Anda di halaman 1dari 96

PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT HUKUM ISLAM:

STUDI KASUS TERHADAP PERTANGGUNGAN GANTI


RUGI PADA DOORSMEER BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

HAIFA NADIRA
Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Nim: 140102159

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM


NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM - BANDA ACEH 2018
M/1439 H
ABSTRAK

Nama/ NIM : Haifa Nadira/ 140102159


Fakultas/ Prodi : Syariah dan Hukum/ Hukum Ekonomi Syariah
Judul Skripsi : Perlindungan Konsumen Menurut Hukum Islam: Studi
Kasus terhadap Pertanggungan Ganti Rugi pada
Doorsmeer Banda Aceh
Tebal Skripsi : 82 Halaman
Pembimbing I : Muhammad Siddiq, MH., PhD
Pembimbing II : Dr. Irwansyah, MA., MH
Kata Kunci : Perlindungan, Konsumen, Perlindungan
Konsumen,
Hukum Islam, Pertanggungan.

Beberapa doorsmeer (penyedia jasa) yang ada di kota Banda Aceh baik yang
sudah mengantongi izin maupun tidak, belum sepenuhnya memberikan
perlindungan kepada konsumen (pengguna jasa). Konsumen sering mengalami
hal-hal yang merugikan terkait dengan kurangnya perlindungan yang diberikan
oleh pihak doorsmeer. Bentuk ganti rugi yang diberikan oleh pihak doorsmeer
berupa ganti rugi uang atau barang. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah
bagaimana aturan dan praktik pertanggungan ganti rugi yang terjadi pada
doorsmeer di banda Aceh dan bagaimana tinjauan hukum Islam teradap
pertanggungan ganti rugi. Adapun tujuan dari penelitian penulis yaitu untuk
mengetahui dan menjelaskan tentang aturan dan praktik pergantungan ganti rugi
yang terjadi pada doorsmeer di kota Banda Aceh dan pandangan hukum Islam
terhadap pertanggungan ganti rugi yang terjadi pada doorsmeer di kota Banda
Aceh. Untuk mencapai tujuan penelitian maka penulis menggunakan metode
deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan melalui,
observasi dan data dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, peraturan yang ada
di doorsmeer kota Banda Aceh berbeda, ada yang menggunakan peraturan tertulis
dan ada pula yang menggunakan secara lisan. Terhadap pertanggungan ganti
kerugian, pihak doorsmeer akan mengganti kerugian apabila pengaduan dilakukan
sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh pihak doorsmeer. Tentu saja hal
ini akan memberatkan konsumen dengan perjanjian sepihak yang dibuat oleh
pihak doorsmeer. Adapun tinjauan hukum Islam terhadap pertanggungan ganti
rugi belum sesuai karena pihak doorsmeer belum sepenuhnya menerapkan
tanggung jawab terhadap kerusakan atau kehilangan barang konsumen saat
kendaraan dititip kepada pihak doorsmeer untuk dicuci. Namun, ada juga
beberapa doorsmeer yang telah menerapkan sistem pertanggungan ganti rugi
seperti yang diharapkan oleh konsumen. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa sistem pertanggungan ganti rugi atas kerusakan dan
kehilangan barang yang terjadi pada doorsmeer di Kota Banda Aceh dapat
berjalan sesuai konsep hukum Islam.
iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan kesehatan kepada

penulis. Shalawat bertangkaikan salam penulis ucapkan kepada Nabi besar

Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang telah memberikan

contoh suri teladan dalam kehidupan manusia, dan yang telah membawa kita dari

alam jahiliyah ke alam Islamiyah, yaitu dari alam kebodohan kepada alam yang

penuh dengan ilmu pengetahuan

Syukur Alhamdulillah atas izin yang maha Kuasa dan atas berkat Rahmat

dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul:

“Perlindungan Konsumen Menurut Hukum Islam: Studi Kasus terhadap

Pertanggungan Ganti Rugi pada Doorsmeer Banda Aceh). Penulisan ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih atas segala bantuan, saran dan

kritikan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.


1. Ucapan terimakasih yang teristimewa penulis sampaikan kepada

ayahanda tercinta Yusnadi dan Ibunda Rahmawati (almh) yang telah

membesarkan dan memberi bimbingan hidup, kasih sayang, semangat,

motivasi dan doa yang tiada henti sehingga ananda dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pimpinan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Bapak Dr. Khairuddin, S.Ag., M.Ag, kepada

Bapak Dr. Bismi Khalidin, S.Ag, M.Si selaku Ketua Prodi Hukum

Ekonomi Syariah UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Bapak Edi

Darmawijaya, S.Ag., M.Ag selaku sekretaris prodi Hukum Ekonomi

Syariah, Bapak Faisal Fauzan, S.E., M.Si, Ak, Bapak Muhammad

Iqbal, SE., MM, beserta seluruh staf prodi Hukum Ekonomi Syariah.

3. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

Bapak Muhammad Siddiq, MH., Ph.D sebagai pembimbing I dan

Bapak Dr. Irwansyah, MA., MH sebagai pembimbing II yang selalu

membantu serta memberikan kemudahan dan kelancaran pada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini, yang selalu memberikan motivasi dan

saran yang membangun, yang selalu mengingatkan dan terus

mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya, Alhamdulillah terselesaikan pada waktu yang diharapkan.

4. Bapak Edi Yuhermansyah, LLM selaku Penasehat Akademik (PA),

Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum dan juga kepada

seluruh karyawan/karyawati di Fakultas Syariah dan Hukum UIN


ArRaniry yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman

hidupnya untuk memacu semangat dan pikiran penulis kedepan.

5. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada teman seperjuangan baik

leting 2013 sampai 2014 yang telah membantu, memotivasi dan

bersedia menemani penulis dalam penelitian dan lain-lain. Dan kepada

semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah

membantu dan memberikan dorongan dan semangat selama ini,

semoga mendapat balasan rahmat dan berkah dari Allah Swt.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal

mungkin sesuai dengan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Namun

penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

baik dalam isi maupun teknis penulisannya. Oleh karena itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan adanya pandangan pikiran, berupa kritik

dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan ini. Amin ya Rabb

‘alamiin.

Banda Aceh, 12 Januari 2018


Penulis

Haifa Nadira
140102159
TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN

Transliterasi yang dipakai dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada


Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987.

1. Konsonan
No. Arab Latin Ket. No Arab Latin Ket.
.
Tidak t dengan
1 ‫ا‬ dilambang 16 ‫ط‬ ṭ titik di
kan bawahnya
z dengan
2 ‫ب‬ b 17 ‫ظ‬ ẓ titik di
bawahnya
3 ‫ت‬ t 18 ‫ع‬ ‘

‫ث‬ s dengan titik ‫غ‬


4 ṡ 19 g
di atasnya
5 ‫ج‬ j 20 ‫ف‬ f

‫ح‬ h dengan titik ‫ق‬


6 ḥ 21 q
di bawahnya
7 ‫خ‬ kh 22 ‫ك‬ k
8 ‫د‬ d 23 ‫ل‬ l

‫ذ‬ z dengan titik ‫م‬


9 ż 24 m
di atasnya
10 ‫ر‬ r 25 ‫ن‬ n
11 ‫ز‬ z 26 ‫و‬ w
12 ‫س‬ s 27 ‫ه‬ h
13 ‫ش‬ sy 28 ‫ء‬ ’

‫ص‬ s dengan titik ‫ي‬


14 ṣ 29 y
di bawahnya
‫ض‬ d dengan titik
15 ḍ
di bawahnya
2. Vokal
Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin

‫ﹷ‬ Fatḥah a

‫ﹻ‬ Kasrah i

‫ﹹ‬ Dammah u
b. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara


harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan Huruf Nama Gabungan Huruf

‫ي‬ ‫ﹷ‬ Fatḥah dan ya ai

‫و‬ ‫ﹻ‬ Fatḥah dan wau au


Contoh:

‫كيف‬: kaifa ‫هول‬:haula

3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda
Fatḥah dan alif atau ya ᾱ
‫ي‬/‫ﹷ ا‬
Kasrah dan ya ī
‫ﹻي‬
‫ﹹو‬ Dammah dan wau ū
Contoh:
‫قال‬: qāla ‫رمى‬: ramā
‫قيل‬:qīla ‫ول‬,, , , , , , , ,‫يق‬:
yaqūlu
4. Ta Marbutah (‫)ة‬
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua.

a. Ta marbutah (‫ )ة‬hidup

Ta marbutah (‫ )ة‬yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan


dammah, transliterasinya adalah t.

b. Ta marbutah (‫ )ة‬mati

Ta marbutah (‫ )ة‬yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya


adalah h.

c. Kalau pada suatu kata yang akhir huruf ta marbutah ( ‫ )ة‬diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah
maka ta marbutah (‫ )ة‬itu ditransliterasikan dengan h.
Contoh:
: rauḍah al-aṭfāl/rauḍatul
‫روضة االطفال‬ aṭfāl
: al-Madīnah al-
‫المدينة المنورة‬
Munawwarah/ al-Madīnatul
Munawwarah

‫طلحة‬ : Ṭalḥah

Catatan Modifikasi

1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi,


seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai
kaidah penerjemahan, contoh: Hamad Ibn Sulaiman.
2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia, seperti Mesir,
bukan Misr; Beirut, bukan Bayrut; dan sebagainya.
3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus Bahasa Indonesia tidak
ditransliterasikan. Contoh: Tasauf, bukan Tasawuf.

DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL......................................................................................................... i
PENGESAHAN PEMBIMBING....................................................................................... ii
PENGESAHAN SIDANG.................................................................................................. iii
ABSTRAK........................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR......................................................................................................... v
TRANSLITERASI.............................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI........................................................................................................................ xii

BAB SATU : PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang Masalah................................................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................... 8
1.3. Tujuan Masalah.............................................................................................. 8
1.4. Penjelasan Istilah............................................................................................ 9
1.5. Kajian Pustaka................................................................................................ 12
1.6. Metode Penelitian .......................................................................................... 14
1.7. Sistematika Pembahasan................................................................................ 16

BAB DUA :TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN


MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN................................................................. 17

2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen dan Dasar Hukumnya .......................... 17


2.2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen .................................................... 26
2.3. Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha ...................................... 31
2.4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha...................................................................... 43

BAB TIGA : PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG


PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERTANGGUNGAN
GANTI RUGI PADA DOORSMEER KOTA BANDA ACEH ................ 48

3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.............................................................. 48


3.2. Aturan dan Praktik Pertanggungan Ganti Rugi yang Terjadi pada
Doorsmeer Kota Banda Aceh ........................................................................ 52
3.3. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pertanggungan Ganti Rugi pada
Doorsmeer Kota Banda Aceh ........................................................................ 63
BAB EMPAT : PENUTUP................................................................................................. 75

4.1. Kesimpulan .................................................................................................... 75


4.2. Saran............................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 78
LAMPIRAN HASIL OBSERVASI
RIWAYAT HIDUP PENULIS
BAB SATU PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara

pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba

(profit) dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah

memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadapa produk

tertentu. Namun, kesenjangan ekonomi merugikan berbagai pihak yang terlibat

dalam aktivitas ekonomi. Masyarakat yang tidak lain adalah konsumen yang

paling sering dirugikan.

Hubungan yang demikian sering kali terdapat ketidaksetaraan antara

keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya

dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan

ekonomi mempunyai posisi yang kuat. Dengan perkataan lain, konsumen adalah

pihak yang rentan dieksploitasi oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegitan

bisnisnya. Untuk melindungi atau memberdayakan konsumen diperlukan

seperangkan aturan hukum. Oleh karena itu diperlukan adanya campur tangan

negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen.1

Hukum ekonomi Islam telah mengatur tentang melindungi konsumen.

Melindungi konsumen dalam Islam merupakan suatu keharusan dan merupakan

syarat mutlak untuk tercapainya suatu keberhasilan. Perlindungan dalam Bahasa

1 Abdur Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan:Teori dan Contoh Kasus,
(Jakarta: Kencana, 2005), hlm 220.
Arab sama artinya dengan “Asama” sedangkan konsumen dalam Bahasa Arab

yaitu “mustahliku”Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an:

            

       

      

         

  

Artinya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti)
kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Maidah: 67)

Ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepentingan konsumen tidak

boleh diabaikan begitu saja, akan tetapi harus diperhatikan agar kepentingan

konsumen dapat terlindungi dengan baik. Kemashlahatan yang dikehendaki adalah

kemashlahatan untuk semua pihak baik penyedia jasa maupun konsumen.

Landasan Sunnah Rasulullah SAW menjadi pedoman dalam melindungi

konsumen yang menyatakan:

ِ ‫ِس نَ اِ ِن اْ خلُ ْْد ِ ِْر ْي ََِر‬ِ ‫ِن‬ِ ‫ْع ُد ب‬ ٍ ‫ع ْ ْن اَِ ْيب َس ِع‬
‫ُْو ُل‬ ُ ‫َع ْ ْن ُه اَ َّن ََُر‬
‫س‬ َ ُ‫َي اﷲ‬َ ‫ض‬ ْ ُ ْ ‫َس‬َ ‫ْي ٍد‬ ْ َ ْ َ َ
‫ِض ََراََر ( ر َواهُ اْ بِ ِن ََم اَ َج ُه‬ ِ ِ
‫َو ْال‬ ِ َ‫َض َرر َوال‬ َ َ‫ ال‬: ‫س َّل ََم َق اَ َل‬ َ ُ‫َص ِّل ى اﷲ‬
َ ‫َع يَْل ْ ِه َو‬ َ ‫اﷲ‬
) ‫ََد ا ُُرق ْط ىِن‬
Artinya: “Dari Abu Sa’id Sa’d bin Sinan al-Khudri ia berkata: sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh melalukan perbuatan yang
cara yang salah”.memudharatkan dan tidak boleh membalas kemudharatan
dengan(HR. ibnu Majjah dan al-Daruqutni).2

Hadits di atas bermaksud bakwa sesama pihak yang berserikat hendaknya

saling menjaga hak dan kewajiban masing-masing, sehingga tidak tejadinya

kecurangan-kecurangan yang dapat mengakibatkan kerugian sebelah pihak yang

melakukan perserikatan tersebut.3

Hukum positif yaitu KUH Perdata mempertegas pada Pasal 1365 yang

berbunyi “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada

orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena

kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”. Para pihak wajib

melaksanakan perikatan yang timbul dari akad yang mereka sepakati. Apabila

salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya, tentu

timbul kerugian pada pihak lain yang mengharapkan dapat mewujudkan

kepentingannya melalui pelaksanaan akad tersebut. Oleh karena itu, hukum

melindungi kepentingan kreditor dengan membebankan tanggung jawab untuk

memberi ganti rugi atas debitur bagi kepentingan pihak kreditor.4

Saat ini sudah ada Undang-undang yang mengatur secara umum mengenai

perlindungan konsumen. Hal ini tampak jelas dengan di sah kan Undang-Undang

2 Imam Mahyiddin an-Nawawi, ad-Dhurrah as-Salafiyyah Syarh al-Arba’in anNawawiyah,


(Solo: Pustaka Arafah, 2006), hlm. 245.
3 Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis…, hlm. 358.
4 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007), hlm. 329.
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut Undang-Undang

No 8 Tahun 1999, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

segala kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

Kehadiran Undang-undang ini sangat penting dikarenakan seorang konsumen

akan mempunyai landasan serta payung hukum untuk melindungi segala

kepentingan dalam dunia usaha.5

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Bab VI Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pasal 19 Ayat 1 “Pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan

atau di perdagangkan.6 Konsekuensi terhadap keberadaan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen adalah adanya sanksi bagi siapa saja yang melanggar.

Adapun sanksi yaitu mengganti kerugian, dengan demikian upaya untuk

menjadikan seorang konsumen sebagai bagian yang patut mendapat perlindungan

benar-benar terwujud.7

Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah

usaha jasa pencucian kendaraan atau yang lebih dikenal dengan doorsmeer. Objek

pencucian yang ada di doorsmeer biasanya adalah kendaraan bermotor seperti

mobil, sepeda motor, hambal, dan lain sebagainya. Hadirnya usaha jasa doorsmeer

ini membawa dampak positif bagi masyarakat yang memiliki kendaraan dan
5 Husni Syazali dan Heni Sri Imaniati, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung:
Mandar Maju, 2000), hlm. 36.
6 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tentang Perlindungan Konsumen Tahun
1999 Nomor 8 dan Tambahan Lembaran Negara 3821.
7 Husni Syazali dan Heni Sri Imaniati, Hukum Perlindungan Konsumen…, hlm. 37.
mempunyai pekerjaan di luar rumah yang membuat mereka tidak sempat untuk

mencuci kendaraannya. Sehingga dengan adanya layanan cuci kendaraan yang

disebut dengan doorsmeer ini membuat mereka lebih menghemat waktu dengan

menyewa jasa pelayanan pencucian kendaraan yang ada di doorsmeer untuk

mencuci kendaraan serta memberikan upah dengan tarif yang telah ditetapkan oleh

pihak penyedia jasa.

