sudut
pendapatan, mendengar keterangan saksi-saksi lain jika ada dengan iqrar”.
Katanya lagi “jika mahkamah melapangkan hati, mahkamah boleh
memerintahkan penghutang penghakiman8 tersebut membayar secara angsuran
dalam satu tempo yang ditetapkan oleh mahkamah”.9

6
Dimaksudkan di sini tak bercagar adalah bukan uang panjar daripada mantan suami.
7
Ibid…, hlm 55.
8
Penghutang penghakiman adalah satu surat perintah atau saman daripada mahkamah
syariah yang memerintahkan Tergugat agar membayar satu hutang dari pihak Penggugat melalui
satu permohonan yang telah ingkar menyelesaikan hutangnya.
9
Wawancara dengan Shabariah Binti Hussin, Penolong Pengarah Kanan Seksyen
Bahagian Sokongan Keluarga Jabatan Kehakiman Syariah Pahang tanggal 2 Agustus 2018 di
Kuantan, Pahang.
5

Kondisi demikian mengakibatkan, apabila mahkamah telah menetapkan


perintah bahwa nafkah itu wajib dibayar oleh mantan suami, maka dengan ini
suami tidak dapat mengingkarinya serta mengabaikan perintah mahkamah
tersebut. Namun begitu, terdapat masih banyak mantan suami yang tidak
melaksanakan perintah putusan mahkamah untuk memberi biaya hak nafkah isteri
dan lari dari tangung jawab untuk mengelakkan diri dari membayarnya. Oleh
karena itu, mahkamah boleh menyita barang milik peribadinya agar si suami
membayar tunggakan hak nafkah isteri dengan cara memaksa.
Walaupun demikian hasil wawancara daripada Puan Fauziah Binti
Mamat yang menjabat jabatan Naib Ketua Jabatan Bantuan Guaman Pahang
menyatakan bahwa, “dalam melihat segi tahapan, ada beberapa prinsip yang perlu
diteliti sebelum menetapkan keputusan antaranya:
a. Dengan melihat batas kemampuan mantan suami sama ada dari segi
keuanganya atau kesanggupannya;
b. Sisa hartanya yang di ambil tersebut haruslah dalam kadar yang dapat
menghidupinya;
c. Dan, tidak boleh mengambil semua hartanya sehingga mantan suami
jatuh miskin.”10

Antara surat perintah yang terdapat di Mahkamah Syariah Negeri Pahang


yaitu KES MAL NO 06007-037-0065 Tahun 2012 Sharifah Nazariah Binti Syed
Abu Bakar (penggugat)11 lawan Syed Abu Bakar Bin Syed Hassan (tergugat)12
mengenai tuntutan tunggakan nafkah isteri. Dalam pernyataan tuntutan penggugat
telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Syariah untuk menuntut hak tunggakan
nafkah terhadap mantan suaminya yang seharusnya menjadi tanggungjawab

10
Wawancara dengan Fauziah Binti Mamat, Naib Ketua Jabatan Bantuan Guaman
Pahang tanggal 2 Agustus 2018 di Kuantan, Pahang.
11
Plantif adalah penggugat: Sharifah Nazariah Binti Syed Abu Bakar telah mengajukan
gugatan ke Mahkamah terhadap suaminya.
12
Defenden adalah tergugat: Syed Abu Bakar Bin Syed Hassan orang yang telah digugat
oleh isterinya.
6

baginya. Selain itu, tergugat juga enggan memenuhi putusan hakim serta
mengingkari perintah mahkamah dalam membiayai nafkah yang telah disepakati
bersama, seperti yang dikeluarkan dalam surat perintah dari mahkamah yang
ditujukan kepada mantan suami agar membayar tunggakan nafkah tersebut.
Dengan kondisi demikian, apabila mahkamah telah menetapkan perintah
bahwa nafkah isteri itu wajib dibayar oleh mantan suami. Hal ini seharusnya tidak
dapat mengingkarinya serta menafikan perintah mahkamah tersebut. Meskipun
demikian, dari hasil data keputusan hakim yang didapatkan dari hasil wawancara,
peneliti mendapatkan masih terdapat 13 kasus bagi tahun 2016 yang mana mantan
suami yang tidak melaksanakan perintah putusan mahkamah untuk memberi
biaya hak nafkah isteri dan mengabaikan dari tangungjawab untuk menghindar
diri dari membayarnya. Bahkan, dengan keputusan yang ditetapkan oleh hakim
tersebut dapat membuat penyitaan barang pribadi milik si suami agar membayar
tunggakan nafkah terhadap mantan isterinya secara paksa dan hal-hal yang
sebagainya.
Oleh itu, peneliti ingin membahaskan permasalahan ini dan
menjadikannya sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul
“Keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang Tentang
Tunggakan Nafkah Pasca Perceraian (Analisis Menurut Fikih Islam)”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang
tentang tunggakan nafkah pasca perceraian menurut Enakmen
Undang-undang Keluarga Islam Negeri Pahang?
2. Bagaimana keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang
tentang tunggakan nafkah pasca perceraian menurut perspektif fikih
Islam?
7

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan penelitian untuk memperjelaskan sasaran yang akan dapat dicapai
melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang
tentang tunggakan nafkah pasca perceraian menurut Enakmen
Undang-undang Keluarga Islam Negeri Pahang.
2. Untuk mengetahui keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan
Pahang tentang tunggakan nafkah pasca perceraian menurut
perspektif fikih.

1.4. Penjelasan Istilah


Untuk menghindari kesalahan dasar penafsiran judul skripsi ini, secara
jelasnya peneliti menjelaskan istilah-istilah sebagai berdasarkan judul skripsi ini,
“Keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang Tentang Tunggakan
Nafkah Pasca Perceraian (Analisis Menurut Fikih Islam)”. Adapun istilah-istilah
tersebut adalah:
A. Keputusan
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah perihal yang
berkaitan dengan putusan; segala putusan yang telah ditetapkan (sesudah
dipertimbangkan, atau dipikirkan dan sebagainya.13 Di dalam kamus
Dewan Bahasa dan Pustaka, yaitu kesudahan, akhir, penghabisan atau
putusan pertimbangan atau ketentuan (yang dijatuhkan oleh hakim).14
Menurut kamus hukum, ia adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Negara/Pemerintah yang berisi tindakan hukum
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkrit, individual, dan final yang artinya Keputusan itu dapat ditentukan

13
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) edisi III, hlm. 914.
14
Kamus Dewan dan Pustaka Online, http://prpm.dbp.gov.my/Cari1?keyword=-
keputusan, diakses tanggal 17 Oktober 2018, pukul 13.09.
8

wujudnya, tidak ditujukan umum, dan sudah pasti.15 Maksud istilah


keputusan menurut penulis sendiri dalam penelitian ini yaitu
pertimbangan atau ketentuan yang dijatuhkan oleh Hakim dalam
menyelesaikan kasus Mahkamah Syariah Kuantan, Pahang.
B. Mahkamah Syari`ah
Mahkamah Syari`ah adalah suatu badan pengadilan yang
berwenang dalam menegakkan hukum. Mahkamah Syari`ah ditubuhkan
oleh Enakmen.16 Pentadbiran Agama Islam Negeri berfungsi
membicarakan kasus-kasus yang diperuntukan oleh enakmen.17 Menurut
penulis sendiri Mahkamah Syari’ah ditubuhkan untuk menjalankan
peraturan dan peruntukan Undang-undang Pengurusan Agama Islam
untuk setiap negeri di Malaysia. Selain itu Mahkamah Syari’ah didirikan
untuk menghakimi kesalahan yang dilakukan oleh orang Islam yang tidak
mematuhi peraturan berdasarkan Enakmen yang dibuat. Mahkamah
Syari’ah juga berwenang dalam mengadili dan memutuskan setiap
permasalahan yang terjadi kepada orang Islam di Malaysia dalam
pertikaianan kekeluargaan.
C. Kuantan, Pahang, Malaysia
Kuantan terletak di Sungai Kuantan menghadap ke Laut China
Selatan. Pusat administrasi negeri Pahang telah berpindah ke Kuantan dari
Kuala Lipis sejak tahun 1976. Pada peringkat awalnya Kuantan lebih
dikenali dengan nama Kg. Teruntum. Penempatannya adalah sekitar

15
Kamus Hukum Online, https://kamushukum.web.id/arti-kata/keputusan/, diakses
tanggal 17 Oktober 2018, pukul 13.13.
16
Enakmen bermaksud klasifikasi (cabang) dari Undang-undang Perlembagaan
Persekutuan Malaysia.
17
Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-undang Malaysia, cet. 1, (Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007), hlm. 56.
9

muara Sg. Teruntum yaitu berhadapan dengan bangunan rumah sakit


sekarang.18
D. Tunggakan nafkah
Tunggakan yang dimaksudkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah, angsuran (pajak) yang belum dibayar atau sisa
pekerjaan.19 Nafkah pula adalah secara bahasa merupakan sesuatu yang
diberikan manusia secara mencukupi. Secara uruf, nafkah berarti
makanan, dan secara syar`i, nafkah bermakna “pemenuhan makanan,
pakaian dan tempat tinggal terhadap orang yang wajib dinafkahi.20
Tunggakan nafkah boleh dituntut sebagai suatu hutang daripada pihak
yang mungkir janji dan jika tunggakan nafkah itu terkumpul, maka perlu
dibayar sebelum suatu perintah dikeluarkan.21 Oleh itu, bagi pendapat
penulis, tunggakan nafkah itu adalah nafkah lampau yang wajib dibayar
oleh suami kepada isteri akan tetapi si suami enggan membayar nafkah
tersebut sehingga berlakunya putusnya perkawinan antara suami dan
isteri.
E. Pasca Perceraian
Perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami isteri karena
tidak terdapat kerukunan dalam keluarga atau sebab lain, seperti
mandulnya isteri setelah sebelumnya diupayakan perdamaian dengan
melibatkan keluarga kedua belah pihak.22Perceraian atau putusnya

18
Majlis Perbandaran Kuantan, http://www.mpk.gov.my/en, diakses tanggal 25 Maret
2019, pukul 13.00.
19
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), edisi IV, hlm. 1503.
20
Khairizzaman, Nafkah Isteri Dalam Perspektif Fikih (Telaah Terhadap Pendapat
Jumhur Ulama dan Ibn Hazm), (Banda Aceh: Dinas Syari`at Islam Pemerintahan Aceh, 2011),
hlm. 34-35.
21
Enakmen 3 Tahun 2005, Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam 2005 Pahang.
22
Abdul Manan, Problematika Perceraian Karena Zina Dalam Proses Penyelesaian
perkara di lingkungan Peradilan Agama, dalam jurnal Mimbaar Hukum, alhikmah, (Jakarta. No.
52 Th XII, 2001), hlm. 7.
10

perkhawinan dapat di artikan juga sebagai berakhirnya hubungan


perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang selama ini
23
hidup sebagai suami isteri. Sedangkan menurut KUHP, perceraian
adalah merupakan salah satu alasan pembubaran pernikahan.24 Menurut
penulis sendiri, pasca perceraian adalah sesudah perceraian yang
merupakan terputusnya ikatan perkawinan karena salah satu individu atau
keduannya memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka
berhenti melakukan kewajiban mereka sebagai suami isteri dengan
mengajukan gugatan cerai ataupun permohonan cerai di Mahkamah
Syariah.
F. Fikih Islam
Definisi Fiqh secara umum adalah suatu ilmu yang mempelajari
bermacam-macam syariat atau hukum Islam dan berbagai macam aturan
hidup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk
masyarakat sosial.25 Fiqh merupakan suatu kumpulan ilmu yang sangat
besar gelanggang pembahasnnya, yang mengumpulkan berbagai ragam
jenis hukum Islam dan bermacam rupa aturan hidup, untuk keperluan
seseorang, segolongan dan semasyarakat dan seumum manusia.26Fiqh dan
hukum Islam merupakan dua istilah yang memberikan pengertian yang
sama, yaitu ketentuan dan aturan hukum Islam itu sendiri yang digali dari
dalil-dalilnya yang terperinci. Dengan kata lain fiqh dan hukum Islam
lebih merupakan produk hukum yang dihasilkan dari pemahaman nash
dan pemahaman terhadap realita beragam yang dijumpai oleh para ulama

23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan), (Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2006) hlm. 189.
24
Juhaya S. Pradja, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, (Bandung: Pustaka Setia,
2013), hlm. 49.
25
Nazar Bakry, Fiqh & Ushul Fiqh, (Jakarta: Pt Grafindo Persada, 2003), hlm. 7
26
Hasbi Ash Shiddeqy, Pengantar Hukum Islam, (Bulan Bintang: 1980) Jil. I, hlm 22
11

mujtahid di segala tempat dan zaman yang berbeda-beda.27 Oleh yang


demikian, Ilmu fiqh itu dapat disimpulkan bahwa jangkaunnya sangat luas
sekali, yaitu membahas masalah-masalah hukum Islam dan peraturan–
peraturan yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
1.5. Kajian Pustaka
Kajian ini mempergunakan kesempatan untuk mencari kepustakaan di
perpustakaan atau di tempat yang lain yang berhubungan dengan nafkah suami
kepada isteri. Sebagaimana yang diketahui oleh peneliti, sepanjang penulusuran
tersebut belum ada mahasiswa yang terdahulu khususnya Fakultas Syariah yang
meneliti tentang, “Keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang
Tentang Tunggakan Nafkah Pasca Perceraian (Analisis Menurut Fikih Islam)”.
Untuk lebih jauh, peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian di tempat
lain yang relevansi dengan penelitian yang akan dilaksanakan, akhirnya peneliti
menemukan terlebih dahulu yang relevansinya tidak jauh berbeda.
Antaranya ialah skripsi yang disusun oleh Abdul Azis Al-Jabbar tentang
Nafkah Iddah Bagi Isteri Pada Perkara Gugat Cerai Menurut Hukum Islam
(Studi Kasus Mahkamah Syar`iyah Aceh). Skripsi ini membahas tentang
pemberian nafkah iddah yang hanya terjadi perkara cerai talak akan tetapi sangat
jarang terjadi pada perkara cerai gugat, maka hak isteri untuk mendapatkan nafkah
iddah bagi cerai gugat seakan-akan tidak ada. padahal sebenarnya nafkah iddah
tersebut juga adalah kewajiban suami memberikan kepada mantan isteri
tersebut.28
Selain itu, skripsi yang disusun oleh Ana Sofiatul Fitri tentang Pandangan
Hakim Terhadap Penentuan Nafkah Akibat Perceraian (Studi di Pengadilan
Agama Kota Malang dan Pengadilan Agama Kabupaten Malang). Skripsi

27
Husni Mubarrak, Fiqh Islam dan Problematika Kontemporer, (Banda Aceh:
ArraniryPress, 2012), hlm 8.
28
Abdul Azis Al-Jabbar, Nafkah Iddah Bagi Isteri Pada Perkara Gugat Cerai Menurut
Hukum Islam (Studi Kasus Mahkamah Syar`iyah Aceh), Fakultas Syari`yah Jurusan Al-Ahwalul
Syakshsiyah Uin Ar-Raniry Banda Aceh, 2011, Skripsi ini tidak dipubliskan.
12

membahas mengenai dasar pandangan serta langkah hukum hakim terhadap


penentuan nafkah akibat perceraian. Selain itu, menganalisis faktor-faktor yang
menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan nafkah akibat perceraian29.
Skripsi ini ada sedikit terkait dengan judul peneliti yang ingin dikaji, yang
membedakan adalah peneliti ingin mengkaji di negeri peneliti yaitu di Malaysia
sedangkan skripsi ini dikaji di negeri Indonesia.
Seterusnya, skripsi yang disusun Siti Zulaekah tentang Analisis
Pelaksanaan Pemberian Nafkah Mantan Isteri Akibat Cerai Talak (Studi Kasus
di Pengadilan Agama Semarang Tahun 2015). Skripsi ini mengkaji tentang
kewajiban suami yang apabila telah terjadinya perceraian. Sesuai dengan Pasal 41
huruf (c) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pengadilan
dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan
atau menentukan suatu kewajiban kepada suami untuk mantan isterinya.
Kewajiban tersebut berupa mut`ah, nafkah iddah, dan sebagainya. Oleh itu,
peneliti ingin mengkaji bagaimana dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama
Semarang dalam memerintahkan pemberian nafkah mantan isteri akibat cerai
talak dan bagaimana pelaksanaan pemberian nafkah mantan isteri akibat cerai
talak.30
Selain penulisan ilmiah daripada skripsi, ada juga artikel yang disusun
oleh Syamsul Bahri yang berjudul Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam yang
membahas tentang nafkah yang diberikan seorang suami bukan untuk isterinya
saja. Akan tetapi adalah kewajiban antara seorang bapak dengan anaknya dan juga
memiliki tanggung jawab antara seorang pemilik terhadap sesuatu yang

