Anda di halaman 1dari 12

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

M1P-04

ANALISIS KINEMATIKA KESTABILAN LERENG BATUPASIR


FORMASI BUTAK

P.P. Utama1*, Y.P. Nusantara1, F. Aprilia1, I.G.B. Indrawan1


1
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl.Grafika No.2 Bulaksumur,
Yogyakarta, Indonesia, Tel. 0274-513668, *Email: peterpratistha@gmail.com
Diterima 20 Oktober 2014

Abstrak
Analisis kinematika dilakukan untuk mengetahui tipe longsor yang berpotensi terjadi pada lereng
batuan yang terkekaran dan terlapukkan secara intensif di Desa Mojosari - Trembono, Kecamatan
Bayat, Provinsi Jawa Tengah. Lereng tersusun oleh batupasir kuarsa, batulanau, dan perselingan
batupasir - batulanau yang merupakan anggota Formasi Butak. Hasil pengukuran menunjukkan
lereng berpotensi mengalami keruntuhan planar (plane failure) dan keruntuhan baji (wedge failure)
Rekomendasi perlu diberikan kepada masyarakat yang tinggal disekitar lokasi pengamatan agar
resiko bencana longsor dapat diminimalisasikan.
Kata Kunci: analisis kinematika, Formasi Butak, kekar, kestabilan lereng, longsor

Pendahuluan
Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia.
Tercatat selama tahun 2011-2014 telah terjadi sekitar 583 bencana longsor di Indonesia
(BNPB, 2014). Indonesia memiliki 918 lokasi rawan longsor yang dapat menyebabkan
kerugian mencapai Rp 800 miliar dan mengancam sekitar 1 juta jiwa setiap tahunnya
(PIBA, 2010). Oleh karena itu, masalah bencana tanah longsor ini harus ditanggapi dengan
serius dan dicegah agar tidak menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan.
Longsor adalah gerakan material penyusun lereng (tanah, batuan, atau bahan rombakan
batuan) menuruni lereng akibat terganggunya kestabilan material penyusun lereng. Secara
umum, kestabilan lereng dikontrol oleh beberapa faktor, antara lain geometri lereng,
kondisi geologi (sifat fisik material penyusun lereng, struktur geologi), kondisi
hidrogeologi, dan sifat keteknikan material penyusun lereng. Kestabilan lereng yang
tersusun oleh massa batuan yang terkekarkan secara intensif terutama dikontrol oleh
orientasi kekar dan kekuatan bidang kekar. Tipe longsor yang berpotensi terjadi pada
lereng batuan yang terkekarkan dapat ditentukan melalui analisis kinematika.
Analisis kinematika menggunakan parameter orientasi struktur geologi, orientasi
lereng, dan sudut geser batuan yang diproyeksikan dalam analisis stereografis sehingga
dapat diketahui tipe dan arah longsoran. Proyeksi stereografis menyajikan orientasi data 3
dimensi menjadi data 2 dimensi yang kemudian dianalisis (Hoek dan Brown, 1989). Data
yang diplotkan pada proyeksi stereografis merupakan data pengukuran orientasi lereng
yang diproyeksikan menjadi garis lengkung dan data pengukuran orientasi struktur geologi
yang diproyeksikan menjadi garis lengkung atau titik (Gambar 2).
Makalah ini menyajikan hasil penelitian sementara kondisi kestabilan lereng yang
tersusun oleh batupasir kuarsa, batulanau, dan perselingan batupasir - batulanau anggota
Formasi Butak. Lereng batuan yang dianalisis berada di Desa Mojosari-Trembono,
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dengan koordinat UTM 462331-
9137218 (Gambar 1). Aktivitas penambangan batupasir yang dilakukan secara tradisional

242
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

oleh masyarakat sekitar dapat menjadi salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya
longsor pada lereng yang memiliki kemiringan yang relatif curam dan tersusun oleh batuan
dengan kekar yang intensif di lokasi ini.