Pelayanan jasa doorsmeer sekarang ini bisa dijumpai di berbagai sudut

kota, salah satunya di Kota Banda Aceh. Di Banda Aceh sendiri sudah berdiri

sebanyak 11 (sebelas) jenis usaha doorsmeer yang sudah mengantongi izin usaha

dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) kota

Banda Aceh yang terdata dari bulan Januari sampai November tahun 2017. Selain

itu masih banyak usaha-usaha doorsmeer yang terletak agak jauh dari jalan

nasional yang belum mengantongi izin usaha Akan tetapi yang menjadi fokus

kajian penelitian sebagai sampel hanya 5 doorsmeer.8

Sejauh observasi peneliti pada beberapa doorsmeer yang ada di Banda

Aceh, ada beberapa doorsmeer yang tidak melaksanakan akad, tidak melakukan

kontrak jasa seperti menggunakan klausula baku, tidak menggunakan alat bukti

tertulis (nota) untuk orang-orang tertentu bahwa konsumen telah menitipkan

kendaraan untuk dicuci oleh pihak doorsmeer, pihak doorsmeer dan konsumen

hanya menggunakan asas kepercayaan di antara mereka. Selain itu ada juga

doorsmeer yang melakukan perjanjian kontrak secara lisan antara pihak

8 Sumber data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Banda
Aceh, pada tanggal 27 Novermber 2017.
doorsmeer dengan konsumen. Hal ini tentu akan membuat konsumen tidak

sepenuhnya mendapat perlindungan hukum.9

Praktik pencucian kendaraan pada beberapa doorsmeer di Banda Aceh,

pihak doorsmer juga sering melakukan kesalahan berupa cacat pada body

kendaraan, pencucian kurang maksimal, kehilangan barang yang ada di dalam

kendaraan, bahkan pernah terjadi kehilangan kendaraan. Kemungkinan besar hal

ini terjadi karena unsur ketidaksengajaan atau kurangnya ketelitian para pengguna

jasa. Hal ini tentu menimbulkan kekecewaan pihak konsumen terhadap pelayanan

jasa yang diberikan oleh pihak doorsmeer.

Konsumen merupakan pihak yang lemah yang patut mendapatkan

perlindungan. Sedangkan pihak penyedia jasa patut bertanggung jawab atas

pelayanan dan perbuatan yang dapat merugikan konsumen disebabkan karena

kelalaiannya.Akan tetapi pihak penyedia jasa tidak bertanggung jawab secara

maksimal atas kelalaian yang menimbulkan kerugian pihak konsumen. Pihak

doorsmeer akan bertanggung jawab dan mengganti kerugian dengan syarat

pengaduan kehilangan dan kerusakan dalam jangka waktu yang berbeda-beda

seperti pengaduan dalam waktu sehari setelah kendaraan dicuci atau pengaduan

masih dalam perkarangan doorsmeer.10

Sejauh ini doorsmeer juga tidak memiliki aturan yang jelas mengenai

kesepakatan antara penyedia jasa (pihak doorsmeer) dengan konsumen. Beberapa

9 Hasil Observasi penulis terhadap Lingke Doorsmeer Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh,
pada tanggal 5 Desember 2017.
10 Hasil Observasi Penulis terhadap Amriz Doorsmeer Kecamatan Jaya Baru Banda Aceh,
pada tanggal 9 Oktober 2017 .
doorsmeer di Banda Aceh tidak memiliki standar pelayanan terhadap konsumen,

hal ini tentu mengakibatkan hak-hak konsumen akan terabaikan.

Dikarenakan hal tersebut, konsumen doorsmeer harus mendapatkan

perlindungan akan hak-haknya atas jasa yang diberikan oleh pihak doorsmeer

yang selama ini sering terjadi permasalahan yang merugikan pelanggan seperti

terkait kehilangan di doorsmeer yaitu kehilangan dan kerusakan yang sering

terjadi di doorsmeer.11

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk

mengkaji dan meneliti lebih lanjut masalah tersebut dalam sebuah karya ilmiah

yang berjudul, “Perlindungan Konsumen Menurut Hukum Islam: Studi Kasus

Terhadap Pertanggungan Ganti Rugi Pada Doorsmeer Banda Aceh)”.

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka agar penelitian ini

dapat mengarah pada persoalan yang dituju penulis membuat rumusan masalah,

yaitu:

1. Bagaimana aturan dan praktik pertanggungan ganti rugi yang berlaku pada

doorsmeer di Banda Aceh?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pertanggungan ganti rugi pada

doorsmeer di Banda Aceh?

11 Lagi, Mobil CRV di Curi di Doorsmeer, Harian Serambi Indonesia, Tanggal 26 Maret
2016, hlm 1.
1. 3 Tujuan Penulis
Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui aturan dan praktik pertanggungan ganti rugi yang

berlaku pada doorsmeer dikota Banda Aceh.

2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap pertanggungan ganti

rugi pada doorsmeer di Banda Aceh?

1. 4 Penjelasan Istilah

Untuk mengindari kesalah pahaman dan pengertian dari skripsi ini, maka

terlebih dahulu peneliti menjelaskan penjelasan istilah yang terdapat di dalam

tulisan ini. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan konsumen

2. Hukum Islam

3. Pertanggungan

1. Perlindungan Konsumen

Perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “tempat

berlindung” hal (perbuatan). Perlindungan juga berarti proses, cara,


perbuatan yang melindungi.12 Sedangkan menurut Undang-undang, Perlindungan

konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen.13 Dengan adanya perlindungan maka

diharapkan kehidupan masyarakat akan lebih baik, aman, dan terhindar dari

tindakan yang merugikan mereka.14 Perlindungan yang dimaksud disini yaitu

perlindungan yang diberikan pihak doorsmeer kepada konsumen atas barang yang

telah dititipkan konsumen kepada pihak doorsmeer.

2. Hukum Islam

Istilah Hukum Islam dalam pemakaian keseharian lebih identik dengan

fiqh yang merupakan istilah khas sebagai terjemahan dari al-fiqh al-Islam atau

dalam konteks tertentu dari al-syariah al-Islam, yaitu hukum-hukum Allah yang

berdasarkan dari al-Quran dan as-Sunnah yang diperintahkan kepada

hambahamba-Nya.15

T.M Hasby Ash Shiddieqy dalam bukunya Pengantar Hukum Islam

mendefinisikan hukum Islam adalah titah Allah yang mengenai dengan segala

pekerjaan mukallaf (orang yang sudah baliq dan berakal baik itu mengandung

tuntunan, larangan) ataupun semata-mata menerangkan kebolehan atau

12 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990), hlm. 114.
13 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal I, hlm 2.
14 Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis: Membangun Wacana Integrasi Perundangan
Nasional Dengan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 354.
15 Ahmad Rafiq,Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm
3.
menjadikan sesuatu atau syarat penghalang bagi sesuatu hukum. 16 Hukum Islam

yang di maksud di dalam tulisan ini yaitu bentuk perlindungan dan tanggung

jawab yang di berikan oleh pihak doorsmeer kepada konsumen harus sesuai

dengan konsep hukum Islam yang telah di tetapkan oleh Al-Quran dan Hadits.

3. Pertanggungan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan

pertanggungan yaitu tanggungan atau tanggung jawab.17 Pertanggungan yang

dimaksud di dalam tulisan ini adalah tanggung jawab yang di bebankan kepada

pihak manajemen doorsmeer atas kerusakan dan kehilangan yang terjadi pada

doorsmeer di Banda Aceh.

1. 5 Kajian Pustaka

Pusat kajian dalam penelitian ini adalah mengenai Perlindungan konsumen

menurut hukum Islam: Studi kasus terhadap pertanggungan ganti rugi pada

doorsmeer di Banda Aceh. Dari penelusuran referensi yang ada, ada beberapa

kajian terdahulu yang telah diteliti mengenai konsep perlindungan konsumen.

16 T.M Hasby Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Jilid II, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), hlm. 119.
17 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), hlm. 1138 dan 959.
Erlina Mariana, yang berjudul Perlindungan hukum terhadap nasabah

pengguna Anjungan Tunai Mandiri (ATM) suatu penelitian pada Bank Aceh

Syariah unit Darussalam Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mencari

jawaban dari persoalan pokok, yaitu bagaimana praktik perlindungan hukum

terhadap nasabah pengguna Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang dilakukan oleh

pihak bank. Terdapat beberapa kendala yang didapati nasabah disaat bertransaksi,

seperti Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tidak bekerja secara sempurna, ATM

tertelan, transaksi gagal, yang kadang kala membawa kerugian bagi nasabah.

Kerugian tersebut dalam bentuk harta, waktu, dan lain sebagainya. Penelitian ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap

nasabah pengguna Anjungan Tunai Mandiri yang dilakukan oleh pihak bank serta

untuk mengetahui penyelesaian yang di lakukan oleh pihak bank terhadap kasus

klaim nasabah pengguna Anjungan Tunai Mandiri di tinjau menurut konsep

perlindungan konsumen.18

Yulia Ariani dengan judul “Perlindungan Konsumen Terhadap Produk

Makanan Dan Minuman Impor (Studi Komparatif Hukum Islam Dan UU No.8 Tahun

1999)”, dalam penelitian ini saudari Yulia Ariani lebih bertujuan untuk

mengetahui pengaturan terhadap produk makanan dan minuman impor dalam UU

No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan mengetahui tinjauan

18 Erlina Mariana, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna Anjungan Tunai


Mandiri (ATM) Suatu Penelitian Pada Bank Aceh Syariah Unit Darussalam Banda Aceh. Fakultas
Syariah, IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 2008, hlm. iv, (abstrak).
hukum Islam mengenai perlindungan konsumen terhadap produk makanan dan

minuman impor.19

Buku Etika & Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam, hukum

tentang perlindungan konsumen dalam syariat Islam, baik dari produk teks-teks al-

Quran dan al-Hadist maupun dari produk fikih Islam, peneliti melihat bahwa

khazanah Islam sangat kaya dalam hal ini, sehingga dapat dijadikan sebagai

pedoman perlindungan konsumen kontemporer karena keunggulan dan cirri khas

hukum ekonomi Islam dalam perlindungan hak konsumen, karena nampaknya

sebagian besar nash-nash syara’ tentang mu’amalah lebih tertuju pada usaha

menghindarkan segala kezaliman terhadap kedua belah pihak, konsumen dan

pelaku usaha.20

1. 6 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data dengan tujuan dan kegunaan tertentu21. Setiap penelitian karya ilmiah selalu

19 Yulia Ariani,Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Makanan dan Minuman Impor


(Studi Komparatif Hukum Islam dan UU. No. 8 Tahun 1999). Fakultas Syariah, IAIN Ar-
Raniry, Banda Aceh, 2008, hlm. viii (abstrak).
20 Muhammad, dan Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2004), hlm 5.
21 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2012),
hlm. 3.
memerlukan data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode tertentu

sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman secara relevan

untuk bisa memahami dan menyelidiki suatu fenonema sosial dan tindakan

manusia.22

Setiap penulisan karya ilmiah, metode dan pendekatan penelitian karya

ilmiah sangat penting, karena dengan adanya metode dan pendekatan peneliti

mampu mendapatkan data yang lengkap dan lebih akurat. Pendekatan ini

menggunakan pendekatan hukum normatif, yaitu penelitian yang mengkaji

mengenai peraturan-peraturan tertulis yang berhubungan dengan objek penelitian

yang dilakukan. Pada penelitian ini, peneliti menganalisis ganti rugi yang terjadi

pada doorsmeer di kota Banda Aceh menurut konsep perlindungan konsumen.

Sejauh observasi yang dilakukan oleh peneliti, jumlah seluruh doorsmeer

yang mengantongi izin dari Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Banda Aceh berjumlah 11 (sebeblas) jenis

usaha doorsmeer yang terdata dari bulan Januari sampai November tahun 2017.

Akan tetapi masih banyak jasa doorsmeer di Kota Banda Aceh yang tidak

mendaftarkan usahanya ke Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Banda Aceh. Namun dalam hal ini peneliti

membatasi dan memfokuskan hanya kepada 5 doorsmeer saja.

22 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah


Ragam Varian Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 30.
Instrument yang peneliti gunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini

adalah observasi. Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data

melalui proses pencacatan secara cermat dan sistematis terhadap objek yang

diamati secara langsung. Sebagaimana pada penelitian umumnya, terdapat

datadata yang menjadi bahan analisa dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian

ini terdiri dari dua data utama, yaitu:

1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti yang diperoleh

dari sumber aslinya.23

a. Pedoman Observasi

b. Al-Quran dan Hadits

c. Fatwa Ulama

d. Qawaidh Fiqqiyah

e. Kitab Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

f. Surat Kabar

2. Dasar Sekunder

Data sekunder adalah data yang sudah tersedia dan dikumpulkan oleh

pihak lain yang di peroleh melalui media perantara dan secara tidak

langsung.24Data sekunder dalam penelitian ini seperti buku, jurnal, hasil

penelitian, laporan kerja yang memiliki hubungan dengan objek penelitian.

23 Anwar Sanusi, Metodelogi Penelitian Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm.
103.
24 Ibid.
1.7 Sistemtika Pembahasan

Untuk memudahkan para pembaca dalam mengikuti pembahasan skripsi ini,

maka dipergunakan sistematika pembahasannya dalam empat bab, sebagaimana

tersebut di bawah.

Bab satu, pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian

dan sistematika pembahasan.

Bab dua, merupakan pembahasan teoritis yang mencakup tinjauan umum

tentang perlindungan konsumen dalam hukum Islam yang berisi pengertian

perlindungan konsumen besertalandasan hukum, asas dan tujuan perlindungan

konsumen, hak dan kewajiban konsumen dalam perspektif Hukum Islam dan UU

No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dan yang terakhir yaitu

tanggung jawab pelaku usaha.

Bab Tiga, membahas hasil penelitian yang mencakup tentang perspektif

hukum Islam terhadap pertanggungan ganti rugi pada doorsmeer Banda Aceh,

yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian, peraturan yang ada di dalam

doorsmeer dan praktik pertanggungan ganti rugi yang terjadi pada doorsmeer di

Banda Aceh. Serta pandangan hukum Islam terhadap pertanggungan ganti rugi

pada doorsmeer di Banda Aceh,

Bab empat merupakan bab penutup dari keseluruhan pembahasan yang

memuat kesimpulan dan saran-saran dari permasalahan-permasalahan yang

penulis bahas.
BAB II

TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MEURUT HUKUM

ISLAM

2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

2.1.1 Pengertian Pelindungan Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris), atau consument/

konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung

dalam posisi mana ia berada.25 Secara harfiah konsumen adalah seorang yang

membeli barang atau menggunakan jasa, atau seseorang atau perusahaan yang

membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu.26 Di Amerika Serikat,

pengertian konsumen meliputi “korban produk yang cacat” yang bukan hanya

meliputi pembeli tetapi pemakai. SedAngkan di Eropa, pengertian konsumen

bersumber dari Product Liability Directive (pedoman kewajiban produk) sebagai

pedoman bagi Negara MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dalam menyusun

ketentuan Hukum Perlindungan Kosumen.27

Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan

konsumen adalah pemakai bahan produksi yang berupa bahan pakaian, makanan

25 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), hlm. 22.
26 AZ Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pusat Sinar Harapan, 1995), hlm.69.
27 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008),
hlm. 7.
dan sebagainya.28 Dalam bukunya, Pengantar Hukum Bisnis, Munir Fuady

mengemukakan bahwa konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu

produk, yakni setiap pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain, dan tidak untuk di perdagAngkan.29

Adapun yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk

diperdagAngkan (Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1999). 30 Sementara itu menurut UU No.

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk member perlindungan kepada konsumen.

SedAngkan yang di maksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang

perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan

badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum Republik Indonesia, menyelenggarakan kegiatan usaha dalam

berbagai bidang ekonomi (Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1999).31

Kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara

pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba

28 DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, (Jakarta: Balai Pustakan, 2001),
hlm.590.
29 Abdur Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus,
(Jakarta: Kencana, 2005), hlm 220.
30 Abdur Rasyid Saliman, Hukum Bisnis…, hlm. 220.
(profit) dari transaksi dengan konsumen, sedAngkan kepentingan konsumen

adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadapa produk

tertentu. Namun, kesenjangan ekonomi merugikan berbagai pihak yang terlibat

dalam aktivitas ekonomi. Masyarakat yang tidak lain adalah konsumen yang

paling sering dirugikan.

