Nabillah Aisyah Rumi - Fisip PDF
Nabillah Aisyah Rumi - Fisip PDF
Skripsi
Skripsi ini membahas tentang proses politik dalam pencalonan kader dengan
studi tentang pencalonan mantan narapidana korupsi di partai Gerindra. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui proses politik dalam pencalonan diri
menjadi calon anggota legislatif di partai Gerindra serta untuk mengetahui faktor
yang mempengaruhi partai Gerindra dalam mencalonkan kadernya yang mantan
narapidana kasus korupsi. Gerindra cukup banyak mencalonkan mantan narapidana
korupsi di tingkat DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, ada total sekitar 6
orang calon legislatif yang diusung. Melihat latar belakang kandidat tersebut,
mengindikasikan adanya kegagalan sistem rekrutmen di tubuh partai karena
mencalonkan orang yang mempunyai latar belakang yang tidak baik. Selain itu,
faktor elit atau orang yang membuat kebijakan, dan faktor ketokohan dalam partai
lah yang menyebabkan mantan narapidana korupsi ini bisa maju di kancah
legislatif. Karena itu peneliti berpijak pada dua pertanyaan penelitian yakni, proses
politik pencalonan anggota legislatif partai Gerindra dan faktor yang
mempengaruhi partai Gerindra mencalonkan kader yang mantan narapidana
korupsi.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
Shalawat serta salamsemoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, rasul yang
telah membawa umatnya dari kegelapan menuju masa yang terang benderang
untukmencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
dukungan, serta motivasi dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini izinkan
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A, selaku Rektor UIN
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
v
3. Dr. Iding Rosyidin, M,Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik, dan
4. Dr. A. Bakir Ihsan, M.Si selaku dosen penasihat akademik dan juga
serta meluangkan waktu dalam proses pengerjain skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan.
5. Para doesen tercinta selama penulis menuntut ilmu di FISIP UIN Syarif
Haniah Hanafie M.Si, Dr. Idris Thaha, M.Si, Chaider S. Bamualim, Gefarina
Djohan, MA, Ana Sabhana Azmy, M.I.P, serta seluruh dosen di Program
Studi Ilmu Politik yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yangtelah
Elhabib, Bapak Yudi, dan yang lainnya yang telah bersedia meluangkan
7. Kedua orang tua penulis, Ayah Taufik Hidayat dan Ibu Rina Ruhamah atas
do’a yang selalu Ayah dan Ibu panjatkan kepada Allah SWT, atas segala
usaha serta kerja keras Ayah dan Ibu lakukan, atas pelajaran-pelajaran yang
selalu Ayah dan Ibu ajarkan kepada penulis. Skripsi ini hanyalah sebagian
kecil dari perwujudan rasa cinta, sayang, dan pembuktian bahwa anakmu
selalu berusaha menjadi manusia yang berguna. Semoga Allah SWT selalu
vi
melindungi Ayah dan Ibu. Tidak lupa pula kepada adik penulis dan seluruh
keluarga besar.
Ii, Dapong, Pais, Acay, Andi, Japis, Dayat, Adnan, Dimas. Terima kasih
canda tawa dan semangat kalian, semoga kita sukses di setiap jalan yang
kita tempuh.
10. Teman-teman Ilmu Politik lainnya, Sultan, Kevin, Audy, Mbak Desi, Al,
Cherlinda, Fajar, Bos Redi, Nana, Chika, Fauziah, Alisa, Nida, Wida.
Terima kasih atas semua pengalaman yang telah diberikan dalam semua
12. Junior terbaik, Viku Paoki. Terima Kasih atas do’a dan dukungannya selama
ini.
13. Teman-teman SMA yang masih selalu berkomunikasi, Nica, Nepoy, Aiseh,
Lulu, Dinda, Puti, Ade Istiqomah. Terima kasih telah menjadi teman yang
14. Ka Ahmad Shidki Maulana dan Ka Tio, terima kasih atas link narasumber
yang telah kaka berikan dan juga ide-ide positif selama penulis menyusun
penelitian ini.
vii
15. Teman-teman KKN 105 BERPACU, terima kasih atas dukungan dan
16. Dan yang paling terakhir, penulis khususkan ucapan terima kasih kepada
Habib, terima kasih banyak atas segala support serta kekuatan yang telah
orang banyak.
Tanpa adanya mereka, peneliti tidak yakin penelitian ini dapat selesai
dengan baik. Peneliti berterima kasih dengan sepenuh hati, semoga Allah SWT
peneliti bertanggung jawab penuh atas segala kekurangan dalam penelitian ini,
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
A. Partai Politik.............................................................................................. 21
A.1. Pengertian Partai Politik ........................................................................ 21
A.2. Tujuan Partai Politik .............................................................................. 22
A.3. Fungsi Partai Politik .............................................................................. 23
B. Teori Rekrutmen Politik............................................................................ 24
B.1. Pengertian Rekrutmen Politik ................................................................ 24
B.2. Bentuk-Bentuk Rekrutmen .................................................................... 27
B.3. Pengertian Kader ................................................................................... 28
B.4. Rekrutmen Partai Politik di Indonesia ................................................... 29
C. Teori Elit Politik........................................................................................ 31
C.1. Sejarah Elit Politik ................................................................................. 31
ix
C.2. Elit di Indonesia ..................................................................................... 33
BAB III PROFIL DAN DINAMIKA REKRUTMEN POLITIK PARTAI
GERINDRA .............................................................................................37
A. Kesimpulan ............................................................................................... 72
B. Saran ......................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................76
LAMPIRAN ...........................................................................................................82
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Calon Legislatif Mantan Narapidana Kasus Korupsi ................ 3
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
oleh KPU menuai berbagai kontroversi. Sejulmah fraksi di DPR berbeda pandangan
tentang rencana KPU tersebut yang melarang narapidana korupsi menjadi calon
dengan hak asasi manusia lantaran setiap orang berhak memilih dan dipilih.
Menurut Bambang Soesatyo misalnya, beliau sebagai ketua DPR menyikapi KPU
itu berlebihan dalam mengambil keputusan karena it merupakan sesuatu yang tidak
perlu, beliau berpendapat bahwa serahkan pada partai untuk memilih atau
tidak.1
Selain itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan bahwa
PKPU 20/2018 tersebut tidak akan berlaku jika tidak diundangkan. Menurutnya,
menghilangkan hak orang itu tidak ada kaitannya dengan PKPU, dan bukan
1
Detik.com, “Pro Kontra Larangan Nyaleg Untuk eks Koruptor”, artikel ini diakses pada
14 Agustus 2019, dari https://news.detik.com/berita/d-4094865/pro-kontra-larangan-nyaleg-untuk-
eks-koruptor.
1
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang
mantan koruptor pun tidak menyetujui PKPU No. 20 tahun 2018 pasal 7 ayat (1)
maju menjadi calon anggota legislatif, tetapi berbeda dengan KPU yang
20 tahun 2018 pasal 7 ayat (1) huruf h yang berisi melarang mantan napi korupsi,
mantan napi narkoba, dan mantan napi pelecehan seksual maju sebagai wakil
rakyat.3 Berbeda dengan Bawaslu yang mengacu pada pasal 240 ayat 1 UU No. 7
tahun 2017 yang berisi, mantan narapidana yang telah menjalankan hukuman 5
tahun atau lebih dapat menjadi calon legislatif, asalkan mereka mengumumkannya
ke publik.
Bawaslu juga menilai bahwa setiap warga negara mantan narapidana korupsi,
dan lainnya memiliki hak konstitusional untuk dipilih. Setelah itu ada beberapa
tersebut ke MA yang lalu dibawa untuk dilakukan uji materi PKPU. Hasilnya
adalah bahwa MA menghapuskan PKPU No. 20 tahun 2018 pasal 7 ayat (1) huruf
2
Politik LIPI, “Problematika PKPU No. 2 Tahun 2018 tentang Mantan Koruptor menjadi
Caleg”, artikel ini diakses pada 15 Agustus 2019, dari http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-
2/politik-nasional/1225-problematika-pkpu-no-20-tahun-2018-mantan-koruptor-menjadi-caleg.
3
CNN Indonesia, “KPU resmi Taken Aturan Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg”, artikel
ini diakses pada 15 Agustus 2019, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180701173711-
32-310583/kpu-resmi-teken-aturan-larang-eks-koruptor-jadi-caleg.
2
h tadi karena sejumlah pertimbangan, salah satunya adalah sepanjang calon tersebut
mengumumkannya terhadap publik, hal tersebut tidak masalah. Upaya KPU untuk
membersihkan lembaga legislatif seperti DPR, DPRD dan DPD dari kejahatan
korupsi harus kandas di tangan Mahkamah Agung (MA). Seperti yang sudah
orang, artinya ada penambahan 32 orang caleg mantan narapidana koruptor dari
orang maju untuk DPRD Provinsi, 49 caleg orang maju untuk DPRD Kab/Kota,
dan 9 lainnya merupakan caleg DPD. Berikut 81 daftar nama mantan narapidana
Nama Calon
No. Partai Daerah Pilih
Legislatif
1. Mohammad Taufik DKI Jakarta
Herry Jones Johny
2. Sulawesi Utara
Kereh
3. Husen Kausaha Maluku Utara
4. Gerindra Alhajar Syahyan Kab. Tanggamus
Kab. Belitung
5. Ferizal
Timur
Kab. Belitung
6. Mirhammudin
Timur 2
7. Hanura Mudasir Jawa Tengah
4
Nasional Kompas, “Daftar Lengkap 81 Caleg Eks Koruptor”, artikel ini diakses pada 27
April 2019 dari https://nasional.kompas.com/read/2019/02/19/15075331/daftar-lengkap-81-caleg-
eks-koruptor?page=all.
3
Welhelmus
8. Maluku Utara
Tahalele
9. Akhmad Ibrahin Maluku Utara
10. Warsit Kab. Blora
11. Moh. Nur Hasan Kab. Rembang
12. Moh. Asril Ahmad Maluku Utara 3
Kab. Kutai
13. Rachmad Santoso
Kartanegara
14. Darjis Kab. Ogan Ilir 4
Andi Wahyudi
15. Kab. Pinrang
Entong
Kab. Banjarnegara
16. Hasanudin
5
Bonar Zaitsel
17. Kab. Simalungun
Ambarita
18. Hamid Usman Maluku Utara
19. Heri Baelanu Kab.Pandeglang
20. Desy Yusandi Banten
21. Agus Mulyadi R Banten
22. Edy Muldison Kab. Blitar
23. Petrus Nauw Papua Barat
24. Golkar Dede Widarso Kab. Pandeglang
Kab. Tojo Una-
25. Saiful T. Lami
Una
Achmad Junaidi
26. Lampung
Sunardi
Christofel
27. Kab. Waropen
Wonatorei
28. Meike L Nangka Sulawesi Utara
29. Arief Armain Maluku Utara
Yohanes Marinus
30. Kab.Ende
Kota
Andi Muttamar
31. Kab. Bulukumba
Berkarya Mattotorang
32. Muhlis Sulawesi Selatan
Kab. Pasaman
33. Zambri
Barat
Kab. Kepulauan
34. Djekmon Amisi
Talaud
35. Abd. Fattah Jambi
Kab. Belitung
36. Masri
Timur
PAN
37. Muhamas Afrizal Kab. Lingga
Bahri Syamsu
38. Kota Cilegon
Arief
4
39. Bonanza Kesuma Lampung
40. Firdaus Obrini Kota Pagar Alam 2
41. Jones Khan Kota Pagar Alam
42. Johny Husban Kota Cilegon
Kab. / Kota
43. Syamsudin
Lombok Tengah
Kab. Lombok
44. Darmawati Dareho
Tengah
45. Firdaus Djailani Bengkulu 5
Demokrat Kab. Pesisit Barat
46. Farit Wijaya
2
Kab. Ogan
47. Imam Subandi
Komering Ilir 4
Kab. Bolang
48. Syamsudin Oli
Mangondo Utara 1
49. Rahmanuddin Kab. Luwu Utara
50. Polman Kab. Simalungun
51. Samuel Buntuang Gorontalo
52. Zulfikri Kota Pagar Alam
Kab. Lampung
53. Perindo Andi Gunawan
Timur 1
Ramadhan
54. Kota Pare-Pare
Umasangaji
55. Yulias Dakhi Kab. Nias Selatan
Garuda
56. Ariston Moho Kab. Nias Selatan
57. Matius Tungka Kab. Poso
Joni Kornelius
58. Kab. Toraja Utara
Tondok
PKPI Kab. Indragiri
59. Raja Zulhindra
Hulu 1
Kab. Indragiri
60. Yuridis
Hulu 3
61. PBB Nasrullah Hamka Jambi 1
62. Sahlan Sirad Bengkulu 5
Kepualaun Bangka
63. Syaifullah
Belitung 1
Abner Reinal
64. Papua Barat
Jitmau
PDIP
Kab. Pesisir Barat
65. Mat Muhizar
3
Maksum DG
66. Kab. Mamuju
PKS Mannassa
67. Muhammad Zen Kab. Okut Timur
68. PKB Usman Effenidi Kab. Pesawaran
5
Kab. Morowali
69. EU K. Lenta
Utara 1
Kab. Musi
70. Emil Silfan
Banyuasin
Kab. Bengkulu
71. PPP Ujang Hasan
Tengah 1
Kab.