Geologi Regional
Daerah Bayat, Kabupaten Klaten, termasuk ke dalam Zona Fisiografi Pegunungan Selatan.
Pegunungan Selatan merupakan pegunungan struktural yang memanjang dari barat ke
timur dan terbagi menjadi dua, yaitu Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Pegunungan
Selatan Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949). Pada umumnya, pegunungan ini tersusun atas
batuan sedimen klastik, karbonat dan batuan produk vulkanisme. Stratigrafi regional Bayat
dari paling tua ke umur yang paling muda menurut Surono (2008) terdiri dari Batuan
Malihan, Formasi Wungkal Gamping, Formasi Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir,
Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu, Formasi Oyo-Wonosari, dan Formasi Kepek. Di
lokasi penelitian tersingkap formasi Butak dengan litologi berupa batupasir kuarsa dan
batulanau yang dijadikan objek penelitian. Struktur geologi di daerah Bayat terdiri dari
foliasi, sesar, lipatan dan kekar. Menurut Sudarno (1997), arah umum sesar yang terdapat
di daerah Bayat dikelompokkan menjadi empat arah yaitu arah timur laut-barat daya, utara-
selatan, barat laut- tenggara, dan timur laut-barat daya. Kekar-kekar yang ditemukan di
daerah ini merupakan kekar gerus yang mempunyai arah sejajar dengan sesar. Struktur
geologi berupa kekar yang dominan berarah timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara
banyak dijumpai pada lokasi penelitian.

Metode Penelitian
Metode penelitian mencakup tahap pengambilan data lapangan dan tahap analisis data
lapangan. Tahap pengambilan data lapangan mencakup pengukuran azimut lereng
menggunakan kompas geologi, pengukuran jarak struktur geologi dari titik awal
pengukuran menggunakan mistar, pengukuran orientasi dip dan dip direction dari struktur
geologi, maupun kontak antar jenis batuan dan urat, identifikasi jenis struktur geologi,
dapat berupa bidang sesar, kekar, zona hancuran (shear zone), serta identifikasi nama
batuan berdasarkan karakteristik fisik batuan tersebut. Data – data tersebut disusun dalam
Tabel 1. Tahap analisis data lapangan meliputi pengolahan data lapangan menggunakan
software Dips dan studi parametrik lebih lanjut mengenai kemungkinan perubahan
kelerengan yang mungkin terjadi. Data lapangan berjumlah 80 data dip dan dip direction
dari struktur geologi berupa kekar dan perlapisan batuan dimasukkan ke dalam software
Dips tersebut, sehingga didapatkan titik – titik pengeplotan berdasarkan analisis
stereografis Schmidt Net. Metode contouring dilakukan berdasarkan kerapatan titik titik
hasil pengeplotan tersebut, didasarkan pada analisis stereografis Kalsbeek Net. Pada
analisis kinematika ini digunakan software Dips untuk melakukan metode contouring ini
untuk menentukan tipe longsoran yang berpotensi terjadi (Gambar 3). Perubahan nilai dip
dan dip direction kelerengan singkapan akibat proses penambangan yang terjadi
membutuhkan perhatian lebih lanjut, sehingga penulis mengajukan studi parametrik untuk
membandingkan skenario perubahan nilai dip dan dip direction kelerengan singkapan
dengan kestabilan lereng singkapan tersebut. Studi parametrik tersebut digunakan pada
skenario model kedua dengan nilai dip 70o (Gambar 6 dan 7) dan skenario model ketiga
dengan nilai dip 75o (Gambar 8 dan 9).