29
Ana Sofiatul Fitri, Pandangan Hakim Terhadap Penentuan Nafkah Akibat Perceraian
(Studi di Pemgadilan Agama Kota Malang dan Pengadilan Agama Kabupaten Malang), Program
Magister Al-Ahwal Al-Syaksyiyyah Pascsarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2014.
Diakses pada tanggal 27Agustus 2018: http://repository.uin-malang.ac.id/.
30
Siti Zulaekah, Analisis Pelaksanaan Pemberian Nafkah Mantan Isteri Akibat Cerai
Talak (Studi Kasus di Pengadilan Agama Semarang Tahun 2015), Fakultas Syar`iyah dan Hukum
Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah UIN Walisongo Semarang, 2016. Diakses pada tanggal 3 Agustus
2018: http://repository.uin-walisongo.ac.id/.
13

dimilikinya. Begitu pentingnya nafkah dalam kajian hukum Islam, bahkan


seorang isteri yang sudah dithalaq oleh suaminya masih berhak memperoleh
nafkah untuk dirinya beserta anaknya. Meskipun begitu kadar terhadap kewajiban
tersebut harus melihat batas kemampuan si pemberi nafkah.31
Selain itu, artikel yang disusun oleh Tarmizi M Jakfar dan Fakhrurrazi
yang berjudul Kewajiban Nafkah Ushul dan Furu` Menurut Mazhab Syafi`i yang
membahas mengenai bagaimana mazhab Syafi`i menggunakan dalil ayat yang
umum tentang nafkah Ushul dan Furu` yaitu surat al-Baqarah ayat 223 dengan
cara mengistinbatkan hukum dengan jalan mengqiyaskan pada pemberian nafkah
kepada isteri dan anak, sebab dalil yang explisit tentang nafkah Ushul dan Furu`
itu tidak mempunyai dalil. Hasil dari penelitian ditemukan bahwa imam
Syihabuddin al-`Abbas Ahmad (al-Qalyubi), Syaikh Zainuddin al-Malibari dan
imam Taqayuddin al-Hishini nafkah Ushul dan Furu` yang disebutkan dalam
kitab Hasyiatan Qalyubi-`Umairah, Fathul Mu`in dan Kifayatul Akhyar fi hall
Rayatul Ikhtisar wajib diberikan nafkah oleh seseorang ayah terhadap anaknya,
apabila anak tersebut fakir, kecil dan gila, dan kewajiban seseorang anak untuk
menafkahi orang tuanya apabila orang tua tersebut fakir dan gila.32
Sseterusnya, artikel yang disusun oleh Riza Fauzan Anshari yang
membahas tentang Hutang Nafkah Dalam Perkawinan Setelah Terjadi
Perceraian. Beberapa mayoritas masyarakat dalam memenuhi berbagai
kebutuhannya dengan cara pembayaran tunai terkadang tidak memungkinkan
dilakukan, mengingat semua menjadi mahal serta tidak sebanding lagi dengan
pendapatan sehingga dengan salah satu cara dengan melakukan utang. Ketika
perceraian harus terjadi di tengah pernikahan, sedangkan masa angsurannya
belum selesai maka hal ini akan menimbulkan permasalahan dalam pembagian

31
Syamsul Bahri, Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No.
66, Th XVII, Agustus 2015.
32
Tarmizi M Jakfar dan Fakhrurrazi, Kewajiban Nafkah Ushul dan Furu` Menurut
Mazhab Syafi`i. Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 2, Juli-Disember 2017.
14

harta bersama. Oleh karena itu, maka hukumnya wajib bagi suami untuk
memberikan nafkah bagi istri dan anaknya. Pemberian nafkah sebagaimana yang
tersebut di atas mesti disesuaikan dengan tingkat kedudukan sosial ekonomi
suami isteri dan selaras dengan kebiasaan masyarakat ditempat mereka tinggal.
Selain itu, perincian hal-hal yang harus diberikan sbegai nafkah disesuaikan
dengan kebutuhan masa kini agar selaras dengan keadaan negeri dan standar
kehidupan mereka.33
Dari beberapa telaah pustaka yang diuraikan di atas, fokus peneliti
berbeda dengan penelitian sebelumnya karena dalam penelitian ini menjelaskan,
“Keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang Tentang Tunggakan
Nafkah Pasca Perceraian (Analisis Menurut Fikih Islam)”.
1.6. Metode Penelitian
Dalam penyusunan penulisan ini metode penelitian sangat menentukan
untuk mencapai tujuan secara efektif dan sistematika karena metode yang dipakai
mempengaruhi kualitas sesuatu penulisan. Penelitian ini mengunakan metode
kualitatif berarti penelitian yang menekankan pada kualitas atau hal terpenting
suatu barang atau jasa. Penelitian kualitatif dieksplorasi dan diperdalam dari
fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku, kejadiaan, tempat
dan waktu.34 Metode ini dimulai dengan pengumpulan data, menganalisis data
dan menginterpretasikannya. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui teknik
survei, studi kasus, studi komparatif, studi tentang waktu dan gerak, analisis
tingkah laku dan analisis dokumenter.35 Dalam pembahasan penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian sebagai berikut:

33
Riza Fauzan Anshari, Hutang Nafkah Dalam Perkawinan Setelah Terjadi Perceraian.
Badamal Law Journal, Vol. 3, Issues 1, Maret 2018.
34
M. Djunaidi Ghony, Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), hlm. 25.
35
Suryana, Metodologi Penelitian Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,
(Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hlm.16.
15

1.6.1. Jenis Penelitian Kepustakaan.


Metode ini dilakukan dengan cara menelaah beberapa buku atau
literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, seperti:
Kitab Fiqih Islam Wa Aḍillatuḥu yang memproses tentang nafkah
berkaitan macam-macam dan syarat nafkah,36 dan terdapat juga di dalam
Fiqh as-Sunnah dalam karyanya Sayyid Sabiq ada juga menjelaskan
syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk wajibnya nafkah atas diri suami,37
Undang-undang dan karya ilmiah lainnya di perpustakaan yang dapat
digunakan sebagai sumber referensi skripsi ini. Adapun jenis data dari
karya ini adalah terdiri dari data primer, yaitu bersifat autoriatif artinya
memiliki otoritas, diperoleh langsung dari Al-Quran. Kemudian data
sekunder, merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan untuk
mengetahui teori-teori atau pendapat yang menyangkut penelitian dan
pembahasan dalam skripsi ini. Data sekunder juga digunakan untuk
melengkapi data primer yang diperoleh dengan cara memperdalam buku-
buku atau literatur yang relevan. Penulis juga mengunakan penjelasan dari
kamus, jurnal dan situs yang sesuai dengan permasalahan penelitian ini.
1.6.2. Jenis Penelitian Lapangan
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah kajian lapangan
(field research) serta mempelajari masalah nafkah tunggakan isteri pasca
perceraian yang nanti diuraikan, ditafsirkan dan menganalisis data yang
diperoleh. Dalam metode ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
yaitu dengan cara mengdiskripsikan data-data yang diperoleh melalui
1.6.2.1.Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan terhadap keadaan

36
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), jilid
II, cet. II, hlm. 765.
37
Sayyid Sabiq, Fiqh…, hlm. 76.
16

atau perilaku objek sasaran. Orang yang melakukan observasi disebut


pengobservasi dan pihak yang diobservasi disebut terobservasi.38 Penulis
secara langsung pergi ke lapangan yaitu ke Mahkamah Rendah Syariah
Kuantan Negeri Pahang untuk memperoleh informasi yang berkaitan.
Responden atau informasi yang dijadikan dalam penelitian ini
adalah hakim, pegawai Jabatan Bantuan Sokongan Keluarga, dan pegawai
Jabatan Bantuan Guaman Negeri Pahang.
1.6.2.2. Wawancara
Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam
percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara
pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal. Biasanya komunikasi ini
dilakukan dalam keadaan saling berhadapan, namun komunikasi dapat
juga dilaksanakan melalui telepon, email dan lain-lain.39
Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara kepada responden.
Responden atau informasi yang dijadikan sumber dalam penelitian ini
adalah hakim pegawai Jabatan Bantuan Guaman, dan Jabatan Bantuan
Sokongan Keluarga yang berada dilokasi penelitian Jabatan Kehakiman
Syariah Negeri Pahang
1.6.2.3.Data Dokumentasi
Data Dokumentasi adalah sejumlah besar fakta dan data tersimpan
dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Data yang tersedia yaitu
berbentuk surat, catatan harian, cendera mata, laporan, artefak, dan foto.40
Sifat utama data ini tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga

38
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Cet.1,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 104.
39
S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Cet.10, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hlm. 113.
40
Juliansyah Noor, Metodologi penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
Cet.1, (Indonesia: Kencana, 2011), hlm. 141.
17

memberi peluang kepada peneliti mengetahui lebih mendalam kajian yang


dilakukan.
Bahan dokumentasi dalam penelitian ini berupa undang-undang
yang didaftarkan di Mahkamah Syariah dan surat edaran Hakim, juga
informasi dari Jabatan Bantuan Sokongan Keluarga dan dari situs.
1.6.3. Metode Analisis Data
Dalam metode analisis data yang berhubungan dengan objek
kajian penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif, yakni penulis mengambarkan data dan informasi
berdasarkan fakta-fakta yang penulis peroleh dilapangan hasil wawancara.
Penulis juga mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan
melalui dokumentasi, diolah untuk ditentukan data-data yang akurat,
kemudian data-data tersebut dideskripsikan serta ditafsirkan untuk
dijadikan kesimpulan. Selanjutnya dibuat kesimpulan yang menjawab
permasalahan penulis yang di kemukakan sebelumnya. Melalui metode
deskriptif, penulis dapat mengetahui bagaimana efektivitas Mahkamah
Rendah Syariah Kuantan Pahang dalam menangani tunggakan nafkah
isteri pasca perceraian.
1.6.4. Teknik Analisis Data.
Setelah data diperolehi oleh peneliti ditemukan dan dianalisis yang
terkumpul dari berbagai metode riset kualitatif, kemudian dideskriptifkan
sesuai dengan hasil yang ditemukan dilapangan, sehingga tujuan dari
penelitian ini dapat memberikan hasil serta kesimpulan tentang tunggakan
nafkah isteri pasca perceraian di Mahkamah Rendah Syariah Kuantan
Pahang.
1.6.5. Teknik Penulisan.
Dalam penelitian ini, penulis berpedoman pada buku pedoman
penulisan skripsi dengan ketentuan yang telah ada, dan dalam penulisan
18

skripsi ini, penulis berpedoman pada petunjuk buku Pedoman Penulisan


Karya Ilmiah Mahasiswa yang ditetapkan pada Fakultas Syar’iah dan
Hukum UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh 2018.

1.7. Sistematika Pembahasan


Untuk memudahkan para pembaca dalam mengikuti skripsi ini, maka
digunakan sistematika pembahasannya empat bab, yaitu sebagaimana yang
tersebut di bawah ini.
Bab satu, peneliti menjelaskan pendahuluan yang membahas tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah-istilah, kajian
kepustakaan. Metode penelitian dan terakhir sistematika pembahasan.
Bab dua, berisi landasan teoritis tentang nafkah isteri dalam bab ini
menjelaskan secara khusus tentang pengertian nafkah isteri serta dasar hukum,
sebab, syarat isteri berhak menerima nafkah, jenis-jenis nafkah dan kadar yang
diwajibkan, hak kewajiban suami pasca perceraian, dan nafkah isteri ketika suami
tidak mampu.
Bab tiga, peneliti menjawab permasalahan dari rumusan masalah yaitu
bagaimana keputusan Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang tentang
tunggakan nafkah pasca perceraian menurut Enakmen Undang-undang Keluarga
Islam Negeri Pahang dan bagaimana keputusan Mahkamah Syariah Rendah
Kuantan Pahang tentang tunggakan nafkah pasca perceraian menurut perspektif
fikih Islam.
Bab empat, adalah bab terakhir yang merupakan bab penutup yang
berisikan kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya. Serta saran yang
dianggap perlu menuju perbaikan demi terwujudnya sebuah kesempurnaan untuk
perkembangan pengetahuan akan datang.
BAB II
TINJAUN UMUM TENTANG NAFKAH

2.1. Pengertian Nafkah


Nafkah merupakan kewajiban suami terhadap isterinya dalam bentuk
materi, karena kata nafkah itu sendiri berkonotasi materi. Kata yang selama ini
digunakan secara tidak tepat untuk maksud ini adalah nafkah batin sedangkan
dalam bentuk materi disebut nafkah lahir. Dalam Bahasa yang tepat nafkah itu
tidak ada lahir atau batin. Yang ada adalah nafkah yang maksudnya adalah hal-
hal yang bersifat lahiriah atau materi.41
Nafkah berarti “belanja”. Maksudnya ialah sesuatu yang diberikan
seseorang kepada isteri, kerabat dan miliknya sebagai keperluan pokok bagi
mereka.
Dalam bahasa Indonesia, nafkah diartikan dengan pengeluaran.42
Pengeluaran yang digunakan seseorang untuk orang yang menjadi tanggungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidup. Atau dengan kata lain segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia yang berupa ‫( الكسوة‬pakaian), ‫( طعام‬makanan), keperluan
isteri, pembantu, dan ‫( مسكن‬tempat tinggal). Kata nafkah berasal dari bahasa Arab
yang asal katanya dari masdar ‫ إنفاق‬yang berarti ‫اإلخراج‬, (membelanjakan) kata ini
tidak digunakan kecuali untuk yang baik saja. Adapun bentuk jama`-nya adalah
‫نفقات‬, secara bahasa berarti:

‫ما ينفقه اإلنسان على عياله‬


“Sesuatu yang dikeluarkan manusia untuk tanggungannya”43
Adapun menurut istilah syara` nafkah adalah:

41
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm 165.
42
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-III, 2002), hlm. 770
43
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), jilid
II, cet. II, hlm. 765.
19
. ‫والسكَن‬ ِ
‫الطعام‬ ‫كفاية َمن يونه من‬
“Mencukupi kebutuhan orang yang menjadi tanggung jawabnya berupa
makanan, pakaian, dan tempat tinggal”44

Dari kajian fikih kata nafkah diistilahkan dengan “‫ ونفقات‬,‫ انفاق‬,‫ ”نفاق‬yang
merupakan jama` dari kata “‫ ”نفقة‬artinya sesuatu perbelanjaan yang diberikan
berupa dirham. Secara bahasa, nafkah berarti “sesuatu yang diberikan manusia
secara mencukupi”.45
Menurut Sayyid Sabiq,

‫ توفري ما حتتاج إليه الزوجة من طعام ومسكن وخدمة ودواء وإن كانت غنية‬: ‫املقصود ابلنفقة هنا‬
46

Artinya: “Yang dimaksud nafkah yaitu memenuhi kebutuhan makan, tempat


tinggal, pembantu rumah tangga, pengobatan isteri jika ia seorang kaya47

Menurut Kamal Mukhtar, nafkah adalah suatu belanja atau kebutuhan


pokok yang diberikan suami kepada keluarganya.48 Di dalam Ensiklopedi Hukum
Islam, nafkah adalah pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang
untuk sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi
tanggung jawabnya.49 M. Shodiq memberikan pengertian nafkah dengan
pemberian seseorang baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal ataupun
ketenteraman/kesenangan (nafkah batin) kepada seseorang, disebabkan karena

44
Ibid…, hlm. 765.
45
Khairizzaman, Nafkah Isteri Dalam Persperktif Fikih (Tela`ah Terhadap Pendapat
Jumhur Ulama dan Ibn Hazm), (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Pemerintah Aceh, 2011), hlm.
34.
46
Sayyid Sabiq, Fiqh…, hlm 228.
47
Ibid …, hlm. 77.
48
Kamal Mukhtar, Azas-Azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. I, (Jakarta: Bula
Bintang, 1794), hlm 127.
49
Abdul Aziz Dahlan, et. Al, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm. 1281.
perkawinan, kekeluargaan dan pemilikan/hak milik (hamba sahaya/budak) sesuai
dengan kemampuan.50 Abdurrahman al-Jaziri menyebutkan nafkah menurut
istilah fuqaha adalah:

‫ وما يتبع ذلك من‬,‫ ومسكن‬,‫ وكسوة‬,‫ وادم‬,‫اخلراج الشخص مؤنة من جتب عليه نفقته من خرب‬
.‫مثن ماء ودهن ومصباح وحنو ذلك‬
“Mengeluarkan perongkosan terhadap orang yang wajib dibelanjainya
berupa roti, lauk pauk, pakaian, tempat tinggal (rumah), dan apa-apa yang
bersangkutan dengan itu seperti harga air, minyak, lampu dan lain-lain”.51

Dari beberapa definisi di atas terlihat bahwa batasan yang diberikan M.


Shodiq lebih luas karena mencakup nafkah lahir dan nafkah batin. Dan dari sini
dapat dipahami pula bahwa sebab-sebab wajib nafkah kepada seseorang adalah
karena ada:
a. Hubungan perkawinan
b. Hubungan keluarga
c. Hubungan memiliki.52
Oleh yang demikian, yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah suatu
kewajiban bagi si suami dalam memberikan kebutuhan hidup isteri dalam bentuk
makanan, pakaian dan perumahan yang wajib diberikan untuk memenuhi
keperluan sehari-hari. Karena itu hak dan kewajiban suami isteri tidak dapat
dipisah-pisahkan dan dia merupakan ikatan yang erat ibarat mata rantai, apabila
salah satu pihak mengabaikan atau lalai maka dia dapat mengakibatkan putus dari
ikatannya.