72. Rommy Krishna
Lubuklinggau
Syachrial Kui
73. Sulawesi Utara
Damapolli
74. Abdullah Puteh Aceh
75. Abdillah Sumatera Utara
76. A. Yani Mulu Sulawesi Tenggara
77. La Ode Bariun Sulawesi Tenggara
DPD RI
Masyhur Masie
78. Sulawesi Tenggara
Abunawas
79. Hamzah Bangka Belitung
80. Lucianty Sumatera Selatan
Kalimantan
81. Ririn Rosyana
Tengah
Total 81
memperlihatkan track record nya tidak dapat meyakinkan penulis sebagai pemilih,
politik. Hal ini menunjukan bahwa partai politik lebih merupakan “beban”
yang diperankan oleh politikusnya.5 Bisa dilihat bahwa dibentuknya partai politik
aktualisasi diri bagi warga negara yang memiliki kesadaran yang tinggi untuk ikut
5
Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu, dan Elemen: Era Reformasi, (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2014), hal. 67.
6
serta dalam partisipasi politik.6 Namun pada kenyatannya tidak semua partai
melakukan fungsi dan tujuannya dengan benar. Banyak dari mereka mengabaikan
kepentingan warga negara dan hanya mementingkan kepentingan partai. Hal ini
Tetapi di sisi lain, melihat realitas sosial yang ada pun tidak jarang bahwa
korupsi untuk maju menjadi calon anggota legislatif dan juga kepala daerah.
Banyak pula masyarakat yang memberikan apresiasi dan dukungan terhadap tokoh
2018 adalah contohnya.7 Selain Syahri Mulyo, adapun nama-nama seperti Vonnie
Anneke Panambunan yang terpilih di Minahasa Utara dan Hamid Rizal di Natuna.
usainya, permasalahan tersebut menarik untuk diteliti, bahkan pada keadaan saat
ini ketika ada “sinyal” yang memperlihatkan keraguan masyarakat kepada sebuah
institusi. Partai politik berkompetisi tapi berkomplot satu sama lain, menunjukan
bahwa politik kepartaian di Indonesia yang bertentangan.8 Salah satu partai yang
mengusung bakal calon legislatif yang mantan narapidana korupsi adalah partai
Gerindra. Gerindra merupakan partai besar yang berada satu kelas dengan partai-
partai seperti PDIP dan Demokrat. Partai Gerindra sendiri termasuk banyak dalam
6
A. Rahman, Sistem Politik di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 102.
7
Tribun News, “Tahanan KPK Menang di Pilkada”, diakses pada 13 Oktober 2018 dari
http://www.tribunnews.com/ nasional/ 2018/ 06/ 29/ tahanan-kpk-menang-di-pilkada.
8
Kuskrido Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Studi Tentang Sistem Kepartaian di
Indonesia Era Reformasi, (Jakarta: Kepustaan Populer Gramedia, 2009), hal. 1-2.
7
mencalonkan kadernya yang mantan narapidana korupsi. Penelitian ini menarik
untuk diteliti karena seperti dikatakan di awal bahwa, partai Gerindra termasuk
DPRD saja ada 6 orang, yakni, Mohammad Taufik (DPRD DKI), Herry Jones Kere
(DPRD Sulawesi Utara), Husan Kausaha (DPRD Maluku Utara), Alhajar Syahyan
(DPRD Kab. Belitung Timur). Selain itu, salah satu calon legislatif dari Gerindra
mantan narapidana korupsi, karena sempat tidak boleh maju di legislatif, akhirnya
setelah gugatannya yang diajukan atas nama pribadi di MA menang, maka ia dan
mantan narapidana korupsi lainnya boleh mencalonkan diri menjadi calon legislatif.
Hal lain yang juga membuat penelitian ini menarik untuk diteliti adalah proses
politik dalam pencalonan untuk menjadi calon legislatif di partai Gerindra. Semua
partai tentu mempunyai tata caranya masing-masing dalam menjaring kader atau
non kader yang ingin mencalonkan diri menjadi calon legislatif lewat partainya
terpilih. Sudah semestinya partai yang sudah mapan secara kualitas dan kuantitas
kader seperti Gerindra jadi yang terdepan dalam menjadi role model.
partai Gerindra Bab IV pasal 13 tentang ”Tugas” poin 7 yang berisi pengawasan
jalannya penyelenggaraan negara agar tercipta pemerintah yang bersih, kuat, jujur,
serta bebas dari segala korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan politik dan Bab XV
8
Pasal 60 tentang “Jati Diri Partai” yang menyuarakan untuk pantang mencuri dan
kader partai eks koruptor untuk maju di pileg 2019. Karena itulah peneliti ingin
mengetahui proses politik dalam pencalonan diri untuk menjadi calon legislatif di
partai Gerindra. Langkah partai Gerindra yang menjadi partai pengusung caleg eks
kader yang berkualitas, sehingga harus memakai jasa kader-kadernya yang sudah
peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang penyebab hal ini. Apakah
legislatif karena mereka mempunyai elektabilitas yang tinggi, dana yang besar,
dan/atau karena mereka adalah elit partai sehingga mereka dapat “memaksa” partai
untuk mengizinkan mereka maju di pemilihan legislatif ini. Bisa juga karena adanya
faktor-faktor lain yang lebih bersifat sistemik, misalnya dalam proses pengkaderan,
partai Gerindra tidak mengedepankan integritas calon yang bertumpu pada nilai-
Masyarakat pun harus pintar mencari tahu calon anggota legislatif yang betul-
betul bisa merepresentasikan masyarakat itu sendiri, yakni dengan tidak memilih
9
Dalam AD/ART Partai Gerindra Pasal 13 Bab IV tentang ”Tugas” dan Pasal 60 Bab XV
tentang “Jati Diri Partai”, diakses pada 17 Oktober 2018 dari partaigerindra.or.id.
9
calonnya yang mantan narapidana kasus korupsi. Mereka bisa melihat dari social
media, misalnya membuka halaman atau link dari ICW (Indonesia Corruption
Watch), di sana terdapat beberapa rekam jejak anggota legislatif yang bermasalah,
misalnya tersandung kasus korupsi. Sekarang, harapan agar wakil rakyat itu diisi
oleh orang-orang yang bersih dari praktik korupsi ada di tangan partai politik. Ada
banyak cara yang bisa dilakukan oleh partai politik, mereka memiliki ruang untuk
duduk di kursi legislatif. Otoritas partai untuk menunjuk bakal calon legislatif atau
tidak itu sepenuhnya ada di partai itu sendiri, karena itu, partai-partai seharusnya
pencalonannya.
Jika melihat dari permasalahan yanga ada, penulis tertarik untuk mengetahui
proses politik, dalam hal ini rekrutmen kader di dalam partai Gerindra dan faktor
menjadi calon legislatif dengan judul “Proses Politik dalam Pencalonan Kader:
di Partai Gerindra”.
B. Pertanyaan Masalah
sebagai berikut:
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
partai Gerindra.
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat mengelaborasi kajian ilmu politik dalam hal
2. Manfaat Praktis
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian yang dibuat oleh peneliti, ada beberapa literatur yang penulis
jadikan bahan rujukan dan tinjauan pustaka yang bermaksud untuk mendapatkan
bagian menarik atau bahkan bagian lain dan manfaat dari penelitian ini. Beberapa
11
Pertama, karya Prayudi10, merupakan hasil penelitian mengenai,
pendekatan wawancara.Penelitian ini berisi tentang proses peredaran elit lokal yang
buruk disebabkan juga oleh dominasi partai. Tercapainya kepentingan ekonomi saja
lah yang dikhtiarkan oleh partai agar tercapai. Birokrasi pemda dianggap sebagai
sumber keuangan oleh partai politik. Dalam pencalonan, kehadiran partai sangatlah
mengajukan paslon. Sisi pemilih yang semakin logis untuk menurunkan elit calon
pemimpinnya adalah efeknya selain dari sisi tokoh elit yang ingin maju. Walaupun
penentuan calon dengan jasa survei dipakai oleh sebagian partai, sejauh ini seleksi
di partai politik bersifat tidak terbuka. Besarnya anggapan akan adanya politik
diumumkannya hasil survei yang dilakukan. Politik uang atau yang biasa disebut
adanya namun berat untuk dibuktikan. Contoh kasus lokal yang dimaksud bisa
dilihat di Pilgub, Pilwako, dan Pilbupnya Jambi, Kota Jambi dan Batanghari, atau
sama halnya dengan di Sulut, yaitu di Kota Manado dan Bitung. Ketika dalam elit
10
Prayudi, “Penyelenggaraan Pilkada Dan Lemahnya Sirkulasi Elit Politik Lokal”, (Jurnal
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 02 Desember 2016, jurnal
.dpr.go.id), hal. 275-294.
12
Kedua, karya Kholifatul Maghfiroh, dan kawan-kawan11, merupakan
narapidana sebagai anggota DPR, DPD, DPRD, serta sebagai kepala daerah dan
wakil kepala daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pasal 7 ayat (2) huruf G Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Tidak
pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara
terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan
mantan terpidana.12
Pada pasal itu terkandung eksepsi bahwa selagi tidak diinterpretasi tidak
pernah menjadi narapidana yang berlandaskan putusan meja hijau yang mempunyai
daya hukum tetap akibat menunaikan tindak pidana yang mempunyai ancaman bui
setengah dekade atau lebih. Pilkada serentak tahun 2018 juga akan
11
Kholifatul Maghfiroh, Lita Tyesta A.L.W., Retno Saraswati, “Perkembangan Putusan
Mahkamah Konstitusi Mengenai Pencalonan Mantan Narapidana Sebagai Anggota DPR, DPD, dan
DPRD Serta Sebagai Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah”, (eJurnal Ilmu Hukum, Volume 7,
Nomor 2, Tahun 2018, https://ejournal3.undip.ac.id), hal. 104-112.
12
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota, diakses pada 30 November 2018 dari www.dpr.go.id.
13
lanjut terkait putusan itu dengan norma pada huruf F, huruf F1, huruf G dan huruf
H Pasal 4 ayat (1) Peraturan KPU No. 15 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau
Walikota dan Wakil Walikota (PKPU 15/2017). meskipun perubahan dalam dasar
hukum tentang pilkada tentang syarat mantan narapidana masih belum ada.
Ketiga, karya Roni Tamara Saputra13, riset mengenai sistem pengaderan dan
penentuan calon anggota parlemen dalam pilkada 2009 studi pada partai golkar
dan pemaparan materi dan sistem pengaderan yang digunakan adalah bottom up
atau usulan dari akar rumput. Partai Golkar mengutamakan kader-kader dari tingkat
partai seperti pengaderan. Di Kabupaten Penajam Paser Utara pada pemilu 2009
partai Golkar mengimplementasikan sistem yang tidak terbuka yang mana dalam
mencapai putusan akhir, ketua DPD partai Golkar membangun satuan kerja yang
bertugas untuk menyaring ulang siapa-siapa saja yang akan partai Golkar calonkan
menjadi calon legislatif. Tidak seperti proses penetapan calon yang tertutup, partai
Golkar menggunaan sistem yang terbuka untuk pendaftaran. Semua orang yang
13
Roni Tamara Saputra, “Sistem Kaderisasi dan penetapan Calon Anggota Legislatif dalam
Pemilu 2009: Studi Kasus Partai Golkar Kabupaten Penajam Paser Utara”, (eJurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 2, Nomor, 1, Tahun 2014, ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id), hal. 1829-1841.
