Anda di halaman 1dari 6

Ujian Tengah Semester

Nama : Eksa Ammar Zaki

Kelas : C1

Nim : 1755201143

Matkul : AIKA 2

1. Jelaskanlah pengertian ibadah!


Jawab :

Menurut bahasa ibadah adalah merendahkan diri, ketundukan dan kepatuhan akan


aturan-aturan agama. Sedangkan menurut istilah syar'i“Ibadah adalah
suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya',
baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang
tampak (lahir).

Makna ibadah dalam Islam adalah tunduk dan patuh sepenuh hati kepada Allah.
Pengertian ibadah sangat luas, meliputi segala amal perbuatan yang titik tolaknya ikhlas
kepada Allah, tujuannya keridhoaan Allah, garis amalnya saleh.

Ibadah menurut saya sendiri adalah sebuah tindakan bukan hanya rutinitas tetapi ikhlas
dari hati dalam menjalankannya serta taat dan mengabdi kepada allah SWT

2. Jelaskanlah hukum thaharah!


Jawab :

Arti Thaharah
Thaharah artinya bersuci menurut bahasa. Dalam istilah, thaharah artinya suci dari hadats
dan najis, yakni keadaan suci setelah berwudhu, tayammum, atau mandi wajib

Hukum Thaharah
Dalil thaharah tertulis dalam Quran surat Al Baqarah ayat 222. Allah SWT berfirman
menyukai orang-orang yang bertaubat dan bersuci

Arab: ‫اِنَّ هّٰللا َ ُيحِبُّ ال َّتوَّ ِابي َْن َو ُيحِبُّ ْال ُم َت َطه ِِّري َْن‬
Latin: Innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn
Artinya: Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan
diri.

Selain itu, dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW, " Allah tidak menerima sholat yang
tidak disertai dengan bersuci."
Macam-macam Thaharah
Pembagian thaharah ada dua, yakni bersuci dari hadats berupa melakukan wudhu, mandi,
dan tayamum. Kemudian, bersuci dari najis berupa menghilangkan najis yang ada di badan,
tempat dan pakaian.

Alat-alat Thaharah
Untuk melakukan thaharah, ada beberapa media yang bisa digunakan, yakni air, debu yang
suci, dan batu untuk diinjak. Air sendiri, dari segi hukum dibagi menjadi lima, yaitu

-Air suci dan dapat mensucikan, seperti air sumur, air sungai, air hujan, dll
-Air yang dapat mensucikan tapi makruh hukumnya, seperti air yang dijemur di tempar
logam bukan emas
-Air yang tidak dapat mensucikan, seperti air yang kurang dari dua kulah, air yang sifatnya
berbah (air teh, air kopi, air berbau), dan air yang diperoleh dari mencuri.

3. Tulislah dalil yang mewajibkan shalat!


Jawab :

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 110)


‫الز ٰکو َة ۗ َو َما ُت َق ِّدم ُْوا اِل َ ْنفُسِ ُك ْم مِّنْ َخي ٍْر َت ِج ُد ْوهُ عِ ْندَ هّٰللا ِ ۗ اِنَّ هّٰللا َ ِب َما َتعْ َملُ ْو َن بَصِ ْي ٌر‬
َّ ‫َواَقِ ْيمُوا الص َّٰلو َة َو ٰا ُتوا‬
"Dan laksanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan
yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di
sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
 
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 45)
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫ ۗ َو‬  ‫ۗ اِنَّ الص َّٰلو َة َت ْن ٰهى َع ِن ْال َفحْ َشٓا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر ۗ َولَذ ِْك ُر ِ اَ ْك َب ُر‬    ‫ب َواَق ِِم الص َّٰلو َة‬ َ ‫ا ُ ْت ُل َم ۤا ا ُ ْوح َِي ِالَي‬
ِ ‫ْك م َِن ْالك ِٰت‬
‫َيعْ لَ ُم َما َتصْ َنع ُْو َن‬
"Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad)
dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (sholat) itu
lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan."
 
(QS. An-Nur 24: Ayat 56)
َّ ‫َواَقِ ْيمُوا الص َّٰلو َة َو ٰا ُتوا‬
‫الز ٰكو َة َواَطِ يْـعُوا الرَّ س ُْو َل لَ َعلَّ ُك ْم ُترْ َحم ُْو َن‬
"Dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul
(Muhammad), agar kamu diberi rahmat."
 
4. Tulislah syarat wajib dan syarat sah shalat !
Jawab :

Berikut adalah SYARAT WAJIB SHALAT:

 Seorang muslim, beragama islam.