50
M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, edisi Khusus, (Jakarta: Bonafid Cipta Pratama,
1991), hlm 237.
51
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh `Ala al-Madhahib al-Arba`ah, jilid IV, (Beirut: Dar-
al-Fikr, 1969), hal 553.
52
Khairizzaman, Nafkah Isteri… ibid, hlm. 34
2.2. Dasar Hukum Kewajiban Nafkah
Pada dasarnya, nafkah itu diwajibkan hanya untuk sebuah keperluan.
Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah mencakup kebutuhan isteri berupa
makanan, tempat tinggal, pakaian dan obat-obatan, walaupun isteri tersebut
seorang yang hartanya melebihi daripada si suami. Hal ini karena nafkah untuk
isteri menjadi wajib bagi suami bukan karena suatu kebutuhan, tetapi karena
penyerahan diri isteri terhadap suami dan karena adanya hukum timbal balik
antara kewajiban dan hak suami isteri. Jadi, ketika isteri memenuhi kewajibannya
seperti berlaku taat terhadap suami, maka dia juga mendapatkan haknya salah
satunya dengan adanya nafkah.
Hukum memberi nafkah kepada isteri adalah wajib berdasarkan al-
Qur`an, Sunnah dan ijmak. Firman Allah Swt surat Al-Baqarah ayat 223:
ۡ
‫ود لَهُۥ ِرزقُ ُه ان‬ ِ ُ‫ۡي لِم ۡن أَراد أَن يتِ ام ٱلارضاع ۚۡةَ وعلَى ۡٱلم ۡول‬ ِ ۡ ‫ۡي ك ِامل‬
َ َ ِ ۡ ‫۞و ۡٱلولِ َٰدت ي ۡر ِض ۡعن أ َۡوَٰلدهن ح ۡول‬
َ َ ‫َ ََٰ َ ُ ُ َ َ َ ُ ا‬
َ َ َ َ َ ُۢ ُ َ َ َ
‫ود لاهُۥ بَِولَ ِدهِۦۚۡ َو َعلَى‬ ۡ ِ ِ ۡۚ ۡ ۡ ‫ا‬ ِۡۚ ‫وكِ ۡسوُُتُ ان بِ ۡٱلم ۡعر‬
ٌ ُ‫ضآار ََٰول َدةُ بَِولَد َها َوََّل َمول‬
َ ُ‫س إِاَّل ُوس َع َها ََّل ت‬ ٌ ‫ف‬ َ‫ن‬ ‫ف‬
ُ ‫ل‬ ‫ك‬
َ ‫ت‬
ُ ‫َّل‬
َ ‫وف‬ َُ َ َ
ِ ۡ ۡ ۡ ۡ ِ َۗ ِ ۡ ۡ ِ ِ ۡ ِ َۗ ِ َٰ ۡ ِ ِ ِ ۡ
ْ‫دُّت أَن تَس ََتضعُٓوا‬ ‫اح َعلَيه َما َوإن أ ََر م‬َ َ‫ص ًاَّل َعن تَ َراض من ُه َما َۡوتَ َش ُاور فَ َال ُجن‬ َ ‫ك فَإن أ ََر َادا ف‬ َ ‫ٱل َوارث مث ُل ذَل‬
‫ٱَّللَ ِِبَا تَ ۡع َملُو َن‬ ۡ
‫ٱَّللَ َوٱعلَ ُمٓواْ أَ ان ا‬
‫وف َوٱتا ُقواْ ا‬ َِۗ ‫أ َۡوَٰلَ َد ُك ۡم فَ َال جنَاح علَ ۡي ُك ۡم إِذَا سلا ۡمتم امآ ءاتَ ۡي تم بِٱلم ۡعر‬
َُ ُ َ ُ َ َ َ ُ
﴾٢٣٣﴿ٌ‫صري‬ ِ‫ب‬
َ
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa
atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-
Baqarah:[2:233])53

53
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm 35.
Yang dimaksud dengan ‫ المولودة‬adalah ayah dari anak-anak yang dibina
dan wajib baginya ‫ رزقهن‬memberi makan ibunya, adapun lafazh ‫ الرزق‬berarti
sesuatu yang mengenyangkan seperti makanan ‫ وكسوتهن‬dan lafazh ‫ الكسوة‬berarti
pakaian. Makna ‫ بالمعروف‬dengan layak sebagaimana yang diperintahkan sebab
Allah Swt mengetahui masing-masing keadaan seseorang yang satu dengan yang
lainnya baik yang kaya dan miskin maupun lapang dan susah, maka Allah
memerintahkan supaya memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan masing-
masing.54
Dalam firman Allah swt, dalam Surat Ath-Thalaq ayat 6:

ۡۚ
‫ضيِ ُقواْ َعلَ ۡي ِه ان‬ ِ ‫أ َۡسكِنوه ان ِم ۡن ح ۡيث س َكنتم ِمن و ۡج ِد ُك ۡم وََّل تُضآمر‬
َ ُ‫وه ان لت‬
ُ َ َ ُ ُ َ ُ َ ُُ
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka.” (QS. Ath-Thalaq [65:6])55

Kemudian dalam firman selanjutnya Surat Ath-Thalaq ayat 7:


ۡۚ ۡ
‫ٱَّللُ نَف ًسا إِاَّل َمآ ءَاتََٰى َها‬
‫ف ا‬
ۡۚ
ِ‫ٱَّلل ََّل ي َكل‬
‫ا‬ ‫ه‬ ‫ى‬
َٰ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫ء‬ ‫ا‬
ٓ‫ا‬ ِ ‫لِي ِنف ۡق ذُو سعة ِمن سعتِ ِهۦ ومن قُ ِدر علَ ۡي ِه ِر ۡزقُهۥ فَ ۡلي ِنف ۡق‬
‫ِم‬
ُ ُ ُ ُ ََ ُ ُ َ َ ََ َ َ ََ ُ
ۡ
﴾٧﴿ ‫ٱَّللُ بَع َد عُ ۡسر يُ ۡسًرا‬ ۡ
‫َسيَج َع ُل ا‬
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. Ath-Thalaq [65:7])56

Dari keterangan ayat di atas mendeskripsikan bahwa memberikan nafkah


kepada isteri oleh suami tidak perlu dipertanyakan lagi tentang ketetapan

54
Abu Ja`far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (terj. Ahsan Askan),
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm 16
55
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm.35
56
Ibid…, hlm. 559.
hukumnya. Akan tetapi, dalam memberikan nafkah kepada isteri hukum syara`
tidak menentukan batas yang harus dipenuhi oleh suami, karena dalam al-Qur`an
hanya ditetapkan sekadar menurut kemampuan suami dalam memenuhi nafkah
isteri.
Adapun hadist Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:

‫ اليد العليا خري من اليد‬: ‫ رسول هللا صلى عليه وسلم‬: ‫وعن أىب هريرة رضى هللا تعاىل عنه قال‬
)‫ أطعمَن أو طلقين (رواه الدرقطَن وإسناده حسن‬: ‫السفلى ويبدأ أحدكم ِبن يعول تقول املرأة‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tangan
dia atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah. Salah seorang di
antara kalian hendaklah memulai dengan orang yang menjadi
tangunggannya. Seorang isteri akan berkata, berilah aku makan atau
ceraikan aku,” (HR. ad- Daruquthni, sanad hadist ini hasan).57
Hadits tersebut menjelaskan bahwa apabila suami tidak mampu
menafkahi isterinya, maka isteri boleh meminta cerai kepada suaminya. Akan
tetapi perceraian juga bukan merupakan solusi akhir dari permasalahan suami
isteri tersebut. Rasulullah SAW menyuruh para isteri untuk bersabar atas
ketidakmampuan suami tersebut.

‫حدثَن عايل بن حجر السعدي حدثنا علي بن مصهر عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة‬
‫قالت دخلت هند بنت عتبة امرأة أيب سفيان على رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقالت اي رسول‬
‫هللا إن أاب سفيان رجل شحيح َّل يعطيين من النفقة ما يكفيين ويكفي بين إَّل ما أخذت من ماله‬
‫بغري علمه فهل علي ِف ذلك من جناح فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم خذي من ماله‬
58 ) ‫ابلعروف ما يكفيكي بنيك (رواه مسلم‬
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Ali bin Hujrin al-Sa`di, telah
menceritakan kepada kami Ali bin Mushar dari Hisyam bin Urwah dari
bapaknya dari Aisyah beliau berkata: “Hindun putri `Utbah isteri Abu

57
Tim Pustaka Imam Adz-Dzahabi (editor), Buku ke Dua Terjemahan Bulughul Maram,
(Bekasitimur: Pustaka Imam Adz-Dzahabi, 2009), hlm. 521.
58
Al-Nawawi, Imam Muhyiddin, Shahih Muslim, Juz XII, Beirut: Darul Ma`rifah li al-
Thaba`ah wa al-Nasyar wa al-Tauzi`, 1999), hlm. 234., Lihat juga: A. Hasan, Bulughul Maram,
Jil. II, (Bandung: CV. Diponegoro, 1985), hlm. 562.
Sufyan masuk menghadap Rasulullah SAW seraya berkata: “Ya
Rasulullah sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang kikir.
Dia tidak memberikan saya nafkah yang cukup untuk saya dan anak-
anakku selain yang saya ambil dari sebagian hartanya tanpa setahunya.
Apakah saya berdosa karena perbuatanku itu?” Lalu Rasulullah SAW
bersabda: “Ambillah olehmu sebagian dari hartanya dengan cara baik
secukupnya untukmu dan anak-anakmu”. (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa kewajiban memberi nafkah
kepada isteri oleh suami tidak dilakukan secara terang-terangan maupun
sembunyi-sembunyi. Artinya apabila suami tidak memberikan nafkah, maka
isteri berhak mengambil hartanya suaminya untuk keperluan hidupnya dan anak-
anaknya dengan kadar secukupnya.
Adapun dasar hukum menurut ijmak ulama, Ibn Qudamah berkata: “Para
ulama fiqh sepakat tentang kewajiban suami membelanjai isteri-isterinya, bila
sudah baligh, kecuali kalau isteri itu berbuat durhaka kepadanya. Di antaranya
Ibnu Mundzir dan lain-lain terdapat pemahaman bahwa, isteri yang durhaka
boleh ditahan dirumah sehingga dia tidak boleh berbuat bebas dan tidak dapat
pergi berusaha, tapi wajib dibiayai.59
Berdasarkan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam 2005 Negeri
Pahang Seksyen 60 ayat (1) tertakluk kepada Hukum Syara` Mahkamah boleh
memerintahkan seseorang lelaki membayar nafkah kepada isteri atau bekas
isterinya. Di sini dapat di pahami bahwa Mahkamah Syariah Negeri Pahang
mewajibkan dengan memerintahkan si suami membayar nafkah kepada isteri
atau bekas isterinya melainkan si isteri tersebut melakukan nusyuz berdasarkan
hukum syara` yaitu al-Quran dan As-Sunnah.60Di dalam Undang-Undang
Indonesia, Undang-Undang Perkawinan secara khusus tidak membicarakan
masalah nafkah, namun apa yang dituntut ulama fiqh berkenaan dengan nafkah

59
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (terj. Mohd. Thalib), Juz. VII, (Bandung: al-ma`arif,
1997), hlm 75.
60
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang Keluarga Islam
(Negeri Pahang) 2005, (Selangor: International Law Book Services, 2014) hlm 52.
tersebut telah diakomodir UU Perkawinan yang tercakup dalam hak dan
kewajiban suami isteri. Kompilasi Hukum Islam juga tidak secara spesifik
membicarakan nafkah. KHI secara panjang lebar mengatur hak dan kewajiban
suami isteri yang menguatkan, menegaskan dan merinci apa yang dikehendaki
oleh UU Perkawinan. Dalam bahagian ketiga pasal 80 (4) tentang kewajiban
suami bahwa: sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi
anak dan isteri; dan
c. Biaya pendidikan bagi anak.61
Berdasarkan dasar hukum di atas, maka dapat dipahami bahwa kewajiban
memberikan nafkah adalah menjadi suatu hak suami yang wajib diberikan kepada
isteri dan anak-anak. Memang tidak dapat di debat lagi, karena adanya ketentuan
hukum yang tertulis berdasarkan al-Qur`an, hadits maupun ijmak. Memenuhi
nafkah adalah menjadi salah satu pensyaratan yang harus dipersiapkan semasa
menjalani kehidupan rumah tangga.
2.3. Sebab, Syarat Isteri Berhak Menerima Nafkah
Seorang suami tidak diwajibkan untuk menanggung nafkah terhadap
isterinya bilamana tidak terpenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapun
persyaratan agar isteri berhak menerima nafkah dari suaminya, sebagai berikut;
a) Telah terjadi akad yang sah antara suami dan isteri. Bila akad nikah
mereka masih diragukan kesahihannya, maka isteri belum berhak
menerima nafkah dari suaminya.
b) Isteri telah sanggup melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan
suami.

61
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 80 ayat (4) tentang Kewajiban Suami.
c) Isteri telah terikat atau telah bersedia melaksanakan semua hak-hak
suami.62
Bila syarat-syarat di atas telah dipenuhi, maka pelaksanaan pemberian
nafkah itu dilakukan suami apabila:
1. Bila isteri telah siap melakukan hubungan suami isteri dengan suaminya.
Tanda telah siap ini bila isteri telah bersedia pindah rumah yang telah
disediakan suaminya dan hal itu telah dilaksanakannya atau karena
sesuatu hal suami belum sanggup menyediakan perumahan sehingga
isteri masih tinggal di rumah orang tuanya, isteri tersebut berhak
menerima nafkah selama kesediaan pindah rumah tetap ada. Dalam pada
itu yang penting bagi keduanya, ialah segala sesuatu yang berhubungan
dengan kehidupan mereka dapat diputuskan dengan musyawarah.
2. Jika suami belum memenuhi hak-hak isteri, seperti belum membayar
mahar, atau suami belum menyediakan tempat tinggal sedang isteri telah
bersedia tinggal bersama atau isteri meninggalkan rumah suaminya
karena merasa dirinya tidak aman tinggal di sana dan sebagainya, maka
suami tetap wajib memberi nafkah isterinya, sekalipun isteri tidak
memenuhi hak-hak terhadap suaminya. Jika suami telah memenuhi hak-
hak isterinya, sedang isteri tetap enggan maka disaat itu isteri tidak lagi
berhak menerima nafkah dari suaminya.
3. Karena keadaan suami belum sanggup menyempurnakan hak isteri,
seperti suami belum baligh, suami sakit gila dan sebagainya, sedang
isteri telah sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya, maka isteri
tetap berhak menerima nafkah dari suaminya itu. Sebaliknya jika isteri
yang belum baligh atau dalam keadaan gila yang telah terjadi sebelum

62
Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 141.
perkawinan dan sebagainya, maka dalam keadaan demikian isteri tidak
berhak mendapat nafkah dari suaminya. 63

Adapun keterangan di atas sesuai dengan pendapat Sayyid Sabiq yang


menyatakan bahwa syarat bagi isteri berhak menerima nafkah seperti berikut:
1. Ikatan perkawinan;
2. Menyerahkan dirinya kepada suaminya;
3. Suami dapat menikmati dirinya;
4. Tidak menolak apabila diajak ke tempat yang dikehendaki
suaminya;
5. Kedua-duanya saling menikmati.64
2.4. Jenis-Jenis Nafkah dan Kadar yang Diwajibkan
Dalam al-Qur`an maupun hadits sebagai sumber utama hukum Islam
tidak dijelaskan dengan secara terperinci mengenai berapa ukuran kadar yang
tetap untuk pemberian nafkah yang harus diberikan kepada isteri. Akan tetapi, di
dalam al-Qur`an hanya menyebut dengan istilah ‘secara ma`ruf’. Pemberian
nafkah secara ma`ruf pula tergantung dengan melihat kemampuan dan
penghasilan suami dan sesuai dengan kebiasaan (`urf) yang berlaku pada setiap
tempat. Hal ini karena, di setiap tempat nilai ekonomi adalah berbeda. Kebutuhan
biaya hidup di perkotaan jauh lebih besar untuk dibandingkan dengan kebutuhan
biaya di perdesaan.
Namun hal yang paling penting dan utama adalah pemberian nafkah
tersebut adalah tidak sampai membebankan suami. Islam tidak ingin
memberatkan seseorang di luar kemampuannya. Oleh karena tidak dapat
diketahui kadar yang pasti sesuatu nafkah tersebut, maka kata ‘ma`ruf”
digunakan melalui jalan ijtihad. Perbedaan pendapat ini dikarenakan melihat