14
Keempat, karya Gugum Ridho Putra14, yang berisi tentang hak mantan
digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan. Penelitian ini berisi, bahwa
secara nasional, hak politik dijaga UUD 1945 dan sebagian peraturan perundang-
undangan lainnya, seperti UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM). Status eks narapidana seseorang dapat membatasi pada hak politiknya
seperti dalam hak mencalonkan diri dalam pileg atau pilkada. Dibatasinya hal
tersebut secara tegas ada dalam pasal 58 huruf F Undang-Undang Nomor 12 tahun
Adanya syarat keberlakuan limitatif yang membatalkan larangan berpolitik bagi eks
narapidana adalah hasil dari putusan tersebut. Orang-orang yang pernah menjadi
narapidana yang hukumannya lebih dari setengah dekade lewat putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap adalah target yang dituju oleh putusan tersebut.
narapidana menjadi anggota parlemen dan eksekutif diawali oleh partai Golkar
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu oleh Pansus RUU di DPR. Partai yang
14
Gugum Ridho Saputra, “Hak Mantan Narapidana untuk Dipilih dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah”, (Skripsi Program Studi Hukum, Depok, 2012).
15
Akhmad Nikhrawi Hamdie, “Hak eks Narapidana Menjadi Anggota Legislatif”, (eJurnal
As-Siyasah, Vol. 1, No. 1, 2016, https://ojs.uniska-bjm.ac.id), hal. 26-33.
15
berlambangkan pohon beringin ini mengusulkan kondisi supaya calon anggota
parlemen adalah individu yang tidak sedang dihukum pidana 5-10 tahun. PDIP juga
mengusulkan kondisi yang tak berbeda, tapi menekankan kondisi individu tersebut
tidak sedang dalam ancaman pidana. Dikarenakan setiap individu yang telah
rampung masa tahanannya akan mempunyai hak yang sama dengan warga negara
yang lain dan mendapatkan haknya untuk dapat memilih dan dipilih sebagai
anggota eksekutif dan legislatif, maka pengekangan hak politik mantan narapidana
tidak dibutuhkan karena melanggar hak asasi manusia. Jika eks narapidana tidak
diizinkan untuk maju menjadi calon anggota eksekutif atau legislatif, hal itu adalah
proses politik dalam hal ini rekrutmen politik, baik itu rekrutmen kader saat masuk
partai maupun penjaringan kader saat maju menjadi calon legislatif dan juga
fokus masalahnya adalah sulitnya jalur peseorangan maju di pilkada, siapa calon
atau paslon yang diusung lebih didasarkan pada politik transaksional. Penelitian
untuk menjadi anggota DPR, DPD, DPRD. Penelitian ketiga berisi tentang sistem
kaderisasi terhadap partai Golkar dan penetapan calon legislatif nya, sama seperti
penelitian yang peneliti lakukan tetapi peneliti lebih fokus ke partai Gerindra.
Penelitian keempat fokus masalahnya lebih kepada hak mantan narapidana korupsi
16
untuk maju di pemilihan umum kepala daerah, bahwa status eks terpidana
seseorang ternyata dapat menjadi hak politiknya dibatasi, hak menjadi kepala
daerah contohnya. Dan penelitian terakhir berisi tentang hak mantan narapidana
untuk maju di legislatif itu tidak masalah karena mantan narapidana punya hak
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini meliputi:
1. Jenis Penelitian
metodologi yang mencari suatu fakta atau peristiwa sosial dan persoalan manusia.
Penelitian ini juga merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
penulis akan mendapatkan dukungan data dari wawancara yang mendalam dan
dokumentasi.
menggunakan data yang berasal dari buku, jurnal ilmiah, artikel, serta berita yang
berasal dari media internet yang berhubungan dengan tema dan masalah yang
a) Wawancara
16
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2011), hal. 34.
17
Merupakan cara pengumpulan hasil yang dikerjakan melalui
dan sebagainya.
b) Dokumentasi
secara urut atau sistematis dan juga secara akurat mengenai fakta dan sifat
objek tertentu. Berdasarkan teori rekrutmen dan teori elit politik penelitian
setting sosial, atau hubungan.18 Data yang berasal dari wawancara, buku,
17
Juliansyah Noor, Metode Penelitian, hal. 141.
18
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hal. 27.
18
jurnal, dan sumber lainnya dijelaskan melalui hubungan antara satu faktor
F. Sistematika Penulisan
beberapa tinjauan pustaka, kerangka teori, dan metode penelitian. Metode yang
Bab II, pada bab ini memaparkan mengenai landasan teoretis dan kerangka
berfikir yang menjelaskan pokok permasalahan penelitian ini yaitu tentang proses
politik dalam pencalonan kader. Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori
partai politik yang mencakup fungsi partai, rekrutmen politik dan teori elit politik.
Bab III, pada bab ini peneliti membahas profil partai Gerindra yang di
Bab IV, pada bab ini berisi jawaban dari pertanyaan penelitian.Penulis
politik dalam pencalonan diri menjadi calon anggota legislatif di partai Gerindra
19
Bab V, dalam bab ini terdapat kesimpulan sebagai inti dari penelitian yang
dilakukan. Pada bab ini juga ada saran untuk penelitian dan pengembangan
20
BAB II
KERANGKA TEORI
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan pada Bab I bahwa yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses rekrutmen
dalam partai Gerindra dan faktor apa yang melatarbelakangi partai Gerindra
mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi di pemilu legislatif, maka pada bab
kerangka teori. Untuk itu, penulis mencoba mengkombinasikan antara teori partai
politik, rekrutmen politik, dan elit politik. Penulis mengawali analisis bab ini
dengan teori yang mendukung pembahasan tentang rekrutmen partai Gerindra dan
penyaringan kader pada saat rekrutmen terjadi. Selain itu, penulis ini memperdalam
teori elit politik, yakni faktor apa yang melatarbelakangi partai Gerindra
A. Partai Politik
dan kedudukan politik yang didapatkan dengan cara yang sesuai dengan konstitusi
21
untuk melangsungkan programnya.19 Partai politik ini beranggapan bahwa dengan
pemikiran atau wawasan yang sama kemudian pemikiran tersebut bisa diperkuat.
pendidikan politik, sarana rekrutmen yang baik, dan penyelesaian konflik, saat ini
belum melakukan fungsi dengan maksimal. Kebanyakan partai politik yang ada
kepentingan atau cita-cita rakyat. Partai politik yang ada dibangun dalam rangka
mempertahankan sirkulasi kekuasaannya, maka dari itu, partai politik penting untuk
otoritas yang mereka dapat. Partai politik yang ada sejatinya perlu melaksanakan
prosedur rekrutmen politik yang akan menciptakan aktor-aktor politik yang menjadi
antara yang memerintah (yang berkuasa) dengan yang diperintah. Adapun tujuan
dibentuknya partai adalah:20 (1) sebagai badan aktualisasi diri bagi warga negara
yang mempunyai kesadaran yang tinggi untuk berperan serta dalam partisipasi
politik; (2) sebagai wadah penyatuan keperluan warga negara; (3) sebagai wadah
19
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), hal. 404.
20
A. Rahman. H.I, Sistem Politik di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 102.
22
kepentingan yang sama; (4) menjunjung harapan politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal-hal yang demikian bisa peneliti lihat
partainya sendiri.
1. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga
negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
2. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
politik juga memegang peranan yang penting dalam hal kehidupan bermasyarakat
21
Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 2008, Bab V tentang Tujuan dan Fungsi
Partai Pasal 11, artikel ini dikses pada 22 Desember 2018, dari http://www.dpr.go.id/ dokjdih/
document/ uu/ UU_2008_2.pdf
23
dan bernegara apabila partai tersebut mampu menerapkan fungsinya dengan
maksimal.
membahasnya lebih dalam. Partai politik juga dibuat agar mampu melaksanakan
fungsinya, salah satu fungsi dari partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen
politik. Untuk kepentingan partai, semua partai pasti menginginkan kader yang baik
dan berkualitas, karena dengan begitu partai mempunyai kesempatan yang besar
partai pun akan mudah menentukan orang yang memimpin sendiri dan memiliki
keanggotaannya.22
rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan
dalam sebuah sistem politik dan pemerintahan. Fungsi rekrutmen dalam partai
22
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, hal. 408.
24
karena tanpa elit yang dapat melaksanakan perannya, kelangsungan hidup sistem
peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Dari
partai politik ini diharapkan ada proses kaderisasi yang kedepannya bisa
seseorang di sini diberikan peluang yang sama untuk mencapai derajat tertentu,
tetapi ada wewenang bagaimana cara seseorang tersebut menggapai hal yang
demikian melalui peraturan yang ada. Dengan adanya partai politik, maka individu
tersebut akan lebih mudah untuk memperoleh keinginannya dalam bidang politik.24
Seperti fungsi partai politik, yakni, sebagai sarana rekrutmen politik, fungsi
internal partai maupun kepemimpinan nasional yang cakupannya lebih luas. Setiap
hanya dengan kader yang demikian tersebut, ia akan menjadi partai memiliki
peluang yang besar untuk mengembangkan diri. Partai politik yang ada
23
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Grasindo, Cet. 1 1992), hal. 150-
151.
24
Imam Yudhi Prasetya, “Pergeseran Peran Ideologi dalam Partai Politik”, (Jurnal Ilmu
Politik dan Ilmu Pemerintahan, Volume 01, Nomor 01, 2011, http://fisip.umrah.ac.id), hal. 33.
25
keanggotannya. Rekrutmen politik menjamin kelangsungan dan kelestarian partai,
Melihat dari fungsi partai politik di atas, yakni rekrutmen politik, partai politik
jabatan publik karena salah satu tugas utama dalam rekrutmen politik adalah
bagaimana partai politik ini menghadirkan aktornya yang berbobot untuk duduk di
partainya dan juga dalam pemerintahan.26 Dalam setiap organisasi, seperti partai
Anggota atau elemen yang ada di partai ini nantinya akan menyebarluaskan
platform dan program partai kepada rakyat serta akan menjadi jembatan
penghubung antara rakyat dengan pemerintah, seperti salah satu fungsi partai
politik yang ada. Pola rekrutmen yang baik sangatlah penting diterapkan di dalam
partai agar kedepannya partai yang ada memiliki kader yang berkualitas yang bisa
Mendapatkan sumber daya manusia yang baik perlu dimulai dari sistem
rekrutmen. Dalam struktur dan sistem politik, organisasi partai politiklah yang
yang berkualitas.Untuk itu, dalam tubuh partai politik perlu dikembangkan sistem
rekrutmen, seleksi, dan kaderisasi politik. Dengan adanya hal tersebut, akan dapat
diseleksi kesesuaian antara karakteristik kandidat dengan sistem nilai dan ideologi
25
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, hal. 408-409.
26
Agus Pramono, Elit Politik yang Loyo dan Harapan Masa Depan, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2005), hal. 30.
26
partai politiknya. Orang yang mempunyai tatanan nilai dan ideologi yang sama
memuat bagian tertentu dan kemudian memotivasi mereka untuk bertindak dalam
politik merupakan hal yang sangat esensial bagi keberlangsungan sistem politik,
sebab tanpa elit yang dapat melaksanakan perananya, kelangsungan hidup sistem
dasarnya terdapat dua macam rekrutmen yaitu penyaringan umum dan kriteria
kemampuan dan kinerja yang dibuktikan melalui tes atau prestasi adalah kriteria
faktor seperti SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) adalah kriteria seleksi
yang bermutu. Melalui rekrutmen politik, akan terus ada orang-orang yang berperan
27
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), hal. 70.
28
Syamsuddin Haris (editor), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai: Proses
Nominasi dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005),
hal 143-144.
29
Hesel Nogi Tangkilisan, Kebijakan Publik yang Membumi, (Yogyakarta: Yayasan
Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2003), hal. 188-189.
27
melanjutkan sistem di dalam partainya. Partai politik memiliki kontribusi yang
Kader dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan orang yang
diharapkan akan memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah sistem
pemerintahan, partai, dan sebagainya.30 Kader di dalam partai juga bisa disebut
sebagai anggota. Kader-kader dari partai inilah yang nantinya menjadikan cerminan
zaman modern ini. Karena, dari merekalah kebijakan tentang masa depan bangsa
terarah ke jalan yang lebih baik. Mereka yang dicalonkan oleh partai untuk
menduduki jabatan publik perlu melakukan beberapa tes kapabilitas yang nantinya
kepentingan rakyat, maka diperlukan tata cara kaderisasi yang baik di dalam partai.
Kaderisasi yang dimaksud adalah menyaring calon pemimpin yang menghuni dan
biasanya hanya di dasarkan pada tahapan karir yang tidak mempunyai rasionalitas
yang jelas. Selanjutnya, partai dipenuhi oleh kader yang tidak menghuni. Partai
dipenuhi orang-orang yang lebih banyak mengejar posisi dan menjadikan partai
30
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 02 Februari 2019 dari https://kbbi.
kemdikbud.go.id.