Data dan Pembahasan


Struktur geologi yang berkembang pada lokasi penelitian berupa kekar tarik dan kekar
gerus dengan data hasil pengukuran Tabel 1. Strike/dip perlapisan batuan berdasarkan

243
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

pengukuran orientasi di lapangan adalah N90oE/10o. Penentuan tipe longsoran yang


berpotensi terjadi, dalam analisis ini digunakan software Dips, didasarkan pada persebaran
titik – titik pengeplotan, dihubungkan dengan metode pembuatan kontur (contouring). Tipe
longsoran yang berpotensi terjadi adalah tipe longsoran planar (plane failure) dan tipe
longsoran baji (wedge failure). Tipe longsoran planar (plane failure) didasarkan
konsentrasi titik yang terkumpul pada satu daerah tertentu dan tidak berhadapan dengan
nilai muka longsoran yang berbentuk setengah lingkaran pada analisis stereografis. Tipe
longsoran baji (wedge failure) didasarkan konsentrasi titik yang terkumpul pada dua daerah
tertentu yang saling berdekatan dan tidak berhadapan dengan nilai muka longsoran yang
berbentuk setengah lingkaran pada analisis stereografis (Gambar 3).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa orientasi kekar –
kekar tersebut sistematis, berarah arah barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut pada
litologi batupasir kuarsa dan batulanau. Spacing antara kekar berkisar kurang dari 0,25 m
hingga mencapai 0,25-5 m. Kekar cenderung tertutup sehingga tidak terdapat material
pengisi kekar. Tidak ditemukan adanya rembesan air tanah di singkapan. Tingkat kekuatan
batuan tergolong medium strong rock hingga strong rock. Selain kekar, terdapat shear zone
atau zona hancuran, dengan material hancuran berukuran pasir kasar sampai pasir halus,
tidak ditemukan adanya cermin sesar. Singkapan batuan setinggi 10 meter dengan lebar
singkapan 8 meter. Pengukuran kelerengan singkapan sebenarnya di lapangan
menunjukkan nilai dip 60o dengan nilai relatif dip direction N60oE. Interpretasi adanya
potensi longsoran tipe planar didasarkan pada beberapa data kekar pada zona non-daylight
envelope yaitu berarah N333oE/81o (Gambar 4). Penentuan zona daylight envelope tipe
longsoran planar ditunjukkan pada lingkaran slope aspect berasal dari nilai dip kelerengan
(ditunjukkan dengan lingkaran berwarna kuning) berpotongan dengan lingkaran sudut
geser dalam (nilai 30o diukur dari dalam, ditunjukkan oleh lingkaran berwarna merah) dan
perpotongan dua garis joint set dihubungkan oleh garis hitam melewati titik perpotongan
tersebut, ditambah dua garis hitam bantu dengan nilai antara tambah 20o dan kurang 20o
dari garis hitam utama (Gambar 4).
Interpretasi adanya potensi longsoran tipe baji dapat didasarkan pada keberadaan
perpotongan arah orientasi utama bidang lemah minor (joint set), yaitu pada set-1 dan set-2
(ditunjukkan oleh dua garis berwarna hijau) pada zona non-daylight, dengan orientasi garis
perpotongan plunge/trend yaitu 79o/N44oE (Gambar 5). Penentuan zona daylight envelope
tipe longsoran baji ditunjukkan pada lingkaran sudut geser dalam (nilai 30o diukur dari
luar, ditunjukkan oleh lingkaran berwarna merah) berpotongan dengan garis slope aspect
(ditunjukkan oleh garis berwarna kuning) (Gambar 5). Kedua tipe longsoran ini dapat
terjadi, namun dilihat dari analisis kinematika yang sudah dilakukan, potensi keterjadian
kedua tipe longsoran ini tidak memiliki kerawanan yang tinggi karena keduanya terletak
pada zona non-daylight.
Faktor eksternal berpengaruh terhadap tingkat kestabilan lereng batuan. Pada lokasi
pengamatan, faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng adalah kegiatan
penambangan tradisional oleh warga. Kegiatan penambangan yang dilakukan secara
intensif dapat mempertajam kemiringan lereng (nilai dip bertambah). Nilai dip yang
semakin besar menambah nilai probabilitas keterjadian longsor. Berikut penjelasan analisis
kestabilan lereng apabila nilai dip pada lereng batuan semakin besar. Analisis kinematika
model kedua (Gambar 6 dan 7), orientasi lereng ditunjukkan mempunyai nilai dip 70o
dengan nilai dip direction N60oE. Analisis kinematika model ketiga (Gambar 8 dan 9),
orientasi lereng diasumsikan mempunyai nilai dip 75o dengan nilai dip direction N60oE.
Analisis kinematika model kedua dan model ketiga ini menunjukkan penambahan nilai dip
pada lereng batuan akan menambah potensi keterjadian longsor, baik longsoran tipe planar
(plane failure) dan longsoran tipe wedge (wedge failure). Hal ini dapat dilihat pada