63
Ibid…, hlm. 143.
64
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 7, Alih Bahasa: Mohammad Thalid, (Bandung:
PT. Al-Ma`arif, 1987), hlm 229.
sudut pandang pemikiran imam mazhab yang berbeda-beda dalam menentukan
kadar ukur pemberian nafkah, apakah dengan melihat dari segi ketentuan syara`
ataupun disesuaikan dengan kemampuan suami isteri tersebut.
Sedangkan menurut Abu Hanifah: “Bagi orang yang berada dalam
kemudahan memberikan tujuh sampai delapan dirham dalam satu bulannya dan
bagi yang berada dalam kesulitan memberikan empat sampai lima dirham pada
setiap bulannya.” Sebagian dari sahabat beliau (Abu Hanifah) mengemukakan:
“ukuran ini diberikan untuk kebutuhan makanan dan untuk selain makanan
memakai ukuran secukupnya.”65
Jumhur ulama, yaitu Hanafi, Maliki, dan Hambali sepakat bahwa
berdasarkan keadaan suami isteri. Apabila kedua suami isteri orang kaya, maka
suami wajib memberikan nafkah layaknya orang kaya. Apabila suami isteri
sama-sama orang miskin, maka suami wajib menafkahi sebesar kecukupan isteri
dan rumah tangganya. Apabila suami kaya sedangkan isteri orang miskin, maka
suami wajib memberikan nafkah berdasarkan pertengahan antara dua nafkah
mereka. Sedangkan apabila suami miskin sedangkan isteri orang kaya, maka
suami hanya menafkahi sekedar kebutuhan atau yang diperlukan isteri, yang
lainnya menjadi utang suami.
Berbeda dengan Imam Syafi`i yang menentukan besarnya nafkah
berdasarkan ukuran syara`. Menurut beliau, suami yang kaya wajib memberikan
nafkah dua mud sehari, suami yang pertengahan memberikan 1,5 mud sehari, dan
suami miskin memberikan satu mud sehari. Pengangan beliau adalah firman
Allah surah ath-Thalaq ayat 7:
ۡۚ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
‫لِيُ ِنفق ذُو َس َعة ِمن َس َعتِ ِهۦ َوَمن قُ ِد َر َعلَي ِه ِرزقُهُۥ فَليُ ِنفق ِِماآ ءَاتََٰىهُ ُا‬
‫ٱَّلل‬
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah

65
Syaikh Kamil Muhammad `Uwaidah, Fiqih Wanita, Alih Bahasa: M. Abdul Ghoffar
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), hlm. 453.
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya.” (QS. Ath-Thalaq [65:7]).66
Dalam menentukan jumlah nafkah yang layak, semua mazhab sepakat
bahwa hakim dalam menetapkan keputusannya harus mempertimbangkan
kedudukan dan keadaan kedua suami isteri.67
Di dalam kitab Ar-Rauḍah disebutkan: “Yang benar adalah pendapat yang
menyatakan tidak diperlukan adanya ukuran tertentu.” Hal ini disebabkan adanya
perbedaan waktu, tempat, keadaan dan kebutuhan dari setiap individu. Tidak
diragukan lagi, bahwa pada waktu tertentu terkadang lebih mementing makanan
daripada yang lainnya. Demikian halnya dengan tempat, terkadang ada sebagian
keluarga yang membiasakan keluarganya makan dua kali dalam satu hari. Di lain
tempat, ada yang membiasakan tiga kali dalam satu hari dan ada juga yang
sampai empat kali dalam satu hari. Tidak berbeda halnya dengan keadaan yang
terkadang pada masa paceklik lebih memerlukan adanya penentuan ukuran
makanan dibandingkan ketika masa subur. Sedangkan pada individu, ada
sebagian orang yang kebutuhan makanan satu sha` atau lebih, ada juga yang
setengah sha` dan sebagian lainnya kurang dari itu. Perbedaan tersebut diketahui
melalui penelitian.68
Jika isteri hidup serumah dengan suami, maka suaminya wajib
menanggung nafkahnya, isteri mengurus segala kebutuhan, seperti makan,
minum, pakaian, tempat tinggal. Dalam hal ini, isteri tidak berhak meminta
nafkah dalam jumlah tertentu selama suami melaksanakan kewajibannya itu. Jika
sekiranya suami bakhil, yaitu tidak memberikan nafkah secukupnya kepada isteri
tanpa alasan yang benar, maka isteri berhak menuntut jumlah nafkah tertentu
baginya untuk keperluan makan, pakaian, dan tempat tinggal. Hakim boleh

66
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm. 558.
67
Abdur Rahman I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada: 2002), hlm 272.
68
Syaikh Kamil Muhammad `Uwaidah, Op.Cit., hlm. 453.
memutuskan berapa jumlah nafkah yang harus diterima oleh isteri serta
mengharuskan suami untuk membayarnya jika tuduhan-tuduhan yang
dilontarkan oleh isteri adalah benar.69
2.5. Hak Kewajiban Suami Pasca Perceraian
Perceraian adalah tidak otomatis menghilangkan suatu kewajiban mantan
suami terhadap isteri dan anak-anaknya. Salah satu kewajiban yang sering kali
menimbulkan permasalahan terkait dengan nafkah yang menjadi kewajiban
mantan suami. Setidaknya terdapat tiga jenis nafkah yang dapat dibebankan
kepada pihak si suami setelah perceraian, yaitu:
a. Nafkah Iddah
Isteri yang sedang dalam masa iddah berhak atas nafkah dari suaminya,
sebagaimana disebutkan dalam surat Ath-Ṭhalaq ayat 6 seperti dasar
hukum di atas. Nafkah bagi isteri yang sedang masa iddah berupa
nafkah tempat tinggal dan nafkah uang belanja, sehingga masa iddah
habis. Lama masa iddahnya seorang wanita yang ditalak oleh
suaminya adalah 3 bulan 10 hari. Demikian pula, isteri yang ditalak
dalam keadaan sedang hamil adalah sampai ia melahirkan anaknya.70
Maka selama 3 bulan setelah si mantan suami membacakan talaknya
di hadapan majelis hakim di pengadilan, ia masih berkewajiban
memberikan nafkah kepada mantan isterinya tersebut. Mengenai
besarnya nafkah biasanya diputuskan oleh hakim yang disesuaikan
dengan kemampuan si mantan suami.
b. Nafkah Anak
Nafkah anak menjadi salah satu yang wajib untuk diberikn oleh
mantan suami kepada isterinya dengan catatan, si isteri sebagai

69
Thihami, Sobari Sabrani, Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah Lengkap), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), hlm. 165.
70
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat (Buku II), (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm
23
pemegang hadhanah atau hak asuh anak mereka. Kewajiban adanya
nafkah dari ayah kepada anaknya mulai dari kebutuhan hidupnya
sampai dengan kebutuhan pendidikannya. Para ulama ada yang
mengatakan sampai anak itu berumur 21 tahun, tetapi ulama lain
menetapkan sampai anaknya baligh atau menikah. Jika pendidikan
terus berlanjut sehingga sarjana, umumnya anak berumur 24 tahun,
sehingga orang tua wajib membiayai anaknya sampai berumur 24
tahun. Bahkan jika mampu, si ayah mencukupi kebutuhan pendidikan
anaknya hingga lebih dari sarjana. Namun menurut ulama Syafi`iyah,
yang terpenting adalah anak telah memperoleh mata pencaharian dan
mampu mencari nafkah sendiri.71
c. Nafkah Terutang/tertunggak
Adapun yang dimaksud dengan nafkah terutang/tertunggak yaitu,
nafkah selama perkawinan yang selama ini tidak atau belum diberikan
oleh suami kepada isterinya. Lalu dalam proses perceraian di
pengadilan, pihak isteri mengajukan atau menuntut pihak suami untuk
melunasi atau membayarkan nafkah selama ini dilalaikan tersebut.
Adanya tuntutan nafkah terutang/tertunggak ini diajukan bersamaan
dengan pokok perkara perceraian yang sedang berlangsung. Jika
perkara tersebut merupakan permohonan cerai talak, maka pihak isteri
berhak mengajukan gugatan rekonpensi dengan salah satu tuntutannya
yaitu adanya pemenuhan nafkah terutang/tertunggak.

2.6. Nafkah Isteri Ketika Suami Tidak Mampu


Adapun yang dimaksudkan suami tidak mampu di sini adalah
ketidakmampuan seorang suami untuk memenuhi kebutuhan isterinya.
Mengingat luasnya pengertian nafkah dan terminologi fiqh yang meliputi nafkah

71
Ibid…, hlm 23
lahir dan batin, maka kiranya permasalahan tersebut perlu dibatasi kepada nafkah
lahiriah saja agar perbahasan ini lebih bermakna dan konprehensif.
Nafkah adalah kewajiban suami yang harus dipikulnya terhadap isterinya.
Setiap kewajiban agama itu merupakan beban hukum, sedangkan prinsip
pembebanan hukum itu tergantung kemampuan subjek hukum untuk
memikulnya, berdasarkan firman Allah surat al-Baqarah (2) ayat 286:
ۡۚ ۡ
‫ٱَّللُ نَف ًسا إِاَّل ُو ۡس َع َها ََلَا َما َك َسبَ ۡت‬
‫ف ا‬ ِ
ُ ‫ََّل يُ َكل‬
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang kecuali sekadar kemampuan yang
ada padanya, ia mendapatkan hak atas apa yang diperbuatnya dan juga
memikul akibat dari apa yang dibuatnya itu”. (QS. Al-Baqarah
[2:286]).72

Dalam hal pemberian nafkah mungkin terjadi suatu waktu suami tidak
dapat melaksanakan kewajibannya itu. Dalam hal apakah kewajiban suami hanya
berlaku pada waktu ia mampu saja dan hilang kewajibannya waktu-waktu ia tidak
mampu atau dalam arti bersifat temporal; atau kewajibannya itu tetap ada, namun
dalam keadaan tidak mampu kewajiban yang tidak dilaksanakannya merupakan
utang baginya atau bersifat pemanen. Hal ini menjadi perbincangan di kalangan
ulama.
Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban nafkah bersifat tetap dan
permanen. Bila waktu tertentu suami tidak menjalankan kewajibannya,
sedangkan dia berkemampuan untuk membayarnya, maka isteri dibolehkan
mengambil harta suami sebanyak kewajiban yang dipikulnya. Dasar dari
pemikiran ini adalah hadis Nabi dari Aisyah sehubungan dengan isteri Abu
Sofyan yang disebutkan di atas.
Selanjutnya menurut jumhur ulama bila suami tidak melaksanakan
kewajiban nafkahnya dalam masa tertentu, karena ketidakmampuannya, maka

72
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm.46.
yang demikian adalah merupakan utang baginya yang harus dibayar apabila dia
mempunyai kemampuan agar membayar utang nafkahnya.
Menurut ulama Zhahiriyah kewajiban nafkah yang tidak dibayarkan
suami dalam masa tertentu karena ketidakmampuannya, tidak menjadi utang atas
suami. Hal ini mengandung arti kewajiban nafkah gugur disebabkan tidak
mampu. Dalil yang digunakan oleh ulama ini adalah ayat al-Qur`an yang tidak
membebankan hukum kepada orang yang tidak mampu.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kewajiban nafkah yang tidak
ditunaikan suami dalam waktu tertentu karena ketidakmampuannya gugur
seandainya nafkah itu belum ditetapkan oleh hakim. Dasar pemikiran ulama ini
adalah bahwa kewajiban nafkah itu tidak bersifat permanen yang bersifat ghairu
muḥaddad )‫(غير محدد‬.73
Menurut keterangan atau pandangan daripada ulama di atas, dapat
dipahami bahwa apabila suami tidak mampu menafkahi isterinya, maka
kewajiban nafkah itu tetap berada dalam tanggungan suami. Sekiranya isteri
sabar dan mau, disuruh isteri memberi nafkah dengan hartanya sendiri dan ini
menjadi hutang bagi si suami. Kalau isteri tidak suka seperti itu, isteri berhak
meminta fasakh, dengan alasan suami tidak mampu atau miskin karena ini lebih
diutamakan dari alasan karena suami cacat.

73
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan), (Jakarta: Kencana, 2006), hlm 172-173.
BAB TIGA
PENETAPAN HUKUM TENTANG TUNGGAKAN NAFKAH
ISTERI PASCA PERCERAIAN DI MAHKAMAH RENDAH
SYARIAH KUANTAN

3.1. Profil Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang.


Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang secara resminya telah
didirikan sejak 19 Januari 1995 yang sebelum itu lebih dikenal dengan nama
Mahkamah Qadhi dengan mengikut ketetapan Enakmen74 Administrasi Agama
Islam & Adat Resam Melayu Pahang Tahun 1982 yang diperbaharui pindaan
tahun 1987). Mahkamah Syariah adalah Lembaga hukum yang mempunyai
kedudukan yang kuat dalam masyarakat khususnya bagi yang beragama Islam
dalam menyelesaikan permasalahan kasus, serta mengadili perkara dibawah
kuasa pemerintahan provinsi.75
Mahkamah Syariah Kuantan Pahang hanya diberi wewenang untuk
menangani kasus perkara yang meliputi undang-undang keluarga, zakat, wakaf,
dan kesalahan berkaitan rukun Islam yang dianut oleh orang Islam. Mahkamah
Syariah yang telah dilegetimasikan di bawah Enakmen Pentadbiran Undang-
Undang Islam 1991 yang disertai dengan kewenangan eksklusif yang tersendiri
yang melibatkan masalah kekeluargaan dan pidana Islam.
Selain itu, Mahkamah Syariah Kuantan Pahang mempunyai visi tersendiri yaitu
“Untuk menyediakan dan menerapkan Administrasi Hukum sesuai dengan
Hukum Islam secara adil dan efektif melalui undang-undang yang disetujui”,
manakala misi “Mewujudkan manajemen Mahkamah Syariah yang
berpengetahuan luas dalam sistem peradilan Islam dan efisien dalam pengelolaan
Mahkamah”.

74
Enakmen adalah undang-undang yang dibuat oleh Dewan Undangan Negeri (majelis
perwakilan rakyat provinsi-provinsi).
75
www.pahang.jksm.gov.my, Diakses melalui situs http://pahang.jksm.gov.my/-
index.php/korporat/bidang-kuasa. Pada tanggal 19 Jun 2019
35
36

Di samping itu, dari segi objektif dalam pendirian Mahkamah Rendah


Syariah Kuantan Pahang adalah;
a. Mengendalikan dan menyegerakan kasus-kasus Syariah dengan adil,
teratur dan berkesan
b. Mempertingkatkan kemahiran-kemahiran pegawai dan kakitangan,
c. Mempertingkatkan penggunaan teknologi komunikasi dan maklumat
(ICT) dalam pentadbiran,
d. Mempunyai kemudahan dan infrastruktur yang terbaik dan
mencukupi.
Manakala tahapan perbicaraan kasus kekeluargaan dan kasus pidana
Mahkamah Rendah Syariah dalam bagian kekeluargaan diberi kuasa
membicarakan kasus-kasus yang tidak melebihi RM 100,000.00 (Ringgit
Malaysia: Seratus Ribu Saja) atau yang tidak dapat dianggarkan dengan wang,
manakala dalam kasus pidana pula kesalahan-kesalahan yang mana hukuman
maksimum yang di kenakan tidak melebihi RM 3,000.00 (Tiga Ribu Ringgit
Malaysia) atau pemenjaraan tidak melebihi dua tahun atau kedua-duanya sekali.76
Dari segi administrasi, Mahkamah Syariah diletakkan di bawah Jabatan
Agama Islam Pahang (JAIP) secara resmi pada 19 Januari 1995. Yang mana,
Jabatan Kehakiman Syariah Pahang adalah penting karena ia merupakan tempat
rujukan untuk menyelesaikan masalah kekeluargaan seperti nikah, peceraian,
fasakh, judi, minum arak, khalawat dan sebagainya. Ia juga berfungsi untuk
menjalankan segala urusan yang berkaitan dengan perundangan Islam mengikut
Hukum Syara’ secara adil, cekap dan berkesan.
Untuk lebih memudahkan dalam melakukan aktivitas kerja, maka
dibentuklah struktur organisasi di bawah naungan Mahkamah Rendah Syariah
Kuantan Pahang. Struktur ini didirikan untuk memudahkan kerja di Mahkamah

76
Ibid.
37

Syariah berjalan dengan sistematika, tulus dan tiada kelewatan dalam pelaksanaan
kerja, sebagaimana berikut:
Carta Organisasi
Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang

Hakim Mahkamah
Rendah

PEGAWAI SYARIAH
(LS 48)(1)
(HJ. ABDUL WAHID BIN
MD. ALI)

PENOLONG PEGAWAI
SYARIAH
(LS 38) (1)
(ROHANA BINTI MD. ISA)

PENOLONG PEGAWAI
SYARIAH (LS29)(1)
(SAHARUDDIN BIN HJ.
ZAINI)

UNIT UNIT
PENTADBIRAN PENTADBIRAN
MAHKAMAH
DAN KEWANGAN
PEMBANTU SYARIAH PEMBANTU
(LS 19)(1) TADBIR (P/O) PEMBANTU TADBIR
(N 19)(1) (KEWANGAN)
(MUHAMAD ASHARI
BIN ABDULLAH) (AHMAD (W 22 (KUP)(1)
PEMBANTU SYAHRIZAN BIN (DAZILAH BINTI
SYARIAH DALI) ABDUL AZIZ)
(LS 19)(1)
PENGHANTAR NOTIS PEMBANTU OPERASI
(MASTURIAH BT
(N 11)(1) MUSTAPHA) (N 11)(1)
(SHAHRUDDIN BIN (MOHD FAIZAL BIN
MOHAMMAD) ALI)

Sumber dari: Jabatan Kehakiman Syariah Pahang

Kesimpulannya, penubuhan Jabatan Kehakiman Syariah Pahang adalah


penting karena ia merupakan tempat rujukan untuk menyelesaikan masalah
kekeluargaan seperti nikah, penceraian, fasakh, judi, minum arak, khalwat dan
sebagainya. Ia juga berfungsi untuk menjalankan segala urusan yang berkaitan
38

dengan perundangan Islam mengikut Hukum Syara’ secara adil, cekap dan
berkesan.

