Anda di halaman 1dari 8

AGAMA ADALAH NASIHAT

‫ أن النبي صلى هللا‬,‫عن أبي رقية تميم بن أوس الداري رضي هللا عنه‬
,‫ ولكتابه‬,‫ «هلل‬:‫ لمن؟ قال‬:‫ «ال ِّديْنُ ال َّنصِ ي َْح ُة» قلنا‬:‫عليه وسلم قال‬
‫ رواه مسلم‬.»‫ ألئمة المسلمين وعامتهم‬,‫ولرسوله‬
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau
menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan
rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim)

Adapun definisi an-nashihah secara terminologi dalam hadits ini adalah: Mengharapkan kebaikan


orang yang dinasihati, definisi ini berkaitan dengan nasihat yang ditujukan kepada pemimpin umat
Islam dan rakyatnya. Adapun jika nasihat itu diarahkan kepada Allah, kitab-Nya dan Rasul-Nya,
maka yang dimaksud adalah merapatnya hubungan seorang hamba dengan tiga hal tersebut di
atas, di mana dia menunaikan hak-hak mereka dengan baik.

Syarah (Penjelasan Hadits)


“Agama adalah nasihat”, merupakan sebuah ungkapan yang menunjukkan arti bahwa nasihat
adalah sesuatu yang penting, nasihat sebagai penopang utama agama, nasihat sebagai inti dari
agama. Ungkapan tersebut sama halnya dengan ungkapan pada kalimat  “Haji adalah Arafah”
yang menunjukan pengertian bahwa Wukuf Arafah adalah sesuatu yg penting dalam Ibadah Haji,
Wukuf di Arafah adalah inti dari Ibadah Haji sehingga tanpa melaksanakannya, seseorang
dianggap tidak syah dalam berhaji. Nasihat merupakan asas dalam agama Islam.
 
Nasihat dalam pengertian umumnya adalah suatu petunjuk yang baik dari si penutur yang bisa
dijadikan sebagai bahan referensi atau alasan bagi si mitra tutur untuk melakukan suatu hal.
Nasihat mengandung arti bahwa si penasihat sangat memberikan perhatian penuh terhadap orang
yang dinasihatinya agar ia mempraktekkan semua bentuk kebaikan dari segala sisinya, baik
berupa keinginan (niat) ataupun perbuatan.
 
1. Yang dimaksud nasihat untuk Allah adalah; mentauhidkannya, menyifatinya dengan sifat yang
sempurna dan mulia, menyucikannya dari sifat-sifat yang bertentangan dengan kesempurnaan
dan kemuliannya, tidak bermaksiat kepada-Nya, melakukan pengabdian dengan penuh ketaatan.
 
2. Sedangkan yang dimaksud dengan nasihat untuk kitab-Nya adalah; beriman kepadanya,
mengagungkannya, menyucikannya, membacanya dengan bacaan yang benar. Memperhatikan
perintah-perintah dan larangan-larangannya, berusaha memahami ilmu-ilmunya dan, meresapi
kandungan ayat-ayatnya, mengamalkan dan mendakwahkannya, dan mencegah usaha orang-
orang yang ingin merubahnya dan mencelanya.
 
3. Nasihat untuk Rasul-Nya, yaitu; beriman kepadanya dan kepada apa-apa yang ia bawa (risalah
ajaran Islam), menghormati dan mengagungkannya, senantiasa berpegang teguh dengan penuh
ketaatan kepadanya, menghidupkan sunnah-nya, menyebarluaskan ilmu dan ajarannya,
berakhlak dengan menteladani  akhlaknya, mencintai keluarga dan para sahabatnya.
 
4. Adapun yang dimaksud dengan nasihat untuk para pemimpin kaum Muslimin adalah;
membantu dan menolong mereka dalam al–haq dan ketaatan, mengingatkan mereka di saat
mereka lalai dengan cara yang baik dan lemah lembut, mendoakan mereka agar mereka diberi
taufiq oleh Allah, dan menganjurkan atau mengajak orang-orang yang menginginkan kebaikan
agar mendoakan mereka.
 
5. Dan yang dimaksud nasihat untuk kaum muslimin secara umum adalah; membimbing mereka
untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat dan maslahat bagi mereka.
 