244
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 7 – Gambar 10, bahwa semakin besar kemiringan lereng, maka semakin luas zona
daylight envelope sebagai akibat semakin besar lingkaran slope aspect, sehingga semakin
banyak data kekar yang masuk pada zona daylight envelope untuk plane failure. Semakin
besar kemiringan lereng, zona daylight envelope semakin luas, sehingga perpotongan
bidang lemah minor (joint set) semakin mendekati zona daylight envelope untuk wedge
failure. Berdasarkan dua model analisis kinematika probabilitas diatas, maka perlu
dilakukan suatu langkah nyata untuk mengurangi potensi keterjadian longsor yang semakin
besar pada singkapan tersebut, akibat penambangan yang dilakukan. Rekomendasi utama
yang dapat diajukan adalah dengan menghentikan kegiatan penambangan pada singkapan
tersebut. Apabila tetap dilakukan proses penambangan, maka perlu diperhatikan untuk
tetap menjaga proporsionalitas nilai dip lereng tersebut agar masih memiliki nilai kurang
dari 60o. Penambangan secara lateral juga perlu diperhatikan agar nilai dip direction lereng
berkisar antara kurang dari N30oE dan/atau lebih besar dari N90oE. Rekomendasi ini perlu
diperhatikan dan dilakukan untuk meminimalkan potensi keterjadian longsor tipe planar
dan longsor tipe baji.

Kesimpulan
1. Lokasi penelitian memiliki potensi longsor dengan tipe longsoran planar (plane
failure) dan tipe longsoran baji (wedge failure).
2. Potensi longsoran tipe baji (wedge failure) didasarkan pada perpotongan bidang
lemah minor (joint set) dengan orientasi garis perpotongan plunge/trend yaitu
79o/N44oE.
3. Potensi longsoran tipe planar (plane failure) didasarkan pada beberapa data kekar
pada zona non-daylight envelope yaitu berarah N333oE/81o.
4. Rekomendasi untuk mengurangi keterjadian longsor adalah menghentikan
kegiatan penambangan. Jika kegiatan penambangan tetap dilakukan, keamanan
lereng harus diperhatikan dengan nilai dip lereng harus kurang dari 60o dan nilai
dip direction lereng berkisar antara kurang dari N30oE dan/atau lebih besar dari
N90oE.

Daftar Pustaka
Aprilia, F., 2014. Analisis Tipe Longsor dan Kestabilan Lereng Berdasarkan Orientasi Struktur di
Dinding Utara Tambang Batu Hijau, Sumbawa Barat. Skripsi di Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Hoek, E. Dan Bray, J. W.,1981, Rock Slope Engineering, 3rd Edition, The Institution of Mining
and Metallurgy, London, 356 h.
Prasetyadi,C., Sudarno, Ign., Indranadi V.B., Surono, 2011. Pola dan Genesa Stuktur Geologi
Pegunungan Selatan, Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
Sumber Daya Geologi, Vol. 20, h. 91-107
Lisle, R. J. Dan Leyshon, P.R., 2004. Stereographic Projection Technique: for Geologist and Civil
Engineers. Cambridge University Press, United Kingdom, 2nded., 112h.
Surono, 2008. Litostratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak do Pegunungan
Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan. Jurnal Geologi Indonesia, Vol 3,h. 183-193
Surono, 2009. Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, Vol 19, h. 31-43
Wyllie, D.C. dan Mah, Ch.W., 2004. Rock Slope Engineering: Civil and Mining. Spon Press,
London dan New York, 4th ed., 431 h
“Data Longsor”, dalam http://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/datalongsorall.php
(diakses tanggal 12 Oktober 2014)
“Pengenalan Gerakan Tanah”, dalam http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/489-
pengenalan-gerakan-tanah.html (diakses tanggal 12 Oktober 2014)