3.2. Dasar Penetapan Hukum terhadap Tunggakan Nafkah Isteri Pasca


Perceraian
3.2.1. Menurut Hukum Malaysia
Putusnya perkawinan karena perceraian menurut Peraturan
Perundang-undangan Enakmen Undang-undang Keluarga Islam Negeri
Pahang Tahun 2005 ada akibat hukum tersendiri bagi si suami yaitu dengan
munculnya kewajiban setelah menjatuhkan talak terhadap isterinya antara
lain dengan memberikan mut’ah untuk mengembirakan bekas isteri,
memberikan nafkah selama ‘iddah, melunasi mas kawin, dan membayar
nafkah untuk anak-anaknya. Berdasarkan seksyen 66 menyatakan bahwa
ketentuan ini,
(1) Hak bagi seorang isteri yang telah bercerai untuk menerima nafkah
dari suaminya yang dahulu di bawah sesuatu perintah Mahkamah
hendaklah terhenti apabila tamat tempo ‘iddah atau apabila
isterinya menjadi nusyuz.
(2) Hak isteri yang diceraikan untuk menerima pemberian daripada
bekas suaminya di bawah sesuatu perjanjian hendaklah terhenti di
atas perkawinan semula isteri itu.77
Namun begitu, kewajiban menanggung nafkah merupakan
tanggung jawab terhadap mantan suami yang harus diberikan setelah
berlakunya perceraian, dasar hukum yang digunakan oleh Mahkamah
Rendah Syariah Kuantan Pahang adalah berdasarkan Enakmen 3 Tahun
2005 yaitu Enakmen Undang-undang Keluarga Islam 2005. Hak nafkah
bagi isteri di terangkan di Bagian IV tentang Nafkah Isteri, Anak dan Lain-
lain dari Kuasa Mahkamah Memerintah Nafkah bagi isteri di bawah
sekyen 60 (1), (2), dan (3) menyatakan bahwa;

77
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang..., hlm 54.
39

1) Tertakluk kepada Hukum Syara` Mahkamah boleh memerintahkan


seseorang lelaki membayar nafkah kepada isteri atau bekas
isterinya.
2) Tertakluk kepada Hukum Syara` dan pengesahan Mahkamah,
seseorang isteri tidaklah berhak mendapat nafkah apabila dia
nusyuz atau enggan dengan tidak berpatutan menurut kemahuan
atau perintah sah suaminya, iaitu, antara lain—
a. apabila dia menjauhkan dirinya dari suaminya;
b. apabila dia meninggalkan rumah suaminya bertentangan
dengan kemahuan suaminya; atau
c. apabila dia enggan berpindah bersama suaminya ke satu
rumah atau tempat lain,
d. tanpa apa-apa sebab yang sah mengikut Hukum Syara`.
3) Selepas sahaja isteri itu bertaubat dan menurut kemahuan dan
perintah sah suaminya, maka isteri itu tidaklah lagi menjadi
nusyuz.78
Di dalam pasal ini menerangkan bahwa, isteri berhak membuat
tuntutan tunggakan nafkah terhadap mantan suami di pengadilan untuk
menuntut hak-haknya, akan tetapi tuntutan haknya boleh terbatal
sekiranya mantan isteri didapati berlaku nusyuz terhadap suami dan
terbatal secara otomatis. Jika tanpa adanya sebab yang sah mengikut
Hukum Syara` selepas isteri itu bertaubat dan menurut kemahuan dan
perintah sah suaminya, maka isteri itu tidaklah lagi menjadi nusyuz.
Segala kuasa Mahkamah untuk memerintahkan nafkah terhadap isteri
tersebut dan kesan nusyuz adalah tertakluk kepada Hukum Syara`.
Enakmen Tatacara Mal Mahkamah Syariah 2002 dalam seksyen 245
menyatakan:
1) Mana-mana peruntukan atau tafsiran peruntukan di bawah
Enakmen ini yang tidak berlandaskan dengan Hukum Syara`
adalah terbatal setakat mana tidak mengikuti Hukum Syara`
tersebut.
2) Jika terdapat kekosongan atau jika apa-apa perkara tidak
diperuntukan dengan nyata oleh Enakmen ini, Mahkamah boleh
memakai Hukum Syara`.79
78
Ibid..., hlm 53
79
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Tatacara Mal Syariah (Negeri
Pahang) 2002, (Selangor: International Law Book Services, 2014), hlm 250
40

Manakala Kuasa Mahkamah Untuk Memerintahkan Nafkah bagi


seseorang Individu Tertentu berdasarkan Pasal 61 seksyen (1) menyatakan
bahwa:
1) Mahkamah boleh memerintahkan mana-mana orang yang
bertanggungan tentang hal itu mengikut Hukum Syara` supaya
membayar nafkah kepada seorang lain jika dia tak upaya,
sepenuhnya atau sebagiannya, dari mencari kehidupan oleh sebab
kerosakan otak atau jasmani atau tidak sihat dan Mahkamah
berpuas hati bahawa memandang kepada kemampuan orang yang
pertama tersebut itu adalah munasabah memerintahkan
sedemikian.80
Pasal ini menerangkan bahwa, mahkamah boleh memerintahkan
hak tuntutan nafkah ini di biayai ahli kerabat mantan suaminya sekiranya
di dapati tidak berkemampuan untuk membayarkan nafkah tersebut atas
sebab-sebab tertentu yakni mengalami ketidak upayaan dan sakit yang
berterusan. Oleh yang demikian, mahkamah berhak menentukan jumlah
nafkah yang harus dibayar oleh ahli keluarga tersebut seperti yang
termaktub di dalam pentaksiran Nafkah dalam pasal 62 seksyen (1) yang
menyatakan bahwa:
1) Pada menentukan jumlah sesuatu nafkah yang hendak dibayar,
Mahkamah hendaklah mengasaskan pentaksirannya terutama
sekali atas kemampuan dan keperluan pihak-pihak itu, dengan
mengira kadar nafkah itu berbanding dengan pendapatan orang
yang terhadapnya perintah itu dibuat.81
Oleh yang demikian, sekiranya mantan suami di dapati
mempunyai harta kekayaan seperti asset tetap namun tidak menjalankan
tanggung jawabnya untuk membayar tunggakan nafkah, maka mahkamah
boleh memerintahkan untuk diambil harta tersebut secara paksa sebagai
cagaran untuk diberikan kepada mantan isteri seperti yang diperuntukkan
di dalam Pasal 63 Kuasa Mahkamah untuk merintahkan Cagaran diberi
bagi Nafkah di bawah seksyen (1) yang menyatakan bahwa:

80
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang..., hlm 53
81
Ibid..., hlm 53
41

1) Mahkamah boleh, apabila menentukan nafkah, memerintahkan


orang yang bertanggungan membayar nafkah itu supaya memberi
cagaran bagi kesemua atau apa-apa bagiannya dengan meletak hak
apa-apa harta pada pemegang-pemegang amanah dengan amanah
supaya membayar nafkah itu atau sebagiannya daripada
pendapatan harta itu.82
Justeru itu, sekiranya mantan suami ingin membuat perubahan
atau mengubah sesuatu perintah tuntutan nafkah yang telah ditetapkan
oleh mahkamah, mahkamah berhak mengubahnya berdasarkan hal-hal
yang tertentu sekiranya di dapati terdapat kesalahan yang terdapat dalam
gugatan berdasarkan pasal 67 seksyen (1) yakni Kuasa Mahkamah untuk
Mengubah Perintah Nafkah.
1) Mahkamah boleh pada bila-bila masa dan dari semasa ke semasa
mengubah, atau boleh pada bila-bila masa membatalkan, sesuatu
perintah nafkah yang masih berkuat kuasa, sama ada bercagar atau
tak bercagar, atas permohonan orang yang berhak menerima atau
yang kena membayar nafkah itu menurut perintah yang telah
dibuat itu, jika Mahkamah berpuas hati, bahawa perintah itu telah
diasaskan atas sesuatu salah pernyataan atau kesilapan fakta atau
jika sesuatu perubahan matan telah berlaku tentang hal keadaan.83
Oleh sebab itu, Mahkamah Rendah Syariah di Kuantan Pahang
juga berhak mengubah perjanjian nafkah pada kapan-kapan saja
sekiranya, perjanjian tersebut mempunyai perubahan isi putusan dengan
mengikut keadaan-keadaan tertentu atau kedua pihak suami isteri tersebut
melakukan pelanggaran penjanjian yang telah ditetapkan, seperti yang
terkandung di dalam Pasal 68 seksyen (1) mengenai kuasa mahkamah
mengubah perjanjian nafkah.

1) Tertakluk kepada seksyen 64, mahkamah boleh pada bila-bila


masa dan dari semasa ke semasa mengubah syarat-syarat
sesuatu perjanjian tentang nafkah yang dibuat antara suami dan
isteri sama ada dibuat sebelum atau selepas tarikh yang
ditetapkan, jika mahkamah berpuas hati bahawa sesuatu

82
Ibid.
83
Ibid..., hlm 54
42

perubahan matan telah berlaku tentang hal keadaan, walau apa


pun peruntukan yang berlawanan dalam perjanjian itu.84
Walaubagaimanapun, mengenai biaya nafkah yang dibuat
hendaklah tidak boleh bertukar milik kepada orang lain, Nafkah yang
dibayar di bawah Perintah Mahkamah Tidak Boleh dipindahkan
Hakmiliknya berdasarkan pasal 69 seksyen (1) yang menyatakan:
1) Nafkah yang kena dibayar kepada seseorang di bawah sesuatu
perintah Mahkamah tidak boleh diserahhak atau dipindahmilik
atau kena ditahan, diasingkan, atau dikenakan levi untuk, atau
berkenaan dengan, apa-apa utang atau tuntutan.85
Namun sekiranya, tunggakan nafkah tersebut itu menimbulkan
kemudharatan terhadap orang yang wajib dinafkahinya ini maka secara
tidak langsung ianya melakukan kezaliman kepada mantan isterinya yang
menyebabkan sehingga terjadinya nafkah tertunggak dengan ini, pihak
mantan isteri boleh menuntut tunggakkan nafkah berdasarkan Pasal 70
seksyen (1) dan (2) menyatakan bahwa:
(1) Tunggakkan nafkah yang tidak bercagar, boleh dituntut sebagai
suatu utang daripada pihak yang mungkir itu dan, jika tunggakkan
itu terkumpul kena dibayar sebelum suatu perintah penerimaan
dibuat terhadap pihak yang mungkir itu, tungakkan itu boleh
dibuktikan dalam kebankrapannya dan jika tunggakkan itu
terkumpul kena dibayar sebelum dia mati, tunggakkan itu
hendaklah menjadi suatu utang yang kena dibayar dari harta
pusakanya.
(2) Tunggakkan nafkah yang tidak bercagar yang terkumpul kena
dibayar sebelum orang yang berhak kepadanya itu mati boleh
dituntut sebagai suatu utang oleh wakil diri di sisi undang-undang
orang itu.86
Pasal di atas menjelaskan bahwa, tunggakan nafkah yang tidak
dipanjar boleh dituntut di mahkamah dan menjadi suatu utang yang tidak
dibayar oleh mantan suami terhadap isteri. Apabila tunggakan itu
terkumpul, haruslah dibayar sebelum suatu perintah bahwa mantan isteri

84
Ibid.
85
Ibid..., hlm 55
86
Ibid.
43

telah menerima utang daripada mantan suaminya. Jika mantan suami


bankrupt (pailit), maka perlu dibuktikan di mahkamah. Selain itu, jika
tunggakan itu terkumpul harus dibayar sebelum mantan suami meninggal
dunia sehingga menjadi suatu utang yang harus dibayar dari harta
pusakanya. Dengan demikian, dalam rangka untuk memenuhi segala
kebutuhan terhadap perlindungan hak isteri perlu diberikan penegakkan
hukum sehingga ia bersedia menunaikan kewajibannya yaitu melalui
perintah hakim dan setiap putusan yang dijatuhkan oleh hakim haruslah
mempunyai motivasi pertimbangan yang cukup serta dapat diselesaikan
sebelum pihak yang bertanggung jawab tersebut meninggal dunia. Bagi
meringankan beban terhadap mantan isteri selepas berlakunya perceraian,
di Kuantan Pahang telah menetapkan biaya nafkah sementara seperti yang
termaktub di dalam pasal 71 seksyen (1) dan (2) yaitu:
1) Jika Mahkamah berpuas hati bahawa terdapat alasan-alasan untuk
membayar nafkah, Mahkamah boleh membuat suatu perintah
terhadap suami bagi membayar nafkah sementara yang akan
berkuat kuasa dengan serta merta dan terus berkuat kuasa sehingga
perintah Mahkamah dibuat atas permohonan untuk nafkah.
2) Suami boleh melaraskan nafkah sementara yang dibayar dengan
amaun yang diperintah supaya dibayar untuk nafkah di bawah
perintah Mahkamah, dengan syarat bahawa amaun yang diterima
oleh isteri, setelah ditolak apa-apa potongan, adalah cukup untuk
keperluan asasnya.87
Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang selayaknya mewajibkan
suami memberikan nafkah ke atas bekas isteri. Meskipun, isteri tersebut telah
bekerja untuk menyara kehidupannya. Dengan segala perintah daripada
mahkamah, segala aturan tersebut harus dipatuhi dan dituruti, sekiranya dilanggar
Mahkamah boleh menjatuhkan sanksi ke atas suami tersebut seperti di penjara di
ambil harta miliknya dan sebagainya.

87
Ibid..., hlm 56
44

3.2.2. Menurut Fikih Islam


Tunggakan nafkah adalah istilah yang digunakan di dalam Undang-
undang di Malaysia. Sama halnya dengan istilah yang digunakan di dalam
Bahasa arab yaitu nafkah māḍiyah. Nafkah māḍiyah adalah nafkah yang
terutang. Māḍiyah berasal dari kata (‫)ماضي‬88 dalam bahasa Arab mempunyai
arti lampau atau terdahulu. Dalam sebuah kamus bahasa Indonesia
disebutkan bahwa kata “lampau” memiliki dua makna yakni: 1) lalu, lewat,
dan 2) lebih, sangat.89
Seperti yang kita ketahui bahwa dengan pemberlakuannya akad nikah
akan automatis menimbulkan adanya hak dan kewajiban antara suami dan
isteri. Kewajiban zahir suami terhadap isteri yang paling utama adalah
kewajiban memberi nafkah, baik berupa makanan, pakaian (kiswāh), maupun
tempat tinggal.
Apabila kelalaian pemberian nafkah ini terjadi baik lahir maupun
batin oleh salah satu pihak. Maka seperti halnya dalam kasus ini para pihak
dapat mengajukan kehadapan pengadilan. Seperti gugatan rekopensi yang
diajukan oleh isteri karena atas sebab kelalaian suami yang tidak menafkahi
isteri setelah perkawinan terjadi.
Dasar menetapkan jumlah nafkah agama mewajibkan suami
menafkahi isterinya, oleh karena dengan adanya ikatan atau akad yang sah
itu seorang menjadi terikat semata-mata kepadanya suaminya, dan tertahan
sebagai miliknya, karena ia berhak menikmatinya, secara terus menerus.
Isteri wajib taat kepada suami, tinggal di rumahnya, mengatur rumah
tangganya, memelihara dan mendidik anak-anaknya. Sebaliknya bagi suami
ia berkewajiban memenuhi kebutuhannya, dan memberi nafkah kepada
isterinya selama ikatan suami isteri masih berjalan atau setelah berlaku