28
kebangsaan. Tanpa sistem kaderisasi yang baik, maka bukan hanya arah
perkembangan bangsa yang akan tergadaikan oleh elite yang tidak mempunyai
kemampuan, tetapi juga moral bangsa akan runtuh. Mereka yang tidak mampu
rekrutmen dan sistem kaderisasi partai politik yang terukur mendefinisikan mutu
Kualitas anggota dewan ditentukan oleh kualitas partai politik itu sendiri. Partai
politik mempunyai tempat yang eksklusif sebagai instrumen paling penting untuk
yang sehat dan transparan dalam badan partai politik penting untuk diutamakan.
Anggota partai dan calon pemimpin harus dibiasakan dengan sistem persaingan
yang sehat dan transparan, karena dengan kompetisi yang terbebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme ini, rekrutmen dalam partai akan melahirkan calon pemimpin
31
Firman Subagyo, Menata Partai Politik: Dalam Arus Demokratisasi Indonesia, (Jakarta:
RMBOOKS PT. Wahana Semesta Intermedia, 2009), hal. 108-109.
32
Valina Singka Subekti, Dinamika Konsolidasi Demokrasi: Dari Ide Pembaharuan
Sistem Politik Hingga ke Praktik Pemerintaha Demokratis, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2015), hal. 95.
33
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, hal. 71.
29
Partai politik saat ini cenderung sulit untuk mengumpulkan dana yang berasal
dari iuran anggota partainya. Akibatnya, fungsi partai politik telah berubah yang
tadinya organisasi politik yang berfungsi dalam rekrutmen politik dan selanjutnya
bagi aktor-aktor yang memiliki dana yang besar untuk menjadi pemimpin. Proses
rekrutmen politik belum berjalan sebagaimana mestinya yang dapat dilihat dari
pemilihan kader yang tidak objektif.34 Proses yang dilakukan pun tidak lagi
pribadi maupun kelompok. Hal-hal yang demikian sangat disayangkan, hal tersebut
bisa membuat prosedur seperti, penyediaan, dan penyaringan kandidat atau kader
materi si calon, tetapi calon tersebut mempunyai track record sebagai anggota
kecolongan dengan banyaknya pejabat dan politisi, baik di ranah pusat maupun
34
Muhadam Labolo, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Teori,
Konsep, dan Isu Strategis, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hal. 197-199.
30
kepatutan. Ke depan, partai politik harus lebih giat lagi dalam membenahi pola
kelompok penguasa (the rulling class) selain ada elit yang berkuasa ada juga elit
tandingan, yang mendapatkan kekuasaan melalui massa jika elit yang berkuasa
mempunyai otoritas jarak jauh atas elit yang berkuasa, namun lantaran mereka tidak
begitu peduli atas permainan kekuasaan, maka tidak bisa diharapkan mereka akan
ikut andil dalam politik, adalah karena elit politik (senantiasa) mempunyai “hasrat”
teori kelompok, dan elit, kekuasaan merupakan target penting. Tujuan politiklah
Teori elit politik awalnya hadir dari pada ilmuan sosial Amerika tahun 1950-
an, seperti, Schumpeter (ekonom), Laswell (ilmuan politik), dan C. Wright Mills
(sosiolog). Mereka melacak tulisan dari pemikir Eropa masa awal lahirnya
Fasisme, yakni Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca (Italia), Robert Michels
35
Firman Noor, Quo Vadis Demokrasi Kita: Sebuah Respon terhadap Konsolidasi
Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: RMBOOKS PT. Wahana Semesta Intermedia, Cet. 1 2015), hal.
160.
36
SP. Varma, Teori Politik Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 197-
199.
31
(Jerman), dan Jose Ortega Y. (Spanyol). Tokoh pertama, yakni Pareto, percaya
bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang memiliki
nilai yang dibutuhkan untuk kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik
yang cukup. Pareto pun menaruh masyarakat terdiri dari dua kelas: (1) lapisan atas,
yakni elit, yang di dalamnya ada elit yang memerintah (governing elite) dan elit
yang tidak diperintah (non-governing elite). (2) lapisan yang lebih rendah, yaitu
masyarakat, dari yang paling giat mengembangkan diri hingga masyarakat yang
paling maju dan kuat, selalu muncul dua kelas dalam masyarakat, yakni, kelas yang
memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang mempunyai kuasa atau yang
kelas yang diperintah, biasanya jumlahnya lebih banyak, mereka dikontrol oleh
Azas umum yang dianut oleh Pareto dan Mosca tentang elit mempunyai
37
SP. Varma, Teori Politik Modern, hal. 199-200.
38
SP. Varma, Teori Politik Modern, hal. 202-204.
32
Pemimpin selalu menentukan sendiri penerusnya dari kelas istimewa yang semata-
mata terdiri dari beberapa orang. Kelompok elit juga bersifat otonom, kebal akan
kelompok.39
mempunyai otoritas politik. Bahwa konsep elit merujuk pada kelompok yang
memiliki kedudukan utama atau yang paling dominan dalam sebuah sistem yang
kebijakan partai.
Di dalam era reformasi ini, partai politik menjadi lembaga yang sangat
dibutuhkan, mengingat partai politik diyakini sebagai perangkat yang penting bagi
demokrasi akan semakin baik apabila partai politik profesional dan akuntabel. Hal
tersebut merupakan tantangan yang cukup berat yang harus disikapi bersama oleh
pergerakan elit bisa dilihat dari proses mobilitas kaum elit atau non-elit dalam
Mochtar Mas’oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta:
39
33
menempuh jalan untuk menduduki elit penguasa. Jalan tersebut adalah institusi atau
partai politik, dan lainnya yang berfungsi sebagai jalan untuk terlibat dalam
keanggotaan atau institusi nasional tadi. Dalam kaitannya, pemilu merupakan cara
langsung guna memanfaatkan jalan menuju tempat elit penguasa. Selain itu, ada
pula cara tidak langsung, yakni dengan pengangkatan. Artinya, pemilu memiliki
peran secara tidak langsung sebagai jalan yang digunakan guna menjadi elit
bagi pemilu. Selain itu, dikenal juga pengangkatan sebagai upaya memanfaatkan
mempunyai kontrol dalam hal pembuatan keputusan politik. Mereka biasanya lebih
Kelompok elit adalah sekelompok individu yang mempunyai kualitas terbaik dan
mampu mencapai pusat kekuasaan sosial politik. Setiap elit yang memerintah hanya
bawah.41
politik yang menyangkut berbagai hal, tetapi di banyak kasus, ideologi hanya
menjadi aksesoris dalam partai politik, ideologi yang ada dikalahkan oleh
kepentingan elit-elit politik dalam menggapai kepentingan pribadi. Hal ini dapat
40
Syamsuddin Haris, Arbi Sanit, dkk, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru: Sebuah
Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hal. 118.
41
Alim Bathoro, Perangkap Dinasti Politik dalam Konsolidasi Demokrasi, (Jurnal FISIP
Umrah, Volume 02 Nomor 02, 2011, ejournal.umrah.ac.id), hal. 117-118.
34
dilihat dari banyaknya elit partai politik yang tidak mencerminkan ideologi
partainya, baik dari tindak asusila, kebijakan yang bertentangan dengan idoelogi
partai ketika ia menjadi pejabat, dan yang paling banyak adalah tindakan korupsi.42
Kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh elit politik bukan merupakan
gambaran kehendak rakyat, dan juga bukan tuntutan yang diajukan rakyat, tetapi
lebih kepada kepentingan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh golongan elit
tersebut.43 Sama seperti di Indonesia, elit politik dalam partai mempunyai pengaruh
besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Tidak adanya distribusi
mempunyai kuasa atas segala hal yang ada di dalam partai. Dalam hal ini elit partai
Elit partai politik juga menjadi ciri khas kehidupan politik Indonesia di era
multipartai saat ini. Dominasi kekuasaan partai politik masih sangat kental ada di
tangan segelintir orang kuat. Kewenangan partai bertumpuk pada kekuasaan elit
Kuatnya otoritas elit di partai politik berdampak pada proses politik internal partai
politik diatas sudah disinyalir Robert Michels tentang hukum besi oligarki (iron law
42
Imam Yudhi Prasetya, “Pergeseran peran Ideologi dalam Partai Politik”, (Jurnal Ilmu
Politik dan Ilmu Pemerintahan, Volume 01, Nomor 01, 2011, http://fisip.umrah.ac.id), hal. 40.
43
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik., hal. 76.
35
of oligarchy), bahwasannya di dalam institusi partai politik, pada kenyatannya
Sumber daya yang dimiliki oleh segelintir elit dalam partai politik
tersebut. Yakni, dengan adanya sumber daya yang dimiliki, mereka mempunyai
akses dan dapat dengan mudahnya melakukan tindakan sesuai yang mereka
inginkan, termasuk mendesak apabila terdapat pihak yang tidak mengikuti aturan
atau tidak sependapat dengan apa yang ia inginkan, membuat dan mengontrol
duduk di struktur atas partai memiliki posisi yang strategis dan penting dalam
menentukan arah kebijakan partai, baik itu untuk kepentingan ideologis dan visi
partai atau hanya untuk kepentingan jangka pendek, atau juga kepentingan
pribadi.45
44
Hanta Yuda, Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Studi tentang
Kombinasi Sistem Presidensial dan Multipartai di Indonesia Era Pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal. 122.
45
Herri Junius Nge, “Oligarki Partai dalam Rekrutmrn Calon Kepala Daerah: Studi Kasus
Munculnya Calon Tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Landak Tahun 2017”, (Jurnal
Academia Praja, Volume 01 Nomor 1, 2016, ejournal.fisip.unjani.ac.id), hal. 73.
36
BAB III
Berdasarkan pembahasan kerangka teori pada bab II yang meliputi teori partai
politik, rekrutmen politik, dan elit politik sebagai pijakan analisis dalam masalah
penelitian ini, maka pada bab ini menjelaskan gambaran umum tentang partai
Gerindra sebagai partai yang menjadi objek penelitian ini sebagai pintu masuk
untuk melihat secara lebih detail mekanisme rekrutmen yang ada di dalamnya.
Berdasarkan batasan masalah, penulis membatasi kajian dalam bab ini pada seputar
dinamika partai Gerindra sejak awal berdirinya sebagai partai yang selalu terlibat
A. Partai Gerindra
Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra, didirikan pada 6 Februari 2008.
Latar belakang pendirian Partai Gerindra adalah berangkat dari rasa keprihatinan,
yakni untuk mengangkat rakyat dari kemelaratan akibat permainan beberapa orang
yang acuh pada kesejahteraan. Pada November 2007, intelektual muda, yakni, Fadli
politik yang terjadi pada saat itu yang jauh dari nilai-nilai demokrasi yang
sesungguhnya. Demokrasi pada saat itu dikuasi oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dan memiliki modal besar. Akibatnya, masyarakat menjadi alat.
Bahkan, siapapun yang tidak mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik, mereka
37
terbilang mendesak, karena pada saat itu berdekatan dengan waktu pendaftaran
pemilihan umum, yaitu pada 6 Februari 2008. Dalam deklarasi tersebut, tercantum
visi, misi, dan manifesto perjuangan partai, yakni, terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur, serta
Partai Gerindra merupakan salah satu partai yang mengikuti kontestasi pemilu
di 2019. Selain itu, partai Gerindra juga mengusung salah satu calon presiden 2019,
Gerindra sulit dilepaskan dari sosok Pak Prabowo. Eksistensi politik sosok Prabowo
merupakan poros kekuatan partai yang juga ikut memutuskan posisi partai di tengah
kontestasi politik. Selain itu, Prabowo juga menempati posisi penting dalam
struktur Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Kontak Tani Nelayan
Andalan (KTNA). Dua organisasi tersebut menjadi mosal sosial politik Gerindra
yang tidak dapat diabaikan, apalagi, beberapa elit pendiri partai politik berakar dari
HKTI tadi, yakni mantan ketua HKTI DIY, Suhardi yang menjadi ketua umum
Gerindra dan mantan sekjen HKTI, Fadli Zon yang menjadi wakil ketua umum
46
Sejarah Partai Gerindra, artikel ini diakses pada pada 19 Januari 2019 dari
http://partaigerindra.or.id/ sejarah-partai-gerindra.
47
Bestian Nainggolan, dll dalam Kompas Pedia, Partai Politik Indonesia 1999-2019:
Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016), hal. 132.