Pelajaran dan Faidah Hadits:
 
1.  Agama Islam menganggap sebegitu pentingya nasihat.
 
2. Nasihat sebagai penopang utama eksistensi berdiri tegaknya agama Islam.
 
3. Kewajiban saling memberikan nasihat dalam kebaikan, dalam perkara yang haq dengan
kesabaran, kelemahlembutan dan kesantunan (bil hikmah).
 
4. Seorang muslim, semestinya tidak anti nasihat, saran dan kritik. (Bimas Islam/KA)
 

Adab Dalam Memberikan Nasehat


1. Nasehat Didasari Niat Ikhlas
Sebagaimana kita ketahui bahwa amalan kebaikan tidak diterima dan tidak dianggap sebagai amalan shalih
kecuali jika dengan niat yang ikhlas. Dari Umar bin Khathab radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

ِ ‫ت ِهجْ َر ُت ُه إلى هَّللا‬


ْ ‫ ف َمن كا َن‬،‫ وإ َّنما اِل م ِْرٍئ ما َن َوى‬،ِ‫إ َّنما األعْ ما ُل بال ِّن َّية‬
‫أو امْ َرَأ ٍة‬ ِ ‫هاج َر إلى ُد ْنيا يُصِ يبُها‬ َ ‫ و َمن‬،ِ‫ورسولِه‬ َ ِ ‫ َف ِهجْ َر ُت ُه إلى هَّللا‬،ِ‫ورسولِه‬
َ
َ ‫ َف ِهجْ َر ُت ُه إلى ما‬،‫َي َت َز َّوجُها‬
‫هاج َر إ َل ْي ِه‬
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan seseorang mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Orang
yang hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya maka ia mendapatkan ganjaran sebagai amalan hijrah untuk Allah
dan Rasul-Nya. Orang yang hijrah untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi wanita, maka hijrahnya
sekedar yang untuk apa yang ia niatkan tersebut” (HR. Bukhari no. 6953).
Allah ta’ala hanya menerima amalan ikhlas ditujukan kepada Allah semata tidak berbuat syirik kepada Allah
termasuk syirik dalam niat. Allah ta’ala berfirman:

َ ‫ل هَّللا ُ م َِن ْال ُم َّتق‬eُ ‫ِإ َّن َما َي َت َق َّب‬


‫ِين‬
“Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al Maidah: 27).
Ath Thabari rahimahullah menjelaskan:

e‫ الذين‬،‫ ” في هذا الموضع‬e‫ ” المتقون‬e:‫وقد قال جماعة من أهل التأويل‬


‫اتقوا الشرك‬.
“Sejumlah ulama tafsir dalam kalangan salaf di beberepa tempat telah mengatakan: “muttaqun” di sini
maksudnya orang-orang yang menjauhkan diri dari kesyirikan” (Tafsir Ath Thabari).
2. Menasehati dengan Cara yang Benar Sesuai Syariat
Selain niat harus ikhlas, cara memberikan nasehat juga harus benar. Allah ta’ala berfirman:
ً‫صالِحا ً َواَل ُي ْش ِركْ ِب ِع َبا َد ِة َر ِّب ِه َأ َحدا‬
َ ً‫ان َيرْ جُو لِ َقاء َر ِّب ِه َف ْل َيعْ َم ْل َع َمال‬
َ ‫َف َمن َك‬
“Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Rabb-Nya maka amalkanlah amalan kebaikan dan
jangan mempersekutukan Rabb-nya dengan sesuatu apapun” (QS. Al Kahfi: 110).
As Sa’di dalam Tafsir-nya menjelaskan:

،‫ من واجب ومستحب‬،‫ لشرع هللا‬e‫صالِحً ا ْ} وهو الموافق‬ َ ‫َف ْل َيعْ َم ْل َع َماًل‬