88
Rusyadi dan Hafifi, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta: Rineka Cipta,1995), hlm. 472
89
Adib Bisri dan Munawir al-Fatah, Kamus Al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1999), hlm. 17
45

perceraian, dan isteri tidak durhaka atau karena ada hal-hal yang menghalangi
penerimaan nafkah.90Bahkan dalam hukum positif yang berlaku di Malaysia
telah dimuat pula Undang-undang yang menjelaskan tentang diharuskannya
suami menanggung nafkah dan biaya hidup mantan isteri dan anak-anak.
Sekiranya jika suami bakhil, tidak memberikan pada isterinya
kebutuhan yang secukupnya atau tidak memberikan nafkah tanpa alasan yang
benar, maka mantan isteri berhak menuntut jumlah nafkah tertentu baginya
untuk keperluan makan, pakaian, perumahan. Hakim juga boleh memutuskan
berapa jumlah nafkah yang berhak diterima oleh mantan isteri serta
mengharuskan kepada suami untuk membayarnya bilamana tuduhan-tuduhan
yang dilontarkan oleh mantan isteri kepadanya itu benar.
Dalam hal yang demikian, mengenai kapan waktunya nafkah menjadi
utang bagi suami dan seberapa kuat tanggungan utang tersebut terdapat dua
pendapat di kalangan ulama. Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa nafkah
isteri tidak akan menjadi utang bagi suami, kecuali dengan adanya keputusan
dari pengadilan atau saling merelakan. Artinya, selama suami isteri saling
rela dan tidak ada ketetapan hukum dari hakim maka nafkah tidak akan
menjadi utang. Jika kemudian isteri menafkahi dengan hartanya sendiri atau
denan cara meminjam maka nafkah isteri tetap tidak dianggap utang yang
ditanggung oleh suami.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa nafkah isteri otomotis menjadi
utang suami jika ia menolak memberikannya pada isteri, dan utang nafkah itu
tidak bias diselesaikan kecuali dilunasiatau direlakan oleh isteri seperti
layaknya utang utang pada umumnya. Alasan mereka adalah karena nafkah
isteri itu sebagai pengganti, bukan shillah (dari satu sisi adalah pemberian
suami tanpa pamrih atau pengganti) atau pemberian tanpa meminta ganti.
Nafkah itu oleh syariat sudah diwajibkan atas suami sebagai pengganti

90
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah…, hlm.75
46

penahanannya terhadap isteri. Artinya jika memang itu sudah dianggap


sebagai pengganti maka jika tidak dibayarkan akan menjadi utang.91
Mantan isteri juga berhak menuntut sebagian harta suaminya dengan
cara membawa ke mahkamah, karena dalam keadaan seperti ini suami
melengahkan kewajiban yang menjadi haknya sendiri jika ia dapat
melakukannya. Seterusnya apakah akan berlakunya kadaluwarsa (tāqādūm)
bagi nafkah isteri? Permasalahannya adalah, apabila seorang suami
menunggak memberikan nafkah untuk isterinya, apakah kemudian si isteri
berhak menuntut suami agar membayar nafkah pada bulan-bulan
sebelumnya, apakah tuntutan seperti itu bisa dipertimbangkan di Pengadilan,
atau dianggap kadaluwarsa? Suami tidak memberikan nafkah kepada
isterinya disebabkan salah satu dari dua kemungkinan yang berlaku,
antaranya:
a. Suami tidak memberikan nafkah karena ia sedang dalam kesulitan.
Menurut mayoritas ulama dari kalangan Hafiyah, Syafi`iyah,
dan Hanbilah, nafkah tidak menjadi gugur disebabkan suami dalam
keadaan tidak mampu perekonomiannya.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah 233, sudah dijelaskan:
ۡۚ
‫س إِاَّل ُو ۡس َع َها‬ ‫ف‬
ۡ ‫ا‬
‫ن‬
َ ‫ف‬ ‫ل‬ ‫ك‬
َ ‫ت‬
ُ ‫َّل‬
َ ِۡۚ ‫ود لَهۥ ِر ۡزقُه ان وكِ ۡسوُُتُ ان بِ ۡٱلم ۡعر‬
‫وف‬ ِ ُ‫وعلَى ۡٱلم ۡول‬
ٌ ُ َُ َ َ ُ ُ َ ََ
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-
Baqarah: [2:223])
Keharusan nafkah dari seorang suami tidak hanya sewaktu dia
menjadi isteri sahnya dan terhadap anak-anak dari isteri itu, suami

91
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam…, hlm. 131-132
47

wajib menafkahinya bahkan selepas perceraian.92 Selama belum


mampu memberi nafkah, suami dianggap berutang kepada isterinya
yang harus dibayar dikemudian hari apabila ia mampu. Dalam kondisi
demikian menurut Hanafiyah hakim di negeri itu memberi izin kepada
isteri untuk berutang kepada orang lain untuk memenuhi
pembelanjaannya meskipun suami tidak mengizinkannya. Dalam hal
ini apabila suami enggan membayarkan utang tersebut setelah ia
dalam keadaan lapang, maka hakim yang akan memaksanya untuk
membayarnya walau dengan cara apa sekalipun.93
Imam mazhab fikih saling berbeda pendapat dan pandangan
dalam menetapkan hukum kewajiban nafkah terhadap isteri ketika
suami tidak mampu. Pemikiran mereka terbagi kepada dua macam
yaitu nafkah tidak gugur dan nafkah gugur:
1) Nafkah tidak gugur
Imam Hanafi berpendapat jika suami jatuh miskin
dan tidak mampu membiayai isterinya, maka nafkah itu
bisa saja gugur dan dapat pula tidak gugur. Nafkah tidak
bisa gugur apabila isteri telah mengadu atau menuntut
lewat penegak hukum, maka nafkah itu dianggap sebagai
utang yang harus dilunasi pada saat ia berkemampuan,
sekalipun yang dinafkahkan tersebut merupakan harta
isteri sendiri. Sebaliknya nafkah itu gugur dan suami tidak
dianggap berutang jika isteri untuk memenuhi kebutuhan
dirinya telah membelanjakan uangnya sendiri atau

92
Abdurahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 270
93
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm. 160
48

berutang pada orang lain tetapi tanpa berdasarkan putusan


hakim atau tanpa ada izin dari suami.
Pandangan ulama Syaf`iyyah berpendapat bahwa
nafkah tidak menjadi gugur apabila seorang suami jatuh
miskin yang tidak mampu membiayai isterinya, bahkan
dapat menjadi utang bagi suami yang harus dibayarkan
pada saat ia mampu. Beralasan bahwa nafkah itu
merupakan imbalan bersenggama, bukan disebabkan
ikatan perkawinan. Apabila seorang suami dapat
menikmati isterinya maka kewajiban nafkah tetap tidak
dapat dielakkan, kecuali apabila isteri melepaskan
kewajiban tersebut. Dengan demikian nafkah tidak
diwajibkan apabila suami tidak dapat menggauli
isterinya. Apabila nafkah itu merupakan i`wad semata-
mata dan isteri tidak nusyuz kepada suami maka nafkah
itu tetap merupakan kewajiban suami yang harus
ditunaikan dan merupakan utang yang harus dibayar saat
ia berkemampuan, sama seperti utang-utang lainnya.
Pendapat al-Syafi`iyyah ini sama dengan pandangan
ulama Hanabilah bahwa nafkah itu merupakan hak isteri.
hak itu adalah sebagaimana hak-hak lainnya yang cukup
kuat. Maka hak itu tidak bisa gugur setelah menjadi wajib
Berkait dengan itu, Mufti Agung Prof, Dr. Ali Jum`ah
Muhammad Abdul Wahab yaitu merupakan mufti besar Mesir di
dalam jawaban fatwa yang bernomor 2125 tahun 2003 mengenai
Nafkah Isteri Jika Suami Tidak Mampu Memberi diputuskan jika
terbukti bahwa suami tersebut dalam keadaan kesulitan keuangan
sehingga tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya, maka istri
berhak meminta hakim agar mewajibkan suaminya untuk
49

memberikan nafkah. Dalam waktu yang sama, hakim juga


memerintahkan orang yang bertanggung jawab atas nafkah
perempuan tersebut seandainya ia tidak bersuami, seperti ayah,
saudara laki-laki dan lain sebagainya, untuk memberikan nafkah
kepadanya. Hal ini dengan ketentuan bahwa orang yang memberi
nafkah tersebut dapat menuntut pengganti nafkah yang ia berikan jika
suami perempuan itu telah mampu.94
Menurut kalangan Malikiyah, nafkah isteri menjadi gugur jika
suami dalam keadaan tidak mampu (miskin) membayarnya dan tidak
pula dianggap sebagai utang yang harus dibayar kemudian.
Alasannya, firman Allah dam sura al-Baqarah ayat 286:

ۡۚ ۡ
‫ٱَّللُ نَف ًسا إِاَّل ُو ۡس َع َها‬
‫ف ا‬ ِ
ُ ‫ََّل يُ َكل‬
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah:[2:286])95

Dengan demikian, jika terbukti di hadapan hakim


ketidakmampuan sang suami untuk memberikan nafkah kepada
istrinya, maka ia dapat mewajibkan orang yang bertanggung jawab
atas nafkah seorang istri seandainya ia belum menikah untuk
memberikan nafkah kepadanya. Lalu istri tersebut dapat meminta
suaminya untuk melunasi nafkah itu ketika suaminya sudah mampu.
Selain itu, hakim juga boleh mengizinkan seorang istri untuk
meminjam uang dari orang lain atas nama suaminya, sehingga
pemberi pinjaman dapat menuntut suami itu secara langsung setelah
mendapatkan izin dari hakim.

94
Lembaga Fatwa Mesir. Diakses melalui situs: http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.-
aspx?ID=2721&LangID=5&MuftiType=2. Pada tangga l 9 Ogos 2019.
95
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan…, hlm. 49
50

b. Suami enggan memberikan nafkah kepada isterinya padahal ia berada


dalam keadaan lapang dari segi ekonomi.
Dalam hal ini menurut kalangan Hanafiyah, hakim di
Pengadilan berhak menyita harta suami secara paksa dan harganya
diserahkan untuk pembiayaan isteri. Jika ia menyembunyikan
kekayaanya, hakim berhak menghukumnya dengan penjara bila
dikehendaki oleh isteri sampai ia bersedia menunaikan kewajibannya.
Alasannya hadist riwayat Abu Hurairah yang menceritakan ketegasan
Rasulullah bahwa keengganan seseorang yang mampu untuk
menunaikan kewajibannya adalah suatu kezaliman, oleh karena itu
boleh dikenakan hukuman dan dipenjarakan sampai ia bersedia
menunaikan kewajibannya.
Dalam hal suami memiliki harta namun ia enggan
membayarkan nafkah kepada isterinya, menurut kalangan
Hanafiyyah, isteri yang tidak mendapat nafkah dari suaminya,
hendaklah segera mendesak suami atau menuntutnya melalui penegak
hukum dalam masa satu bulan terhitung dari mulai terjadi kelalaian
suami. Nafkah isteri baru dianggap sebagai utang yang harus dibayar
suami kemudian, jika isteri (pada waktu tidak mendapat nafkah dari
suaminya untuk memenuhi kebutuhan dirinya) telah menafkahkan
hartanya sendiri atas dasar keputusan hakim atau atas izin dari
suaminya. Oleh sebab itu, suami tidak dianggap berutang jika si isteri
untuk memenuhi kebutuhan dirinya telah membelanjakan uangnya
sendiri atau harus berutang, akan tetapi tanpa berdasarkan keputusan
hakim atau tanpa izin dari suami.
Berbeda dengan itu, kalangan mayoritas ulama berpendapat,
suami dianggap berutang nafkah isteri yang belum dibayarkannya
baik atas dasar keputusan hakim atau tidak. Sebagaimana halnya
setiap utang, maka utang nafkah seperti itu tidak menjadi gugur
51

kecuali dengan dibayar atau direlakan oleh pihak isteri. Utang seperti
ini tidak menjadi gugur sebab kadaluwarsa. Isteri secara sah dapat
menuntut suami atas nafkah yang belum dibayarnya meskipun setelah
sekian waktu lamanya.96
Ringkasnya, bahwa nafkah isteri otomatis menjadi utang suami jika ia
menolak memberikannya pada isteri, dan utang nafkah itu tidak bisa selesai
kecuali dilunasi atau direlakan oleh isteri seperti layaknya utang-utang pada
umumnya. Tidak juga menjadi lunas dengan lewatnya masa tanpa pelunasan,
tidak juga karena isteri melakukan nusyuz, cerai, ataupun wafatnya salah satu dari
keduanya. Alasan adalah karena nafkah isteri itu sebagai pengganti penahannya
terhadap isteri. artinya jika memang sudah dianggap sebagai pengganti maka jika
tidak diabayarkan akan menjadi utang selamanya.

3.3. Prosedur dalam mengajukan gugatan tunggakkan nafkah di


Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang
Kewenangan Jabatan Kehakiman Syariah Pahang berwenang mendengar,
membicara, memutuskan kasus-kasus yang telah didaftarkan. Aktivitas tersebut
terbagi kepada tiga peringkat mahkamah yaitu:
a. Pendaftaran kasus, urusan pendaftaran kasus boleh dijalankan serta
merta;
b. Proses Panggilan dan Perbicaraan, tempo panggilan perbicaraan dalam
tempo 2 bulan selepas pendaftaran kasus;
c. Keputusan Perbicaraan, akan dikeluarkan dalam tempo 20 hari selepas
selesai proses perbicaraan.
Prosedur untuk berurusan dengan Mahkamah Rendah Syariah Pahang
adalah seperti berikut:

96
Satria Effendi M. Zein, Problematika…, hlm 161-162
52

1. Setiap pendaftar mestilah melihat permohonan untuk memastikan sama


ada mahkamah tersebut berwenang atau tidak bagi mendaftarkan
permohonan berdasarkan:
a) Kesalahan yang dilakukan oleh seorang Islam dan boleh dihukum
di bawah Enakmen yang berkuatkuasa;
b) Segala kesalahan yang dilakukan atau akibat kesalahan tersebut di
dalam bidangkuasa tempatan mahkamah;
c) Hukuman maksimum yang diperuntukan Enakmen tidak melebihi
RM 3,000.00 (Ringgit Malaysia: Tiga Ribu Saja) atau penjara bagi
tempo yang tidak melebihi 2 tahun atau kedua-duanya sekali;
d) Permohonan perlu disertakan dengan kertas pertuduhan, fomulir
permohonan mendaftarkan kasus, salian kad pengenalan Orang
Kena Tuduh (OKT)97; sekiranya kasus jenayah, tangkapan tanpa
waran dan tiada jaminan.
2. Pendaftar akan menetapkan tanggal sebutan.
3. Jika Saman/ Waran tangkap telah sempurna dan OKT hadir, perbicaraan
dimulakan:
a) Mahkamah akan membacakan pertuduhan kepada OKT;
b) Mahkamah akan memastikan OKT faham dengan segala
pertuduhan ke atasnya;
c) Sekiranya OKT tidak faham dengan pertuduhan, mahkamah
akan membacakan sekali lagi sehingga faham;
d) OKT diminta membuat pengakuan sama ada mengaku bersalah
atau diminta dibicarakan. Jika mengaku salah hendaklah secara
sukarela dan mengerti akibat pengakuan salah tersebut;
e) Pendakwa Syarie diminta memberi hujah fakta kasus yang
berkaitan;

97
Orang Kena Tuduh (OKT) adalah seseorang yang tertuduh; atau menyangka seseorang
melakukan suatu yang melanggar undang-undang.
53

f) Sekali lagi OKT perlu membuat pengakuan terhadap fakta kasus


yang dibaca oleh Pendakwa Syarie.
Jika pihak-pihak atau OKT bersetuju dengan hujah fakta kasus yang di
baca oleh Pendakwa Syarie, maka OKT akan disabitkan dengan pertuduhan yang
diterima. Lalu OKT akan diberi peluang membuat rayuan agar diringankan
hukuman terhadap pertuduhan yang diterima. Pendakwa Syarie akan diberi
peluang lagi untuk berhujah di atas rayuan yang di buat oleh OKT dan akhirnya
Hakim akan menjatuhkan hukuman terhadap segala pertuduhan tersebut.
Bilamana pihak-pihak atau OKT tidak bersetuju atau tidak mengaku akan
kesalahannya, Hakim akan memerintahkan kasus dibicarakan semula. Lalu
mahkamah akan mendengar pemeriksaan utama dari Pendakwa Syarie tentang
segala apa kesalahan yang dibuat oleh OKT. Mahkamah juga akan mendengar
pemeriksaan balas dan pemeriksaan semula hujah saksi-saksi dari Pendakwa
Syarie jika ada.
Jika kasus tidak mencapai ‘prima facie’98, maka OKT tidak perlu
dipanggil membela diri dan dibebaskan. Kasus yang mencapai ‘prima facie’ pula,
OKT akan diperintahkan membela diri dengan 3 cara yaitu: a) memberi
keterangan dengan bersumpah; b) memberi keterangan dengan tidak bersumpah;
dan c) berdiam diri.
Sekiranya OKT membela diri dengan memberi keterangan, maka OKT
akan disoal balas dengan Pendakwa Syarie (jika ada) dan OKT berhak
memberikan keterangan semula (jika ada). Bilamana OKT memilih untuk
memberi keterangan dan tidak bersumpah, maka tiada proses keterangan soal
balas dan soal semula dari Pendakwa Syarie. Jika OKT memilih untuk berdiam
diri, Hakim akan memerintahkan saksi-saksi OKT memberikan keterangan (jika

