Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM ISLAM”

OLEH KELOMPOK 3

NUR HALISKA (2203020087)

SUCI RAMADANI (203020099)

PITRI (22030201020)

ADITIYA SYAPUTRA SUARDI (220302110)

DOSEN PENGAMPU;

SAMRIN,S.Sy.,M.H.

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah


SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kami diberikan kesehatan untuk  dapat menyelesaikan tugas
makalah kami yang berjudul “PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT
ISLAM”. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para
keluarga dan sahabatnya.Makalah ini kami buat untuk di diskusikan di kelas untuk menambah
ilmu pengetahuan serta makalah ini bertujuan untuk menempuh tugas dari mata kuliah Filsafat
Hukum Islam dengan dosen pengampuh bapak SAMRIN,S.SY.,M.H..Sehinggah kami
mengucapkan banyak terimah kaih kepada beliau yang telah berkenan memberikan kami ilmu
kepada kami

Didalam menyusun makalah ini banyak terdapat hambatan-hambatan baik di dalam


mengumpulakan data maupun dalam mengolahnya untuk hasil yang lebih maksimal yang bisa
kami sajikan.Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang ditetapkan, dan kami
berharap mudah-mudahan makalah ini  dapat bermanfaat bagi semua pihak.Amin.
DAFTAR ISI

SAMPUL...................................................................................................................................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................................................

A. Latar Belakang...........................................................................................................................................

B. Rumusan Masalah......................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................................

A. Pertumbuhan Filsafat Islam......................................................................................................................

B. Perkembangan Filsafat Islam ...................................................................................................................

BAB III PENUTUPAN...............................................................................................................................................

Kesimpulan.................................................................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum yang mengatakan bahwa hukum Islam itu
diciptakan karena ia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari adanya hukum Islam adalah
terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagian di akhirat. Jadi hukum Islam bukan bertujuan
meraih kebahagaiaan yang fana’ dan pendek di dunia semata, tetapi juga mengarahkan kepada
kebahagiaan yang kekal di akhirat kelak. Inilah yang membedakannya dengan hukum manusia
yang menghendaki   kedamaian di dunia saja.

Dengan adanya Filsafat Hukum Islam, dapat dibuktikan bahwa hukum Islam mampu
memberikan jawaban terhadap tantangan zaman dan merupakan hukum terbaik sepanjang zaman
bagi semesta alam. Syariat Islam sebagai sumber hukum Islam merupakan sebuah kaidah tatanan
kehidupan bagi umat muslim pada khususnya dan umat manusia pada umumnya yang diberikan
oleh Allah SWT. Karena kedudukannya sebagai kaidah langsung dari Allah tersebut, dalam
pelaksanaannya, manusia baik disadari maupun memerlukan penafsiran akan kaidah-kaidah
tersebut. Hal ini tidak lain karena syariat Islam sebagai “hukum Tuhan” akan sulit dicerna oleh
manusia yang kemampuannya terbatas, sehingga untuk dapat mengaplikasikannya maka
diperlukan penafsiran-penafsiran yang tepat dan sesuai.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertumbuhan Filsafat Hukum Islam

2. Bagaimana perkembangan Filsafat Hukum Islam


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Filsafat Islam

Filsafat berasal dari Keldania (sekarang Irak), kemudian pindah ke Mesir, lalu ke Yunani,
Suryani, dan akhirnya sampai ke negeri Arab. Filsafat pindah ke negeri Arab setelah datangnya
Islam. Setelah kaum muslimin membentuk suatu negara raksasa yang membentang dari
penghujung negeri Cina di timur, sampai ke penghujung semenanjung Andalusia di Barat.
Mereka telah menerima dan memegang panji-panji peradaban dunia, mendalami berbagai
disiplin ilmu dan seni, serta merenungkan dasar-dasarnya. Watak ajaran Islam  adalah terbuka,
oleh sebab itu sesuai dengan perkembangan dan perluasan wilayah Islam itu sendiri, maka ajaran
Islam tidak bisa lepas dari pergumulan dengan budaya dan pengetahuan bangsa lain serta
berkembang semakin luas dan menyangkut berbagai disiplin ilmu, termasuk filsafat . Pergumulan
antara bangsa satu dengan bangsa lain di dunia hampir tak bisa dihindari sama sekali. Implikasi
dari semua ini adalah, tidak adanya kemurnian budaya satu pun di dunia ini. Dan biasanya
negara besarlah yang memiliki pengaruh dan bersifat hegemonik. Hanya, Islam memiliki
originalitas dan otentisitas ajaran. Oleh sebab itu ketika Islam bersinggungan dengan budaya
Yunani, Persi, Cina atau yang lainnya, maka tidak otomatis Islam di Yunanikan, diPersikan,  di
Cinakan