38
A. 2. Ideologi, Strategi, dan Program Partai Gerindra
kebangsaan dalam bingkai NKRI. Dalam anggaran dasar pendirian partai, Gerindra
otonomi daerah, agama, dan sebagainya. Sejauh ini, dapat dikatakan platform
politik dan ekonomi lah yang paling dominan. Terkait dengan konteks demokrasi,
cita-cita yang baru yang mengoreksi beberapa sistem yang terlanjut mapan, yakni
meliputi bidang politik, ekonomi, pemberantasan korupsi, politik luar negeri, serta
rakyat kecil. Partai Gerindra lahir untuk mengangkat terobosan baru untuk
mengubah kekeliruan sistem ekonomi yang pada saat itu sangat kapitalistik.
Indonesia. Hukum mesti dijadikan sebagai garda terdepan dalam menjalankan roda
48
Bestian Nainggolan, dll dalam Kompas Pedia, Partai Politik Indonesia 1999-2019:
Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, hal. 134-135.
39
pemerintahan. Dalam penegakannya, hukum tidak boleh tebang pilih dan
kepastian hukum. Selanjutnya, hukum juga perlu dilaksanakan oleh para penegak
Penegak hukum yang bersih akan menghasilkan produk hukum yang akan
legislatif, maka anggota parlemen yang bersih akan menghasilkan produk hukum
berupa undang-undang yang akan menjadi penunjangnya. Maka dari itu, penting
bagi partai Gerindra untuk mengusung kader-kadernya yang bersih untuk maju ke
Indonesia.
sosial, dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai
hal tersebut mencerminkan bahwa partai Gerindra ini memimpikan sebuah negara
yang makmur dan sejahtera. Dua hal tersebut tentu saja mungkin untuk dicapai oleh
suatu negara. Ada beberapa aspek yang harus dipenuhi agar terciptanya sebuah
negara yang makmur dan sejahtera, salah satunya adalah institusi-instutusi negara
49
Inke Suharni, “Humas dalam Kampanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi
Pemilu 2009”, (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2009), hal. 51.
50
Visi dan Misi Partai Gerindra dalam Manifesto Perjuangan Partai Gerakan Indonesia
Raya, artikel ini diakses pada pada 19 Januari 2019 dari http://partaigerindra.or.id/ sejarah-partai-
gerindra.
40
yang bebas dari korupsi. Dengan kata lain, salah satu indikator untuk mencapai visi
partai Gerindra adalah terciptanya pemerintahan yang bersih dari segala macam
parktik korupsi.
Selain itu, dalam mewujudkan visi tersebut, Gerindra mengemban lima misi,
yakni:51
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada
dan persamaan hak di hadapan hukum serta melindungi seluruh warga Negara
Indonesia secara berkeadilan tanpa memandang suku, agama, ras dan/atau latar
belakang golongan.
51
Bestian Nainggolan, dll dalam Kompas Pedia, Partai Politik Indonesia 1999-2019:
Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, hal. 134.
41
B. Rekam Jejak Partai Gerindra di Pemilihan Legislatif
Demokrasi lahir lebih dulu dibandingkan partai politik, tetapi, dalam sebuah
sistem politik, partai politik kehadirannya sangatlah penting. Partai politik dan
pemilihan umum bagai saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan. Partai politik
menjelma sebagai lembaga dari demokrasi itu sendiri, sedangkan pemilihan umum
reformasi. Jika pada orde baru partai politik hanya sebatas pada tiga partai, di zaman
merupakan bentuk hubungan antara pemerintah dengan rakyat, juga alat yang sah
Partai politik, politisi, dan korupsi nampaknya terlihat sangat dekat, melekat
erat. Bahwa korupsi biasanya merupakan penggalan berarti dari kehidupan politisi.
Tidak salah apabila ada yang beranggapan bahwa KPK tidak akan pernah berhenti
mengungkap kasus mereka, hanya saja tinggal soal waktu yang menjawabnya.
Meski sudah banyak yang menjadi tersangka, para politisi tidak sama sekali jera
Jumlah koruptor terbesar berasal dari kalangan anggota DPR RI, maupun
DPRD, di mana posisi kedua diduduki oleh aparat pejabat menengah pemerintah
daerah, dan pihak swasta berada di posisi selanjutnya. ICW merilis bahwa sebanyak
52
Nusa Putra, Politik Kekuasaan dan Korupsi, (Jakarta: Murai Kencana, 2015), hal. 11
42
orang yang tersandung kasus korupsi, 26 orang akan menjabat sebagai anggota
orang yang lainnya akan dilantik sebagai anggota DPR RI. Sedangkan berdasarkan
semenjak partai ini didirikan pada tahun 2008. Partai ini telah mengikuti pemilihan
legislatif sebanyak 2 masa pemilihan. Pada masa pemilihan legislatif tahun 2009,
cukup pesat. Partai ini menempati urutan ke 3 dengan mendapatkan 11,81% suara.55
partai Gerindra. Pun begitu, dalam hal pengusungan kader mantan koruptor, partai
setidaknya terdapat beberapa kader Gerindra yang diusung oleh partai ini walaupun
53
Nusa Putra, Politik Kekuasaan dan Korupsi, hal. 13
54
Kompas, “Inilah Hasil Akhir Perolehan Suara Nasional Pemilu”, artikel ini diakses pada
30 Januari 2019, dari https://nasional.kompas.com/read/2009/05/09/22401496/inilah.hasil.
akhir.perolehan.suara.nasional.pemilu.
55
Kompas, “Disahkan KPU, Ini Perolehan Suara Legislatif 2014”, artikel ini diakses pada
30 Januari 2019, dari https://nasional.kompas.com /read/ 2014/ 05/ 09/ 2357075/
Disahkan.KPU.Ini.Perolehan.Suara.Pemilu.Legislatif.2014.
43
Kader Gerindra pertama yang maju melalui partai Gerindra menuju parlemen
adalah M. Taufik. Beliau terjerat kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga
Pemilu 2004 yang menuntun dirinya pada vonis 18 bulan penjara pada 27 April
2004.56 Setelah bebas dari penjara, mantan ketua KPUD DKI Jakarta ini bergabung
dengan partai Gerindra pada 2008. Mantan terpidana korupsi ini lalu menjadi wakil
ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 melalui partai tersebut. Dalam
DKI Jakarta. Partai yang diketuai Prabowo ini tetap mempertahankan M. Taufik
walaupun dia adalah mantan koruptor.57 Dari kasus M. Taufik, dapat nilai rekam
jejak partai Gerindra. M. Taufik masuk penjara pada 2004, maka dia telah
menyandang status mantan koruptor ketika bergabung dengan Gerindra dan maju
di Pileg 2014. Dua proses dari partai Gerindra terhitung telah meloloskan M. Taufik
yang telah menyandang label mantan koruptor, yaitu proses pengkaderan dan
mantan koruptor adalah John Ibo. Pada tanggal 9 Januari 2013 Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Papua John Ibo divonis satu tahun 10 bulan setelah didakwa
atas korupsi dana APBD tahun 2006/2007 sebesar Rp 5,2 milliar yang ia gunakan
56
Kompas, “Pernah dibui, Taufik tak Setuju Mantan Narapidana Korupsi Dilarang
Nyaleg”, artikel ini diakses pada 30 Januari 2019, dari https:// megapolitan.kompas.com/ read/
2018/ 05/ 24/ 10460441/pernah-dibui-taufik-tak-sejutu-mantan-napi-korupsi-dilarang-nyaleg.
57
Kompas, Coret Lima Bakal Calon Eks Koruptor, tetapi Pertahankan M. Taufik, Apa
Alasannya?”, artikel ini diakses pada 31 Januari 2019, dari https:// nasional.kompas.com/
read/2018/09/21/16230451/coret-5-bakal-caleg-eks-koruptor-tetapi-pertahankan-m-taufik-apa-
alasan.
44
untuk membangun tiga rumah pribadi yang seharusnya dana tersebut digunakan
Hal di atas membuat John Ibo dipecat sebagai ketua DPRP namun begitu,
setelah bebas, John Ibo langsung mencalonkan diri menjadi calon legislatif lagi.
Walaupun telah didakwa sebagai koruptor, partai Gerindra tidak mencoret nama
John Ibo dari kader yang mereka usung sebagai calon legislatif. Hal tersebut
terbukti ketika John Ibo terpilih menjadi anggota legislatif DPR Papua dan dilantik
Setelah John Ibo ada nama Vonnie Anneke Panambuan. Nama tersebut adalah
bupati Minahasa Utara yang sudah menjabat dari 2016 lalu. Ini adalah kali kedua
bagi Vonnie Anneke Panambuan duduk di jabatan tersebut setelah pada tahun 2005
hingga 2008 dia menjabat di jabatan yang sama. Lalu, Vonnie Anneke Panambuan
maju dalam pileg 2014 melalui partai Gerindra dengan nomor urut 3 di daerah
pemilihan Sulawesi Utara. Vonnie masuk ke dalam 36 nama calon anggota DPR
yang maju di pemilihan legislatif 2014 yang dianggap tidak mempunyai komitmen
dalam memberantas korupsi versi ICW.60 Hal tersebut disebabkan karena dirinya
pernah terjerat kasus korupsi pada Mei 2008. Mantan Non Sulawesi Utara ini
58
Tempo, “Korupsi Ketua DPRD Provinsi Papua Divonis Satu Tahun 10 Bulan”, artikel
ini dikases pada 01 Februari 2019, dari https://nasional.tempo.co/read/453324/korupsi-ketua-dpr-
papua-divonis-1-tahun-10-bulan.
59
Papua Antar News, “Anggota DPRD Papua Dilantik”, artikel ini diakses pada 01
Februari 2019, dari, https://papua.antaranews.com/berita/448034/55-anggota-dpr-papua-dilantik.
60
Merdeka, “Daftar 36 Anggota DPR Tidak Komitmen Berantas Korupsi Versi ICW”,
artikel ini diakses pada 01 Februari 2019, dari https://www.merdeka.com/politik/daftar-36-anggota-
dpr-tak-komitmen-berantas-korupsi-versi-icw.html.
45
divonis 1,6 tahun penjara setelah didakwa berkolusi dengan PT Mahakam Diastar
Partai Gerindra mempunyai sikap yang sama dengan yang mereka lakukan
pada M. Taufik dan John Ibo, yaitu tetap mengusung kader tersebut walaupun dia
mempunyai rekam jejak korupsi di masa lalu. Kasus Vonnie Anneke Panambuan
mirip seperti kasus M. Taufik di mana sang mantan koruptor tersebut menjalani
proses pengaderan dan pengusungan kader dalam partai Gerindra setelah terlibat
kasus korupsi. Hal tersebut berarti bahwa partai Gerindra memang berniat untuk
61
Liputan 6 News, “Gerindra Juga Punya Eks Napi Kasus Korupsi Sebagai Caleg”, artikel
ini diakses pada 02 Februari, dari https://www.liputan6.com/news/read/570886/gerindra-juga-
punya-eks-napi-kasus-korupsi-sebagai-caleg.
46
BAB IV
merupakan partai yang mengikuti pemilu pertama kali pada tahun 2009. Sebagai
partai yang tergolong baru, partai Gerindra memiliki magnet elektoral yang relatif
baik bahkan dibandingkan partai politik lainnya yang sudah lebih awal mengikuti
pemilu, seperti partai Hanura. Hal ini bisa dilihat dari keterlibatan partai Gerindra
yang tidak hanya berkontestasi dalam pemilu legislatif, tetapi juga dalam pemilu
calon wakil presiden dari Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden pada
pemilu presiden 2009. Secara legal formal (anggaran dasar partai), rekrutmen
politik yang dilakukan oleh partai Gerindra menunjukkan adanya komitmen bagi
integritas. Namun sejauh mana komitmen legal formal tersebut berkorelasi dengan
praktik rekrutmen yang dilakukan oleh partai Gerindra, maka bab ini secara lebih
detail menganalisis proses seleksi politik partai Gerindra yang diantaranya melalui
rekrutmen saat masuk partai dan seleksi pada saat ingin maju menjadi calon anggota
legislatif. Selain itu, pada bab ini penulis membahas faktor-faktor yang
47
A. Proses Rekrutmen Keanggotaan Partai Gerindra
tinggi. Untuk dapat melakukan hal tersebut, di dalam lembaga partai politik niscaya
Partai Gerindra sejatinya menampung setiap orang yang ingin masuk ke dunia
politik melalui partai Gerindra. Partai Gerindra mempunyai beberapa sayap partai
untuk memberikan wadah untuk orang-orang seperti itu. Untuk seseorang yang
yang dapat mewadahinya dan Satuan Relawan Indonesia (Satria) untuk seseorang
yang berusia lebih dari 35 tahun. Namun, sayap-sayap partai itu tidak menjadi suatu
kewajiban untuk seseorang yang ingin menjadi anggota partai Gerindra. 63 Adanya
Tidar dan Satria ini ditujukan untuk mengadakan pendidikan formal dan sebagai
maupun informal ini bertujuan untuk mengembangkan jiwa dan karakter pemimpin
yang baik karena pemimpin tidak lahir dengan sendirinya, tetapi membutuhkan
proses.64
62
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, hal. 66.