Hubungan yang demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan antara

keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya

dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan

ekonomi memounyai posisi yang kuat. Dengan perkataan lain, kosnumen adalah

pihak yang rentan dieksploitasi oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegitan

bisnisnya. Untuk melindungi atau memberdayakan konsumen diperlukan

seperAngkan aturan hukum. Oleh karena itu diperlukan adanya campur tangan

Negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen.32

2.2.2 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

1. Al-Quran

Pelaksanaan perekonomian dalam Islam sepenuhnya berdasarkan ajaran

yang terkandung dalam Al-Quran, sunnah Rasul Saw, dan ajaran yang

dilaksanakan para sahabat. Dengan adanya perlindungan hukum maka diharapkan

kehidupan masyarakat akan lebih baik, aman, dan terhindar dari tindakan yang

merugikan. Terlepas dari hal yang tersebut di atas, yang tidak kalah pentingnya

31 Ibid.
32 Ibid.
adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan

kepada konsumen. Tentu saja hal ini tidak lepas dari adanya kesadaran produsen

(pelaku usaha) sehingga kedua belah pihak tidak saling dirugikan.33

Allah SWT berfirman dalam Qs. Surah al-maidah Ayat 67:

           

      

        

              

 

Artinya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti)
kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Maidah: 67)

Ayat ini mengingatkan Rasul agar menyampaikan ajaran agama kepada

Ahl- al-Kitab tanpa menghiraukan ancaman mereka, yang mana Allah berjanji

memelihara Rasul dari gangguan dan tipu daya orang-orang Yahudi dan Nasrani. 34

Dengan kata lain Ayat ini berbicara tentang perlindungan yang diberikan Allah

kepada mereka yang menyampaikan ajaran agama Allah, untuk merealisasikan

kemashlahatan manusia dengan menjamin kebutuhan.35

33 Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis: Membangun Wacana Integrasi Perundangan


Nasional dengan Syariah, (Yogyakarta: PT LKis Printing Cemerlang, 2009), hlm. 354.
34 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 3, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm. 153.
35
Ibid.
2. Hadist

Islam juga memiliki prinsip dalam hal melindungi kepentingan manusia,

sebagaimana sabda Rasulullah yang menyatakan:

ِ ‫ِس نَ اِ ِن اْ خلُ ْْد ِ ِْر ْي ََِر‬ِ ‫ِن‬ِ ‫ْع ُد ب‬ ٍ ‫ع ْ ْن اَِ ْيب َس ِع‬
‫ُْو ُل‬ ُ ‫َع ْ ْن ُه اَ َّن ََُر‬
‫س‬ َ ُ‫َي اﷲ‬َ ‫ض‬ ْ ُ ْ ‫َس‬َ ‫ْي ٍد‬ ْ َ ْ َ َ
‫ِض ََراََر ( ر َواهُ اْ بِ ِن ََم اَ َج ُه‬ ِ ِ
‫َو ْال‬ ِ َ‫َض ََرر َوال‬ َ َ‫ ال‬: ‫س َّل ََم َق اَ َل‬ َ ُ‫َص ِّل ى اﷲ‬
َ ‫َع يَْل ْ ِه َو‬ َ ‫اﷲ‬
) ‫ُرق ْط ىِن‬
ُ ‫ََد ا‬
Artinya: “Dari Abu Sa’id Sa’d bin Sinan al-Khudri ia berkata: sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh melalukan perbuatan yang

cara yang salah”.memudharatkan dan tidak boleh membalas kemudharatan


dengan(HR. ibnu Majjah dan al-Daruqutni).35

Maksud hadits di atas adalah sesama pihak yang berserikat hendaknya

saling menjaga hak dan kewajiban masing-masing, sehingga tidak tejadinya

kecurangan-kecurangan yang dapat mengakibatkan kerugian sebelah pihak yang

melakukan perserikatan tersebut.37

Hal yang paling penting adalah bagaimana sikap pelaku usaha agar

memberikan hak-hak konsumen yang seharusnya pantas diperoleh, serta

konsumen menyadari apa yang menjadi kewajibannya. Dengan saling

menghormati apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing, maka akan

terjadilah keseimbangan (tawazun) sebagaimana yang di ajarkan dalam ekonomi

Islam.36

35 Imam Mahyiddin an-Nawawi, ad-Dhurrah as-Salafiyyah Syarh al-Arba’in an-

Nawawiyah,37Muhammad Djakfar,(Solo: Pustaka Arafah, 2006), hlm. Hukum Bisnis…, hlm. 358.245.

36 Ibid.
3. Qawa’id Fiqhiyyah

Saat ini banyak sekali usaha-usaha manusia yang berhubungan dengan

barang dan jasa.Selain itu tentu sekarang dengan perkembangan ilmu dan

teknologi, serta tuntutan masyarakat yang makin meningkat, melahirkan

modelmodel transaksi baru yang membutuhkan penyelesaian dari sisi hukum

Islam. Penyelesaian yang di satu sisi tetap Islami dan di sisi lain mampu

menyelesaikan masalah kehidupan yang nyata. Salah satu caranya adalah dengan

menggunakan kaidah-kaidah.37 Sebagaimana kaidah yang menyatakan: ‫ُل‬


ُ ‫ْص‬
ْ َ ‫اَ اْل‬

ِ ‫ُق وِد َِِرض االـم تَـ َع ِاق َد ي‬


‫ِن‬ ‫ىِف‬
ْ َ َ ُُ َ ِْ ُ ‫الع‬
ُ

Artinya: "Dasar dari akad adalah keridhaan kedua belah pihak".

Tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau

juga merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi

kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya, maka akad

tersebut bisa batal. Contohnya seperti pembeli yang merasa tertipu karena

dirugikan oleh penjual karena barangnya terdapat cacat.38 Selain itu, qawa'id lain

37 H.A Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang


Praktis, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 129.

38 H.A Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang


Praktis,hlm. 131.
yang menjelaskan tentang tanggung jawab yaitu: ِ‫الض ََم اُ ُن ال يَ ْج مَِت‬
َّ ‫ْج ُر ْو‬
ْ َ‫اال‬

‫َع اِ ِن‬
َ

Artinya: “pemberian upah dan tanggung jawab untuk mengganti kerugian tidak
berjalan bersmaan”.

Dhaman atau ganti rugi dalam kaidah tersebut adalah mengganti dengan

barang yang sama. Apabila barang tersebut ada dipasaran atau membayar seharga

barang tersebut apabila barangnya tidak ada dipasaran. Contoh, seorang menyewa

kendaraan penumpang untuk membawa keluarganya, tetapi si penyewa

menggunakan untuk membawa barang-barang yang berat yang mengakibatkan

kendaraan tersebut rusak berat. Maka, si penyewa harus mengganti kerusakan

tersebut dan tidak perlu membayar sewanya.39

kaidah lain yang menjelaskan tentang adalah sebagai berikut:

ِ
َ ‫َح ا فِه ي ِِم ْ ْن هي‬
‫َع ْ ْن ُه‬ َ َّ‫َص ال‬
َ ‫َع‬ َ ‫َس اََد اَأ َْوَد‬
َ ‫ف‬ َ ‫َرف‬
َ ‫َج‬
َ ‫ف‬ ْ َْ‫ُ ُك ُّل ت‬
ُ ‫ص ُِِر‬
Artinya: “Setiap transaksi yang mendatAngkan kerusakan atau menolak kebaikan
adalah dilarang.”4041

Pemberlakuan hukum khiyar dalam jual baik dilakukan penjual atau

pembeli adalah untuk menghindari adanya penipuan. Dengan adanya peraturan ini

39 Ibid.,hlm. 132.
40 Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa’id Fiqhiyah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

41 ), hlm. 43Ahmad Sudirman Abbas168. , Qawa’id Fiqhiyah dalam Perspektif Fikih, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2004), hlm. 131.
pihak yang tertipu diperkenankan membatalkan kembali transaksi dan meminta

uangnya kembali.43

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen/ UUPK) Pasal 1 Angka 1 yang

berbunyi:“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen ”Rumusan

perlindungan konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan

“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, tentu sangat diharapkan

dan dapat dijadikan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenangwenang

yang merugikan konsumen hanya untuk kepentingan pelaku usaha.42

Artinya, Pemerintah memberikan kepastian hukum kepada konsumen

dalam hal perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingannya. Hal ini tentu saja

dipicu oleh kedudukan yang tidak seimbang antara para pelaku usaha dengan

konsumen, dimana kedudukan pelaku usaha lebih tinggi dan kedudukan konsumen

lebih rendah yang sering menyebabkan eksploitasi terhadap konsumen oleh pelaku

usaha yang tidak bertanggung jawab. Meskipun UU Perlindungan Konsumen ini

bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen bukan berarti mengabaikan

kepentingan pelaku usaha yang mempunyai peranan penting dalam dunia

perdagangan dan pemenuhan akan kebutuhan masyarakat.43


42 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen.., hlm.1
43 Ice Trisnawati, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli
dengan Menggunakan Klausula Baku. diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstreamhandle,
tanggal 1 desember 2017 pukul 11.01.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

telah dirumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan pelaku usaha

sebagaimana yang termuat dalam Pasal 4,5,6, dan 7 yang meliputi hak-hak dan

kewajiban-kewajiban konsumen dalam membeli serta mengkonsumsi suatu

produk. Pasal-Pasal tersebut juga mengatur tentang hak dan kewajiban produsen

sebagai pelaku usaha, salah satu intinya adalah jujur dan beritikad baik dalam

menjalankan usahanya serta memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ jasa serta memberikan penjelasan dan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum. Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas

dan kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan

masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan

penggunaannya, dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini terkait dengan Pasal 64

Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi: “segala ketentuan

perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada

saat undang-undang ini diundAngkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak

di atur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam

undang-undang ini”.44

Dengan diterapkan perlindungan konsumen di Indonesia, maka kedudukan

konsumen yang tadinya cenderung menjadi sasaran pelaku usaha untuk mencari

keuntungan sebesar-besarnya, misalnya dengan cara memperdaya konsumen

44 Ahmad Miru, Hukum Perlindungan Konsumen…, hlm. 293.


melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian dengan klausula

baku yang akhirnya merugikan pihak konsumen, kini menjadi subyek yang sejajar

dengan pelaku usaha.45

2.2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

2.2.1. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen dalam Hukum Islam

Melindungi kepentingan para pihak di dalam lalu lintas perdagangan/

berbisnis, hukum Islam telah menentapkan beberapa asas yang dijadikan sebagai

pedoman dalam melakukan transaksi dalam melakukan kegiatan bisnis, yaitu

attauhid, istiklaf, al-ihsan, al-amanah, ash-shiddiq, al-adl, al-khiyar, at-ta’wun,

keamanan, keselamatan, dan at-taradhin.46

Asas tauhid (mengesakan Allah SWT) dari seluruh kegiatasn bisnis di

dalam hukum Islam ditempatkan pada asas tertinggi. Kemudian dari asas ini lahir

asas istiklaf, yang menyatakan bahwa apa yang dimiliki oleh manusia hakikatnya

adalah titipan dari Allah SWT, manusia hanyalah sebagai pemegang amanah yang

diberikan kepadanya.47 Dari asas tauhid juga lahir asas al-ihsan, yaitu

melaksanakan perbuatan baik yang dapat memberikan kemanfaatan kepada orang

lain tanpa adanya kewajiban tertentu yang mengharuskannya untuk melaksanakan

45 Endang Sari Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya dengan


Perlindungan Konsumen, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 90.
46 Nurhalis, Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Hukum Islam dan
UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999, di akses melalui:
http://smedia.neliti.commediapublications43513ID, diakases pada taggal 27 des 2017 pukul 13.44.
47 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insan Press, 1997),
hlm. 180.
perbuatan tersebut.48 Dari ketiga asas tersebut melahirkan asas al-amanah,

ashshiddiq, al-adl, al-khiyar, at-ta’wun, keamanan, keselamatan, dan at-taradhin.

Menurut asas al-amanah setiap pelaku usaha adalah pengemban amanah untuk

masa depan dunia dengan segala isinya (khalifah fi al-ardhi), oleh karena itu

apapun yang dilakukannya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.

Ash-shiddiq merupakan perilaku jujur, yang paling utama di dalam berbisnis

adalah kejujuran.

Al-adl adalah keadilan, keseimbangan, dan kesetaraan yang

menggambarkan dimensi horizontal dan berhubungan dengan harmonisasi segala

sesuatu di alam semesta ini. Al-khiyar adalah hak untuk memilih dalam transaksi

bisnis, hukum Islam menerapkan asas ini untuk menjaga agar tidak perselisihan

antara pelaku usaha dengan konsumen. Ta’awun adalah tolong menolong, karena

tidak ada satupun manusia yang tidak membutuhkan bantuan dari orang lain.

Untuk itu, dalam hubungannya dengan transaksi antara konsumen dan pelaku

usaha asas ini harus diterapkan dan dijiwai oleh kedua belah pihak.

Asas keamanan dan keselamatan, dalam hukum Islam ada lima hal yang

wajib dijaga dan dipelihara (al-dharuriyyat al-khamsah), yaitu: memelihara agama

(hifdh al-din), memelihara jiwa (hifdh an-nafs), memelihara akal (hifdh alaql),

memelihara keturunan (hifdh nasl), dan memelihara harta (hifdh al-maal).49

48 Faisal Badroen, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 102.
49 Nurhalis, Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Hukum Islam dan
UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999, di akses melalui:
http://smedia.neliti.commediapublications43513ID, diakases pada taggal 27 des 2017 pukul 13.44
Tinjauan hukum Islam pada perlindungan atas konsumen merupakan hal

yang sangat penting. Islam melihat sebuah perlindungan konsumen bukan sebagai

hubungan keperdataan saja melainkan menyangkut kepentingan publik secara

luas, bahkan menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Dalam

konsep hukum Islam perlindungan atas tubuh berkait dengan hubungan vertical

(manusia dengan Allah) dan horizontal (sesama manusia). Islam sangat

memperhatikan kehati-hatian terhadap konsumsi suatu barang dan jasa, karena

memperhatikan kepada aspek keselamatan konsumen dalam mengonsumsi barang

dan jasa.

Perlindungan konsumen harus sesuai dengan konsep kemashlahatan, yaitu

asas al-dharuriy yaitu faktor dasar yang harus ada pada manusia agar

terbentuknya kemashlahatan yang hakiki bagi manusia. Asas ini berhubungan erat

dengan pelaksanaan kaidah Islam, yaitu:50

1. Ad-Dhien, yaitu memelihara kemashlatahan agama


2. An-Nafs, yaitu asas pemeliharaan dan penjagaan jiwa
3. An-Nasb, yaitu menjaga dan memelihara kehormatan dan keturunan
4. Al-Aql, yaitu menjaga dan memelihara kejernihan akal pikiran
5. Al-Mal, yaitu menjaga dan memelihara harta benda

Dari kelima kaidah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kepentingan

konsumen tidak boleh diaabaikan begitu saja, akan tetapi harus diperhatikan agar

kepentingan konsumen dapat terlindungi dengan baik. Kemashlahatan yang

dikehendaki adalah kemashlahatan untuk semua pihak baik penyedia jasa maupun

konsumen.

50 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm
73.
2.2.2 . Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen dalam Hukum Positif

Dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor

8 Tahun 1999 ditentukan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat,

keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian

hukum. Perlindungan kosumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:

1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya


dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan.
2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
duwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3) Asas keseimbangan dimaksud untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti
materiil ataupun spiritual.
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang di konsumsi atau digunakan.
5) Asas kepastian hukum dimaksud agar baik pelaku usaha maupun
konsumen manaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin
kepastian hukum.51

Kelima asas tersebut bila diperhatikan substansinya, dapat menjadi 3 (tiga)

asas yaitu:

1) Asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan


keselamatan konsumen.
2) Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan. 3)
Asas kepastian hukum

51 Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang


Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 216-217. 54Ibid.
Pada Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan

beberapa tujuan dari perlindungan konsumen yaitu:

1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen


untuk melindungi diri;
2) MengAngkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak-haknya sebagai kosumen;
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.54
Keenam tujuan perlindungan konsumen yang disebutkan diatas bila

dikelompokkan kedalam tiga tujuan secara umum, maka tujuan hukum untuk

mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara

tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan huruf a dan

b, termasuk huruf c, dan d, serta huruf f. terakhir tujuan khusus yang di arahkan

untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf d. pengelompokkan

ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan

pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang dapat dikualifikasi

sebagai ganda.52

Dari pembahasan diatas tentang asas dam tujuan perlindungan konsumen

dapat disimpulkan bahwa asas perlindungan didalam Islam cakupannya lebih luas.

Karena di dalam hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan horizontal yaitu

52 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen..., hlm. 34.
hubungan pelaku usaha dengan konsumen (hablum minannas), akan tetapi hukum

Islam juga mengatur hubungan vertical yaitu hubungan konsumen dan pelaku

usaha dengan Allah SWT pemilik alam semesta (hablum munallah). SedAngkan

di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya mengatur hubungan

antara konsumen dan pelaku usaha sebagaimana yang telah rumuskan di dalam

ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

2.3 Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha

2.3.1 Hak dan Kewajiban Konsumen dalam Perspektif Undang-Undang No. 8


Tahun 1999 (UUPK)
Pada umumnya jika berbicara soal hak dan kewajiban maka kita harus

kembali kepada undang-undang. Undang-undang dalam hukum perdata selain

dibentuk oleh pembuat undang-undang (lembaga legislatif), juga dapat dilahirkan

dari perjanjian antara pihak-pihak yang berhubungan hukum satu sama lainnya,

baik perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak maupun

undangundang. Keduanya ini membentuk perikatan di antara para pihak yang

membuatnya. Perikatan tersebutlah yang menentukan hak-hak dan

kewajibankewajiban yang harus dilaksanakan atau yang tidak boleh dilaksanakan

oleh salah satu pihak dalam perikatan.53

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah diatur secara

terperinci mengenai hak dan kewajiban konsumen sebagaimana diuraikan berikut

ini. Adapun hak konsumen tersebut adalah:

53 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 25.
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/atau penggantian jika
barang dan/atau yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak
sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diataur dalam ketentuan perundang-undangan lain.