Islam datang pada permulaan abad ke-7 M, kemudian berkembang sampai ke seluruh Timur
Tengah, Afrika Utara dan Spanyol pada akhir abad tersebut. Pada wilayah ini peradaban yang
sudah ada tetap dikembangkan dan disemangati oleh karakteristik ajaran Islam (baca: islamisasi).
Karena sesuai dengan watak ajaran Islam itu sendiri, yaitu memberikan kesempatan kepada
pemeluknya untuk menyerap ide-ide dari banyak sumber (Khuz al-hikmata walau fi ayyi wi’ain
kana, Uthlub al-‘ilma walau bis-Shin). Kontak dengan wilayah baru itu menyebabkan umat
Islam menyerap ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani dan juga Cina. Mereka mentransfer
ilmu-ilmu tersebut dalam paradigma baru dan kemudian berkembang sehingga menjadi bagian
dari peradaban Islam . Setelah diintegrasikan ke dalam struktur dasar yang berasal dari wahyu
Tuhan.Pusat studi yang pada mulanya lahir di Yunani berpindah ke Iskandariyah dan selanjutnya
ke Antioch dan berakhir ke kota Haran pada zaman khalifah al-Must’dhid (892-902). Pusat studi
tersebut berpindah dari Haran ke Baghdad. Di antara guru besar filsafat yang mengajar di
Baghdad saat itu antara lain: Quwairi, guru Abu Basyar Matta dan Yuhanna Ibn Hilan, guru al-
Farabi. Dari sinilah kemudian bermunculan para filosuf Muslim dari al-Kindi hingga al-Ghazali
dst.

Sumber hukum Islam adalah al-Qur’an dan al-Sunnah. Terhadap segala permasalahan yang
tidak diterangkan dalam kedua sumber tersebut, kaum muslimin diperbolehkan berijtihad dengan
mempergunakan akalnya guna menemukan ketentuan hukum. Dalil yang menjadi landasan
berijtihad adalah hadis Nabi SAW. Ketika mengutus Mu’adz ibn Jabal sebagai
berikut: diriwayatkan dari sekelompok penduduk homs, shabat Mu’az ibn Jabal, bahwa
Rasulullah saw. Ketika bermaksud untuk mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau bertanya, “Apabila
dihadpkan kepadamu suatu kasus hukum, bagaimana anda memutuskannya?, Mu’adz menjawab,
“Saya akan memutuskanny berdasarkan berdasarkan Sunnah Rasullah. Lebih lanjut Nabi
bertanya, “jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan al-Qur’an?, Mua’az
menjawab, “Aku akan berijtihad dengan seksama”. Keudian Rasulullah menepuk-nepuk dada
Mu’adz dengan tangannya, seraya berkata: “segala puji bagi Allah yang terlah memberikan
petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridhainya”. (HR. Abu Dawud).

Jadi berijtihad degan mempergunakan akal dalam permasalahan hukum Islam, yang pada
hakikatnya merupakan pemikiran falsafi itu, direstui oleh Rasulullah. Bahkan lebih tandas lagi
Allah menyebutkan bahwa mempergunakan akal dan pikiran atau berfikir falsafi itu sangat perlu
dalam memahami berbagai persoalan. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah/2:179 yang artinya
“Dan dalam qisha itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertaqwa.” Ayat tersebut menunjukan bahwa mempergunakan akal
pikiran untuk menagkap makan yang terkandung dalam syari’ah sesuai dengan petunjuk al-
Quran termasuk yang dianjurkan. Pemikiran yang mendalam tentang syari’ah atau hukum Islam
melahirkan filsafat hukum Islam.

Izin Rasulullah kepada Mua’adz untuk berijtihad di atas merupakan awal lahirnya filsafat
hukum islam. Pada masa Rasulullah segala persoalan diselesaikan dengan wahyu. Pemikiran
filsafat atau ijtihad yang salah segera dobutuhkan dengan datangnya wahyu. Akan tetapi letika
Rasulullah wafat dan wahyu pun telah usai, maka akan dengan pemikiran falsafinya berperan,
baik dalam perkara yang ada nashnya maupun tidak ada nashnya. Pemaslahan yang timbul
setelah Raulullah wafat ialah mengenai siapa yang memegang tampuk kepemimpinan bagi umat
Islam. Terhadap permasalahan yang tidak ada nashnya ini dibutuhkan pemikiran mendalam
tentang kriteria apa yang diambil untuk menentukan penggantian Muhammad. Apkah kriterianya
berupa jasa, yaitu jasa kaum Anshar yang telah menerima Muhammad beserta rombongannya
dan menyelamatkan agama dari tekanan kaum kafir di Makkah. Pemikiran yang mendalam
tentang kriteria pemimpin tersebut merupakan pemikiran falsafi. Sedangkan pemikiran falsafi
terhadap hukum Islam yang ada nashnya bermula pada masa khulafaurrasyidin, terutama Umar
ibn Khattab. Penghapusan hukum potong tangan bagi pencuri, zakat bagi muallaf, dan lain-
lainnya yang dilakukan oleh Umar berdasarkan kesesuaian zaman dan demi menegakkan
keadilan yang menjadi asas hukum Islam, merupakan contoh penerapan hukum berdasarkan akal
manusia.