63
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019
64
Jainuri, “Orang Kuat Partai di Aras Lokal: Blater Versus Lora dalam Pencaturan Politik”,
diakses pada 21 Oktober 2018 dari http://pemerintahan.umm.ac.id, hal. 9.
48
Seseorang yang berdomisili di Jakarta, untuk menjadi anggota partai
Gerindra, bisa mengunjungi langsung DPP Gerindra untuk membuat KTA partai
Gerindra, proses pembuatan KTA hanya memerlukan KTP, jika yang bersangkutan
berdomisili di luar Jakarta, agar datang ke kantor DPD atau DPC partai Gerindra
terdekat. Calon anggota mengisi lembar formulir yang tersedia pada setiap DPC
daerah masing-masing atau lalu mereka akan diberikan KTA yang berarti calon
kader sudah merupakan anggota dari partai Gerindra. Anggota tersebut memiliki
kriteria yang dimaksud oleh Partai Gerindra sesuai dengan UU No.40 Tahun 2009
partai Gerindra. Pertama, Syarat umum menjadi anggota partai Gerindra adalah:
(1) Warga Negara Indonesia, (2) Berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah, (3)
adalah: Setiap anggota harus melaksanakan aturan dan mengikuti semua AD/ART,
dan juga tindakan yang merugikan partai, hadir dalam kegiatan partai, ikut serta
Hak anggota partai Gerindra adalah: Setiap anggota mempunyai hak yaitu
49
memilih dan dipilih, mendapatkan perlindungan, mendapatkan kesempatan
mengembangkan diri.65
karakteristik kandidat dengan nilai dan ideologi partai politiknya. Selain proses
rekrutmen, perlu juga membangun sistem pendidikan dan kaderisasi anggota atau
kader partai tersebut. Proses kaderisasi ini harus serius dilakukan karena perlu
adanya sharing mengenai pengetahuan politik, selain itu adanya sharing mengenai
keterampilan dan keahlian berpolitik, bukan saja perihal visi, misi, strategi partai,
kantor partai setempat, memenuhi persyaratan, dan mengisi formulir yang ada.
Namun, untuk menjadi kader dari partai Gerindra, seseorang harus menjalani proses
yang ada. Seorang anggota bila ingin menjadi kader partai Gerindra harus
mengikuti pendidikan terlebih dahulu yang setiap tahunnya diadakan tiga kali di
Memang hal ini tidak bersifat wajib yang berarti anggota yang tidak begitu aktif
syarat setelah mengikuti pendidikan dan menjadi kader, kader tersebut harus aktif
65
Pendaftaran Anggota Partai Gerindra, artikel ini diakses pada 09 April 2019 dari
http://partaigerindra.or.id/pendaftaran-anggota-partai-gerindra-secara-online.
66
Firmanzah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi, hal. 66.
50
dalam setiap kegiatan partai.67 Adapun hal lain yang menjadi kriteria untuk
berlaku di partai Gerindra dan mengabdikan diri ke partai Gerindra seperti masuk
ke struktur partai.
Dalam pendidikan partai ini, partai Gerindra mempunyai tiga tingkatan, yaitu
pratama, madya, dan utama. Untuk anggota yang ingin menjadi kader, pendidikan
Hambalang ini ada setidaknya ada dua materi yang harus diikuti oleh calon kader.
Ideologi keindonesiaan adalah materi wajib yang pertama yang harus dipelajari
oleh calon kader. Selain itu, calon kader juga akan diberikan materi tentang ideologi
kegerindraan. Hal ini meliputi keorganisasian partai Gerindra, visi dan misi partai,
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2019 adalah
sebagai berikut:69
Pasal 7
67
Wawancara dengan Bapak Zaid Elhabib, Anggota DPRD Provinsi Banten dan Wakil
Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Tangerang Selatan 13 Maret 2019.
68
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019
69
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan
Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2019, diakses pada 23
April 2019 pada https://kpu.go.id/koleksigambar/PKPU_20_THN_2018.
51
(1) Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
a. Sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih terhitung sejak
penetapan DCT.
f. Setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
bupati, wali kota atau wakil wali kota. (2) Kepala desa. (3) Perangkat
52
desa yang mencakup unsur staf yang membantu Kepala Desa dalam
kewilayahan. (4) ASN. (5) Anggota TNI dan POLRI. (6) Direksi,
Panitia Pengawas
tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
undangan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik
negara;
53
r. Dicalonkan hanya oleh 1 (satu) partai politik
dikarenakan banyak penolakan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan, yakni tentu
saja para calon anggota legistaltif mantan narapidana korupsi, salah satunya adalah
Muhammad Taufik yang merupakan kader dari partai Gerindra yang saat ini
mempunyai jabatan sebagai ketua DPD Gerindra DKI Jakarta. Beliau atas nama
pribadi yang sekaligus dari partai Gerindra melakukan berbagai cara agar dia tetap
bisa mencalonkan diri menjadi calon legislatif, dari mulai melaporkan ke Bawaslu
DKI, DKPP dan Polri sampai menggugat ke Mahkamah Agung. Akhirnya setelah
proses panjang, beliau dan mantan narapidana lainnya berhak maju di legislatif.70
tahun 2018, partai Gerindra menyaratkan setiap orang yang ingin maju ke
pemilihan legislatif harus setia kepada pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945,
dan cita-cita proklamasi Agustus 1945. Setelah itu, bakal calon legislatif juga harus
terlebih dahulu menjadi kader partai Gerindra yang dibuktikan dengan mempunyai
70
Megapolitan Kompas, “Berbagai Upaya M. Taufik Lawan PKPU untuk Bisa Jadi Caleg
Lagi”, artikel ini diakses pada 09 April 2018, dari https://megapolitan.kompas.com/
read/2018/09/17/07180151/berbagai-upaya-m-taufik-lawan-pkpu-untuk-bisa-jadi-caleg-lagi.
54
kartu tanda anggota dan mengikuti diklat yang diselenggarakan di Hambalang.
diklat yang diselenggarakan setelah pemilihan legislatif apapun hasil dari pemilihan
legislatif itu.
Setelah mempunyai kartu tanda anggota, hal yang harus dilakukan adalah
mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan oleh badan seleksi calon
kantor DPP, DPD, dan DPC setempat. Pengisian fomulir ini dibarengi juga dengan
penyerahan curriculum vitae (CV), salinan ijazah dan KTP, dan pas foto berukuran
4x6 sebanyak tiga lembar. Setelah semua berkas telah dipenuhi, individu yang ingin
maju di pemilihan legislatif melalui partai Gerindra harus terlebih dahulu mengikuti
Untuk bakal calon legislatif non kader yang ingin mengikuti kontestasi
pemilihan legislatif melalui partai Gerindra tidak diwajibkan untuk mengikuti diklat
mempunyai kriteria yang mereka pegang untuk menyaring siapa saja kader dari
71
Pendaftaran Calon Legisatif Partai Gerindra, artikle ini diakses pada 09 April 2019, dari
http://partaigerindra.or.id/pendaftaran-caleg-partai-gerindra
72
Wawancara dengan Bapak Yudi Budi Wibowo, Sekertaris Jendral DPC partai Gerindra
Tangerang Selatan, Tangerang 16 Maret 2019.
55
partai nasionalis-agamis ini yang berhak mewakili partai Gerindra. Proses
penentuan calon legislatif ini dimulai dari DPC, DPD, dan DPP yang membuka
pendaftaran untuk menjadi calon legislatif. Pada bakal calon legislatif ini harus
mendaftarkan diri mereka sesuai dengan tingkat yang ingin mereka ikuti,
harus mendaftar sesuai dengan daerah pemilihan yang ingin mereka ikuti.
akhirnya disetujui oleh DPC, DPC akan mengirimkan nama-nama tersebut ke DPD
tersendiri dari struktur DPC, namun rekomendasi juga dapat diberikan oleh
pengolahan dan verifikasi terhadap nama-nama yang dikirimkan oleh DPC. Ketika
tim seleksi DPD menemukan hal-hal yang tidak sesuai, maka mereka akan
Setelah itu DPP partai Gerindra akan menyaring dengan melihat rekomendasi dan
catatan yang telah dikerjakan oleh DPC dan DPD.74 Nama-nama yang terjaring oleh
DPP akan ditetapkan dengan diturunkannya SK dari partai Gerindra dan lalu
73
Wawancara dengan Bapak Yudi Budi Wibowo, Sekertaris Jendral DPC partai Gerindra
Tangerang Selatan, Tangerang 16 Maret 2019.
74
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019.
56
didaftarkan ke KPU.75 Khusus untuk bakal calon DPR RI, pemberkasan diurus oleh
panitia penyeleksi nasional yang nantinya diajukan dan diputuskan oleh Prabowo
selaku ketua umum partai Gerindra.76 Hal ini menunjukan bahwa partai Gerindra
masih terjerat dalam kekuasaan elit partai dalam hal pengambilan keputusan
bersifat tertutup dan hanya ditentukan oleh sekelompok elit partai. Masalah
para bakal calon legislatif. Di tingkat cabang misalnya, calon legislatif yang ingin
maju lewat partai Gerindra haruslah aktif dalam kegiatan partai. Kader ataupun
non-kader yang ingin maju di pemilihan legislatif ini harus memberikan “amal
nama baik partai terlebih dahulu, contohnya bisa dengan prestasi mereka ataupun
memprioritaskan kader partai Gerindra dibanding non kader yang ingin maju lewat
partai Gerindra. Namun beliau juga mengatakan bahwa ingin partai Gerindra
75
Wawancara dengan Bapak Yudi Budi Wibowo, Sekertaris Jendral DPC partai Gerindra
Tangerang Selatan, Tangerang 16 Maret 2019.
76
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019.
77
Lili Romli, “Masalah Kelembagaan Partai Politik di Indonesia Pasca Orde Baru”, artikel
ini diakses pada 24 April 2019, dari ejournal.lipi.go.id/index.php/jppol/article/download/494/303,
hal. 25-26.
78
Amal Jariyah yang dimaksud adalah bentuk pengabdian para anggota atau kader partai
Gerindra selama setahun sebelum dimajukan sebagai calon anggota legislatif serta aktif dalam
kegiatan partai.
57
menjadi pemenang di pemilihan legislatif.79 Ia juga menambahkan bahwa kader
maupun non kader itu dilihat dari usahanya mengharumkan nama baik partai. Partai
peranan seperti fungsi rekrutmen yang baik yang seharusnya dilakukan partai
kriteria dalam menentukan siapa yang berhak untuk mewakili partai Gerindra. Hal
ini dijelaskan oleh Helvi yang sekarang sedang menjabat sebagai wakil sekertaris
jendral DPP partai Gerindra. Menurut beliau setidaknya ada tiga kriteria mutlak
yang menjadi bahan pertimbangan. Kriteria pertama adalah ketokohan. Hal ini
keluasan jaringan yang dimiliki tokoh tersebut dan kemampuan finansial atau dana
menjadi kriteria kedua dan ketiga yang disebut oleh beliau. Beliau menambahkan
korupsi ketika sudah terpilih menjadi anggota DPR dalam rangka mengembalikan
dana yang sudah dikeluarkan di masa kampanye. Mahalnya biaya pemilu ini lah
yang ingin maju di pemilihan legislatif. Sebenarnya hal tersebut dapat dicegah
79
Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan
Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019.
80
Lili Romli, “Masalah Kelembagaan Partai Politik di Indonesia Pasca Orde Baru”, artikel
ini diakses pada 24 April 2019, dari ejournal.lipi.go.id/index.php/jppol/article/download/494/303,
hal. 25-26.
58
dengan menyiapkan kader yang merintis dari awal untuk memperoleh dukungan
dari rakyat.
2011 tentang perubahan atas UU no. 2 tahun 2008 tentang partai politik, pasal 29
bagian 2.81 Dengan ketentuan ini, masyarakat tinggal mendorong dan melakukan
kontrol terhadap partai politik agar partai politik semakin jeli dalam penyaringan
daftar calon wakilnya. Kontrol yang cermat dari rakyat dipadukan dengan kejelian
rekrutmen yang tidak mentolerir faktor kedekatan personal, kekuatan dana, dan
juga tidak memberikan ruang bagi calon “titipan” dari atasan. Dengan cara tersebut,
terciptanya kompetisi yang sehat bagi antar calon untuk memperoleh dukungan dari
rakyat.82 Selain tiga kriteria itu, Bapak Helvi juga mengatakan bahwa surat
rekomendasi dari DPC dan DPD juga ikut membantu dalam penentuan calon
legislatif ini.83
81
Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui seleksi
kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit
30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
82
Muhtar Haboddin, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, (Malang: UB Press, 2016),
hal. 31.