Kondisi dan fenomena saat ini mengakibatkan kedudukan pelaku usaha

dan konsumen menjadi tidak seimbang sehingga menyebabkan konsumen berada

pada posisi yang lemah. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah

tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah.54 Dari beberapa hak

konsumen yang telah disebutkan diatas, maka hak atas, maka hak atas

menyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau

jasa memiliki prioritas terpenting dalam perlindungan konsumen. Hal ini

disebabkan karena pelanggaran terhadap hak tersebut akan berpengaruh langsung

pada kerugian konsumen. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang atau

jasa dalam penggunaannya akan aman, nyaman maupun tidak membahayakan

konsumen dalam penggunaannya, konsumen diberikan hak untuk memilih barang

54 Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang


Indonesia…, hlm. 212.
atau jasa yang dikehendaki berdasrkan atas keterbukaan informasi yang benar,

jelas dan jujur.55

Konsumen benar-benar akan dilindungi, apabila hak-hak konsumen

tersebut dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh produsen, karena

pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen daari

berbagai aspek.56 Selain memiliki hak, tentu saja konsumen juga memiliki

kewajiban. Kewajiban tersebut telah di atur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun

1999 Pasal 5. Adapun yang menjadi kewajiban konsumen adalah:

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian


atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan.
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa.
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4) Menikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.57

Pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan

peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca

peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan kewajiban ini,

memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawa, jika konsumen

yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut.58

Untuk mengimbangi hak dan kewajiban konsumen, maka UUPK juga telah

menetapkan hak dan kewajiban pelaku usaha yang telah disebutkan di dalam Pasal

55 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen…, hlm.29.
56 Ahmad Miru, Hukum Perlindungan Konsumen…, hlm. 47
57 Abdur Rasyid Saliman, Hukum Bisnis…, hlm. 222.
58 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen…, hlm. 48. .
6 dan 7 Dalam hal ini tidak hanya konsumen yang memiliki hak-hak yang harus

dilindungi. Secara bersamaan, pelaku usaha juga memiliki hak-hak yang patut

untuk mendapatkan perlindungan. Hak-hak pelaku usaha ini juga merupakan

bagian dari kewajiban konsumen. Hak pelaku usaha tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai


kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagAngkan.
2) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik.
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4) Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagAngkan.
5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.59

Kewajiban pelaku usaha juga telah diatur dalam UUPK pada Pasal 7.

Kewajiban pelaku usaha tersebut adalah sebagai berikut:

1) Beritikad baik dalam kegiatan usahanya.


2) Member informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan, penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan.
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagAngkan berdasarkan ketentuan standar mutu baranag dan/atau
jasa yang berlaku.
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang
diperdagAngkan.
6) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau jasa penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagAngkan.

59 Abdur Rasyid Saliman, Hukum Bisnis…, hlm. 223.


7) Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian bila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bawa hak dan kewajiban pelaku

usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi

konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian

pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang diterima pelaku usaha.

2.3.2 Hak-Hak Konsumen dalam Persperktif Hukum Islam

Hak khiyar ditetapkan syariat Islam bagi orang-orang yang melakukan

transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan,

sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan

sebaikbaiknnya. Tujuan diadakan khiyar oleh syara’ berfungsi agar kedua orang

yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh,

supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari karena merasa tertipu.60

Khiyar secara bahasa berasal dari kata ikhtiar yang berarti mencari yang

baik dari dua urusan yang baik meneruskan akad atau membatalkannya.

SedAngkan menurut istilah kalangan ulama fiqh yaitu mencari yang baik dari dua

urusan baik berupa meneruskan akad atau membatalkannya. 61 Sayyid Sabiq

mengartikan khiyar dengan mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan

atau membatalkan jual beli.62 SedAngkan menurut Wahbah al-Zuhaily

60 Abdul Rahman, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 98.


61 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 99.
62 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo: Darul Fath Lil I’lam Al -‘Arobi, 2000), jilid III, hlm.
314.
mendefinisikan khiyar yaitu hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang

melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang

disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan

transaksi.63 Sementara itu menurut Pasal 20 Ayat 8 Kompilasi Ekonomi Syariah

khiyar adalah hak pilih bagi penjual atau pembeli untuk melanjutkan atau

membatalkan akad jual beli yang di lakukan.64

Apabila dalam beberapa hari setelah perjanjian dilakukan sekiranya

terdapat sesuatu yang menyebabkan ketidakpuasan para pihak maka akad dapat

diakhiri sesuatu dengan perjanjian yang dibuat. Pilihan dalam akad dengan cara

ini, ditemukan banyak bentuk yang dapat dipilih sesuai dengan banyaknya bentuk

khiyar yang ditemukan dalam fikih, dan para ulama berbeda pendapat dalam

menentukan bentuk khiyar tersebut, namun berikut akan ditampilkan beberapa

diantaranya seperti khiyar majlis, khiyar syart, khiyar aib, dan khiyar ru’yah.

Selanjutnya masih banyak lagi bentuk khiyar tersebut.

Kesemua bentuk khiyar sebagai bagian yang integral dalam sistem

muamalah Islam di mana para pihak yang melakukan akad mempunyai hak sesuai

dengan kesepakatannya atau diluar kesepakatannya untuk melakukan pembatalan

akad yang dibuat. Untuk itu, khiyar yaitu hak yang melekat pada setiap transaksi

yang boleh berlaku hak khiyar. Hak tersebut dipastikan untuk dapat dipergunakan

oleh para pihak dalam melakukan transaksi. Kondisi ini dikembalikan kepada

63 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu,jilid V (Beirut: Dar al-Fikr alMu’shir,


2005), hlm. 3516.
64 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2012), hlm. 105.
konsep hak yaitu sesuatu yang melekat padanya yaitu pada pihak yang

bertransaksi.65 Tujuan dari adanya khiyar tersebut adalah untuk mewujudkan

kemashlahatan bagi kedua belak pihak sehingga tidak ada yang dirugikan ataupun

rasa ketidakrelaan setelah berakhirnya akad. Ada beberapa macam khiyar,

diantaranya yaitu:

1. Khiyar Majlis

khiyar majlis yaitu hak untuk tetap memiliih beberapa macam akad jual

beli di tempatnya selama keduanya belum berpisah. Maksudnya khiyar majlis

hilang karena kedua pihak berpisah dari tempat akad atau kedua pihak memilih

tempat akadnya.66

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang dijadikan sebagai dasar hukum

adanya khiyar:

ِ ِ ِ ‫ع ََم ََر ََِر‬ ِ


َ ‫َع يَْل ْ ِه َو‬
‫س‬ َ ُ‫َص ّل ى اﷲ‬ َ ‫س ُْو ُل اللِّه‬ ُ ‫َع ْ ْن ََُر‬َ ،‫ُه ََم ا‬ُ ‫َع ْنْـ‬ َ ُ‫َي اللّ ه‬
َ ‫ض‬ ُ ‫اب ُ ُن‬
ْ ‫ع ِن‬
َ َ
‫ُه ََم ا ب اِْخْل يَاِ ِر ََم ا لَـ ْْم‬ ِ ِ
ُ ‫ُك ُل َوا ِح ِد ِِم ْنْـ‬ ُ ‫ف‬،َ ‫ِن‬ ِ َ‫ إذاَ تَـ ب اي َع ال َرج ال‬: ‫َأن ه َق َال‬
ُ َُ َ َ َ ُ َّ ، ‫َّل ْْم‬
‫َع َل ى‬ َ ‫َع ا‬ َ ‫ت بَايَـ‬
َ ‫ف َـ‬ َ ، ‫ُهم ا اآلَ َخ ََر‬ ُ ‫ُد‬ َ ‫ َْأْو يُـ‬،‫ًع ا‬
ُ ‫َخ يِّـ ُُر ََأ َح‬ ً ‫ِج ِم ْيْـ‬
َ ‫ ََوك ا َن ا‬،‫َف ََّّر َق ا‬
َ ‫يـَ تَـ‬

65 Ridwan Nurdin, Fiqh Muamalah (Sejarah, Hukum dan Perkembangannya, ( (Banda


Aceh: PeNA, 2010), hlm.60-61
66 Mustofa Dieb Al Bigha, Fiqh Islam…, hlm. 233.
‫َع ا َولَـ ْْم يَـ تُُـ ُُُرُك‬ َ ‫ َِوإ ْ ْن تَـ‬، ُ‫ْي ُع‬ َِ
َ ‫ْع ََد َأْ ْن يَـ‬
َ ‫ت بَايَـ‬ ْ ‫َف ََّّر َق ا بَـ‬ ْ ‫َب اْ لبَـ‬
َ ‫ف َـَ َق ْْد ََو َج‬،
َ ‫ك‬ َ‫ذ ل‬
ٍ
‫ْي ُعُ ( َر ُواُە‬
ْ ‫َب ْال بَـ‬
َ ‫ف َـَ َق ْْد ََو َج‬
َ ، ‫ِع‬ ِ ‫ْي‬ ُ ‫َوا ٍِحد ِِم ْنْـ‬
ْ ‫ُه ََم ا اْ لبَـ‬
)‫َخ ا ِ ِرى‬ َ ‫لب‬ ُ ‫ا‬

Artinya: Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda:
Apabila 2 orang melakukan jual beli, maka keduanya memiliki hak
khiyar selama belum berpisah, dan keduanya masih berada di tempat
jual beli; atau salah satunya memberikan khiyar (pilihan) yang lain,
kemudian keduanya berjual beli dengan pilihan mereka berdua, jika
demikian maka jualbelinya sudah wajib (berlaku); Apabila keduanya
berpisah setelah jual beli, walaupun belum meninggalkan tempat jual
beli itu, maka jual belinya sudah berlaku. (HR: Bukhari).67

Dua orang yang bertransaksi berhak khiyar, yakni memilih antara

meneruskan atau membatalkan jual beli.68 Hak ini dikembalikan kepada ‘urf

(kebiasaan) kewajaran ukuran majlis itu yang dianggap sudah berpisah.

Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa selama para pihak yang

melakukan akad jual beli belum berpisah secara fisik, mereka diberikan

kesempatan untuk memilih antara meneruskan, melangsungkan jual beli atau

membatalkannya. Perpisahan tersebut diukur sesuai dengan kondisinya. Di dalam

kios atau toko yang kecil, maka ukuran perpisahan itu adalah dengan keluarnya

salah seorang dari mereka. Apabila keduanya pergi bersama-sama maka belum

dianggap berpisah dan dengan demikian kesempatan khiyar masih ada. Menurut

pendapat yang rajah, ukuran perpisahan itu diserahkan kepada adat kebiasaan.69

1. khiyar ‘aib
67 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari jld. 12, terj.
Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hlm. 142.
68 Mustofa Dieb Al Bigha, Fiqh Islam, (terj. Achmad Sunarto), (Surabaya: Insan Amanah,
1424), hlm. 233.
69 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm 224.
khiyar ‘aib merupakan hak pembatalan jual beli dan pengembalian barang

akibat adanya cacat dalam suatu barang yang belum diketahui, baik ‘aib itu ada

pada waktu transaksi atau baru terlihat setelah transaksi selesai disepakati sebelum

serah terima barang.70 Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫اﷲ َص َّل ى اللّه َع يَْل‬


‫ِه‬ ِ ‫ْع ُت َرس ُْو ُل‬ ِ َ : ‫َه يِن ق اَ ََل‬ ِِ َ ‫ب ُ ُن‬ ِ ْ ‫ع ْ ْن ع‬
ْ ‫ْق بَِة‬
ْ َ ُ َ ُ َُ ُ ْ ‫ِس م‬ ْ َ ُ‫َع ام ََر اْ جل‬ ُ َ َ
‫ُق ُْو ُل اْ لـم ْس ِل ُم َُأخ ْو الـم ْس ِل ُم الَ يـح ُّل ِل ـم ْس ِل ُم ب اَ ِ َِأ‬
‫ْي‬
ْ ‫ع ِم ْ ْن ِخ‬َ َ ُ ْ ُُ ُ َُ ُ ْ ُ ُ ْ ُ ُ ْ ُ ُ ُ ‫س َّل ََم يَـ‬
َ ‫َو‬
) ‫ْبن ََم اَ َج ُه‬ َّ ‫ب إ الَّ بَـ‬ ِ ‫ف‬ ِ
ِ ‫ِه بـ ْيـ ًع ا‬
ْ ‫ب‬ ْ ‫ي ـ نَهُ َل ُه ( َر واهُ ا‬ ُ ُْ‫َع ْي‬
َ ‫ْي ِه‬
ْ ً َْ
Artinya: “Dari ‘Uqbah ibnu ‘Amir Al-Juhani ia berkata: Aku telah mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘seorang muslim
adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal bagi seorang
muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang
mengandungkecacatan, kecuali jika menjelaskannya terlebih
dahulu.’”(HR. Ibnu
Majah).74

Hadits di atas menjelaskan bahwa apabila yang dijual itu ada cacatnya

maka harus diberitahu kepada pembeli. Apabila setelah diberitahukan, pembeli

tetap melanjutkan jual belnya, maka jual beli menjadi lazim dan tidak ada khiyar.

Tetapi apabila cacatnya tidak diberitahukan atau penjual tidak mengetahui adanya

cacat maka pembeli berhak khiyar.71

2. Khiyar Syarat

70 Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), cetatakan ke II,

hlm. 130.74Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri, Minhajul Muslim Pedoman Hidup Ideal Seorang
Muslim, terj. Andi Subarkah, (Solo: Insan Kamil, 2009), hlm. 615.
71 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah…,hlm. 234
Khiyar syarat atau syarat khiyar adalah kedua belah pihak yang berakad

atau salah satunya menetapkan syarat waktu untuk menunggu apakah ia akan

meneruskan syarat waktu untuk menunggu, apakah ia akan meneruskan akad atau

membatalkannya ketika masih dalam tempo ini. 72 Dengan kata lain kedua belah

pihak yang berakad atau salah satunya atau orang lain mempunyai hak untuk

meneruskan akad atau membatalkannya dalam tempo waktu yang ditentukan

ketika berakad.73

Jumhur ulama mengatakan boleh melakukan khiyar syarat, tidak ada

alasan yang bisa membatalkannya dengan dalih bahwa khiyar tidak sah karena

khiyar menetapkan tiga hari. Lama waktu khiyar syarat ini dalam hadits

disebutkan tiga hari, akan tetapi ijtihad para fukaha menyatakan tergantung

kepada kebutuhan, sedAngkan menurut Syamsul Anwar dapat diperjanjikan

melalui kesepakatan.74

Allah SWT memberi orang yang berakad dalam masa khiyar syarat dan

waktu yang telah ditentukan satu kesempatan untuk menunggu karena memang

diperlukan. Terkadang ia tidak ada pengalaman sehingga perlu bermusyawarah

dengan orang yang ada pengalaman, takut hilang kesempatan sehingga dia perlu

ada hak dalam berakad dan hak untuk membatalkan atau meneruskan jika

memang diperlukan.79

72 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat…, hlm 101


73 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat…, hlm. 102
74 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akas dalam Fikih
Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 259.
3. Khiyar ru’yah

Khiyar ru’yah adalah hak pembeli untuk membatalkan akad atau tetap

melangsungkannya ketika ia memilih objek akad dengan syarat ia belum

melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya ia pernah melihatnya dalam

batas waktu yang memungkinkan telah jadi batas perubahan atasnya.80

Jumhur ulama yaitu ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan Zahiriah

menyatakan bahwa khiyar ini disyariatkan dalam Islam berdasarkan sabda

Rasulullah SAW. Yang mengatakan:

ِ ِ ‫ ق اَ ََل َرس ُْو ُل‬: ‫ع ْ ْن اَِ ْيب ُه ََْريـ َرة َق اَ َل‬


ِ ‫اﷲ َص َّل ى ﷲ َع َل‬
ْ ْ‫ ََم ِن ا‬: ‫س َّل ْْم‬
‫ش‬ َ ‫ْي ِه َو‬
ْ َ ُ َ ُ َُ َ ْ ُ ْ َ َ
‫ف َـُهُ ََو ِبا ْخْل يَاِ ِر ا ذَ ا‬
َ ُ‫ْي ًئ ا َمَلْ يَـ َراه‬
ْ ‫َش‬َ ‫تَـ َرى‬
) ‫َراَ ُه ( َر واهُ اَ لَ َد ا ُُرق ْط ىِن‬
Artinya: “barang siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia
berhak khiyar apabila telah melihat barang itu,” (HR. Ad-
Daruqutni).81