245
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Tabel 1. Hasil pengukuran discontinuity di lokasi penelitian

Discontinuity
Dip
No Dis.(m) Type Dip Strike Length Lithology
Dir.
1 0 J 65 10 100 2m 0 Batupasir Kuarsa
2 0,2 J 75 355 85 4m 1 Batupasir Kuarsa
3 0,7 J 65 335 65 3,5 m 1 Batupasir Kuarsa
4 1,3 J 70 340 70 4m 2 Batupasir Kuarsa
5 1,4 J 68 355 85 4,5 m 2 Batupasir Kuarsa
6 1,6 J 65 10 100 1,5 m 0 Batupasir Kuarsa
7 1,65 J 62 340 70 5m 2 Batupasir Kuarsa
8 1,67 J 75 0 90 1m 0 Batupasir Kuarsa
9 1,7 J 85 340 70 1,7 m 0 Batupasir Kuarsa
10 2 J 86 310 40 3,1 m 0 Batupasir Kuarsa
11 2 J 85 115 205 2,5 m 0 Batupasir Kuarsa
12 2 J 70 20 110 1m 0 Batupasir Kuarsa
13 2 J 80 285 15 2m 0 Batupasir Kuarsa
14 2,1 J,SZ 86 270 0 4m 1 Batupasir Kuarsa
15 2,1 J,SZ 78 285 15 1m 0 Batupasir
16 2,3 J,SZ 70 315 45 1,5 m 0 Batupasir
17 2,4 J 80 285 15 1m 0 Batupasir
18 2,4 J 80 325 55 1m 1 Batupasir
19 2,4 J,SZ 78 330 60 1m 2 Batupasir
20 2,5 J,SZ 62 330 60 1m 1 Batupasir
21 2,5 J,SZ 85 340 70 1m 0 Batupasir
22 2,5 J 73 313 43 1,8 m 1 Batupasir
23 2,6 J 82 330 60 1m 0 Batupasir
24 2,7 J,SZ 60 335 65 2,5 m 2 Batupasir
25 3 J,SZ 83 310 40 2m 2 Batupasir
26 3,2 J 75 345 75 2m 2 Batupasir
27 3,4 SZ 90 270 0 1,5 m 1 Batupasir
28 3,5 J,SZ 68 310 40 0,8 m 0 Batupasir
29 3,6 J,SZ 65 280 10 1m 0 Batupasir
30 3,6 J 78 333 63 1,8 m 1 Batupasir
31 3,7 J,SZ 75 93 183 2,5 m 2 Batupasir
32 3,8 J 85 355 85 2,2 m 1 Batupasir
33 3,8 J 80 338 68 0,8 m 1 Batupasir
34 3,9 J 80 210 300 2m 1 Batupasir
35 4 J 78 270 0 2m 1 Batupasir
36 4,5 J 70 300 30 1,5 m 1 Batupasir
37 4,6 J 70 305 35 1,5 m 1 Batupasir
38 4,7 J 80 320 50 4m 1 Batupasir
39 4,7 J 85 290 20 4m 1 Batupasir
40 4,8 J 75 358 88 2m 0 Batupasir
41 4,8 J 80 295 25 2,5 m 1 Batupasir