‫ ال يرائي بعمله بل يعمله خالصا‬:‫{ َواَل ُي ْش ِركْ ِب ِع َبادَ ِة َر ِّب ِه َأ َح ًدا ْ} أي‬
‫ فهذا الذي جمع بين { اإلخالص والمتابعة‬،‫لوجه هللا تعالى‬
“[maka amalkanlah amalan shalih] yaitu amalan yang sesuai dengan syariat Allah, berupa amalan yang wajib
atau mustahab, [dan jangan mempersekutukan Rabb-nya dengan sesuatu apapun] maksudnya: jangan riya’
dalam amalan, namun harus ikhlas mengharap wajah Allah. Maka ayat ini menggabungka dua syarat
diterimanya amalan: ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan)”.
Maka cara menasehati haruslah benar sesuai tuntunan syariat. Oleh karena itu dalam hadits dari Abu Sa’id Al
Khudhri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan tingkatan urutan dalam
mengingkari kemungkaran. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ فإن لم‬. e‫ فإن لم يستطع فبلسانه‬. ‫من رأى منكم منكرا فليغيره بيده‬
e‫وذلك أضعف اإليمان‬. ‫يستطع فبقلبه‬
“Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka
ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-
lemahnya iman” (HR. Muslim, no.49).
Hadits ini menunjukkan bahwa ketika tidak kemampuan untuk mengingkari dengan tangan maka tidak boleh
nekat tetap melakukan pengingkaran dengan tangan, walaupun niatnya baik. Namun berpindah kepada cara
selanjutnya yaitu mengingkari dengan lisan. Ini mengisyaratkan wajibnya mengikuti tuntunan syariat dalam
ingkarul mungkar dan juga dalam nasehat.
Oleh karena itu para ulama menyatakan suatu kaidah penting:

‫ْال َغا َي ُة الَ ُت َبرِّ ُر ْال َوسِ ْي َل َة ِإالَّ ِب َدلِ ْي ٍل‬


“Tujuan tidak membolehkan wasilah (cara) kecuali dengan dalil”
Baca Juga:  60 Adab Dalam Menuntut Ilmu

3. Gunakan Kata-Kata yang Baik


Dalam menyampaikan nasehat hendaknya menggunakan kata-kata yang baik, yaitu kata-kata yang penuh
kelembutan dan hikmah. Perhatikan bagaimana Allah Ta’ala perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun
‘alaihimassalam ketika akan memberi nasehat kepada Fir’aun, Allah berfirman:

‫َفقُواَل َل ُه َق ْواًل لَّ ِّي ًنا لَّ َعلَّ ُه َي َت َذ َّك ُر َأ ْو َي ْخ َش ٰى‬


“Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut
kepada Allah” (QS. Thaha: 44).
Padahal Fir’aun jelas kekafirannya dan kezalimannya. Bahkan ia mengatakan: “Aku adalah Tuhan kalian yang
Maha Tinggi”. Namun tetap diperintahkan untuk memberi nasehat yang lemah lembut. Maka bagaimana lagi
jika yang dinasehati adalah seorang Muslim yang beriman kepada Allah?
Celaan dan hinaan tidak menjadi halal ketika memberi nasehat kepada orang yang jatuh pada kesalahan.
Celaan dan kata-kata kotor bukanlah akhlak seorang Mukmin. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam  bersabda:
ُّ‫ِش وال الب َذي‬ eِ ‫َّان وال اللَّع‬
ِ ‫َّان وال الفاح‬ َّ
ِ ‫بالطع‬ ُ‫ليس المؤمن‬

“Seorang Mukmin bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bicara kotor dan suka bicara
jorok” (HR. Tirmidzi no.1977, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.320).
Dan janganlah menganggap remeh perkataan yang buruk dan menyakiti hati orang lain. Karena bisa jadi
perkataan itu bisa menyeret kita ke dalam neraka sangat dalam. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam  bersabda:

eَ ‫ َيه ِْوي ِب َها َس ْبع‬e‫ِإنَّ الرَّ ُج َل َل َي َت َكلَّ ُم ِبال َكلِ َم ِة الَ َي َرى ِب َها َبْأ ًسا‬
(‫ِين َخ ِري ًفا فِي‬
‫ار‬ِ ‫ وصححه األلباني في صحيح الترمذي )ال َّن‬.
“Sesungguhnya seorang hamba ketika berbicara dengan perkataan yang dianggap biasa, namun akan
menyebabkan ia masuk neraka 70 tahun” (HR. Tirmidzi no. 2314, dishahihkan oleh Albani dalam Shahih At
Tirmidzi).
4. Tabayun; Cross-Check Berita
Hendaknya ketika memberikan nasehat kepada orang lain, tidak bertopang pada kabar yang tidak jelas dan
simpang-siur. Karena kabar yang tidak jelas atau simpang siur, bukanlah ilmu dan bukanlah informasi sama
sekali. Orang yang menyampaikannya disebut orang yang melakukan kebodohan. Allah ta’ala berfirman:

‫ َأنْ ُتصِ يبُوا َق ْومًا ِب َج َها َل ٍة‬e‫ِين آ َم ُنوا ِإنْ َجا َء ُك ْم َفاسِ ٌق ِب َن َبٍإ َف َت َب َّي ُنوا‬
َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬
َ ‫َف ُتصْ ِبحُوا َع َل ٰى َما َف َع ْل ُت ْم َنا ِدم‬
‫ِين‬
“Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu
berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada
suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian” (QS.
Al-Hujurat: 6).
Maka hendaknya cek dan ricek, klarifikasi dan konfirmasi, sebelum beranjak untuk memberikan nasehat.
Itulah adab dalam memberikan nasehat yang harus kita lakukan.
Orang yang mempercayai dan menyampaikan semua yang ia dengar tanpa cek dan ricek, klarifikasi dan
konfirmasi, maka ia seorang pendosa. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi kita shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
َ ‫َك َفى ِب ْال َمرْ ِء ِإ ْثمًا َأنْ ي َُح ِّد‬
‫ث ِب ُك ِّل َما َسم َِع‬
“Cukuplah seseorang telah berdosa jika menyampaikan seluruh yang ia dengar” (HR. Muslim no.5).
Baca Juga:  Pelajarilah Dahulu Adab dan Akhlak

5. Jangan Suuzhan! (Buruk Sangka)


Hendaknya nasehat yang diberikan kepada orang lain, bukan didasari oleh prasangka buruk.
Allah ta’ala berfirman:

‫الظنِّ ِإ ْث ٌم‬
َّ ‫ض‬ َّ ‫ َك ِثيْرً ا م َِن‬e‫ِاجْ َت ِنب ُْوا‬
َ ْ‫الظنِّ ِإنَّ َبع‬
“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa” (QS. Al-
Hujuraat: 12).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

e‫ فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث‬، َّ‫إياكم والظن‬


“jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari no.5143,
Muslim no. 2563).
Hendaknya kita mencari kemungkinan-kemungkinan baik bagi saudara kita sesama Muslim, selama masih
memungkinkan. Muhammad bin Manazil rahimahullah berkata:

ِ ‫ َو ْال ُم َناف ُِق َي ْطلُبُ َع َث َرا‬، ‫ِير ِإ ْخ َوا ِن ِه‬


‫ت ِإ ْخ َوا ِن ِه‬ َ ‫ْالمُْؤ مِنُ َي ْطلُبُ َم َعاذ‬
“Seorang mu’min itu mencari udzur (alasan-alasan baik) terhadap saudaranya. Sedangkan seorang munafik itu
mencari-cari kesalahan saudaranya” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.10437).
6. Jangan Memaksa Agar Nasehat Diterima
Ibnu Hazm Al Andalusi rahimahullah mengatakan:
‫ ِم ْنك َفِإن تعديت َهذِه ْالوُ جُوه َفَأنت َظالِم اَل‬e‫َواَل تنصح على َشرط ْالقبُول‬
‫ْس َه َذا حكم‬ eَ ‫اعة َوملك اَل مؤدي حق َأ َما َنة وأخوة َو َلي‬ َ ‫َناصح وطالب َط‬
‫ َواَل حكم الصداقة َلكِن حكم اَأْلمِير َم َع َرعيته َوال َّسيِّد َم َع عبيده‬e‫ْالعقل‬
“Jangan engkau menasehati orang dengan mempersyaratkan harus diterima nasehat tersebut darimu, jika
engkau melakukan perbuatan berlebihan yang demikian, maka engkau adalah ORANG YANG ZHALIM
bukan orang yang menasehati. Engkau juga orang yang menuntut ketaatan bak seorang raja, bukan orang yang
ingin menunaikan amanah kebenaran dan persaudaraan. Yang demikian juga bukanlah perlakuan orang berakal
dan bukan perilaku kedermawanan, namun bagaikan perlakuan penguasa kepada rakyatnya atau majikan
kepada budaknya” (Al Akhlaq was Siyar fi Mudawatin Nufus, 45).
Maka yang benar, sampaikan nasehat. Jika diterima, itu yang diharapkan. Jika tidak diterima maka tidak
mengapa. Perhatikan nasehat Imam Malik berikut,

