Anda di halaman 1dari 8

USHUL FIQIH:Taqlid,Ittiba dan

Tafliq

Kelompok 7

1.Magfirah
Nim:2203020098
2.Suci ramadani
Nim:2203020099
A. TAQLID

1.Pengertin Taqlid
• Taqlid berasal dari kata qalada – yuqalidu – taqlidan, artinya meniru,
menyerahkan, menghiasi, dan menyimpangkan. Secara istilah, taqlid
ialah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau
alasannya
• Ada pula pendapat Imam al-Ghazali tentang taqlid, adalah :
‫“ “ قبل قول بٗ ل حجة‬menerima ucapan tampa adanya hajjah atau dalil”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa taqlid adalah


mengambil pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya serta tidak
mengetahui kuat atau tidaknya dalil tersebut.
2. Hukum Taqlid
Pada asalnya, bertaqlid dalam hukum Islam sangat dilarang. Karena ia
hanya mengikuti tanpa mengetahui alasan dan dalilnya. Namun, para
ulama menghukumi taqlid dengan tiga hukum, yaitu :
a. Haram
Ulama sepakat bahwa haram hukumnya jika melakukan tiga macam
taqlid ini :
1) Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek
moyang atau orang terdahulu yang bertentangan dengan al-Qur’an dan
Hadis
2) Taqlid kepada orang yang tidak diketahui bahwa dia pantas diambil
perkataannya.
3) Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedangkan yang
bertaqlid mengetahui bahwa pendapat atau perkataan itu salah.
b. Boleh
Adalah taqlid nya seorang yang sudah mengerahkan usahanya untuk ittiba’
kepada yang diturunkan Allah Swt. Hanya saja sebagian darinya tersembunyi
bagi orang tersebut sehingga dia taqlid kepada orang yang lebih berilmu darinya.

c. Wajib
Adalah taqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan sebagai dasar hujjah,
yaitu perkataan dan perbuatan Rassulullah Saw.

3. Contoh Taqlid
a. Haram
Mengikuti kegiatan ritual yang berasal dari nenek moyang dan bertentangan
dengan syariat Islam.
b. Boleh
Taqlid kepada sebagian Mujtahid kepada Mujtahid lain karena tidak ditemukan
dalil yang kuat untuk memecahkan persoalan.
c. Wajib
Bertanya kepada para ulama jika ada yang tidak diketahui.
B. ITTIBA’
2. Pengertian Ittiba’
Ittiba’ berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata kerja fi’il ittaba’a -
yattabi’u - ittiba’an, yang artinya adalah mengikuti atau menurun. Ittiba
adalah mengambil atau menerima perkataan seorang Faqih atau
Mujtahid,dengan mengetahui alasannya serta tidak terikat pada salah satu
Mudzhab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan alasan yang dianggap
lebih kuat dengan jalan mebanding.

a. Dasar Hukum
Hukum ittiba’ adalah wajib bagi setiap muslim, karena ittiba’ adalah
perintah Allah, sebagaimana firman-Nya “ikuti apa yang dirutunkan
kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selain Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(daripadanya)”. (Q.S. Al-A’raf [7]:3)
b.Contoh Ittiba’
Contoh dari Ittiba’ kepada Allah SWT adalah selalu menghindari segalah
perbuatan yang telah dilarang dalam Al Quran seperti menjahui zina atau
bergibah,dua hal itu telah ditetapkan Alah SWT sebagai perbuatan keji dan
harus dijahui.
C. TAFLIQ

3.Pengertian Tafliq
Secara bahasa tafliq berarti melipat antara yang satu dengan yang lainnya,
sedangkan istilah dapat diartikan mencampuradukkan dua pendapat atau lebih
dalam sebuah permasalahan yang mempunyai hukum, sehingga akan
melahirkan pendapat ketiga yang antara kedua pendapat tadi sama-sama tidak
mengakui kebenarannya.

A. Hukum Talfiq
Secara umum dalam permasalahan talfiq ini tidah ada dalil sharih (jelas) yang
menunjukkan kebolehan ataupun pelarangan untuk melakukan talfiq. Adapun
pendapat yang mengatakan tidak boleh melakukan talfiq itu bersumber dari
apa yang dikatakan oleh ulama’ ushul di dalam ijma’ mereka, dimana mereka
beranggapan bahwasanya dikhawatirkan akan timbul pendapat ketiga setelah
terjadi perbedaan pendapat antara dua kelompok dalam madzhab tersebut.
Terdapat tiga pendapat utama sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh
Wahbah al-Zuhayli tentang talfiq :
a. Pendapat yang menyatakan bahwa seseorang wajib mengikuti satu
madzhab dan tak boleh pindah ke yang lain,
b. Pendapat yang menyatakan bahwa seseorang dibebaskan memilih dan
berpindah-pindah madzhab, dan
c. Pendapat yang menyatakan bahwa perpindahan madzhab boleh dilakukan
asal berada di luar lingkup satu ibadah tertentu.

2. Contoh Talfi
Dalam masalah berwudhu, seseorang mengikuti madzhab Imam Syafi’i
dengan mengusap sebagian (kurang dari seperempat) kepala. Kemudian dia
menyentuh kulit wanita ajnabiyah (bukan mahramnya), setelah itu dia
langsung melaksanakan shalat tanpa berwudhu kembali dengan alasan
mengikuti madzhab Imam Hanafi yang menyatakan bahwa menyentuh
wanita ajnabiyah tidak membatalkan wudhu.

Anda mungkin juga menyukai