Akad seperti ini menurut mereka boleh terjadi disebabkan obyek yang

akan dibeli itu tidak ada ditempat berlangsungnya akad atau karena sulit dilihat

seperti ikan kaleng, khiyar ru’yah menurut mereka mulali berlaku sejak pembelia

melihat barang yang akan dia beli. 82

79
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat…, hlm. 111

80AlHarun
Nasrun,-Hafizh Ali bin Umar adFiqh Muamalah…, hlm. 137-Daraquthni, Sunan
81

ad-Daraquthni, jld.3, Hadits No 2777,


(Terj. Anshori Taslim) (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 82Harun Nasrun, Fiqh Muamalah…, hlm.
137 6.-

4. Khiyar ta’yin

Khiyar ta’yinyaitu suatu khiyar dimana para pihak yang melakukan akad

sepakat untuk mengakhiri penentuan barang yang dijual sampai batas waktu

tertentu, dan hak untuk menentukannya berada pada salah seorang diantara

keduanya.75 Khiyar ini biasanya dilakukan oleh pembeli dalam menemtukan

barang yang beda kualitas dalam jual beli. Sebagai contoh adalah dalam

pembelian keramik, misalnya ada yang berkualitas super (KW1) dan sedang

(KW2). Akan tetapi pembeli tidak mengetahui secara pasti mana keramik yang

super dan mana keramik yang berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu ia

memerlukan bantuan pakar keramik dan arsitek. Khiyar seperti ini, menurut ulama

hanafiyah adalah boleh. Dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda

kualitas sangat banyak, yang kualitas itu tidak diketahui secara pasti oleh pembeli,

sehingga ia memerlukan bantuan pakar. Agar pembeli tidak tertipu dan agar

produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka khiyar ta’yin dibolehkan.84

2.4 Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Islam mengistilahkan tanggung jawab dengan kata “dhaman”. Sebab-

75 Ahmad wardi muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2015. hlm. 218.
84
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah…, hlm. 132.
sebab terjadinya dhaman ada dua macam yaitu tidak melaksanakan akad, atau alpa

dalam melaksanakannya. Timbulnya dhaman (tanggung jawab) akad

mengandaikan bahwa terdapat suatu akad yang sudah memenuhi ketentuan hukum

sehingga mengikat dan wajib dipenuhi. Bilamana akad yang sudah tercipta secara

sah menurut ketentuan hukum itu tidak dilaksanakan isinya oleh debitur atau

dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya (ada kealpaan), maka terjadilah

kesalahan di pihak debitur baik kesalahan itu karena kesengajaannya untuk tidak

melaksanakannya maupun karena kelalaiannya yang bertentangan dengan hak dan

kewajiban.76

Agar terwujudnya dhaman (tanggung jawab), tidak hanya cukup ada

kesalahan (at-ta’addi) dari pihak debitur, tetapi juga harus ada kerugian

(adhdharar) dari pihak kreditor sebagai akibat dari kesalahan tersebut. Kerugian

inilah yang menjadi sendi dari adanya tanggung jawab yang diwujudkan dalam

bentuk ganti rugi. Menurut Syamsul Anwar kerugian adalah segala gangguan yang

menimpa seseorang, baik menyangkut dirinya maupun menyangkut harta

kekayaannya, yang terwujud dalam bentuk terjadinya pengurangan kuantitas,

kualitas, ataupun manfaat.77

Bila ternyata debitur tidak melaksanakan kewajibannya, baik untuk

mewujudkan hasil maupun untuk memberikan upaya pada tingkat tertentu, maka

ia dinyatakan bersalah karena tidak melaksanakan akad sehingga harus

76 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 331.
77 Ibid.,hlm. 335.
bertanggung jawab (memikul dhaman). Namun tidak tidak terlaksanakan

perjanjian selain debitur sendiri yang tidak melaksanakannya, juga bisa

disebabkan oleh keadaan lain diluar dirinya seperti adanya keadaan memaksa

(keadaan darurat), atau perbuatan kreditor sendiri, atau perbuatan orang lain.

Dalam hal ini debitur harus membuktikan adanya sebab-sebab agar ia bebas dari

dhaman. Selama ia tidak bisa membuktikannya, ia di anggap tidak melaksanakan

kewajibannya sehingga ia memikul dhaman.

Mazhab-mazhab hukum Islam di masa lampau berbeda pandangan dalam

hal luas sempitnya jAngkaan kerugian yang dapat diberi pengganti. Mazhab

Hanafi termasuk mazhab yang mengajarkan pikiran ganti rugi terbatas. Dalam

mazhab ini yang dapat menjadi objek ganti rugi adalah benda bernilai pada dirinya

sendiri. Mazhab-mazhab lain menganut ajaran ganti rugi lebih luas, dimana ganti

rugi dapat mencakup manfaat dengan berbagai bentuknya termasuk ganti rugi atas

kerugian yang menimpa badan orang. SedAngkan dalam hukum Islam

kontemporer terjadi pergeseran kearah penerima penggantian atas kerugian moril

dari fikih klasik yang lebih banyak menolak penggantian atas kerugian moril tidak

dapat dinilai dengan uang.78

Oleh sebab itu, dalam Islam semua perbuatan yang berbahaya tidak

dibenarkan dan harus dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, bahwa kerugian,

bahaya materiil atau jiwa yang menimpa konsumen sebagai akibat buruk yang

disebabkan produk barang dan jasa pelaku usaha harus ditanggung oleh pelaku

78 Ibid., hlm. 336.


usaha sesuai dengan prinsip ganti rugi (dhaman) yang terdapat dalam Hukum

Islam.

Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang

menjadi tanggung jawab pelaku usaha adalah sebagai berikut:

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,


pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan dan diperdagAngkan.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksudkan pada Ayat (1) dapat berupa
pengembalian atau atau pengganti barang dan/atau jasa yang sejenis atau
setara nilainya, atau
3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi
4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2)
tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan konsumen79

Berdasarkan Pasal 19 Ayat 1 dapat diketahui bahwa tanggung jawab

pelaku usaha meliputi:

1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan


2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran, dan
3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen80

Memperhatikan substansi ketentuan Pasal 19 Ayat (2) tersebut

sesungguhnya memiliki kelemahan yang sifatnya merugikan konsumen, terutama

dalam hal konsumen menderita suatu penyakit. Melalui Pasal tersebut konsumen

hanya mendapatkan salah satu bentuk penggantian kerugian yaitu ganti kerugian

atas harga barang atau hanya berupa perawatan kesehatan, padahal konsumen

79 Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang


Indonesia…, hlm. 225.
80 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen…, hlm. 34.
telah menderita kerugian bukan hanya kerugian atas harga barang tetapi juga

kerugian yang timbul dari biaya perawatan kesehatan.

Kelemahan yang juga sulit diterima karena sangat merugikan konsumen

yaitu ketentuan Pasal 19 Ayat (3) yang menentukan bahwa pemberian ganti

kerugian dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah transaksi. Apabila ketentuan

ini dipertahankan,, maka konsumen yang mengonsumsi barang di hari yang

kedelapan setelah transaksi tidak akan mendapat pengganti kerugian dari pelaku

usaha walaupun secara nyata konsumen yang bersangkutan telah menderita

kerugian. Oleh karena itu, agar Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini

dapat memberikan perlindungan yang maksimal tanpa menmgabaikan

kepentingan pelaku usaha, maka seharusnya Pasal 19 Ayat (3) menentukan bahwa

tenggang waktu pemberian ganti kerugian kepada konsumen adalah 7 (tujuh) hari

setelah terjadinya kerugian, dan bukan 7 (tujuh) hari setelah transaksi seperti

rumusan yang ada sekarang.81 Posisi konsumen di Indonesia saat ini masih lemah.

Dari aspek hukum, lemahnya posisi konsumen terjadi tidak hanya dari aspek

materi (substansi) hukum, tetapi juga dari sisi kelembagaan hukum dan budaya

hukum.82

Kesenjangan ekonomi merugikan berbagai pihak yang terlibat dalam

aktivitas ekonomi. Masyarakat Indonesialah yang tidak lain adalah konsumen

yang paling dirugikan. Hendaknya diluruskan anggapan keliru yang menyatakan

bahwa pelaku ekonomi hanyalah terdiri dari pemerintah, Badan Usaha Milik

81 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen…, hlm. 126-127.
82 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999),
hlm. 85.
Negara (BUMN), koperasi, dan swasta/ kolongmerat. Konsumen juga pelaku

ekonomi. Tidak satupun literature ekonomi yang meniadakan peran konsumen.

Namun demikian, harus diakui bahwa kosa kata peran konsumen dirasakan cukup

miskin dalam tata hukum kita.

Keberpihakan kepada konsumen sebenarnya merupakan wujud nyata

ekonomi kerakyatan. Dalam praktek perdagangan yang merugikan konsumen,

diantanya penentuan harga dan penggunaan klausula eksonerasi secara tidak patut,

pemerintah harus secara konsisten berpihak kepada konsumen yang pada umunya

orang kebanyakan.83

83 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Jakarta: PT.


Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 1.
BAB III

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP


PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERTANGGUNGAN GANTI
RUGI PADA DOORSMEER BANDA ACEH

3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Banda Aceh yang termasuk kategori kota sedang memiliki luas

wilayah administratif 61,36 km2, yang terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kuta Alam,

Kuta Raja, Baiturrahman, Syiah Kuala, Ulee Kareng, Jaya Baru Lueng Bata,

Meuraxa, dan Banda Raya 19 Gampong dan 17 Mukim.

Kota Banda Aceh dibelah oleh Krueng Aceh yang merupakan sungai

terpanjang di kawasan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Kota Banda

Aceh diapit oleh dua patahan yaitu patahan Darul Imarah dan Darussalam. Dari

kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu

pegunungan disebelah Tenggara, sehingga dataran Banda Aceh merupakan batuan

sedimen yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa di sekitarnya.

Mayoritas penduduk kota Banda Aceh beragama Islam, akan tetapi kota ini

juga dihuni oleh pemeluk agama lain. Selain disebut sebagai kota seribu masjid,

disini juga terdapat beberapa tempat ibadah bagi agama lainnya seperti gereja dan

vihara. Saat ini kota Banda Aceh menjadi salah satu destinasi wisata dan juga

tujuan studi di bidang pemerintahan, kebencanaan, dan teknologi. Walau berada di

ujung barat nusantara, kota ini terus melAngkah demi membangun kota yang

nyaman bagi warganya.


Seiring dengan perkembangan wilayah dan canggihnya teknologi sekarang

ini, tentu saja seorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam

menjalankan usaha tanpa membutuhkan orang lain. Oleh sebab itu berkembanglah

usaha-usaha kecil atau besar sesuai dengan keahlian dalam menjalankan dan

kebutuhan di kalangan masyarakat saat ini, sehingga banyak mata pencaharian

bermunculan di kota Banda Aceh saat ini untuk mencapai kesejahteraan dan

kemakmuran untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi masyarakat umum.84

Kemajuan teknologi ini sering kali memunculkan beragam produk-produk

baru dan jasa-jasa baru yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Salah satunya

adalah usaha jasa cuci kendaraan atau lebih di kenal dengan kata doorsmeer.

Objek pencucian dan pelayanan yang ada di doorsmeer beragam seperti layanan

jasa pencucian kendaraan bermotor roda empat, roda dua, ambal, helm, dan

lainnya. Usaha ini pun disambut baik oleh konsumen sebagai salah satu alternatif

solusi di tengah sibuknya pekerjaan di luar rumah yang membuat konsumen tidak

sempat untuk mencuci kendaraannya. Sehingga dengan adanya layanan cuci

kendaraan atau yang disebut dengan doorsmeer ini membuat konsumen lebih

menghemat waktu dengan menyewa jasa pelayanan pencucian kendaraan yang

ada di doorsmeer untuk mencuci kendaraannya serta memberikan upah dengan

tarif yang telah ditetapkan oleh pihak penyedia jasa.

Usaha doorsmeer yang semakin berkembang pesat di kawasan kota Banda

84 Sumber data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Banda
Aceh, pada tanggal 27 Novermber 2017.
Aceh saat ini telah menyebar di beberapa sudut kota bahkan sampai ke pedalaman,

usaha ini semakin berkembang maju karena di dukung oleh banyaknya kendaraan

yang dimiliki oleh masyarakat baik masyarakat kelas atas sampai masyarakat

kelas bawah yang saat ini sudah memiliki kendaraan pribadi.

Jasa doorsmeer ini memberikan pelayanan pencucian pada jenis kendaraan

apasaja, misalnya kendaraan jenis roda empat dengan tarif yang berbeda-beda

sesuai dengan jenis kendaraan yang dicuci. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp.

35.000,- sampai dengan Rp. 55.000,- per kendaraan tergantung dari jenis

kendaraan apa yang dicuci. Kendaraan yang dicuci perhari rata-rata dari 30-40 per

hari.85 Mengenai bahan atau shampoo untuk mencuci kendaraan, pihak doorsmeer

menggunakan bahan kusus. Akan tetapi ada juga beberapa dari pelanggan yang

membawa bahan atau shampoo milik pribadi yang kemudian berikan kepada pihak

doorsmeer untuk dicucikan kendaraan milik pelanggan dengan shampoo yang

dibawakan oleh pelanggan tersebut. 86

Berdasarkan informasi yang di peroleh dari Kantor Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Banda Aceh, jumlah

doorsmeer yang ada di Banda Aceh saat ini berjumlah 11 (sebelas) jenis usaha

doorsmeer. Data ini berdasarkan doorsmeer yang sudah mengantongi izin usaha

atau yang masih berlaku izin usaha doorsmeer tersebut. Akan tetapi masih banyak

doorsmeer-doorsmeer di Banda Aceh yang belum atau bahkan tidak mendaftarkan

85 Hasil Observasi Penulis terhadap Lingke Doorsmeer di Kecamatan Syiah Kuala kota
Banda Aceh, pada Selasa 5 Desember 2017.
86 Hasil Observasi Penulis terhadap Cek Du Doorsmeer di Kecamatan Banda Raya Kota
Banda Aceh, pada 15 Desember 2017.
izin di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP) kota Banda Aceh, seperti doorsmeer yang letaknya agak jauh dari

jalan perkotaan. Hal ini menyebabkan tidak terdatanya doorsmeer yang belum

memiliki izin tersebut.

Berikut adalah data-data izin usaha doorsmeer yang sudah terdaftar usaha
diperoleh dari Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP) kota Banda Aceh:

No Nama Perusahaan Alamat Usaha


1 CEK DU JL. Residen Danubroto Gp. Lamlagang, Kec. Banda
Raya
2 Meutuah Doorsmeer JL. P. Nyak Makan No. 43 Gp. Lambhuk, Kec. Ulee
Kareng

3 Doorsmeer Pahlawan Jl. T.M. Pahlawan, No. 62, Gp. Peuniti, Kec.
Baiturrahman
4 Sulthan Doorsmeer Jl. Prada Utama, Gp. Peurada, Kec. Syiah Kuala
5 Dunia Doorsmeer Jl. Pemancar, Dsn. Merak, Gp. Lamteumen Timur,
Kec. Jaya Baru
6 CV. Sejahtera Mandiri Jl. Tgk. Imum Lueng Bata No. 8, Gp. Leung Bata,
Kec.Lueng Bata
7 Doorsmeer Armada Firaya Jl. Wedana, Gp. Lhong Cut, Kec. Banda Raya
8 Syiah Kuala Doorsmeer Jl. Syiah Kuala, Gp. Lambaro Skep, Kec. Kuta Alam
9 Moon Carwash Jl. Angsa, Gp. Batoh, Kec. Lueng Bata
10 Lingke Doorsmeer Jl. T. Nyak Arief, Gp. Jeulingke, Kec. Syiah Kuala
11 Syiah Kuala Doorsmeer Jl. Syiah Kuala, Gp. Lamabaro Skep, Kec. Kuta
Alam
3.2. Aturan dan Praktik Pertanggungan Ganti Rugi yang Terjadi pada
Doorsmeer di Banda Aceh
Kemajuan teknologi sering kali memunculkan beragam produk-produk

baru dan jasa-jasa baru yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Salah satunya
adalah usaha jasa cuci kendaraan atau lebih di kenal dengan kata doorsmeer.

Objek pencucian dan pelayanan yang ada di doorsmeer beragam seperti layanan

jasa pencucian kendaraan bermotor roda empat, roda dua, ambal, helm, dan

lainnya. Usaha ini pun disambut baik oleh konsumen sebagai salah satu alternatif

solusi di tengah sibuknya pekerjaan di luar rumah yang membuat konsumen tidak

sempat untuk mencuci kendaraannya. Sehingga dengan adanya layanan cuci

kendaraan atau yang disebut dengan doorsmeer ini membuat konsumen lebih

menghemat waktu dengan menyewa jasa pelayanan pencucian kendaraan yang

ada di doorsmeer untuk mencuci kendaraannya serta memberikan upah dengan

tarif yang telah ditetapkan oleh pihak penyedia jasa dan disetujui oleh konsumen.