Hukum diciptakan untuk memelihara ketertiban dan kesejahteraan masyarakat, sementara


masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Untk itu pengertian dan pelaksanaan hukum harus
sesuai dengan keadaan yang ada. Artinya, asas dan prinsip hukum tidaklah berubah, tetapi cara
penerapannya harus disesuikan dengan perkembangan masyarakat, perubahan suasana, dan
perubahan keperluan hidup. Siangkatnya, penerapan hukum harus dapat menegakkan
kemaslahantan dan keadilan yang menjadi tujuan dari hukum Islam.

B. Perkembangan Filsafat Hukum Islam

Kegiatan penelitian terhadap tujuan hukum telah dilakukan oleh para ahli ushul
fiqihterhadulu. Al-Juwaini dapat dikatakan sebagai ahli ushul fiqh pertama yang menekankan
pentingnya memahami maqashid al-syari’ah dalam menentukan hukum. Ia secara tegas
menyatakan bahwa seseorang tidak dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam, sebelum
ia dapat memahami benar tujuan Allah menetapkan perintah-perintah dan larangan-larangannya.
Kemudian ia mengelaborasi lebih lanjut maqashid al-syariah itu dalam kaitannya dengan
pembahasan ‘illat pada masalah qiyas. Menurut pendapatnya, dalam kaitannya dengan illa ashl
dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu : kelompoka dawriyyat, al-hajat al-ammat,
makramat, sesuatu yang tidak masuk kelompok daruriyat dan hajiyyat, dan sesuatu yang tidak
masuk ketiga kelompok sebelumnya. Pada dasarnya al-Juwaini mengelompokkan ashl atau
tijauan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu daruriyat, hajiyyat dan makramat. Yang terakhir,
dalam istilah lain disebut Tashsiniyyat.

Kerangka berfikir al-Juwaini di atas kelihatannya dikembangkan oleh muridnya, al-Ghazali.


Dalam kitabnya Syifa al-Ghazali,al-Ghazali menjelaskan maksud syariat dalam kaitannya
dengan pembahasa al-munasabat al-Mushlabiyyar dalam qiyas’ sementara dalam kitabnya yang
lain ia membicarakannya dalam pembahasan istishlah, Mashlahat, baginya adalah memelihara
maksu al-Syari’,pembuat hukum. Kemudian ia merincikan mashlahat itu menjadi lima, yaitu:
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima aspek mashlahat ini, menurut al-
Ghazali, berada pada peringkat yang berbeda, bila ditinjau dari segi tujuannya, yaitu peringkat
Daruriyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat Dari sini teori maqashi al-syari’ah sudah mulai kelihatan
bentuknya.

Adapun ahli ushul fiqh yang membahas teori maqashid al-syari’ah secara khusus, sistematis,
dan jelas adalah al-Syathibi, dari kalangan mahzab Maliki. Dalam kitabnya al-muwafaqat, ia
menghabiskan kurang lebih sepertiga pembahasanya dalam masalah ini. Tentu
pembahasan mashlahat pun menjadi bagian yang sangat penting dalam tulisanya. Ia secara tegas
menyatakan bahwa tujuan Allah SWT. Mensyariatkan hukum-Nya adalah untuk kemaslahatan
manusia di dunia dan akhirat. Karena itu taklif dalam bidang hukum harus bermuara pada tujuan
hukum tersebut. Sebagaimana ulama sebelumnya, ia juga membagi perangkat mashlahat menjadi
tiga peringkat, yaitu daruriyyah, hajiyyat, daan tahsiniyyat. Yang dimaksud
dengan mashlahat baginya adalah memelihara lima aspek utama, yaitu: agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta.

Dalam perkembangan selanjutnya, para penulis Filsafat Hukum Islam mencoba menonjolkan
istilah Filsafat Hukum Islam ketimbang menggunakan istilah hikmah atau tujuan disyariatkan
Hukum Islam. Hal ini dapat dilihat dalam tulisan al-Jurjani, Mahmashani dan lain-lain.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Filsafat Hukum Islam adalah kajian tentang hakikat hukum islam, sumber asal muasal hukum
Islam dan prinsip penerapannya, serta manfaat hukum islam bagi kehidupan masyarakatnya yang
melaksanakannya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan Filsafat Huku Islam adalah setiap
kaidah, asas atau mabda’, aturan-aturan pengendalian masyarakat pemeluk agama Islam.
Kaidah-kaidah itu dapat berupa ayat Al-Qur’an, hadis pendapat sahabat dan tabi’in, ijma’ ulama,
fatwa lembaga keagamaan. Pertumbuhan dan perkembangan filsafat hukum Islam terus
meningkat dari zaman kezaman yang mana pada zaman Rasulullah filsafatpun sudah mulai
tumbuh dan terus berkembang mengikuti perkembangan agama Islam.

Anda mungkin juga menyukai