Anda di halaman 1dari 4

FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA

“PANCASILA SEBAGAI FONDASI PENDIDIKAN INDONESIA”

NAMA : POPY NOVIA RIZA


TUGAS : T4-7 Aksi Nyata - Pancasila bagi Saya

1. Mahasiswa mengobservasi secara kritis apa tantangan menghayati Pancasila sebagai


Entitas dan Identitas Bangsa Indonesia dan perwujudan Profil Pelajar Pancasila
pada Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik dalam Pendidikan Abad ke-21.

Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan menjadi entitas dan identitas bangsa
Indonesia. Sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki etnis dan budaya beragam, nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila sangat sesuai untuk meggambarkan banyaknya
keberagaman tersebut yang disatukan dalam kebhinekaan. Nah, keberagaman inilah yang
akan menjadi tantangan dalam menghayati Pancasila sebagai Entitas dan Identitas Bangsa
Indonesia dan perwujudan Profil Pelajar Pancasila pada pendidikan yang berpihak pada
Peserta dalam Pendidikan Abad ke-21. Keragaman tersebut akan mempengaruhi karakter
masyarakat dan akhirnya menimbulkan konflik diantara beberapa kelompok tertentu.
Apalagi pada abad ke-21 seperti sekarang ini, banyak faktor yang bisa menimbulkan
konflik misanlnya penggunaan media sosial, terlebih lagi pada anak-anak milenal, akan
mudah sekali terpancing dengan sedikit perbedaan yang akhirnya menunjukkan sikap
diluar sikap profil pelajar pancasila. Sehingga dalam hal ini diharapkan pelajar tidak lupa
untuk menghayati dan mengamalkan pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa. Hal
ini bisa dimulai melalui sikap dan tindakan-tindakan kecil seperti penanaman budi pekerti
yang baik pada diri sendiri dan masyarakat.

2. Mahasiswa menuliskan secara kritis bagaimana Pancasila sebagai Entitas dan


Identitas Bangsa Indonesia dan perwujudan Profil Pelajar Pancasila pada
Pendidikan yang Berpihak pada Peserta Didik dalam Pendidikan Abad ke-21 di
ekosistem sekolah (kelas).

Memaknai nilai-nilai pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa Indonesia,


meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kemasyarakatan dan sebuah keadilan
adalah sesuatu yang perlu diterapkan sejak dalam keluarga dan berlanjut pada lingkungan
sekolah agar masyarakat Indonesia dapat menjadi manusia Pancasila sesungguhnya yang
religius, berkemanusiaan, adil, dan berguna bagi dirinya, orang lain, bangsa dan
negara. Penerapan nilai-nilai tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan karakter sesuai
konsep pencasila. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan Indonesia adalah
juga melihat tentang bagaimana membentuk peserta didik untuk menjadi manusia
seutuhnya yang berkembang sesuai kodrat alam dan zaman mereka. Sebagai bangsa yang
kaya akan nilai budaya, Ki Hadjar Dewantara memanfaatkan dan menjadikan hal tersebut
sebagai kekuatan dalam menumbuhkan karakter anak agar sesuai dengan nilai-nilai
filosofi pancasila.
Pendidikan karakter juga ditujukan untuk menghadapi bagaimana kemajuan dan
tantangan pada pendidikan abad ke -21 ini. Pendidikan abad ke-21 ini tentu berbeda
dengan konsep pendidikan terdahulu yang masih berpusat pada guru, berorientasi pada
hasil, mengutamakan pada kompetisi dan sebagainya. Saat ini pembelajaran dikonsepkan
agar dapat berpusat pada anak, berorientasi pada proses dan mengembangkan pada
kemampuan kolaborasi, bukan kompetisi. Untuk mengimbangi perbedaan tersebut, maka
dapat diwujudkan melalui profil pelajar pancasila.
Memaknai nilai-nilai pancasila, meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kemasyarakatan dan sebuah keadilan adalah sesuatu yang perlu diterapkan sejak dalam
keluarga dan berlanjut pada lingkungan sekolah agar masyarakat Indonesia dapat menjadi
manusia Pancasila sesungguhnya yang religius, berkemanusiaan, adil, dan berguna bagi
dirinya, orang lain, bangsa dan negara.
Profil pelajar pancasila dalam pendidikan Indonesia dijabarkan ke dalam enam
dimensi meliputi (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia; (2) mandiri; (3) bergotong-royong; (4) berkebinekaan global; (5) bernalar kritis;
dan (6) kreatif. Keenam dimensi profil pelajar Pancasila perlu dilihat secara utuh sebagai
satu kesatuan agar setiap individu dapat menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten,
berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Pendidik perlu mengembangkan
keenam dimensi tersebut secara menyeluruh sejak pendidikan anak usia dini. Pada jenjang
Pendidikan Anak Usia Dini, profil pelajar pancasila dapat diterapkan melalui kegiatan
main yang dilakukan melalui pembiasaan.
a. Pada dimensi pertama, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia, menuntun pelajar Indonesia dapat tumbuh menjadi pribadi yang
berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami
ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa kepada
Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a) akhlak beragama; (b) akhlak pribadi; (c)
akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak bernegara.
b. Pada dimensi kedua, yaitu mandiri, menuntun pelajar Indonesia yang bertanggung
jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari
kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri. Beberapa
perwujudan dimensi ini pada anak di sekolah (kelas) adalah peserta didik mampu
mengenali kemampuan dan minat/kesukaan diri serta menerima keberadaaan dan
keunikan diri sendiri, Mengatur diri agar dapat menyelesaikan kegiatannya hingga
tuntas, berani mencoba, adaptif dalam situasi baru, dan mencoba untuk tidak
mudah menyerah saat mendapatkan tantangan dan sebagainya.
c. Pada dimensi ketiga, yaitu bergotong royong, menuntun pelajar Indonesia agar
mampu melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan
yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari
bergotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi. Beberapa
perwujudan dimensi ini pada pada anak di sekolah (kelas) adalah peserta didik
terbiasa bekerja bersama dalam melakukah kegiatan dengan kelompok (melibatkan
dua atau lebih orang), mengenali dan menyampaikan kebutuhankebutuhan diri
sendiri dan orang lain, melaksanakan aktivitas bermain sesuai dengan kesepakatan
bersama dan saling mengingatkan adanya kesepakatan tersebut dan sebagainya.
d. Pada dimensi keempat, yaitu berkebinekaan global, menuntun pelajar Indonesia
agar dapat mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap
berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan
rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif
dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Beberapa perwujudan
dimensi ini ada pada anak di sekolah (kelas) adalah peserta didik mampu mengenali
identitas diri dan kebiasaankebiasaan budaya dalam keluarga, mengenal identitas
orang lain dan kebiasaankebiasaannya, membiasakan untuk menghormati budaya-
budaya yang berbeda dari dirinya, menjalin interaksi sosial yang positif dalam
lingkungan keluarga dan sekolah dan sebagainya.
e. Pada dimensi kelima, yaitu bernalar kritis, menuntun pelajar Indonesia agar mampu
secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif,
membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi,
mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah
memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan
mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir dalam
mengambilan keputusan. Beberapa perwujudan dimensi ini pada pada anak di
sekolah (kelas) adalah peserta didik terbiasa bertanya untuk memenuhi rasa ingin
tahu terhadap diri dan lingkungannya, mampu mengidentifikasi danmengolah
informasi dan gagasan sederhana, menyebutkan alasan dari pilihan atau
keputusannya, dan menyampaikan apa yang dipikirkan dengan singkat.
f. Pada dimensi keenam, yaitu kreatif, menuntun pelaajr Indonesia agar mampu
memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan
berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari menghasilkan gagasan yang
orisinal serta menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal serta memiliki
keluwesan berpikir dalam mencari alternatif solusi permasalahan. Contoh
perwujudan dimensi ini pada pada anak di sekolah (kelas) adalah peserta didik
mampu menggabungkan beberapa gagasan menjadi ide atau gagasan sederhana
yang bermakna untuk mengekspresikan pikiran dan/atau perasaannya,
mengeksplorasi dan mengekspresikan pikiran dan/atau perasaannya dalam bentuk
karya dan/atau tindakan sederhana serta mengapresiasi karya dan tindakan yang
dihasilkan serta mampu menentukan pilihan dari beberapa alternatif yang
diberikan.

Anda mungkin juga menyukai