98
prima facie adalah berdasarkan kamus Dewan Bahasa dan Pustaka bermaksud; pada
zahirnya, pada pandangan kasar (sebelum diperiksa atau disiasat dengan lebih terperinci):
keterangan.
54

ada), disoal balas oleh Pendakwa Syarie (jika ada) dan disoal semula oleh OKT
(jika ada).
Setelah selesai sesi OKT memberi keterangan, Hakim akan
memerintahkan Pendakwa Syarie mengemukakan hujah terakhir dan diikuti hujah
OKT. Lalu Hakim akan memberi keputusan sama ada OKT bersalah atau tidak.
Jika OKT tidak bersalah, maka akan dibebaskan dan jika bersalah Mahkamah
akan menjatuhkan hukuman. Setiap pihak yang terkilan, boleh mengemukakan
rayuan ke Mahkamah Tinggi Syariah dalam tempo masa 14 (empat belas) hari.99
Nafkah untuk isteri hukumnya wajib meskipun masanya tempo masanya
lama. Namun begitu, menurut Tuan Abdul Wahid menyatakan bahwa setiap
tuntutan tunggakan nafkah yang berlaku di Mahkamah Rendah Syariah Kuantan
Pahang menolak hukum nafkah yang lebih dari tiga bulan selepas perceraian itu
berlaku bagi memudahkan suami membayar tunggakan tersebut.100
Perintah membayar nafkah bukanlah untuk tempo perkawinan saja, akan
tetapi juga dalam tempo iddah dan selepas perceraian. Antara cadangan yang
menarik adalah setiap keluarga Muslim mempunyai ‘insuransi nafkah’ supaya
bila terjadinya perceraian dan suami gagal memberi nafkah isteri serta anak tidak
teraniaya dan dizalimi. Walaupun masih banyak perkara yang perlu dijernihkan,
hal itu akan bertujuan memberi keadilan kepada kaum wanita dan anak kecil
seperti diperintahkan oleh agama.101
Oleh yang demikian, hasil wawancara penulis bersama Puan Rohana Binti
Md. Isa mengatakan bahwa mahkamah boleh memerintahkan setiap individu
yang bertanggung jawab tentang hal tersebut mengikut Hukum Syara` supaya
membayar nafkah kepada seseorang yang lain jika dia tidak mampu, sama ada

99
www.pahang.jksm.gov.my. Diakses melalui situs http://pahang.jksm.gov.my/-
index.php/35-orang-awam/69-posedur-mahkamah#. Pada tanggal 27 Juli 2019.
100
Hasil wawancara dengan Tuan Abdul Wahid Bin Md. Ali, Pegawai Syariah
Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang. Tanggal 20 Februari 2019.
101
Nik Salida Suhaila, Suami tak Mampu Punca Nafkah Tertunggak, (Berita Harian,
Malaysia, 21 Februari 2013.
55

sepenuhnya atau sebagiannya. Hal ini dilihat daripada segi upaya, mental,
jasmani, atau kesehatannya dan mahkamah boleh memerintahkan kepada
kemampuan individu yang lain yaitu ahli keluarganya untuk membayar nafkah
tersebut.
Selain itu, Mahkamah juga boleh menentukan nafkah tersebut dengan
memerintahkan orang yang bertanggungan yaitu suami dengan membayar nafkah
tersebut daripada jaminan bagi semua harta benda miliknya. Hal ini karena, untuk
memaksa suami agar membayar nafkah tersebut sama ada secara ansuran ataupun
sepenuhnya.
Sekiranya mahkamah berpuas hati bahwa terdapatnya alasan-alasan yang
munasabah untuk tidak membayar dengan secara paksa kepada isteri atau anak-
anak dalam jagaannya, mahkamah boleh membuat satu perintah terhadap suami
supaya membayar nafkah sementara yang akan berkuat kuasa serta merta
sehingga perintah Mahkamah dibuat atas permohonan untuk nafkah.
Suami boleh menentukan kadar nafkah sementara yang perlu dibayar
dengan kadar yang diperintah di bawah perintah mahkamah dengan syarat bahwa
kadar yang diterima oleh isteri setelah ditolak dengan apa-apa potongan adalah
cukup untuk keperluan asanya baik berupa makan, pakaian, tempat tinggal serta
nafkah anak.102

3.4 Pertimbangan Putusan Hakim dalam Penetapan Tuntutan Tunggakkan


Nafkah Pasca Perceraian di Mahkamah Rendah Syariah Kuantan
Pahang.
Dari pengamatan penulis, dapat diambil dari data-data adalah terhadap
tuntutan tunggakan nafkah pasca perceraian yang didaftarkan dibawah
Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang, berikut adalah merupakan statistik
yang penulis perolehi dari tahun 2014 hingga 2016:

102
Hasil wawancara bersama Puan Rohana Binti Md. Isa, Penolong Pegawai Syariah
Mahkamah Rendah Syar`iah Kuantan Pahang pada tanggal 20 Februari 2019 di Kuantan, Pahang.
56

Tabel 1: Statistik Kasus Tuntutan tunggakan Nafkah Isteri di Mahkamah


Syariah Rendah Kuantan Pahang
Tahun Kasus Yang Kasus Yang Kasus Dalam
Terdaftar Selesai Proses
2014 10 10 0
2015 11 11 0
2016 13 12 1
Jumlah: 34

Sumber dari: Jabatan Kehakiman Syariah Pahang

Berdasarkan tabel statistik di atas adalah mengenai kasus yang telah


didaftarkan Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang sepanjang tahun 2014
hingga 2016 dapat disimpulkan bahwa masalah kasus tuntutan tunggakan nafkah
isteri semakin meningkat, masalah ini yang sepatutnya menjadi tanggung jawab
mantan suami pasca perceraian, tidak menitik beratkan tentang hal-hal yang wajib
diberikan kepada mantan isteri. Ini membuktikan pihak Mahkamah Rendah
Syariah Kuantan Pahang harus membantu untuk mendapatkan pembelaan hak-
hak isteri agar dapat meneruskan kehidupannya dengan baik dengan mengikut
kemampuan yang dapat diberikan oleh mantan suami.
Berdasarkan kasus yang di daftar ini, penulis merasa tertarik untuk
meneliti dan menganalisisnya yang berkaitan mengenai pertimbangan Keputusan
hakim dalam menetapkan putusan terhadap tuntutan tunggakan nafkah, penulis
telah mendapakan tiga kasus yaitu kasus pada tahun 2014, 2015 dan 2017. Di
antara kasus-kasusnya adalah seperti berikut berdasarkan penetepan hukum yang
telah ditetapkan oleh mahkamah:
1. Kasus bernomor 06007-037-0065-2014 Tahun 2014 Sharifah Nazariah
Binti Syed Abu Bakar (Penggugat) lawan Syed Abu Bakar Bin Syed
Hassan (Tergugat) mengenai permohonan tuntutan tunggakan nafkah
isteri dan permohonan tunggakan nafkah anak. Fakta dan kronologi kasus
57

adalah Penggugat yang menetap di Taman Mentiga Jaya, Pekan, Pahang,


dan Tergugat yang menetap di Jalan Nenasi, Ketapang Hilir, Pekan,
Pahang yang telah menikah pada tanggal 7 April 1973 bersamaan 3 Rabiul
Awal 1396 bertempat di Alor Setar, Kota Setar, Kedah.
Penggugat telah membuat permohonan tunggakan nafkah isteri
dan tunggakan nafkah anak bermula bulan Oktober 2006 sehingga bulan
Disember 2010 yang bersamaan selama 51 bulan. Lalu Mahkamah
mengeluarkan satu saman Penghutang Penghakiman103 yang bermaksud
Tergugat secara otomatis menjadi penghutang kepada Penggugat yang
sebagai Pemiutang Penghakiman104.
Di dalam saman tersebut, mahkamah memerintahkan Terguggat
untuk menghadiri ke Mahkamah pada tanggal 22 Maret 2012 untuk
menunaikan tunggakan tersebut sebanyak RM 15,300.00 yaitu bersamaan
setiap bulan sebanyak RM 300.00 x 51 bulan. Dan pada 23 Oktober 2013
Mahkamah telah memutuskan bahwa Tergugat perlu membayar
tunggakan nafkah tersebut sebanyak RM 15,300.00 yang mana Tergugat
telah mengakui kesalahan dan rela untuk membayar dan utang tersebut
tidak dapat dijelaskan disebabkan oleh berlaku kematian tergugat pada
tanggal 18 Mei 2013. Dapat dilihat secara terperinci melalui tabel 1 di
bawah:
Tabel 1: Pembayaran dan Tunggakan Nafkah Isteri dan Anak

Bil Tanggal Perkara Harus Telah Sisa Utang


dibayar dilunaskan
1 16 Juni Tunggakan RM
2000 Nafkah 15,300.00 Tiada RM
sehingga Isteri dan dari bulan 15,300.00
Notis Anak Oktober

103
Penghutang Penghakiman adalah penggugat: Sharifah Nazariah Binti Syed Abu Bakar
telah mengajukan gugatan ke Mahkamah terhadap suaminya.
104
Pemiutang Penghakiman adalah tergugat: Syed Abu Bakar Bin Syed Hassan individu
yang digugat oleh isterinya.
58

Tunjuk 2006 s/d


sebab di Disember
failkan 2010
selama 51
bulan
Jumlah Keseluruhan RM RM
15,300.00 - 15,300.00

Oleh yang demikian, utang tersebut wajib dibayar oleh ahli waris
Tergugat kepada Penggugat sebelum pembagian harta pusaka
dilaksanakan. (Kasus selesai).105

2. Kasus bernomor 06001-018-0448-2017 Tahun 2017, Juliana Binti


Mohamed Mokhtar (Penggugat) lawan Ishak Bin Miskun (Tergugat)
mengenai tuntutan nafkah isteri. Penggugat seperti nama di atas yang
beralamat di Jalan KS 2/11 Kota Sultan Ahmad Shah, Kuantan, Pahang
dan Tergugat yang beralamat di Jalan Limau Bali, Taman Slim Jaya, Slim
River, Perak.
Di dalam kasus tersebut Tergugat berada di luar kawasan bidang
kuasa Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang karena Tergugat
berdomisili di Slim River, Perak. Oleh yang demikian, mewakilkan
Mahkamah Rendah Syariah Tapah di Perak untuk menyampaikan satu
penyerahan saman kepada Tergugat untuk membayar tuntutan nafkah
isteri. Di dalam kasus ini, Penggugat dan Tergugat mengambil cara untuk
berdamai dengan menghadirkan diri mereka ke Majelis Ṣulḥ untuk
mengambil jalan insiatif secara damai.
Seperti yang dijanjikan pada tanggal 20 April 2017 pada jam
10.00, kedua belah pihak telah menghadiri Majelis Ṣulḥ sebagai jalan
penyelesaian di Mahkamah Syariah Kuantan, Pahang. Di dalam sidang
mediasi tersebut Tergugat bersetuju membayar nafkah isteri sebanyak Rm

105
Kasus Nazariah Binti Syed Abu Bakar v Syed Abu Bakar Bin Syed Hassan, No 06007-
037-0065-2014
59

500.00 (Ringgit Malaysia: Lima Ratus Saja) sebulan dan tambahan RM


150.00 (Ringgit Malaysia: Satu Ratus Lima Puluh saja) untuk bil air dan
listrik. Dapat dilihat secara terperinci melalui tabel 2 di bawah:

Tabel 2: Permohonan Tuntutan Nafkah Isteri

Bil Tanggal Perkara Harus Telah Sisa


dibayar dilunaskan Utang
1 31 Maret Tuntutan RM 500.00
2017 Nafkah per bulan Tiada RM
sehingga Isteri dan 650.00
Notis tambahan
Tunjuk Rm 150.00
sebab di untuk bil air
failkan dan listrik

Jumlah Keseluruhan RM 650.00 - RM


650.00

Mahkamah Rendah Syariah Kuantan, Pahang juga meletakkan


syarat bahwa semua perkara dalam perjanjian ini wajib dipatuhi oleh
kedua belah pihak tersebut sehinggalah ada perintah lain dibuat atau
diperintahkan sebaliknya. Selain itu, mana-mana pihak yang melanggari
perjanjian ini boleh dianggap sebagai satu Penghinaan Terhadap
Mahkamah. Keputusan kasus tersebut diakhiri oleh perdamaian atas usaha
Majelis Ṣulḥ Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang. (Kasus
selesai).106
3. Kasus bernomor 06007-037-0206-2015 Tahun 2015, Mazliyaton Binti
Ahmad (Penggugat) lawan Hasrul Affizan Bin Ahmad (Tergugat).
Penggugat yang beralamat di Kampung Kelat Rendang, Pekan, Pahang
dan Tergugat yang beralamat di Perkampungan Sg. Isap, Kuantan,

106
Kasus Juliana Binti Mohamed Mokhtar lawan Ishak Bin Miskun, No kasus 06001-
018-0448-2017
60

Pahang. Kasus ini mengenai tuntutan tunggakan nafkah isteri akan tetapi
telah di ubah menjadi tuntutan tunggakan nafkah anak.
Pada tanggal 6 Oktober 2010, Mahkamah telah mengeluarkan
surat perintah untuk menghadiri ke Mahkamah yang mana Penggugat
membawa Peguam Syarie dari Jabatan Bantuan Guaman Kuantan,
Pahang. Manakala Tergugat hadir bersendirian. Pasangan tersebut telah
bercerai pada 16 Februari 2011 yang lalu dan dikurniakan satu orang anak
yang bernama Muhammad Alif Danial bin Hasrul Affizan.
Pada tanggal 8 April 2011, diperintahkan atas persetujuan bersama
bahwa Penggugat difardhukan membayar nafkah sebanyak RM 250.00
(Ringgit Malaysia: Dua Ratus Lima Puluh Saja) per bulan, dan dibayar
sebelum tanggal 10 pada tiap-tiap bulan, sehingga satu perintah lain
dikeluarkan. Dan bayaran tersebut dibayar melalui akun bank Penggugat.
Pada tanggal 15 Juni 2012, Mahkamah telah mengeluarkan satu
Saman Penghutang Penghakiman untuk menghadiri ke Mahkamah pada
tanggal 25 Juli 2012 pada jam 9.00 pagi atas kelalaian Tergugat dalam
menunaikan tunggakan nafkah tersebut pada bulan November 2010
sehingga bulan April 2012 sebanyak Rm 4,250.00 (Ringgit Malaysia:
Empat Ribu Dua Ratus Lima Puluh Saja) yang berikutan masih lagi
terutang. Oleh yang demikian, secara otomatis Puan Mazliyaton Binti
Ahmad sebagai Pemiutang Penghakiman dan Tuan Hasrul Affizan Bin
Ahmad sebagai Penghutang Penghakiman.
Persidangan ini dilanjutkan sehingga pada tanggal 22 Januari
2015, Mahkamah memutuskan bahwa jumlah utang Penghutang
Penghakiman terkumpul sebanyak RM 8,750.00 (Ringgit Malaysia:
Lapan Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Saja) yaitu tunggakan nafkah isteri
untuk menyara hidup anaknya yang tidak dijelaskan bermula bulan
November 2010 sehingga bulan Disember 2013 melalui perintah
61

Mahkamah yang dikeluarkan oleh Mahkamah Rendah Syariah Pekan,


Pahang pada 08/04/2011 yang lalu.
Penghutang Penghakiman hendaklah membayar utang tersebut
secara ansuran sebanyak RM 300.00 (Ringgit Malaysia: Tiga Ratus Saja)
sebulan dan dibayar secara tunai kepada Pemiutang Penghakiman
sehingga selesai. Dan Mahkamah menegaskan bahwa nafkah semasa yang
berjumlah RM 250.00 (Ringgit Malaysia: Dua Ratus Lima Puluh Saja)
sebulan wajib dibayar secara berterusan berserta nafkah yang tertunggak
tersebut. Dapat dilihat secara terperinci melalui tabel 3 di bawah:

Tabel 3: Pembayaran dan Tunggakan Nafkah Isteri dan Anak

Bil Tanggal Perkara Harus Telah Sisa


dibayar dilunaskan Utang
1 8 April Tunggakan RM
2011 Nafkah 4,250.00
sehingga Isteri dan dari bulan Tiada RM
22 Januari Anak November 4,250.00
2015 2010 s/d
April 2012
2 22 Januari Tunggakan RM
2015 Nafkah 4,500.00
sehingga Isteri dan dari bulan Tiada RM
sehingga Anak November 4,500.00
Notis 2010 s/d
Tunjuk Disember
sebab di 2013
failkan
Jumlah Keseluruhan RM RM
8,570.00 - 8,570.00

Sekiranya Tergugat tidak dapat menghadiri, maka perintah


tangkapan akan dikeluarkan atau satu perintah tambahan bagi pembayaran
akan dibuat oleh Mahkamah terhadap ketidakhadiran Tergugat. (Kasus
Selesai).107