Jasa doorsmeer saat ini telah menjadi salah satu jasa pencucian kendaraan

yang banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena banyaknya

kendaraan pribadi yang dimiliki masyarakat saat ini terutama di kota Banda Aceh.

Akan tetapi, pertumbuhan bisnis doorsmeer tidak diikuti dengan peningkatan

kualitas layanan khususnya di bidang keamanan dan kenyamanan. Standar

pelayanan dan perlindungan konsumen yang diberikan oleh pihak doorsmeer

membuat konsumen tidak merasa nyaman untuk menitipkan kendaraan untuk

dicuci oleh pihak doorsmeer. Sementara itu, jika menunggu proses pencucian

sampai selesai konsumen merasa tidak cukup waktu. Dalam hal ini sudah

seharusnya pihak penyedia jasa (doorsmeer) memberikan perlindungan kepada

konsumen agar terciptanya kenyamanan serta kepuasan bagi konsumen doorsmeer


untuk menggunakan jasa doorsmeer dan tidak merasa khawatir saat menitipkan

kendaraannya untuk dicuci.

Pelaksanaan kegiatan usaha jasa doorsmeer, tentu akan terjadi hubungan

perjanjian antara pihak produsen (pelaku usaha) dengan pihak konsumen

(pelanggan), yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Dimana

pemilik doorsmeer akan menawarkan jasanya dalam hal pencucian kendaraan,

sedAngkan pelanggan akan memanfaatkan jasa doorsmeer untuk mencuci

kendaraannya menjadi bersih dengan memberikan tarif pembayaran yang telah di

tetapkan oleh pihak doorsmeer yang sesuai dengan perjanjian yang telah

disepakati oleh kedua belah pihak.

Kenyataannya, tidak sedikit pihak jasa doorsmeer mengalami pengaduan

dari konsumen terhadap kelalain dari pihak jasa doorsmeer itu sendiri seperti

kehilangan barang yang ada di dalam kendaraan milik konsumen. Barang yang

ada di dalam kendaraan yang hilang pun beragam seperti payung, flash disk, uang,

dongkrak, alas kaki, dan banyak lagi yang lainnya. Selain itu juga sering adanya

pengaduan terhadap kerusakan atau cacat pada body kendaraan saat dicuci,

kurangnya kebersihan dalam pencucian kendaraan bahkan sampai kehilangan

kendaraan milik pelanggan pada saat mobil dititipkan untuk dicuci.

Aturan yang diterapkan oleh pihak pengelola doorsmeer di kota Banda

Aceh berbeda-beda antara satu doorsmeer dengan doorsmeer lainnya. Aturan ini
diterapkan oleh pihak doorsmeer agar konsumen mendapatkan pelayanan terbaik

dari pihak doorsmeer dan merasa nyaman saat menggunakan jasa doorsmeer.

Aturan yang diterapkan oleh salah satu pihak doorsmer di kota Banda Aceh yaitu

pihak doorsmeer membuat perjanjian dengan konsumen berupa perjanjian tertulis

yang menerAngkan bahwa periksa barang-barang di dalam mobil, apabila terjadi

kehilangan di luar tanggung jawab pihak doorsmeer.87 Akan tetapi ada beberapa

doorsmeer di Banda Aceh yang tidak melakukan kontrak jasa atau hanya berupa

bentuk perjanjian lisan antara pihak doorsmeer dengan konsumen. Mereka hanya

menggunakan kontrak jasa secara lisan. Pihak doorsmeer juga menggunakan asas

kepercayaan kepada konsumen yang sudah menjadi langganan, sehingga mereka

tidak menggunakan bukti atau nota bahwa konsumen telah menitipkan

kendaraannya untuk dicuci oleh pihak doorsmeer. Masalah disini konsumen akan

sulit mengadukan apabila terjadi kehilangan barang maka konsumen akan sulit

mengadukan dan mendapat ganti rugi.88 Selain itu pihak-pihak yang tidak

bertanggung jawab akan memanfaatkan kesempatan ini seperti kendaraan di ambil

oleh yang bukan pemiliknya dikarena kendaraan dititipkan tanpa adanya bukti

atau nota yang diberikan oleh pihak doorsmeer kepada pelanggan. Membayar

uang jasa pencucian kendaraan lalu mengambil kendaraan tersebut. Hal ini tentu

saja mengalami kerugian oleh konsumen.89

87 Hasil Observasi Penulis terhadap Eas Doorsmeer Kecamatan Lueng Bata Banda Aceh,
pada tanggal 27 November 2017.
88 Hasil Observasi Penulis terhadap Lingke Doorsmeer Kecamatan Syiah Kuala Banda
Aceh, pada tanggal 5 Desember 2017.
89 Hasi Observasi Penulis terhadap Surya Doorsmeer Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh,
pada Tanggal 2 April 2017.
Sistem ganti rugi rugi yang terjadi pada doorsmeer di Banda Aceh,

terkadang pihak doorsmeer memang memberikan ganti kerugian penuh kepada

konsumen yaitu berupa ganti rugi dalam bentuk uang atau barang sesuai dengan

permintaan konsumen. Akan tetapi ganti rugi tersebut dilakukan apabila konsumen

memeriksa dan mengadukan kehilangan barang dan kerusakan atau kecacatan

pada body kendaraan pada saat masih berada di dalam perkarangan doorsmeer.

Hal ini tentu membuat kecewa konsumen karena bisa saja pada saat itu konsumen

tersebut dalam keadaan sangat sibuk sehingga tidak sempat memeriksa

kendaraannya dan barang yang ada di dalamnya.90 Selain itu bisa saja konsumen

telah memeriksa barang atau kendaraannya,akan tetapi kurang teliti dan baru

menyadari ketika konsumen telah berada di luar perkarangan doorsmeer. Pihak

doorsmeer tidak akan mengganti kerugian apabila pengaduan dilakukan pada saat

kendaraan yang mereka cuci telah berada di luar doorsmeer. Walaupun telah ada

peraturan tertulis, hal ini tentu memberatkan konsumen atas perjanjian baku yang

dibuat sepihak oleh pihak doorsmeer.

Mengenai kontrak baku (exoneration clause) yang pada umumnya sangat

memberatkan konsumen. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen (UUPK) disebutkan bahwa dalam melakukan penawaran barang atau

jasa yang ditujukan untuk perdagangan, maka pelaku usaha dilarang untuk

membuat klausula baku pada setiap okumen atau perjajian. Hal ini sebagaimana

disebutkan dibawah ini:91

90 Hasil Observasi Penulis terhadap Amriz Doorsmeer Kecamatan Jaya Baru Banda Aceh,
pada tanggal 9 Oktober 2017.
91 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen…, hlm. 213.
1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (barang atau
jasa);
2. Menyatakan bahwa pelaku suaha (barang) berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli oleh konsumen;
3. Menyatakan bahwa pelaku suaha (barang) berhak menolak
penyerahan kembali uang yang dibayarkan atau barang/jasa yang
dibeli konsumen;
4. Menyatakan bahwa pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha (barang) baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli oleh konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
5. Memberi hak kepada pelaku usaha (jasa) untuk mengurangi manfaat
jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek
jual beli jasa;
6. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan, dan atau perubahan lanjutam yang
dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha (jasa) dalam mas konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
7. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jamiman
terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
Pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku dengan isi, letak, atau

bentuknya seperti yang tertera diatas dalam dokumen atau perjanjian standar dapat

dikenakan sanksi perdata yaitu perjanjian yang dibuatnya jika digugat di depan

pengadilan oleh konsumen akan menyebabkan Hakim membuat putusan diclatoir

bahwa perjanjian standar itu batal demi hukum dan sanksi pidana yaitu pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun/ denda paling banyak Rp. 2.000.000.000.000

(dua miliar rupiah).

Beberapa doorsmeer di Aceh belum memiliki standar pelayanan terhadap

konsumen, sehingga dikhawatirkan hak-hak konsumen akan terabaikan. Sejauh ini

doorsmeer tidak memiliki aturan yang jelas mengenai kesepakatan antara

penyedia jasa (pihak doorsmeer) dengan konsumen. Seharusnya pihak doorsmeer

tidak hanya menjamin keamanan kendaraan, tapi juga keselamatan, kenyamanan,


dan hak mendapatkan informasi.Banyaknya laporan dari konsumen terkait

kehilangan di doorsmeer saat mobil dititipkan di doorsmeer. Misalnya kehilangan

barang-barang dalam mobil seperti CD, payung, bahkan uang. Seharusnya

terhadap kehilangan seperti ini ada aturan yang sudah tertulis bahwa kehilangan

saat pencucian kendaraan, termasuk kehilangan barang di dalamnya akan

dijelaskan sebagai tanggung jawab penyedia jasa atau konsumen. Sehingga ketika

ada kejadian tidak lagi menimbulkan perdebatan antara konsumen dengan pihak

doorsmeer.92

“Beberapa waktu lalu saya menguji salah satu doorsmeer di Banda Aceh.Saat
mencuci mobil, saya tinggalkan pecahan uang Rp. 5000 hingga Rp. 50.000 di
dalam mobil.Namun saat mobil saya ambil dua lembar uang Rp. 50.000 hilang.
Saya kompalin ke pihak pengelola doorsmeer, akan tetapi tidak ada respon
untuk bertanggung jawab”93

Solusi yang dapat ditempuh adalah seharusnya saat proses serah terima,

pihak doorsmeer mendata setiap barang yang ada di dalam kendaraan pelanggan,

sehingga saat kendaraan keluar dari perkarangan doorsmeer diperiksa kembali

barang-barang di dalam kendaraan. Hal ini merupakan faktor utama untuk

melindungi konsumen agar konsumen benar-benar merasa terlindungi dan nyaman

saat menitipkan mobil untuk dicuci kepada jasa doorsmeer. Akan tetapi, tidak

semua doorsmeer yang ada di Banda Aceh tidak menggunakan standar pelayanan

jasa seperti yang telah dijelaskan diatas. Ada beberapa doorsmeer yang benar-

benar melakukan perlindungan kepada konsumen seperti adanya bentuk perjanjian

92 Lagi, Mobil CRV di Curi di Doorsmeer, Harian Serambi Indonesia, Tanggal 26 Maret
2016, hlm 1.
93 Fahmiati, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI) Aceh, diakses
melalui aceh.tribunnews.com2016/04/03 pada tanggal 2 Januari 2018 pukul 11.46
tertulis antara pihak doorsmeer dengan konsumen, diberikan nota khusus kepada

konsumen yang telah menitipkan kendaraan untuk dicuci tanpa menunggu proses

pencucian sampai selesai, adanya camera CCTV disudut perkarangan

doorsmeer untuk menghindari hal-hal yang mungkin

membahayakan, dan menerapkan tanggung jawab penuh dalam bentuk ganti rugi

menurut permintaan konsumen sesuai dengan jumlah atau kadar barang yang

hilang atau rusak tanpa adanya batasan waktu pengaduan selama jam kerja

doorsmeer. Artinya doorsmeer menerima penganduan konsumen kapan saja

selama masih dalam jam kerja karyawan doorsmeer. Dengan kata lain, beberapa

doorsmeer ini sudah lebih baik dalam hal melindungi konsumen.94

Pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya tentu saja mempunyai

tanggung jawab kepada konsumen apabila terjadi kerugian yang ditimbulkan oleh

pengguna barang atau jasa dari produknya. Adapun prinsip-prinsip tanggung

jawab yang dikenal dalam hukum, menurut Shidarta dikelompokkan menjadi lima

macam, adalah sebagai berikut:95

1. Prinsip tanggung jawab yang berdasarkan unsur kesalahan.

Pada pokok prinsipnya ini menyatakan bahwa seseoranbaru dapat

dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum apabila ada unsur

kesalahan yang telah dilakukannya. Dalam hukum perdata, diatur dalam

94 Hasil Observasi Penulis terhadap Karyawan Dunia Doorsmeer Kecamatan Jaya Baru
Banda Aceh, pada tanggal 5 Desember 2017.
95 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2006), hlm. 78.
Pasal 1365 KUHPerdata, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok

agar seseorang dapat dimintakan pertanggung jawaban dengan dasar

prinsip ini, yaitu:

a. Adanya kesalahan

b. Adanya unsur kesalahan

c. Adanya kerugian yang diderita

d. Adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian

2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab.

Berdasarkan prinsip ini,tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

sampai dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Prinsip ini memuat

sistem beban pembuktian terbalik yaitu pembuktian ada pada si tergugat.

3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab.

Prinsip ini berlawanan dengan prinsip praduga yang selalu bertanggung

jawab, dan hanya dikenal dalam lingkup trnasaksi konsumen yang sangan

terbatas.

4. Prinsip tanggung jawab mutlak.

Prinsip tanggung jawab mutlak dalam perlindungan konsumen secara

umum digunakan untuk pelaku usaha, khususnya produsen barang yang

memasarkan produknya yang merugikan konsumen.

5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan.

Prinsip ini memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk mencantumkan

klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang diterapkan secara

sepihak oleh pelaku usaha.


Berdasarkan prinsip tersebut, pelaku usaha dan konsumen terlindungi

karena memberikan beban kepada masing-masing pihak secara proporsional, yaitu

konsumen hanya membuktikan adanya kerugian yang dialami akibat

menggunakan produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha, sedAngkan pembuktian

ada atau tidaknya kesalahan oleh pelaku usaha yang menyebabkan kerugian

konsumen dibebankan kepada pelaku usaha. Akan tetapi, konsumen di Indonesia

masih cenderung pasif meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

yang mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen, serta memberikan bentuk-

bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen. Konsumen belum

sepenuhnya menyadari hak-hak mereka, sedAngkan pelaku usaha juga belum

sepenuhnya memenuhi kewajibannya. Kondisi tersebut cenderung mendorong

lahirnya berbagai bentuk pelanggaran pelaku usaha terhadap hak konsumen,

namum pelaku usaha tersebut tidak memperoleh sanksi hukum yang mengikat.

Oleh karena itu, pemerintah sebagai pihak yang berwenang untuk menegakkan

hukum perlindungan konsumen harus terus bersifat proaktif dalam melindungi

hak-hak konsumen di Indonesia.96

Kaitannya dengan jasa doorsmeer, pelaku usaha wajib bertanggung jawab

memberikan ganti rugi atas kerusakan atau kerugian konsumen dalam

menggunakan produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Tanggung jawab pelaku

usaha doorsmeer di Banda Aceh timbul karena adanya hubungan perjanjian antara

pelaku usaha dengan konsumen, terutama dalam hal kerusakan dan kehilangan

barang konsumen atas kelalaian ataupun kesenganjaan pihak pelaku usaha.

96 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia..., hlm. 151.


Rumusan tentang tanggung jawab pelaku usaha terdapat dalam Pasal 19

UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen Bab VI,

adalah

sebagai berikut.

6) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,


pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan dan diperdagAngkan.
7) Ganti rugi sebagaimana dimaksudkan pada Ayat (1) dapat berupa
pengembalian atau atau pengganti barang dan/atau jasa yang sejenis atau
setara nilainya, atau
8) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi
9) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2)
tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan
10)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan konsumen97
Berdasarkan Pasal 19 Ayat 1 dapat diketahui bahwa tanggung jawab

pelaku usaha meliputi:

4. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan


5. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran, dan
6. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen98
Hak atas ganti kerugian ini dimaksud untuk mengalihkan keadaan yang telah

menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang

tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan

produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi,

maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian)

97 Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang


Indonesia…, hlm. 225.
98 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,Hukum perlindungan Konsumen…, hlm. 126. 108
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen…, hlm. 44.
konsumen. Jika terjadi persengketaan antara konsumen dan pelaku usaha, maka

untuk merealisasikan hak ini dapat diselesaikan secara damai (di luar pengadilan)

maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.108

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah mengatur tentang

sanksi yang harus diterima oleh pelaku usaha yang tidak mengindahkan

peraturanperaturan yang telah ditetapkan.Sanksi yang diberikan oleh Undang-

Undang No. 8 tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai Pasal 63 dapat

berupa sangsi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa

perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti

rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan kerugian

konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin

usaha.99100

3.3. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pertanggungan Ganti Rugi Pada


Doorsmeer Di Banda Aceh

Perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa dalam Islam dilakukan

dengan memberikan hak khiyar. Khiyar merupakan suatu cara yang dilakukan

oleh orang yang sedang melakukan akad dalam istilah Islam yaitu memberi

kebebasan dalam menentukan pilihan dari apa yang akan dibeli dalam hal jual

beli, yang bertujuan memberikan hak atas apa yang akan dilakukan dalam

menentukan akad tersebut. SedAngkan fungsi dari khiyar tersebut adalah sebagai

bentuk dari perlindungan terhadap calon pengguna barang dan jasa dalam

99 Happy Susanto, Hak-hak Konsumen yang Dirugikan, (Jakarta Selatan: Visi Media,
100 ), hlm. 169.
menentukan akad tersebut untuk membeli dan menggunakan produk barang dan

jasa yang dikehendaki.101

Pada asasnya suatu perjanjian (akad) apabila telah dibuat secara sah dan

telah memenuhi syarat berlakunya akibat hukum akad, maka akad tersebut

mengikat secara penuh dan tidak boleh salah satu pihak membatalkannya secara

sepihak tanpa persetujuan pihak lain. Akan tetapi, terdapat beberapa macam akad

yang memang sifat slinya terbuka untuk di-fasakh secara sepihak oleh salah satu

pihak tanpa persetujuan pihak lain. Di samping itu, terdapat pula akad yang salah

satu pihak mempunyai hak khiyar untuk meneruskan atau mem-fasakh akadnya,

baik secara hak khiyar itu dimasukkan dalam perjanjian sebagai bagian dari

klausulnya, maupun karna ditetapkan syarak.102

Dalam akad penitipan atau pinjam pakai, misalnya penitip atau pemberi

pinjaman bisa saja menarik kembali barang yang dititipkannya atau di

pinjamkannya, tanpa persetujuan penerima penitipan atau peminjam.begitu pula

sebaliknya, penerima titipan atau peminjam dapat membalikkan barang titipan

atau pinjaman tanpa persetuan penitip atau pemberi pinjaman.103

Manusia sebagai konsumen dan posisi konsumen di Indonesia masih

sangat lemah, tentu saja konsumen doorsmeer membutuhkan perlindungan. Jasa

doorsmeer memberikan perlindungan kepada konsumen hanya dalam bentuk nota

tertulis bagi konsumen yang menitipkan kendaraan untuk dicuci. Ada juga

101 Harun Nasrun, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm. 129.
102 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 256.
103 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah..., hlm. 257.
beberapa doorsmeer yang tidak menggunakan nota tertulis tetapi hanya

menggunakan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK). Hal ini dapat

menyebabkan seseorang yang bukan pemilik kendaraan mengaku bahwa

kendaraan tersebut miliknya karena tidak ada bukti yang kuat siapa pemilik

kendaraan tersebut dan bisa saja saat itu STNK tersebut berada di dalam

kendaraan.104 Selain itu ada juga bentuk kompensasi (ganti kerugian) yang mana

ganti kerugian di berikan kepada konsumen apabila pengaduan konsumen

dilakukan dalam tempo waktu yang telah ditetapkan oleh pihak doorsmeer seperti

selama kendaraan masih dalam perkarangan doorsmeer atau pengaduan 1x24 jam.