246
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

42 4,8 J 80 288 18 2m 1 Batupasir


43 4,8 J 79 300 30 1,5 m 1 Batupasir
44 5 J 85 300 30 4,5 m 1 Batupasir
45 5 J 80 340 70 4m 1 Batupasir
46 5,2 J 83 330 60 4m 1 Batupasir
47 5,2 J 83 290 20 4,3 m 1 Batupasir
48 5,3 J 90 295 25 4,1 m 1 Batupasir
49 5,4 J 80 300 30 4,3 m 1 Batupasir
50 5,4 J 83 330 60 4,3 m 1 Batupasir
51 5,4 J 85 255 345 2m 1 Batupasir
52 5,4 J 80 230 320 2,5 m 1 Batupasir
53 5,5 J 84 310 40 4m 1 Batupasir
54 5,5 J 85 280 10 4,5 m 1 Batupasir
55 5,5 J 80 300 30 6m 2 Batupasir
56 5,6 J 83 270 0 6,3 m 2 Batupasir
57 5,6 J 83 295 25 6,2 m 2 Batupasir
58 5,6 J 90 310 40 6m 2 Batupasir
59 5,7 J 82 288 18 7m 2 Batupasir
60 5,7 J 78 320 50 5,5 m 2 Batupasir
61 5,7 J 85 344 74 6m 2 Batupasir
62 5,8 J 86 350 80 6,3 m 2 Batupasir
63 5,8 J 85 280 10 6,4 m 2 Batupasir
64 5,9 J 83 300 30 7m 2 Batupasir
65 5,9 J 80 310 40 6,6 m 2 Batupasir
66 6,0 J 80 255 345 6,8 m 2 Batupasir
67 6,0 J 80 285 15 5,5 m 2 Batupasir
68 6,0 J 85 330 60 5m 2 Batupasir
69 6,1 J 82 325 55 6m 2 Batupasir
70 6,2 J 90 310 40 6,5 m 2 Batupasir
71 6,2 J 86 255 345 6m 2 Batupasir
72 6,2 J 82 310 40 4m 1 Batupasir
73 6,2 J 78 330 60 4,5 m 1 Batupasir
74 6,3 J 83 280 10 3,5 m 1 Batupasir
75 6,3 J 76 275 5 4m 1 Batupasir
76 6,4 J 68 290 20 4,5 m 1 Batupasir
77 6,4 J 74 225 315 4,7 m 1 Batupasir
78 6,5 J 76 230 320 5m 1 Batupasir
79 6,5 J 80 220 310 5m 1 Batupasir
80 3,7 B 10 90 180

247
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 1. Lokasi penelitian, beserta peta geologi daerah penelitian.


(Sumber via software ArcMap dan Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, 1992,
dengan modifikasi).

Gambar 2. Ilustrasi proyeksi stereografis dari garis dan bidang.


(Lisle dan Leyshon, 2004 dengan modifikasi).

248
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 3. Hubungan hasil proyeksi orientasi struktur dan lereng terhadap tipe longsoran
(Hoek dan Bray, 1981 dengan modifikasi)

249
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 4. Analisis kinematika model 1 untuk tipe plane failure.


(Sumber via software Dips, dengan modifikasi)

Gambar 5. Analisis kinematika model 1 untuk tipe wedge failure.


(Sumber via software Dips, dengan modifikasi)

250
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 6. Analisis kinematika model 2 untuk tipe plane failure.


(Sumber via software Dips, dengan modifikasi)

Gambar 7. Analisis kinematika model 2 untuk tipe wedge failure.


(Sumber via software Dips, dengan modifikasi)

251
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 8. Analisis kinematika model 3 untuk tipe plane failure.


(Sumber via software Dips, dengan modifikasi)

Gambar 9. Analisis kinematika model 3 untuk tipe wedge failure.


(Sumber via software Dips, dengan modifikasi).

252
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

253

Anda mungkin juga menyukai