83
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019.
59
B. Faktor yang Melatarbelakangi Partai Gerindra dalam Mencalonkan
tujuan untuk dapat mencetak kader-kader yang taat hukum sebagai bentuk ketaatan
terhadap negara dan nilai-nilai agama. Salah satu bentuk kepatuhan terhadap hukum
di internal partai Gerindra, dalam hal ini berarti manifesto partai. Manifesto partai
Gerindra pasal 33 yang berbunyi “pengelolaan sumber daya alam untuk digunakan
partai. Terlebih lagi apabila ada kader yang tertangkap tangan melakukan kegiatan
korupsi, maka partai akan langsung memecatnya tanpa menunggu proses hukum.85
Singkatnya, tidak ada ampun untuk kader yang korupsi sekali pun dia adalah
anggota dewan.86
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa syarat untuk menjadi kader
telah disepakati bersama. Partai Gerindra tidak melarang seseorang yang pernah
84
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019.
85
Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan
Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019.
86
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019
60
menjadi koruptor untuk menjadi kader partai Gerindra. Beberapa calon legislatif
yang masuk partai Gerindra ini dulunya terlibat kasus korupsi, jadi mereka korupsi
bukan pada saat menjadi kader Gerindra, tetapi sebelum masuk partai Gerindra.
Selain M. Taufik, ada beberapa caleg lainnya, yakni, Pertama, Herry Jones Kereh,
beliau terjerat kasus korupsi yakni dengan menerima gaji dari Unsrat sepanjang
April 2004 hingga Juli 2008 meski ia telah berhenti sebagai dosen sejak 2004.
Kedua, Al-Hajar Syahyan, mantan Ketua DPRD Tanggamus ini terjerat kasus
korupsi penyalahgunaan uang makan dan minum DPRD pada tahun 2010 lalu, pada
saat itu berpartai PDIP. Ketiga, Ferizal, terjerat kasus korupsi saat menjabat Plt
Kampit. 87
Menurut Gerindra, orang itu boleh saja menjadi kader Gerindra dengan syarat
mematuhi kententuan yang ada, salah satunya adalah manifesto partai yang
mengharamkan korupsi. Bahwa jika seseorang itu telah memperbaiki diri dan tidak
terindikasi akan mengulangi dosa lamanya maka dia berhak bergabung dengan
kaderisasi partai Gerindra tidak berjalan sebagaimana mestinya yang berarti dalam
proses pengambilan keputusan internal partai, mereka tidak menyaring siapa saja
87
Kumparan.com, “Jumlah Korupsi Caleg Gerindra yang enurut Prabowo Tak Seberapa”,
artikel ini diakses pada 05 Juli 2019, dari https://kumparan.com/@kumparannews/jumlah-korupsi-
caleg-gerindra-yang-menurut-prabowo-tak-seberapa-1547802235043864873.
88
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019.
61
yang akan masuk kedalam partai Gerindra. Mantan koruptor yang ingin menjadi
kader partai Gerindra hanya diharuskan mempunyai tekad untuk berubah menjadi
individu yang terbebas dari praktik korupsi. Padahal setiap partai membutuhkan
anggota yang mempunyai kemampuan yang kompeten, karena hanya dengan kader
yang demikian tersebut, Gerindra akan menjadi partai yang memiliki peluang besar
Seperti yang peneliti sebutkan pada latar belakang, disusunya penelitian ini
adalah dikeluarkannya PKPU pasal 7 nomor 1 huruf h yang salah satu isinya
Anggota badan komunikasi DPP partai Gerindra, Andre Rosiade berdalih bahwa
DPP partai Gerindra selaku yang menentukan siapa saja yang berhak menjadi calon
legislatif partai Gerindra tidak dapat mendeteksi semua calon legislatif yang
mendaftar.89 Lalu, adapun Desmond yang menganggap peraturan yang dirilis KPU
tidak jelas dasar hukumnya karena berbenturan dengan UU Pasal 240 ayat (1) huruf
g UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang mantan narapidana yang
dikenai hukuman penjara lima tahun atau lebih untuk maju di kontestasi pemilihan
legislatif ini. Desmond menilai KPU mengeluarkan PKPU ini karena tuntutan
popularitas dalam artian KPU ingin menarik perhatian publik karena KPU adalah
89
Kompas.com, ”Punya Bacaleg Eks Koruptor Terbanyak Gerindra Akui Tak Bisa
Deteksi”, artikel ini diakses pada 09 April 2019 dari https://nasional.kompas.com/ read/ 2018/07/27/
18010221/punya-bacaleg-eks-koruptor-terbanyak-gerindra-akui-tak-bisa-deteksi
90
Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan
Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019.
62
Partai Gerindra sebagai partai nasionalis-agamis ternyata menjadi salah satu
partai yang cukup banyak mengusung mantan koruptor. Partai Gerindra sendiri
pernah terjerat kasus korupsi ini. Partai Gerindra mempunyai pertimbangan untuk
tiap-tiap calonnya, karena mereka korupsi bukan pada saat jadi kader Gerindra,
sementara setelah dia bergabung dengan Gerindra, dia tidak pernah melakukan
praktik itu. Menurut Desmond, ketika seseorang telah dihukum atas perbuatannya
di masa lalu, maka nama orang tersebut sudah dipulihkan dan tidak boleh dihukum
ketika pemilihan legislatif 2014 tanpa ada penolakan karena hukum yang berlaku
tidak melarang dia untuk mencalonkan diri. Dalam hal ini, menurut Desmond, KPU
ini hanya “mengada-ngada” dalam membuat peraturan karena tidak berdasar dan
PKPU yang dirilis oleh KPU terdapat ketidaksesuaian dengan UU. Beliau
berpendapat bahwa selama hak politik seseorang tidak dicabut, maka orang tersebut
berhak untuk memilih dan dipilih. “Bahkan presiden pun sempat berstatement kan
korupsi. Karena itu lah ketika PKPU dirilis, partai Gerindra tidak menggugat KPU
91
Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan
Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019.
92
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019.
63
Untuk dampak citra partai sendiri, Ahmad Muzani mengungkapkan
kemungkinan memang citra partai akan tergores, namun itu bukan salah satu
yang paling banyak. Menurutnya, membuktikan partai bersih itu berproses. Karena
itu yang dilakukan Gerindra, harus terus berusaha, tidak boleh berhenti jadikan
dirinya partai bersih, tapi tidak merasa paling bersih. Dan mereka-mereka ini
proses pencalonan para mantan napi korupsi itu sendiri, Muzani menjelaskan
Gerindra menggunakan asas praduga tak bersalah selama proses seleksi.93 Selain
itu, selama hak politik tidak dicabut secara hukum, maka kata Muzani, caleg eks
Gerindra ini juga ingin menjadi pemenang dalam pemilu ini. Jadi tidak menjadi
karena mereka mempunyai oportunisme yang tinggi. Di sinilah telah hilang arah
dan tujuan suatu partai karena partai lebih mengedepankan pragmatism partai.
93
IDN Times “6 Caleg Mantan Napi Korupsi dari Gerindra, Ini Kata Sekjen Gerindra”
artikel ini diakses pada 30 Juni 2019 dari https://www.idntimes.com/news/indonesia/teatrika/6-
caleg-mantan-napi-korupsi-dari-gerindra-ini-kata-sekjen-gerindra/full.
94
CNN Indonesia, “Gerindra Akui Caleg Eks Koruptor Sedikit Gores Nama Partai”, artikel
ini diakses pada 30 Juni 2019 dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190131231913-32-
365574/gerindra-akui-caleg-eks-koruptor-sedikit-gores-citra-partai.
64
partai dapat mempengaruhi dan memastikan sumber-sumber kekuasaan tersalurkan
disebabkan oleh kualitas individu yang cakap walaupun hanya sekadar pengurus
harian partai dibanding anggota lain dalam partai yang mempunyai kedudukan
tinggi di partai.95
pemenang di pemilihan legislatif ini. Landasan pikiran seperti itu lah yang membuat
narapidana korupsi ini tidak tersaring dan leluasa masuk partai Gerindra.96 Lalu,
legislatif yang mempunyai keuntungan dari segi administratif. Beliau adalah calon
anggota legislatif provinsi DKI Jakarta. Hal ini membuat M. Taufik lebih mudah
dalam melewati proses di DPD DKI Jakarta karena DPD tempat beliau mendaftar
diketuai oleh dirinya sendiri. Beliau dapat memberi rekomendasi penuh untuk
Helvi, yang mengatakan bahwa mereka, yakni partai Gerindra hanya berpegang
95
Jainuri, “Orang Kuat Partai di Aras Lokal: Blater Versus Lora dalam Pencaturan Politik”,
diakses pada 21 Oktober 2018 dari http://pemerintahan.umm.ac.id, hal. 9.
96
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019.
97
Wasisto Raharjo Jati dalam CNN Indonesia, “Caleg Eks Koruptor Dipilih Karena
Unggul Materi”, diakses pada 05 Juli 2019, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/
20180723055204-32-316155/caleg-eks-koruptor-dipilih-karena-unggul-materi
65
pada tiga kriteria, yakni, ketokohan, jaringan yang luas, dan kesiapan dana. Adapun
keuntungan yang didapat oleh caleg seperti M. Taufik, yang mempunyai jabatan
sebagai ketua DPD partai Gerindra DKI Jakarta sekaligus berstatus sebagai
incumbent, yaitu berarti beliau sudah mempunyai bekal setidaknya ketokohan yang
didapat pada kampanye periode sebelumnya dan jaringan yang luas yang
didapatkan dari jabatannya tersebut. Selain itu, caleg lainnya, yakni, Al-Hajar
Syahyan, dulunya mempunyai jabatan sebagai ketua DPRD Tanggamus, yang mana
wilayahnya.
Hal tersebut mereka pun sudah memahami pola politik praktis dibandingkan
calon, semua persyaratan atau pengaturan yang tidak terpenuhi oleh calegnya.
Selain itu, keputusan final hanya terpusat di jajaran petinggi saja, yang mana berarti
elit-elit partai ini lah yang meloloskan mereka dengan tidak mengindahkan nilai-
nilai idealisme. Hal tersebut berkaitan dengan teori elit bahwa, kelompok elit inilah
yang mempunyai kontrol dalam hal pembuatan dan pelaksanaa keputusan politik.
Sumber daya yang dimiliki oleh segelintir elit di dalam partai politik ini
sendiri, maka peran partai politik rnenjadi semakin menurun, dan kekuatan individu
66
para kandidat rnenjadi salah satu penentu kesuksesan dalarn perebutan jabatan-
jabatan politik. Demikian juga, partai politik yang harusnya bisa menyiapkan kader-
kader terbaik untuk mengisi jabatan-jabatan publik ternyata sebagian besar diisi
oleh orang-orang yang hanya memiliki modal kekuasaan dan latar belakang yang
kurang baik. Partai Gerindra pun mempunyai kebijakan yang serupa. Partai
korupsi dengan dalih tidak menyalahi hukum yang berlaku.98 Partai Gerindra justru
mengatakan bahwa mereka akan menutupi hak seseorang bila melarang kader-
kadernya yang mantan koruptor ini maju di pileg.99 Oleh karena itu, bukan hal yang
aneh bila sumber daya manusia di dalam kelembagaan partai bisa dibilang rendah
kualitasnya karena meritokrasi ataupun sistem career pathing tidak berjalan baik.100
bagus. Hal ini terdapat pada AD/ART partai Gerindra Bab IV pasal 12 tentang
bernegara.101 Jelas tertulis dalam AD/ART tersebut bahwa salah satu tugas partai
Gerindra adalah menyiapkan kader yang berintegritas dan dapat diterima oleh
98
Nico Harjanto, “Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia”,
(Jurnal Analisi eSIS, Volume 40, Nomor 02, http://www.academia.edu/download/36869050/
harjanto-politik-kekerabatan.pdf), hal. 141.
99
Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan
Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019.
100
Nico Harjanto, “Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia”,
(Jurnal Analisi eSIS, Volume 40, Nomor 02, http://www.academia.edu/download/36869050/
harjanto-politik-kekerabatan.pdf), hal. 141.
101
Dalam AD/ART Partai Gerindra Pasal 12 Bab IV tentang ”Fungsi”, diakses pada 18 mei
2019 dari partaigerindra.or.id.