Tentu saja hal ini memberatkan pihak konsumen atas perjanjian sepihak yang

dibuat oleh pihak doorsmeer.105

Transaksi pada doorsmeer merupakan suatu akad (perjanjian) yang

dilakukan kedua belah pihak antara pihak doorsmeer dengan konsumen. Pada saat

meminta untuk dicucikan kendaraan kepada pihak doorsmeer, maka konsumen

memilliki hak khiyar atas barang yang dititip konsumen kepada pihak doorsmeer

untuk dicuci. Hal ini terjadi ketika konsumen merasa tidak mendapat perlindungan

seperti kehilangan barang-barang, kerusakan atau tidak bersih kendaraan yang

dicuci oleh pihak doorsmeer.

Akan tetapi, pihak doorsmeer membuat peraturan yaitu konsumen dapat

mengadukan kerugiannya atau ketidakpuasannya terhadap jasa yang diberikan

104 Hasil Observasi penulis terhadap Surya Doorsmeer Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh,
pada Tanggal 2 April 2017.
105 Hasil Observasi Penulis terhadap Amriz Doorsmeer Kecamatan Jaya Baru Banda Aceh,
pada tanggal 9 Oktober 2017.
oleh pihak doorsmeer dalam jAngka waktu yang telah ditetapkan oleh pihak

doorsmeer. SedAngkan hak khiyar yang terjadi di doorsmeer berlaku pada saat

hendak memasukkan kendaraan ke doorsmeer.

Islam mengistilahkan tanggung jawab dengan kata “dhaman”. Sebab-sebab

terjadinya dhaman ada dua macam yaitu tidak melaksanakan akad, atau alpa

dalam melaksanakannya. Timbulnya dhaman (tanggung jawab) akad

mengandaikan bahwa terdapat suatu akad yang sudah memenuhi ketentuan hukum

sehingga mengikat dan wajib dipenuhi. Bilamana akad yang sudah tercipta secara

sah menurut ketentuan hukum itu tidak dilaksanakan isinya oleh debitur atau

dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya (ada kealpaan), maka terjadilah

kesalahan dipihak debitur baik kesalahan itu karena kesengajaannya untuk tidak

melaksanakannya maupun karena kelalaiannya yang bertentangan dengan hak dan

kewajiban.106

Terwujudnya sebuah tanggung jawab, tidak hanya cukup ada kesalahan dari

pihak debitur, tetapi juga harus ada kerugian dari pihak kreditor sebagai akibat

dari kesalahann tersebut. Kerugian inilah yang menjadi sendi dari adanya

tanggung jawab yang diwujudkan dalam bentuk ganti rugi. Menurut Syamsul

Anwar kerugian adalah segala gangguan yang menimpa seseorang, baik

menyangkut dirinya maupun menyangkut harta kekayaannya, yang terwujud

dalam bentuk terjadinya pengurangan kuantitas, kualitas, ataupun manfaat.107Oleh

106 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 331.
107 Ibid.
sebab itu, dalam Islam semua perbuatan yang berbahaya tidak dibenarkan dan

harus dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, bahwa kerugian, bahaya materiil

atau jiwa yang menimpa konsumen sebagai akibat buruk yang disebabkan produk

barang dan jasa pelaku usaha harus ditanggung oleh pelaku usaha sesuai dengan

prinsip ganti rugi (dhaman) yang terdapat dalam Hukum Islam.

Hukum ekonomi Islam telah mengatur tentang perlindungan konsumen.

Dalam Islam melindungi konsumen merupakan syarat mutlak untuk tercapainya

suatu keberhasilan. Islam telah mengajarkan umat manusia untuk tidak melakukan

suatu perbuatan yang dapat merugikan orang lain, terutama dalam hal pemakaian

barang dan jasa. Sebagaimana firman Allah dalam Suart an-Nisa Ayat 29.

             

          

              

             

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (Qs. An-Nisa Ayat 29)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt melarang hamba-hamba-Nya

yang mukmin memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil dan cara-cara

mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syariat seperti riba, perjudian
dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya yang tampak

seakanakan sesuai dengan hukum syari’at, tetapi Allah mengetahui bahwa apa

yang

dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari sipelaku untuk mengindari ketentuan

hukum yang telah digariskan oleh syari’at Allah. 108 Begitu pula Firman Allah

dalam Surat al-Jaatsiyah Ayat 22, yaitu:

         





 



 

 

Artinya:“Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan

mereka tidak akan dirugikan”.agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang
dikerjakannya, dan(QS. Al-Jatsiyah Ayat 22).

Penjelasan dari Ayat di atas, dapat di tafsirkan bahwa Allah telah

menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan adil, agar tiap orang

yang di adili dan di balas sesuai dengan apa yanng telah dikerjakannya di dunia

108 Salim Bahreisy, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir Volume 2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1986), hlm. 134
semasa hidupnya, dan sesekali tidak seorangpun akan dirugikan. 109 Selain itu

Firman Allah dalam Surat al-Isra Ayat 34:

        

          

         Artinya: “Dan

janganlah kamu mendekati harta anak atim, kecuali dengan cara

yang lebih baik (brmanfaat) sampai ian dewasa, dan tepatilah janji,
karena sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggung jawabannya.
(QS. Al-Isra: 34).

Setiap orang yang memiliki profesi, kedudukan, dan jabatan apapun mulai

dari tingkat bahwah sampai tingkat atas bertanggung jawab berdasarkan

kedudukan masing-masing. Tidak satu orang pun bisa lari dari tanggung jawab

yang telah di amanahkan. Rasulullah SAW mengatakan lebih lanjut tentang

tanggung jawab dalam sebuah hadits sebagai berikut:

‫س َّل‬ ِ ِ
َ ‫َع يَْل ْ ِه َو‬ َ ُ‫َص َّل ی ﷲ‬ َ ‫س ُُْوال ﷲ‬ ُ ‫ُه ََم ااَ َّن ََُر‬ ُ ‫َع ْنْـ‬ َ ُ‫َي اﷲ‬َ ‫ض‬ ِ ‫ب ُ ُن عُ ََم ََر ََِر‬ ْ ‫ع ْ ْن ا‬ َ َ
ٍ
‫َع ْ ْن‬َ ‫ْس ـُُئ ٌْوٌل‬ ْ ‫ك ْْم ََم‬ُ ُُ‫ك ْْم ََرا ٍع ََُُوك ل‬ ُ ُُ‫ُك ل‬ ُ ‫ُق ُْو ُل‬ ُ ‫ْْم يَـ‬
‫ي تِ ِه ََوال َّر ُج ُل َراٍٍع َعلََى‬ َّ ‫َع ْ ْن ََِرِع‬
َ ‫ْس ُئـ ٌْوٌل‬
ٍ ِ َّ ‫اَأْلميـر ال ِْذي علََى‬
ْ ‫الن ا ِس َرا ٍع َوَُه َو ََم‬ َ ْ ُ ُْ َ‫ي تِ ه ف‬
ِ ِ َّ ‫َِرِع‬
َ
‫َع‬ َِ ِ ِ َِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ٍع‬ ٍ َ‫البـع ُد را‬
ُْ ‫َْأهله بَْـيته َوَُه َو َم ْسُئ ٌْـوٌل َعْن ُْـه ْم َوالْ َم ْرأة َراعيَةٌ َعلَى ب ِْـيت ب ْـعل َها َوَولده َوه َي َم ْسئولةٌ َعْن ُْـه ْم َو‬
‫وه َو‬ ِ ‫َس‬
َُ ‫َيد ِه‬ ِّ ‫ىَل َماِ ِل‬
)‫َم ْسئ ٌْـوٌل َعْنهُ أل َُف ُكل ُْك ْم َراٍٍع َُوُكل ُْك ْم َم ْسئ ٌْـوٌل َْع ْن َِر ِعيتُِِه (رواەالبخري‬

109 Salim Bahreisy, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir Volume 7, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1986), hlm. 282.
Artinya: Dari Ibn Umar r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: Iman
(pemimpin) itu adalah pengurus dan bertanggung jawab terhadap
kepemimpinannya. Suami itu pengurus keluarganya dan dia bertanggung
jawab atas kepengurusannya. Istri itu pengurus dalam rumah tangga
suaminya dan bertanggung jawab tentang kepengurusannya. Dan
pembantu itu pengurus bagi harta majikan dan bertanggung jawab atas
kepengurusannya. (HR. Bukhari).110

Hadits tersebut menjelaskan tentang adanya tanggung jawab atas setiap

diri manusia yang oleh manusia tersebut wajib ditunaikan mulai dari kedudukan

yang paling rendah sampai yang paling tinggi, karena semua manusia tidak akan

lolos dari tanggung jawab. Selain itu Hadist Nabi yang mengatakan bahwa:

‫س َّل ْْم‬ ِ ِ َِ
َ ‫َع يَْل ْ ِه َو‬َ ُ‫َص َّل ی اﷲ‬َ ‫س ُْو ُل ِﷲ‬ ُ ‫ع ْ ْن ُه قاَ َل ََُر‬ َ َُ‫َي اﷲ‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ُه ََْري ْـ ََرة ََِر‬
ُ ‫ْيب‬
ْ ‫ع ْ ْن ا‬َ َ
‫َه اي ا‬ ِ ‫ف َـن ت‬ ِ
َ ‫ع ْتْـ‬
َ َ‫ض ا‬
َ َ‫ف ا‬ َ َ‫َف إض ا‬
َ ‫ْي‬ْ ‫َك‬
َ ، ‫ع َة‬
َ َ‫الس ا‬
َّ ‫ِظ َر‬ ْ ْ َ ُ‫ي َـ َع ِت اْ لَأل ََم ا َن ة‬ َّ ‫ُض‬ ُ َ‫ا ذا‬
‫ْخ‬
ْ َ ‫ (ا‬. ‫ع َة‬َ َ‫الس ا‬
ِ ‫غ يْ ِر ا َْه لِ ِه ف ا ْن ْـ ت‬
َّ ‫ِظ ََر‬ َ ْ َ َ َ ‫ْس نَِ َد اْاْل َ ْْم ُراَِىِل‬ ِ
ْ َ‫ ا ذاَ ا‬: ‫س ُْو ُل ِﷲ َق اَ َل‬ ُ ‫ََُر‬
‫َخ ا ِ ِري‬ َ ‫ب‬ُ ‫ُه ال‬ ُ ‫ََر َج‬
) ‫يف ك تَاب ال ِْ ِرق اِ ِق‬
Artinya: Dari Abu Huraira r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda: Apabila

seorang amanah disiasahabat -siakan maka tunggulah saatbertanya: “bagaimana


kehancurannya. Salahmenyia-nyiakan, hai
Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: Apabila perkara itu
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya. (HR. Imam Bukhari). 111

Berdasarkan hadits diatas apabila suatu amanah itu telah diamanatkan

kepada seseorang maka harus ditunaikan dan disampaikan, karena amanah

110 KH. Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadits-hadits Muttafaq
‘Alaih Bagian Munakahat dan Mu’amalah, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm
111 Syahibuddin Abil Abbas Ahmad bin Muhammad Asy Syafi’I al-Qustholani, Irsyadus
Syari’ juz 13, (Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah, 1996), hlm. 494.
merupakan tanggung jawab penerima amanah, dan jangan menyia-nyiakan

amanah tersebut apabila telah di amahkan. Pemberian amanah disamakan dengan

pemberian titipan (wadiah). Wadiah yaitu pemberian kuasa oleh penitip kepada

orang yang menjaga hartanya tanpa kompensasi (ganti). Dasar hukum dapat

dilihat dalam hadits Rasulullah saw.

‫َع‬ ِ ‫َع‬, ‫َع ْ ْن َج ّّد ِه‬, ‫ِه‬


َِّ ‫ِن‬ ِ ‫َع ْ ْن َأ‬, ‫ِن ُش َع ْيًْب‬ ِ
َ ُ‫َّل ی اﷲ‬ ‫َص‬
َ ‫الن ْيب‬ َ َ َ ْ ‫يِْب‬ َ ً َ ُ ‫ِرب‬ ْ ‫َع ْْم‬ َ ‫ع ْ ْن‬
َ َ
َ ً‫ع َِوِد ْي ة‬ َِ ِ
َ ْ ‫ف َـ يَْل‬
‫َس‬ َ ‫ ََم ْ ْن اُ ْو ِد‬: ‫س َّل ََم َق َال‬
َ ‫يَْل ْ ِه َو‬
ٍ ِ
) ‫ٌف‬
ٌ ‫ْي‬ْ ‫َض ِع‬ ْ ‫اب ُ ُن ََم اَ َج ٍه َِوا‬
َ ‫ْس نَاُُد ُه‬ ْ ‫َج ُه‬ َ ‫ْخ ََر‬ َ ‫ع يَْل ْ ِه‬
ْ َ‫َض ََم اُ ُن ( ا‬ َ َ
Artinya: Dari Amru bin Syu’ain, dari ayahnya, dari kakeknya ra. Bahwa Nabi
saw. bersabda, “Barang siapa yang dititipi suatu titipan, maka tidak
ada tanggungan atasnya.” (HR: Ibnu Majah) 112

Talah terjadi ijma’ bahwa orang yang menerima titipan itu tidak

menanggung barang titipan (jika rusak tanpa sengaja), kecuali yang diriwAyatkan

dari Al-Hasan Al-Basri bahwa jika orang yang menitipkan itu mensyaratkan

tanggungan kepadanya, maka dia menanggung. Dan boleh jadi hal ini ditafsirkan

jika ada unsur kelalaian.113 Selain dari Ayat yang telah disebutkan dijelaskan di

atas, ada beberapa qawaidh fiqqiyah yang menjadi pedoman perlindungan bagi

konsumen terhadap tanggunga jawab untuk menggganti kerugian yang terjadi di

‫َع اِ ِن‬ ‫مَِت‬


doorsmeer Banda Aceh. Diantaranya yaitu: َ ِ ‫الض ََم اُ ُن ال يَ ْج‬
َّ ‫ْج ُر َو‬
ْ َ‫اال‬

112 Faisal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, terj. Imam Fauji, Mukhtasarul Kalam ala Bulugh
al-Maram, (Jakarta: Ummul Qura, 2015), hlm. 420.
113 Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, terj. Imam Fauji, Mukhtasarul Kalam ala
Bulugh al-Maram, (Bulughul Maram dan Penjelasannya), (Jakarta: Ummul Qura, 2015), hlm 420.
Artinya: “pemberian upah dan tanggung jawab untuk mengganti kerugian tidak
berjalan bersamaan”.