‫ أيجادل‬e‫ الرجل يكون عالما بالسنة‬:‫ انس‬e‫ قلت لمالك ابن‬:‫الهيثم بن جميل‬
‫لت منه وإال سكت‬ ْ ‫ُخبر بالسنة فإن قُ ِب‬
ِ ‫ ولكن ي‬.. ‫ ال‬:‫عنها؟ قال‬
Al Haitsam bin Jamil mengatakan, saya pernah berkata kepada Imam Malik bin Anas: “seseorang yang alim
(berilmu) terhadap sunnah Nabi, apakah boleh ia berdebat tentang As Sunnah?”. Imam Malik menjawab:
“Jangan! Namun sampaikanlah tentang As Sunnah. Jika diterima, itulah yang diharapkan. Jika tidak diterima,
ya sudah diam saja” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, 2/94).
Dan memberi nasehat adalah amalan shalih, ia akan diganjar pahala walaupun nasehat tidak diterima.
Baca Juga:  Adab Bertamu dan Memuliakan Tamu

7. Tidak Menasehati di Depan Umum


Hendaknya memberi nasehat kepada orang lain tidak dihadapan orang banyak. Karena orang yang dinasehati
akan tersinggung dan merasa dipermalukan di depan orang-orang. Sehingga tujuan dari nasehat akan menjadi
jauh tercapai. Oleh karena itu, adab dalam memberikan nasehat ini harus kita amalkan agar tujuan dari nasehat
bisa tercapai.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata:

‫فإن‬. ‫ه‬eْ ‫ وجنبْني النصيحة في الجماع‬. ‫تعمدني بنصحك في انفرادي‬


‫ وإن خالفتني‬. ‫ من التوبيخ ال أرضى استماع ْه‬.‫ نوع‬e‫النصح بين الناس‬
ْ‫ فال تجزعْ إذا لم ُتعْ َط طاعه‬.‫وعصيت قولي‬
“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian.
Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu Pelecehan yang aku tidak suka
mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku. Maka janganlah engkau marah jika kata-
katamu tidak aku turuti” (Diwan Asy Syafi’i, hal. 56).
Al Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Apabila para salaf hendak memberikan nasehat kepada seseorang, maka
mereka menasehatinya secara rahasia… Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah
nasehat. Dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia
mempermalukannya.” (Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, halaman 77).
Oleh karena itulah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang menasehati pemimpin:
‫ ولكن ليأخذ بيده‬،‫ بأمر فال يبد له عالنية‬e‫من أراد أن ينصح لسلطان‬
‫وإال كان قد أدى الذي عليه‬،‫ فإن قبل منه فذاك‬،‫فيخلو به‬
“Barangsiapa ingin menasehati penguasa dengan sesuatu hal, maka janganlah tampakkan nasehat tersebut
secara terang-terangan. Namun ambillah tangannya dan bicaralah empat mata dengannya. Jika nasehat
diterima, itulah yang diharapkan. Jika tidak diterima, engkau telah menunaikan apa yang dituntut
darimu” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Takhrij As Sunnah Libni Abi Ashim, 1097).
8. Jangan Melakukan Tahrisy
Hendaknya jauhi tahrisy ketika berusaha memberikan nasehat. Apa itu tahrisy? Ibnu
Atsir rahimahullah  mengatakan:

‫ اإلغراء بين الناس بعضهم ببعض‬: e‫التحريش‬


“Tahrisy adalah memancing pertengkaran antara orang-orang satu sama lain” (Jami’ Al Ushul, 2/754).
Dengan kata lain, tahrisy adalah provokasi. Tahrisy adalah perbuatan langkah setan untuk memecah belah
kaum Muslimin. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ َو َل ِكنْ في‬،ِ‫ير ِة ْال َع َرب‬


َ ‫ون في َج ِز‬ َ ُّ‫ُصل‬ َ ‫س َأنْ َيعْ بُدَ هُ ْالم‬
َ ‫ان قد َأ ِي‬
َ ‫ِإنَّ ال َّش ْي َط‬
‫يش َب ْي َن ُه ْم‬
ِ ‫ال َّتحْ ِر‬
“Sesungguhnya setan telah putus asa membuat orang-orang yang shalat menyembahnya di Jazirah Arab.
Namun setan masih bisa melakukan tahrisy di antara mereka” (HR. Muslim no. 2812).
Melakukan provokasi atau tahrisy ini termasuk namimah (adu domba). Al Imam Ibnu Katsir mengatakan:

‫ وتفريق‬e‫ تارة تكون على وجه التحريش بين الناس‬:‫النميمة على قسمين‬
‫ فهذا حرام متفق عليه‬e‫قلوب المؤمنين‬
“Namimah ada dua macam: terkadang berupa tahrisy (provokasi) antara orang-orang dan mencerai-beraikan
hati kaum Mu’minin. Maka ini hukumnya haram secara sepakat ulama” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/371, Asy
Syamilah).
Dan namimah ini merupakan dosa besar. Allah Ta’ala  berfirman:

‫َواَل ُتطِ ع كل حالف مهين هماز مشاء بنميم‬


“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian
kemari menebar namimah” (QS. Al Qalam: 10-11).
Maka hindarilah cara-cara yang berupa provokasi dalam menasehati sesama Muslim. Gunakan cara-cara yang
baik, yang mendekatkan bukan membuat permusuhan.
Demikian beberapa adab dalam memberikan nasehat. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik untuk
mengamalkannya.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/52031-adab-adab-dalam-memberikan-nasehat.html

Banyak orang mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dalam hidupnya, tatkala ia
mampu menjadikan serpihan mozaik perkataan, kegagalan, keterpurukan,
kemaksiatan, atau musibah yang dialami sebagai nasihat untuk memperbaiki diri.
Karena nafsu yang dituruti tidak akan pernah memuaskan diri. Pada akhirnya akan
sampai pada titik jenuh di mana hati hanya puas bila memenuhi panggilan nasihat Ilahi.
Oleh sebab itu, jangan pernah merasa kenyang dengan nasihat. Karena nasihat adalah
kebutuhan untuk melakukan perubahan. Segala kejadian yang dialami dan ditolak oleh
hati sesungguhnya nasihat yang dikirimkan Ilahi. Merasa tak butuh dengan nasihat dan
tak mau mengambil pelajaran dari nasihat adalah tanda butanya mata, tulinya telinga,
dan matinya hati.

Nasihat yang membangun diri kita adalah bukti yang diberikan oleh orang-orang yang
mencintai kita. Kejadian dan musibah yang ditolak oleh hati adalah nasihat peringatan
dan cara Allah menunjukkan cinta-Nya agar kita kembali ke jalan-Nya. Tanpa ada
nasihat, tidak ada cinta. Tak ada cinta, mustahil ada perhatian. Perhatian dan cinta
adalah bukti, keberadaan diri kita masih dibutuhkan dan diharapkan. Oleh sebab itu,
jangan pernah meremehkan sekecil apapun kejadian dan nasihat demi kebaikan
kita. Wallaahu A’lam.

Nasihat baik yang kita sampaikan kepada orang lain akan menjadi
investasi kebaikan kita, baik di dunia maupun di akhirat. Nabi
mengatakan, Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat. (HR al-
Bukhari). Tanpa nasihat, seseorang tidak akan terkontrol sehingga bisa
menabrak apa pun. Ia juga akan menjadi liar tak terkendali hingga
akhirnya bisa melahirkan kerusakan dan kerugian tidak hanya bagi
dirinya sendiri tetapi juga orang lain.

Hidup tanpa nasihat akan membuat kita tetap berjalan di tempat,


stagnan. Kreativitas kita akan terangsang manakala kita sering
mendengar dan menerima nasihat yang positif. Kita akan menjadi kaya
inisiatif ketika kita banyak berdialog, berdiskusi, dan saling bertukar
nasihat. Tak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, manusia
perlu peran orang lain dalam kehidupan hingga ia bisa meniti jalan ke
tujuannya dengan baik dan selamat.

Dengan nasihat, kekurangan manusia menjadi tertambal. Dengan


nasihat juga, kelebihan seseorang takkan membuatnya berubah
menjadi sombong. Dengan nasihat juga, ia akan menjadi lebih bijak,
rendah hati, dan peduli, serta menyayangi sesama. Allah menegaskan,
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati
supaya menetapi kesabaran. (QS al-'Ashr [103]: 2-3). Wallahu a'lam.

Anda mungkin juga menyukai