107
Mazliyaton Binti Ahmad lawan Hasrul Affizan Bin Ahmad, No kasus 06007-037-
0206-2012
62

Hasil dari penelitian terhadap kasus-kasus dapat disimpulkan bahwa,


Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang dapat menyelesaikan kasus-kasus
tersebut dengan mengeluarkan surat perintah yang dikeluarkan dari mahkamah
kepada para suami yang masih keras kepala dalam membayar nafkah isteri.
Penulis dapat teliti bahwa setiap tunggakan nafkah isteri tersebut wajib dibayar
walaupun sekiranya telah berlakunya kematian yang akan dibayar oleh si waris.
Hal ini karena, ia menjadi utang yang wajib dibayar oleh suami untuk tidak
menzalimi setiap mantan isteri.
BAB EMPAT
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Bab empat ini adalah sebagai bab akhir karya ilmiah yang terdiri dari
kesimpulan dan saran-saran. Maka dari semua pembahasan dari bab-bab
sebelumnya ini, penulis dapat menyimpulkan tentang keputusan Mahkamah
Rendah Syariah Kuantan Pahang tentang tunggakan nafkah pasca perceraian
menurut hukum Malaysia dan hukum Islam adalah sebagai berikut:
1. Dari penelitian yang dilakukan penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam
pemberian tunggakan nafkah isteri, Mahkamah Rendah Syariah Kuantan
Pahang menggunakan dasar kaedah yang tidak berlawanan dengan Fikih
Islam. Hal ini karena, setiap keputusan yang diputuskan tidak melanggar
Hukum Syara` mengikut Undang-undang yang telah tertulis di Enakmen
Tatacara Mal pada Seksyen 245. Penulis juga mendapati, Mahkamah
dalam memutuskan perkara yang berkaitan dengan tuntutan tunggakan
nafkah lebih sensitif terhadap pembelaan hak-hak perempuan karena telah
mengatur suami wajib memberikan nafkah yang dituntut oleh isteri.
Sehingga mantan suami boleh dipidana atau dipenjara atau kedua-duanya
sekali sekiranya melanggar perintah atas kelalaianya dalam pemberian
nafkah isteri. Selain itu, mahkamah boleh mengambil harta pusaka mantan
suami sebagai utang atas tunggakan nafkah isteri apabila suami telah
meninggal dunia.
2. Penulis mendapati bahwa menurut pendapat Hanafiyah, hak nafkah isteri
menjadi gugur dengan kedaluwarsa apabila tidak dituntut dalam masa satu
bulan. Berdasarkan pendapat ini, isteri selaku Penggugat dalam perkara
yang dibahas ini, tidak berhak menuntut suaminya untuk mendapat ganti
rugi nafkah yang diterimanya selama 62 bulan sebelumnya. Berdasarkan

63
64

pendapat ini, isteri (Penggugat) baru berhak menuntut nafkah yang belum
diterimanya, jika dengan keputusan hakim atau atas izin suaminya ia telah
menggunakan uangnya sendiri atau berutang untuk membiayai dirinya
selama tidak mendapatkan nafkah dari suaminya. Dalam hal ini isteri
dibenarkan menuntut suami untuk menutupi utang tersebut. Sejalan
dengan pendapat Hanafiyah ini maka alasan kedaluwarsa telah dianggap
cukup untuk menolak tuntutan Penggugat (isteri) dalam perkara ini
sepanjang yang berhubungan dengan hak nafkahnya sendiri tanpa
memerlukan adanya alasan lain seperti disebabkan nusyuz isteri.

4.2. Saran-saran
Saran-saran yang dapat dirumuskan dalam penelitian yang dilakukan oleh
penulis adalah:
1. Sebagai seorang perempuan atau isteri mestilah mengetahui akan hak-
haknya sebagai seorang perempuan baik dalam perkawinan atau
selepas perceraian, manakala bagi isteri yang tidak mendapatkan
nafkah dari suaminya wajib membuat tuntutan di Mahkamah supaya
suami melaksanakan tanggungjawabnya.
2. Penulis dapat menyatakan bahwa bagi pasangan suami isteri, mestilah
mengetahui tanggung jawab, masing-masing dalam membina rumah
tangga mengikut tuntutan agama dan undang-undang yang berlaku.
Dalam hal nafkah nampaknya masih belum ada kesadaran bagi pihak
suami yang lalai dan mengabaikan tanggung jawabnya kepada isteri
dan bekas isteri.
3. Seharusnya ketentuan mengenai nafkah ini perlu diberitahu kepada
masyarakat dengan menambahkan buku, risalah dan majalah
mengenai peruntukan mahkamah dan sanksi yang dikenakan dan juga
memperbanyakkan bahan bacaan, huraian yang menjelaskan masalah
yang selalu dihadapi dalam keluarga. Selain itu melalui media
elektronik maka sedikit sebanyak masyarakat dapat mengetahui
65

ketentuan dan perkembangan mengenai Undang-undang keluarga


Islam di Malaysia.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan, (Bandung, CV. Penerbit
Jumanatul Ali, 2005).
Buku
Abdul Aziz Dahlan, et. Al, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta:
PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997).
Abdul Manan, Preblematika Perceraian Karena Zina Dalam Proses Penyelesaian
perkara di lingkungan Peradilan Agama, dalam jurnal Mimbaar Hukum,
alhikmah, Jakarta. No. 52 Th XII, 2001.
Abdurahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari`ah), (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002)
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh `Ala al-Madhahib al-Arba`ah, jilid IV, (Beirut:
Dar-al-Fikr, 1969).
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi,
Cet.1, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).
Adib Bisri dan Munawir al-Fatah, Kamus Al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1999)
Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-undang Malaysia, cet. 1,
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007.
Al-Hafiz Abu Bdillah Muhammad Bin Yazid al-Qawimi, Ibnu Majah, Sunan Ibnu
Majah, Juz I (Dar AlFikr Li Ath-Thaba`ah Wa Al-Tauzy)
Al-Nawawi, Imam Muhyiddin, Shahih Muslim, Juz XII, Beirut: Darul Ma`rifah li
al-Thaba`ah wa al-Nasyar wa al-Tauzi`, 1999), hlm. 234., Lihat juga: A.
Hasan, Bulughul Maram, Jil. II, (Bandung: CV. Diponegoro, 1985).
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan), (Jakarta: Kencana, 2006).
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat (Buku II), (Bandung: Pustaka Setia,
2001).
Departmen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahan, (Bandung, CV. Penerbit
Jumanatul Ali, 2005).
Hasbi Ash Shiddeqy, Pengantar Hukum Islam, (Bulan Bintang: 1980), Jil. I.
Husni Mubarrak, Fiqh Islam dan Problematika Kontemporer, (Banda Aceh:
ArraniryPress, 2012)
66
67

Juhaya S. Pradja, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, Bandung: Pustaka


Setia, 2013.
Juliansyah Noor, Metodologi penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah, Cet.1, (Indonesia: Kencana, 2011).
Kamal Mukhtar, Azas-Azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. I, (Jakarta:
Bula Bintang, 1794).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ke-III, 2002).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2008).
Khairizzaman, Nafkah Isteri Dalam Persperktif Fikih (Tela`ah Terhadap
Pendapat Jumhur Ulama dan Ibn Hazm), (Banda Aceh: Dinas Syariat
Islam Pemerintah Aceh, 2011).
M. Djunaidi Ghony, Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012.
M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, edisi Khusus, (Jakarta: Bonafid Cipta Pratama,
1991).
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007).
Mohammad Kamal Hasan, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: P3M,
1979).
Mustofa, Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009).
Nazar Bakry, Fiqh & Ushul Fiqh, (Jakarta: Pt Grafindo Persada, 2003).
Rusyadi dan Hafifi, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta: Rineka Cipta,1995)
S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Cet.10, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008).
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,
(Jakarta: Knecana, 2010)
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 7, Alih Bahasa: Mohammad Thalib,
(Bandung: PT, Al-Ma`arif 1987).
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz 2, (Kairo: Maktabah Dar al-uras,).
Suryana, Metodologi Penelitian Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif, (Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010).
Syaikh Kamil Muhammad `Uwaidah, Fiqih Wanita, Alih Bahasa: M. Abdul
Ghoffar (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998).
68

Thihami, Sobari Sabrani, Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah Lengkap),


(Jakarta: Rajawali Pers, 2010).
Tim Pustaka Imam Adz-Dzahabi (editor), Buku ke Dua Terjemahan Bulughul
Maram, (Bekasitimur: Pustaka Imam Adz-Dzahabi, 2009).
Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Eska Media,
2003).
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989),
jilid II, cet. II,
Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995).
Undang-Undang
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam 2005 (Negeri Pahang) Seksyen 60
tentang Nafkah.
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 80 ayat (4) tentang Kewajiban Suami.
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Undang-undang Keluarga
Islam 2005, (Selangor: International Law Book Services, 2014)
Lembaga Penyelidikan Undang-undang, Enakmen Tatacara Mal Syariah (Negeri
Pahang) 2002, (Selangor: International Law Book Services, 2014)
Seksyen, 244 dan 245, Enakmen Tatacara Mal Mahkamah Syariah (Negeri
Pahang) 2002
Skripsi
Abdul Azis Al-Jabbar, Nafkah Iddah Bagi Isteri Pada Perkara Gugat Cerai
Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Mahkamah Syar`iyah Aceh), Fakultas
Syari`yah Jurusan Al-Ahwalul Syakshsiyah Uin Ar-Raniry Banda Aceh,
2011, Skripsi ini tidak dipubliskan
Ana Sofiatul Fitri, Pandangan Hakim Terhadap Penentuan Nafkah Akibat
Perceraian (Studi di Pemgadilan Agama Kota Malang dan Pengadilan
Agama Kabupaten Malang), Program Magister Al-Ahwal Al-
Syaksyiyyah Pascsarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2014.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2018: http://repository.uin-malang.ac.id/
Siti Zulaekah, Analisis Pelaksanaan Pemberian Nafkah Mantan Isteri Akibat
Cerai Talak (Studi Kasus di Pengadilan Agama Semarang Tahun 2015),
Fakultas Syar`iyah dan Hukum Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah UIN
Walisongo Semarang, 2016. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2018:
http://repository.uin-walisongo.ac.id/
69

Jurnal
Riza Fauzan Anshari, Hutang Nafkah Dalam Perkawinan Setelah Terjadi
Perceraian. Badamal Law Journal, Vol. 3, Issues 1, Maret 2018.
Syamsul Bahri, Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam, Kanun Jurnal Ilmu Hukum,
No. 66, Th XVII, Agustus 2015.
Tarmizi M Jakfar dan Fakhrurrazi, Kewajiban Nafkah Ushul dan Furu` Menurut
Mazhab Syafi`i. Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Vol. 1, No. 2,
Juli-Disember 2017.
Internet
Kamus Dewan dan Pustaka Online, http://prpm.dbp.gov.my-
/Cari1?keyword=keputusan. diakses tanggal 17 Oktober 2018.
Kamus Hukum Online, https://kamushukum.web.id/arti-kata/keputusan/, diakses
tanggal 17 Oktober 2018.
Lembaga Fatwa Mesir. Diakses melalui situs: http://www.dar-alifta.-
org/ViewFatwa.aspx?ID=2721&LangID=5&MuftiType=2. Pada tangga
l 9 Ogos 2019.
Ismail N, Sumber Undang-Undang di Malaysia, https://www.academia.edu-
/6391431/sumber_undang_undang_malaysia. Diakses 18 Oktober 2018,
pukul 11.12
Majlis Perbandaran Kuantan, http://www.mpk.gov.my/en, diakses tanggal 25
Maret 2019, pukul 13.00.
www.pahang.jksm.gov.my, Diakses melalui situs http://pahang.jksm.gov.my/-
index.php/korporat/bidang-kuasa. Pada tanggal 19 Jun 2019
Wawancara

Fauziah Binti Mamat. Naib Ketua Jabatan Bantuan Guaman Pahang tanggal 2
Agustus 2018 di Kuantan, Pahang.
Puan Shabariah Binti Hussin, Penolong Pengarah Kanan Seksyen Bahagian
Sokongan Keluarga Jabatan Kehakiman Syari`ah Pahang. Tanggal 2
Agustus 2018 di Kuantan, Pahang.
Rohana Binti Md. Isa, Penolong Pegawai Syari`ah Mahkamah Rendah Syar`iah
Kuantan Pahang pada tanggal 20 Februari 2019 di Kuantan, Pahang.
Tuan Abdul Wahid Bin Md. Ali, Pegawai Syariah Mahkamah Rendah Syariah
Kuantan Pahang tanggal 20 Februari 2019 di Kuantan, Pahang.
70

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

1. Identitas Diri
Nama : Mohamad Firdaus Bin Tokimin
Tempat/Tanggal Lahir : Johor Bahru, 19 Februari 1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : No 29, Jalan 49E Taman Kluang
Barat, 86000 Kluang, Johor Darul
Takzim.

2. Data Orang Tua


Nama Ayah : Tokimin Bin Poniran
Nama Ibu : Siti Rahimah Binti Mislon
Pekerjaan Ayah : Pensiun
Pekerjaan Ibu :-
Alamat : No 29, Jalan 49E Taman Kluang
Barat, 86000 Kluang, Johor Darul
Takzim.

3. Riwayat Pendidikan
Sekolah Rendah Kebangsaan : Tahun 2000-2006
SMA Parit Raja, Batu Pahat : Tahun 2007-2011
KUIPSAS, Pahang : Tahun 2013-2015
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry : Tahun 2016- 2019

Demikianlah daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya, agar dapat
digunakan sebagai mana mestinya.

Banda Aceh,
Penulis

Mohamad Firdaus Bin Tokimin


NIM. 160101112
71
72
73
74
75
76
77

BORANG MS 28
ENAKMEN TATACARA MAL MAHKAMAH SYARIAH 2003
Subseksyen 113 (1)

DI DALAM MAHKAMAH RENDAH SYARIAH DI


KUANTAN DI DALAM NEGERI PAHANG DARUL MAKMUR
SAMAN NO 06001-018-0448-2017

ANTARA
JULIANA BINTI MOHAMED MOKHTAR
[NO. K/P: 790922-06-5660]

PLAINTIF
DAN
ISHAK BIN MISKUN
[NO. K/P: 600919-10-6871/RF 83074]

DEFENDAN

AFIDAVIT
Bahawa saya, JULIANA BINTI MOHAMED MOKHTAR [NO. K/P: 790922-
06-5660], adalah seorang warganegara Malaysia yang cukup umur yang
beragama Islam yang mempunyai alamat penyampaian di no. 17, Jalan KS 2/11,
Kota Sultan Ahmad Shah, 25200 Kuantan, Pahang dengan ini sesungguhnya
berikrar dan menyatakan seperti berikut; dengan ini sesungguhnyaberikrar dan
menyatakan sepertu berikut;

1. Saya adalah Plaintif di dalam ini menegaskan bahawa segala apa yang
dideposkan di dalam ini adalah di dalam pengetahuan, makluman dan
kepercayaan saya dan juga merujuk kepada dokumen-dokumen yang
mana saya mempunyai akses terhadapnya kecuali yang dinyatakan
sebaliknya.

2. Saya memohon kebenaran Mahkamah merujuk kepada permohonan


yang difailkan di dalam ini diketahui mempunyai alamat
78

penyampaian terakhir diketahui di alamat no. 52, Jalan Limau Bali,


Taman Slim Jaya, 35900 Slim River, Perak d/a Ibu Pejabat Daerah
Polis Tanjung Malim 35800 Slim River, Perak.

3. Saya menegaskan bahawa alamat Defendan yang dinyatakan di dalam


ini adalah merupakan rumah dan/atau tempat kerja Defendan boleh
diguna pakai bagi tujuan untuk menyerahkan saman dan penyata
tuntutan di dalam ii kepada Defendan.

4. Saya juga menegaskan bahwa permohonan ini sama sekali tidak


memperjudiskan pihak-pihak di dalam ini terutama Defendan di
dalam ini. Sebaliknya permohonan ini adalah untuk membolehkan
permohonan yang difailkan ini dapat diserahkan kepada Defendan di
dalam ini mengikut peruntukan yang sedia ada di dalam Enakmen
Tatacara Mal Mahkamah Syariah 2002.

5. Berdasarkan permis di atas, saya dengan rendah diri memohon


perintah seperti dipohon bagi permohonan ini.

Diikrarkan oleh JULIANA BINTI MOHAMED MOKHTAR

Pada haribulan , 2017]

Jam pagi/petang ]

Di Kuantan, Pahang ] di hadapan saya

_____________________________
PENDAFTAR
79

Statistik Kes Nafkah Isteri


Di Mahkamah Syariah Rendah Kuantan Pahang

Tahun Jenis Kes Kode Nama Daftar Selesai Dalam


Prosiding
2014 018 – Tuntutan Nafkah 10 10 0
Isteri
2015 018 – Tuntutan Nafkah 11 11 0
Isteri
2016 018 – Tuntutan Nafkah 13 12 1
Isteri
Jumlah 34 33 1
80

Lampiran Gambar

Gambar 1 Bersama Puan Shabariah Binti Hussin, Penolong Kanan Seksyen Bagian Sokongan Keluarga

Gambar 2 Jabatan Kehakiman Syariah Pahang


81

Gambar 3 Pemberian Cenderahati kepada Puan Shabariah Binti Hussin

Gambar 4 Pemberian Cenderahati kepada Puan Rohana Binti Md. Isa, selaku Penolong Pegawai Syariah
Mahkamah Rendah Syariah Kuantan Pahang
82

Gambar 5 Pemberian Cenderahati kepada Puan Fauziah Binti Mamat, selaku Naib Ketua Jabatan Bantuan
Guaman Pahanag

Anda mungkin juga menyukai