Dhaman atau ganti rugi dalam kaidah tersebut adalah mengganti dengan

barang yang sama. Apabila barang tersebut ada dipasaran atau membayar seharga

barang tersebut apabila barangnya tidak ada dipasaran. Contoh, seorang menyewa

kendaraan penumpang untuk membawa keluarganya, tetapi si penyewa

menggunakan untuk membawa barang-barang yang berat yang mengakibatkan

kendaraan tersebut rusak berat. Maka, si penyewa harus mengganti kerusakan

tersebut dan tidak perlu membayar sewanya.114 Selain itu, qawaidh yang juga

menjelaskan tentang manfaat ganti rugi, yaitu: ‫الض ََم اِ ِن‬


َّ ِ‫اَْخْلَ ََراُ ُج ب‬

Artinya: “Manfaat suatu benda merupakan faktor pengganti kerugian” ‫لغ ُُْرم‬
َ َ‫ا‬

‫َع ْ ْن ِِم‬
َ ‫بِا ْل‬

Artinya: “Risiko itu menyertai manfaat”

Maksud qawaidh di atas adalah apabila seseorang yang memanfaatkan

sesuatu harus menanggung risiko. Seperti biaya notaris adalah tanggung jawab

pembeli kecuali ada keridhaan dari penjual untuk ditanggung bersama. Demikian

pula halnya, seseorang yang meminjam barang, maka dia wajib mengembalikan

barang dan risiko ongkos-ongkos pengembaliannya. Berbeda dengan ongkos

114 H.A Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang


Praktis,hlm. 132.
.
mengangkut dan pemeliharaan barang, dibebankan kepada pemilik barang.

Hukum Islam memandang perihal tanggung jawab atas kerusakan dan


115

kehilangan barang dibebankan kepada pihak pengelola jasa pekerjaan untuk

bertanggung jawab sepenuhnya atas segala kerusakan dan kehilangan barang

tersebut, dengan alasan pihak yang memberikan upah terhadap jasa tersebut

menginginkan barangnya tetap utuh dan sempurna. SedAngkan pihak yang

menerima upah menginginan pembayaran atas jasa yang telah ia lakukan. 116Begitu

pula dengan jasa doorsmeer, tanggung jawab atas ganti rugi yang terjadi di

doorsmeer seharusnya menjadi tanggung jawab pihak pengelola doorsmeer

terhadap kehilangan atau kerusakan barang konsumen yang menggunakan jasa

doorsmeer tersebut.

Tujuan dari ganti rugi pada dasarnya adalah untuk maslahah fardiyah

(hakhak individu) guna menciptakan perdamaian antara kedua belah pihak yaitu

pihak doorsmeer dengan konsumen agar tidak terabaikan hak-hak konsumen yang

merupakan kewajiban dari pihak doorsmeer yang harus dipenuhi. Dengan kata

lain, kerugian yang dimaksudkan untuk mengganti kerugian atau menghilAngkan

kerugian yang dialami oleh pihak yang dirugikan.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan kepada

setiap konsumen yang merasa dirugikan hak-haknya oleh pelaku usaha. Pada

dasarnya pelaku usaha bertanggung jawab ataus kerugian yang di derita konsumen

115 Ibid., 133.


116 Chairuman Pasaribuan dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,
(Jakarta: Rabbani Press, 2001), hlm. 53.
atas produk atau jasa yang diperdagAngkan. 117 Dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada Bab VI Tanggung Jawab

Pelaku Usaha Pasal 19 Ayat 1 “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan

ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau di perdagAngkan. 118 Hal

ini diperlukan karena konsumen dalam berbagai kondisi seringkali ditempatkan

pada posisi yang lemah bila dibandingkan dengan produsen. Hal tersebut

menyebabkan hukum perlindungan konsumen di anggap penting

keberadaannya.119

Perlindungan konsumen diwujudkan dengan diaturnya perbuatan yang

dilarang bagi pelaku usaha. Hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan

bagi konsumen terhadap kesehatan, kenyamanan, keamanan baik bagi diri

konsumen maupun harta bendanya agar dilakukan ganti rugi sesuai dengan harga

suatu produk apabila konsumen merasa dirugikan oleh barang dan jasa yang

dihasilkan oleh pelaku usaha.

Hukum positif maupun hukum Islam sama-sama memberikan perlindungan

konsumen dan memberikan ganti rugi terhadap kerugian material yang dialami

oleh konsumen merupakan kerugian yang tidak secara langsung diderita oleh

konsumen, melalainkan kerugian yang dapat dinilai dengan uang dan kerugian ini

bersifat kebendaan. Kerugian tersebut dapat berupa kerugian dikarenakan

117 Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 80
118 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tentang Perlindungan Konsumen Tahun
1999 Nomor 8 dan Tambahan Lembaran Negara 3821.
119 Burhanuddin, Hukum Perlindungan Konsumen, (Malang: UIN Maliki, 2010), hlm. 15
konsumen tersebut telah mengeluarkan sejumlah uang untuk produk dan/atau jasa

atas produk dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah diharapkan oleh

konsumen tersebut, meskipun terkadang jumlah uang yang dikeluarkan oleh

konsumen tersebut terbilang sedikit, akan tetapi konsumen memiliki hak-hak yang

harus dipenuhi oleh para produsen ataupun pelaku usaha dalam menjalankan

usahanya.

Uraian di atas menjelaskan bahwa sejumlah doorsmeer di Banda Aceh

belum sepenuhnya memberikan perlindungan berupa ganti kerugian kepada

konsumen secara hukum Islam ataupun berdasarkan hukum positif seperti yang

diharapkan oleh konsumen kebanyakan. Hal ini membuat konsumen merasa ragu

untuk menitipkan kendaraan untuk dicuci karena standar pelayanan yang

disediakan oleh pihak doorsmeer belum sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

konsumen. Seharusnya pihak doorsmeer lebih memperhatikan sisi perlindungan

kepada konsumen seperti kenyamana dan keamanan saat konsumen mempercayai

kendaraan kepada pihak doorsmeer untuk dicuci agar kendaraan yang dititipkan

oleh konsumen kepada pihak doorsmeer aman dan konsumen tidak merasa

dirugikan apabila terjadi kehilangan ataupun kerusakan barang. Kemudian pihak

dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen agar konsumen merasa

nyaman saat menitipkan kendaraannya untuk dicuci oleh pihak doorsmeer.

Dengan demikian pelayanan dan sistem ganti rugi yang diharapkan konsumen

benar-benar akan terwujud.

BAB EMPAT
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bab empat merupakan bab yang terakhir dalam penulisan skripsi ini, berisi

kesimpulan dan keseluruhan pembahasan yang telah di bahas di dalam skripsi.

Disamping itu, juga dilengkapi dengan saran-saran yang dapat membantu

menyelesaikan permasalahan bagi kajian dan praktik masa yang datang.

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya, maka

dalam bab ini akan dirangkum beberapa kesimpulan yang dirincikan sebagai

berikut:

1. Aturan yang diterapkan oleh doorsmer di kota Banda Aceh yaitu pihak

doorsmeer membuat perjanjian dengan konsumen berupa

perjanjian tertulis. Akan tetapi ada beberapa doorsmeer di Banda Aceh

yang tidak melakukan kontrak jasa atau hanya berupa bentuk

perjanjian lisan antara pihak doorsmeer dengan konsumen. Mereka

hanya menggunakan kontrak jasa secara lisan. Pihak doorsmeer juga

menggunakan asas kepercayaan kepada konsumen yang sudah menjadi

langganan, sehingga mereka tidak menggunakan bukti atau nota bahwa

konsumen telah menitipkan kendaraannya untuk dicuci oleh pihak

doorsmeer. Sistem ganti rugi rugi yang terjadi pada doorsmeer di

Banda Aceh, terkadang pihak doorsmeer memang memberikan ganti

kerugian penuh kepada konsumen berupa ganti rugi uang atau barang
sesuai dengan kadar barang yang hilang atau rusak. Akan tetapi ganti

rugi tersebut dilakukan apabila konsumen memeriksa dan mengadukan

kehilangan barang dan kerusakan atau kecacatan pada body kendaraan

pada saat masih berada di dalam perkarangan doorsmeer. Walaupun

telah ada peraturan tertulis, hal ini tentu memberatkan konsumen atas

perjanjian baku yang dibuat sepihak oleh pihak doorsmeer.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap pertanggungan ganti rugi terhadap

kerusakan dan kehilangan barang dalam pelayanan jasa doorsmeer di

kota Banda Aceh belum sesuai. Hukum Islam memandang perihal

tanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang dibebankan

kepada pihak pengelola jasa pekerjaan untuk bertanggung jawab

sepenuhnya atas segala kerusakan dan kehilangan barang tersebut,

dengan alasan pihak yang memberikan upah terhadap jasa tersebut

menginginkan barangnya tetap utuh dan sempurna. Sedangkan pihak

yang menerima upah menginginan pembayaran atas jasa yang telah ia

lakukan. Jadi apabila terjadi kerusakan atau kehilangan barang maka

seharusnya pihak doorsmeer bertanggung jawab dan memberikan ganti

rugi sehingga konsumen tidak akan merasa dirugikan atas kelalaian

dari pihak doorsmeer (pengelola jasa).


4.2. Saran
1. Seharusnya pihak pengelola jasa doorsmeer membuat peraturan yang

jelas mengenai perjanjian dan kesepakatan antara pengelola jasa

dengan pihak doorsmeer agar tidak ada perdebatan apabila terjadi

kehilangan dan kerusakan pada saat mobil dititip untuk dicuci oleh

pihak doorsmeer.

2. Seharusnya pihak doorsmeer mendata setiap barang yang ada di dalam

kendaraan konsumen sebelum kendaraan tersebut dicuci.

3. Diharapkan kepada kedua belah pihak baik pengelola jasa maupun

konsumen agar dapat menjalankan sistem ganti rugi atas kerusakan

dan kehilangan yang terjadi di doorsmeer sesuai dengan konsep

hukum Islam, sehingga tidak akan merugikan salah satu pihak.


DAFTAR PUSTAKA

I. Sumber Buku

Abdur Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh
Kasus, Jakarta: Kencana, 2005

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2014

Abdul Rahman, Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2010

Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo Persada,


2008

Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1997

Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa’id Fiqhiyah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2004

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa’id Fiqhiyah dalam Perspektif Fikih, Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2004
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, Jakarta: Amzah, 2015

Al-Hafizh Ali bin Umar ad-Daraquthni, Sunan ad-Daraquthni, , jilid III Hadits
No 2777, Terj. Anshori Taslim, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008

Anwar Sanusi, Metodelogi Penelitian Bisnis, Jakarta: Selemba Empat, 2014

AZ Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pusat Sinar Harapan, 1995

Burhanuddin, Hukum Perlindungan Konsumen, Malang: UIN Maliki, 2010

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke


Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar


Grafika,

Chairuman Pasaribuan dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,


Jakarta: Rabbani Press, 2001

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,


Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1990

DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Jakarta: Balai Pustakan,
2001

Endang Sari Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya dengan


Perlindungan Konsumen, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003)

Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010

Faisal Badroen, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Kencana, 2006

Faisal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, terj. Imam Fauji, Mukhtasarul Kalam ala
Bulugh al-Maram, Jakarta: Ummul Qura, 2015

Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001

Happy Susanto, Hak-hak Konsumen yang Dirugikan, Jakarta Selatan: Visi Media,
2008

Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, cet II, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007

H.A Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang


Praktis, Jakarta: Kencana, 2006

Husni Syazali dan Heni Sri Imaniati, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung:
MandarMaju, 2000

Imam Mahyiddin an-Nawawi, ad-Dhurrah as-Salafiyyah Syarh al-Arba’in


anNawawiyah,, Solo: Pustaka Arafah, 2006

Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang


Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006

KH. Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadits-hadits Muttafaq ‘Alaih
bagian Munakahat dan Mu’amalah, Jakarta: Kencana, 2004
Muhammad Djakfar, HukumBisnis: Membangun WacanaIntegrasi Perundangan
Nasional Dengan Syariah, Malang: UIN Malang Press, 2009
Muhammad, dan Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi
Islam, Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2004

Mustafa Dieb Al Bigha, Fiqh Islam, terj. Achmad Sunarto, Surabaya: Insan
Amanah, 1424

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Muamalah, Jakarta: Kencana Prenada Media


Grup, 2012

Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis: Membangun Wacana Integrasi Perundangan


Nasional dengan Syariah, Yogyakarta: PT LKis Printing Cemerlang,
2009

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 3, Jakarta: Lentera Hati, 2012

Ridwan Nurdin, Fiqh Muamalah Sejarah, Hukum dan Perkembangannya, Banda


Aceh: PeNA, 2010

Salim Bahreisy, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir Volume 2, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid III Kairo: Darul Fath Lil I’lam Al-‘Arobi, 2000
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2006

Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,


1999

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri, Minhajul Muslim Pedoman Hidup Ideal
Seorang Muslim, terj. Andi Subarkah, Solo: Insan Kamil, 2009

Syahibuddin Abil Abbas Ahmad bin Muhammad Asy Syafi’I al-Qustholani,


Irsyadus Syari’ juz 13, Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah, 1996

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007

T.M Hasby Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Jilid II, Jakarta: Bulan
Bintang, 1975

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,


Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2003
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu, jilid V, Beirut: Dar al-Fikr
al-Mu’shir, 2005

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insan Press,
1997

II. Peraturan Perundang-undangan

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Bab I, Pasal I

Republik Indonesia, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 14


Tahun 2008, Lembaran Negara Nomor 61 dan Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4868

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tentang Perlindungan Konsumen

Tahun 1999 Nomor 8 dan Tambahan Lembaran Negara 3821. III. Sumber

Penerbitan Online

http://kamusbisnis.com/arti/ganti-rugi

Ice Trisnawati, Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian Jual


Beli dengan Menggunakan Klausula Baku. Diakses melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstreamhandle

Nurhalis, Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-


Undang Nomor 8 Tahun 1999, di akses melalui:
http://smedia.neliti.commediapublications43513-ID

Hasil Observasi

Komponen yang di Amati Deskripsi


Aturan Aturan yang diterapkan di doorsmeer
kota banda aceh berbeda beda. Aturan
yang diterapkan oleh salah satu pihak
doorsmeer yaitu membuat perjanjian
dengan konsumen berupa perjanjian
tertulis, yang menyatakan bahwa
kehilangan dan kerusakan diluar
tanggung jawab pihak doorsmeer. Akan
tetapi ada doorsmeer yang hanya
menggunakan perjanjian dengan
konsumen secara lisan.
Bentuk Perlindungan Bentuk perlindungan yang diberikan
oleh pihak doorsmeer yaitu adanya nota
tertulis bagi konsumen yang menitipkan
kendaraan untuk dicuci. Ada beberapa
doorsmeer yang tidak menggunakan
nota tetapi hanya menggunakan atau
menunjukkan STNK pemilik kendaraan
ketika akan menggambil kendaraan
yang telah siap dicuci. Ada juga
beberapa doorsmeer yang tidak
menggunakan nota, tetapi hanya
menggunakan asas kepercayaan kepada
konsumen yang sudah menjadi
langganan.
Bentuk Pengawasan Bentuk pengawasan di dalam
doorsmeer terhadap barang konsumen
yang ada di dalam dkendaraan yang di
titipkan oleh konsumen untuk dicucikan
sangat kurang. Pihak doorsmeer tidak
memeriksa dan mendata terlebih dahulu
barang-barang apa saja yang di
timggalkan konsumen didalam
kendaraan tersebut. Bisa saja konsume
lupa mengambil barangnya. Hal ini
dapat meminimalisirkan kehilangan
yang terjadi di doorsmeer.
Bentuk Kompensasi Pengaduan Bentuk konpensasi pengaduan yang
diberikan oleh pihak doorsmeer berupa
pengaduan yang dapat dilakukan dalam
tempo waktu yang telah ditetatapkan
oleh pihak doorsmeer seperti
pengaduan masih didalam perkarangan
doorsmeer atau 1x24 jam. Hal ini
memberatkan konsumen atas perjanjian
baku yang dibuat sepihak oleh pihak
penyedia jasa.
Pertanggungan Ganti Rugi Bentuk ganti rugi yang diberikan oleh
pihak dorsmeer yaitu ganti rugi dalam
bentuk uang ataupun barang sesuai
dengan permintaan konsumen. Akan
tetapi ada beberapa doorsmeer tidak
merespon untuk bertanggung jawab
pengaduan konsumen terkait kehilangan
dan kerusakan akibat pihak doorsmeer
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama Lengkap : Haifa Nadira
Tempat /Tgl. Lahir : Aceh Besar, 12 April 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan /NIM : Mahasiswi/140102159
Agama : Islam
Kebangsaan /Suku : Indonesia /Aceh
Status : Belum Kawin
Alamat Nama : Lamlhom, Kec. Lhoknga, Kab. Aceh Besar
Orang Tua

Ayah : Yusnadi
Pekerjaan : Wiraswasta
Ibu : Rahmawati (almh)
Pekerjaan :-
Alamat : Lamlhom, Kec. Lhoknga, Kab. Aceh Besar
Pendidikan

Sekolah Dasar : MIN TELADAN BANDA ACEH 2007


SLTP : SMPN 1 PEUKAN BADA 2010
SMU : MAN 2 BANDA ACEH 2013
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Fakultas
Syari’ah dan Hukum,
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Banda Aceh, 12 Januari 2018

Haifa Nadira
140102159

Anda mungkin juga menyukai