67
masyarakat. Langkah partai Gerindra mengusung kader-kadernya yang mantan
narapidana korupsi jelas berlawanan dengan fungsi partainya yang tercantum pada
AD/ART karena korupsi menciderai integritas individu dan partainya dan membuat
Selain hal tersebut, idealisme partai tentang jati diri partai Gerindra yang
tercantum pada AD/ART partai Gerindra Bab XV Pasal 60 tentang “Jati Diri Partai”
yang menyuarakan bahwa kader partai Gerindra adalah Ksatria yang membela
kebenaran, kejujuran dan keadilan. Dalam hidup dan perilaku kami sehari-hari,
kami akan selalu bertindak dengan sopan, disiplin dan rendah hati. Kami pantang
berbuat curang, pantang mencuri dan pantang berbuat korupsi terhadap uang Partai,
uang rakyat ataupun uang Negara.102 AD/ART ini menunjukan sebenarnya, salah
satu jati diri partai adalah anti terhadap nilai-nilai korupsi. Ketika melakukan
sangat dipertimbangkan karena tidak sesuai dengan jati diri partai Gerindra yang
mencalonkannya menjadi calon anggota legislatif dan bahkan pula ada yang sampai
dua periode. Hal ini menunjukan bahwa pragmatisme partai Gerindra telah
karena kuatnya peran pimpinan maupun kekuatan oligarki di partai politik. Proses
102
Dalam AD/ART Partai Gerindra Pasal 60 Bab XV tentang “Jati Diri Partai”, diakses
pada 18 Mei 2019 dari partaigerindra.or.id.
68
bottom-up untuk pengembangan kebijakan maupun pilihan politik partai, apalagi
yang menyangkut masalah candidacy hampir tidak berjalan di semua partai politik.
Bahkan untuk penentuan kandidat yang akan didukung dalam pemilukada atau
pileg misalnya, peran pimpinan pusat partai politik sangat dominan. Pengambilan
mana sosok yang berpengaruh atau pimpinan partai politik menjadi the only and
ultimate authority.103
Konsep elit pun merujuk pada kelompok yang mempunyai kedaulatan dan punya
posisi yang dominan. Apalagi, dalam dinamika partai politik, elit ini yang
ditentukan oleh elit partai yang berada di DPP dan ketua umumnya. Hal ini
menyebabkan tidak berjalan dengan baiknya proses bottom-up yang dilakukan oleh
membentuk caleg yang mempunyai karakter dan mempunyai cita-cita yang tinggi
hingga saat ini. Ada dua hal yang menyebabkan hal ini. Penyebab pertama adalah
103
Nico Harjanto, “Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia”,
(Jurnal Analisi eSIS, Volume 40, Nomor 02, http://www.academia.edu/download/36869050/
harjanto-politik-kekerabatan.pdf), hal. 147.
104
Wawancara dengan Bapak Helvi Y. M, Wakil sekertaris DPP partai Gerindra,
Tangerang, 18 Maret 2019
69
karena ketidakdisiplinan yang disebabkan oleh dimudahkannya sistem rekrutmen
partai. Hal tersebut menyebabkan banyaknya kader yang kurang teruji, tidak paham
atas ideologi, komitmen dasar, dan manifesto perjuangan partai. Selain itu,
kepentingan politik oportunis yang disetujui oleh elit partai yang menyebabkan
harus mengalahnya proses kaderisasi partai atau pun karena kepopuleran seseorang
partai politik.105
Hal ini juga dilakukan oleh partai Gerindra dalam hal perekrutan, kaderisasi,
dan pencalonan anggota legislatif. Dalam proses perekrutan, partai Gerindra tidak
sangat mudah untuk masuk adalah karena partai Gerindra selalu menganggap
mantan-mantan koruptor ini berhak masuk partai Gerindra asalkan ada itidak untuk
berubah.
pemenang, maka dari itu mereka sangat terbuka terhadap orang-orang yang
mempunyai kecukupan dana dan ketokohan atau kepopuleran yang tinggi walaupun
mereka bukanlah kader partai Gerindra yang sudah melewati proses penyaringan
yang mapan. Hal ini dapat menyebabkan tidak tersalurkannya paham atas ideologi,
Firman Noor, “Mencermati Kampanye Pileg 2009: Gradasi Peran Partai dan Gejala
105
70
komitmen dasar, dan manifesto perjuangan partai kepada caleg non kader
tersebut.106 Caleg non kader itu memang akan tetep mengikuti kaderisasi setelah
mengikuti pemilihan legislatif, namun tetap besar kemungkinan orang itu tidak
sesuai dengan nilai-nilai perjuangan partai. Bila itu terjadi, apalagi orang itu terpilih
sebagai anggota parlemen, maka orang itu akan sulit untuk dikontrol.
106
Wawancara dengan Bapak Desmond J. Mahesa, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra dan
Ketua DPD partai Gerindra Provinsi Banten, Serang 27 Februari 2019.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
dalam pencalonan anggota legislatif yang dilakukan oleh partai Gerindra, terlihat
idealisme partai yang tercantum pada AD/ART partai Gerindra. Hal ini dapat dilihat
dari sikap partai Gerindra dimulai dari proses kaderisasi hingga proses pencalonan
untuk pemilihan legislatif. Pada proses rekrutmen, sistem rekrutmen yang ada di
partai Gerindra terlihat tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini bisa dilihat dari
dengan partai Gerindra walaupun di dalam AD/ART partai tercantum bahwa jati
diri partai Gerindra adalah bertentangan dengan nilai-nilai praktik korupsi. Partai
Gerindra selalu beranggapan bahwa dalam perekrutan partai, partai Gerindra tidak
bahwa mantan narapidana korupsi telah kembali bersih ketika mereka telah
menjalani masa hukumannya dan tidak boleh untuk dibeda-bedakan dengan yang
lainnya.
Lalu pada proses pencalonan calon legislatif, partai Gerindra melalui elit
partainya yang bertugas sebagai pengambil keputusan akhir tidak menahan laju
kader-kadernya yang mantan narapidana korupsi dengan beralasan bahwa tidak ada
72
hukum yang melarang caleg mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri di
pemilihan legislatif. Mereka juga hanya menerapkan tiga kriteria, yaitu ketokohan,
keluasan jaringan, dan kesiapan dana. Dalam hal ini partai Gerindra tidak
tersebut. Selain itu, alasan yang membuat mantan narapidana korupsi ini lolos
mencalonkan diri melalui partai Gerindra adalah karena partai Gerindra yang terlalu
transparan di mana para elit partai yang berada di DPP bertugas untuk memutuskan
menemukan bahwa posisi para calon legislatif mantan narapidana korupsi ini tidak
tidak melanggar hukum karena PKPU No. 20 tahun 2018 pasal 7 ayat (1) huruf h
yang sempat melarang mereka maju dalam pemilihan legislatif telah dihapuskan
setelah dilakukan judicial riview sehingga partai Gerindra tidak akan mengambil
posisi di mana partai ini menghalangi hak-hak kadernya yang ingin maju di
pemilihan legislatif.
73
B. Saran
B.1. Akademis
narapidana korupsi.
b) Hasil analisis yang peneliti lampirkan jauh dari kata sempurna, untuk
itu pada penelitian selanjutnya yang tertarik pada judul yang sama
narapidana korupsi.
c) Penelitian ini hanya terbatas pada aspek dari proses rekrutmen calon
baru.
B.2. Praktis
74
dalam rekrutmen politik baik dalam bentuk anggaran dasar dan
75
DAFTAR PUSTAKA
Buku
2008.
2016.
Haris, Syamsuddin. Partai, Pemilu, dan Elemen: Era Reformasi. Jakarta: Yayasan
Labolo, Muhadam. Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Teori,
Noor, Firman. Quo Vadis Demokrasi Kita: Sebuah Respon terhadap Konsolidasi
76
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah.
Pramono, Agus. Elit Politik yang Loyo dan Harapan Masa Depan. Jakarta: Pustaka
Putra, Nusa. Politik Kekuasaan dan Korupsi. Jakarta: Murai Kencana, 2015.
Varma, SP. Teori Politik Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Utama, 2010.
77
Karya Ilmiah
Ridho Saputra, Gugum. “Hak Mantan Narapidana untuk Dipilih dalam Pemilihan
Suharni, Inke. “Humas dalam Kampanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi
Pemilu 2009”, (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Jurnal Online
Sebagai Anggota DPR, DPD dan DPRD Serta Sebagai Kepala Daerah Dan
104-121.
Nge, Herri Junius. “Oligarki Partai dalam Rekrutmrn Calon Kepala Daerah: Studi
78
Prasetya, Imam Yudi, “Pergeseran Peran Ideologi dalam Partai Politik”,
(JurnalIlmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Volume 01, Nomor 01, (2011):
33.
JurnalPusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, (02 Desember 2016): 275-
294.
dalam Pemilu 2009: Studi Kasus Partai Golkar Kabupaten Penajam Paser
1841.
Artikel Internet
AD/ART Partai Gerindra Pasal 60 Bab XV tentang “Jati Diri Partai”, dari
CNN Indonesia, “Gerindra Akui Caleg Eks Koruptor Sedikit Gores Nama Partai”,
365574 /gerindra-akui-caleg-eks-koruptor-sedikit-gores-citra-partai.
CNN Indonesia, “KPU Resmi Taken Aturan Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg,
79
310583/kpu-resmi-teken-aturan-larang-eks-koruptor-jadi-caleg. Artikel ini
https://news.detik.com/berita/d-4094865/pro-kontra-larangan-nyaleg-
2018/09/15/11482971/pakar-putusan-ma-terhadap-terhadap-pkpu-
2018.
IDN Times “6 Caleg Mantan Napi Korupsi dari Gerindra, Ini Kata Sekjen
Jainuri, “Orang Kuat Partai di Arus Lokal: Blater Versus Lora dalam Pencaturan
Oktober 2018.
Kompas, “Coret Lima Bakal Calon Eks Koruptor, tetapi Pertahankan M. Taufik,
16230451/coret-5-bakal-caleg-eks-koruptor-tetapi-pertahankan-m-taufik-
80
Kompas, “Disahkan KPU, Ini Perolehan Suara Legislatif 2014”, dari
https://nasional.kompas.com/read/2014/05/09/2357075/Disahkan.KPU.Ini.
2019.
Kompas, “Gerindra Terbanyak Ajukan Caleg Eks Napi Korupsi, Rakyat Diminta
18544111/terbanyak-ajukan-caleg-eks-napi-korupsi-gerindra-minta-
https://nasional.kompas.com/read/2009/05/09/22401496/inilah.hasil.akhir.
Kompas, “Pernah dibui, Taufik tak Setuju Mantan Narapidana Korupsi Dilarang
/pernah-dibui-taufik-tak-sejutu-mantan-napi-korupsi-dilarang-nyaleg.
caleg-gerindra-yang-menurut-prabowo-tak-seberapa-
Liputan 6 News, “Gerindra Juga Punya Eks Napi Kasus Korupsi Sebagai Caleg”,
dari https://www.liputan6.com/news/read/570886/gerindra-juga-punya-
2019.
81
Megapolitan Kompas, “Berbagai Upaya M. Taufik Lawan PKPU untuk Bisa Jadi
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/17/07180151/berbagai-
upaya-m-taufik-lawan-pkpu-untuk-bisa-jadi-caleg-lagi.
Februari 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/19/15075331/daftar-lengkap-
Okezone News, “Gerindra Sepakat Mantan Napi Korupsi Dilarang Nyaleg”, dari
papua.antaranews.com/berita/448034/55-anggota-dpr-papua-dilantik.
2019.
Politik LIPI, “Problematika PKPU No. 2 Tahun 2018 tentang Mantan Koruptor
82
nasional/1225-problematika-pkpu-no-20-tahun-2018-mantan-koruptor-
Romli, Lili, “Masalah Kelembagaan Partai Politik di Indonesia Pasca Orde Baru”,
Tempo, “Korupsi Ketua DPRD Provinsi Papua Divonis Satu Tahun 10 Bulan”, dari
https://nasional.tempo.co/read/453324/korupsi-ketua-dpr-papua-divonis-1-
Tribun News, “Soal Bakal Calon Legislatif, Gerindra Ikuti Putusan MA”, dari
Visi dan Misi Partai Gerindra dalam Manifesto Perjuangan Partai Gerakan
Wasisto Raharjo Jati dalam CNN Indonesia, “Caleg Eks Koruptor Dipilih Karena
83
20180723055204-32-316155/caleg-eks-koruptor-dipilih-karena-unggul-
koleksigambar/PKPU_20_THN_2018.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 2008, Bab V tentang Tujuan dan
84
LAMPIRAN
Gerindra).