 Baligh, artinya sudah cukup umurnya.
 Berakal sehat, artinya sehat mentalnya, tidak gila tidak pula kehilangan
akal.

Sementara SYARAT SAH SHALAT adalah sebagai berikut:

 Suci badan, baik itu dari hadas maupun najis


 Menutup aurat, menggunakan pakaian yang bersih dan suci
 Shalat di tempat yang suci
 Telah masuk waktu shalat
 Menghadap ke kiblat

5. Apa hukumnya mengqadha puasa, jelaskanlah!


Jawab :

dijelaskan bahwa ada beberapa pendapat dari ulama mengenai hal ini. Berikut
penjelasannya:

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Al-Kasani (w. 587 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Badai' Ash-
Shanai' fi Tartibi As-Syarai menuliskan sebagai berikut:

"Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya maka tidak wajib
fidyah baginya." (Al-Kasani, Badai' Ash-Shanai' fi Tartibi Syara'i, jilid 2 hal. 104)

2. Mazhab Al-Malikiyah

Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-Kafi fi
Fidqhi Ahlil Madinah menuliskan sebagai berikut:
"Dan seseorang yang mempunyai kewajiban puasa Ramadhan kemudian tidak puasa dan
mengakhiri qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya sedangkan ia mampu untuk
mengqadhanya (sebelum datang Ramadhan kedua) maka jika dia tidak puasa pada
Ramadhan tersebut wajib baginya mengqadha hari-hari yang ditinggalkan dan memberi
makan orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan satu mud dengan ukuran mud Nabi
SAW." (Ibnu Abdil Barr, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, jilid 1 hal. 338).

3. Mazhab Asy-Syafi'i

An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya
Raudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin- Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab
menuliskan sebagai berikut:

"Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya tanpa udzur maka
ia berdosa. Dan wajib baginya berpuasa untuk Ramadhan yang kedua, dan setelah itu baru
mengqadha untuk Ramadhan yang telah lalu. Dan juga wajib baginya membayar fidyah
untuk setiap hari yang ia tinggalkan dengan hanya masuknya Ramadhan kedua. yaitu satu
mud makanan beserta qadha." (An-Nawawi, Raudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Mudtiyyin,
Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdab.)

Qada puasa dilakukan dengan menjalankan ibadah ini di luar bulan Ramadhan. Sedangkan
fidyah, ditunaikan dengan memberi makan orang miskin sebanyak 1 mud makanan pokok
per hari tidak puasa. Bagi golongan yang batal puasanya karena halangan tertentu, seperti
melakukan perjalanan jauh, sakit, haid, lansia renta, dan lain sebagainya, tidak ada dosa
bagi mereka sekalipun tetap harus mengganti ibadah wajib itu dengan qada atau fidyah.
Sementara mereka yang mampu, tidak ada uzur, tetapi sengaja membatalkan puasanya,
berarti telah melanggar perintah Allah SWT sehingga mendapatkan dosa sekaligus wajib
melakukan qada. Apa saja jenis-jenis batal puasa Ramadan dan cara mengganti
berdasarkan penyebabnya?

1. Batal puasa karena hamil atau menyusui Ibu hamil atau menyusui memperoleh
keringanan tidak berpuasa Ramadan, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: "Sungguh
Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh salat
bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang yang hamil dan orang
yang menyusui,” (H.R. Al-Khamsah). Terdapat tiga ketentuan cara membayar utang puasa
terkait rukhsah (keringanan) bagi ibu hamil atau menyusui. Pertama, ibu hamil dan
menyusui yang khawatir terhadap kesehatan dirinya jika berpuasa. Bagi kelompok ini,
dibolehkan tidak berpuasa. Namun, mereka harus menggantinya dengan qada puasa di luar
bulan Ramadan sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Kedua, ibu hamil dan menyusui yang
khawatir terhadap kesehatan dirinya dan bayinya sekaligus jika dia berpuasa.

Sebagaimana kelompok pertama, ia boleh tidak berpuasa dan menggantinya di luar


Ramadan dengan qada. Ketiga, ibu hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kesehatan
janin atau bayinya saja jika ia berpuasa. Bagi kelompok ketiga ini, kewajiban mengganti
puasa tidak hanya dengan qada, tetapi juga harus membayar fidyah sekaligus.

2. Batal puasa karena sakit Orang yang sakit dan khawatir pada keadaan dirinya boleh
meninggalkan ibadah puasa. Sebagai gantinya, ia wajib melakukan qada puasa di luar bulan
Ramadan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tidak boleh memberikan mudarat
kepada diri sendiri dan kepada orang lain,” (H.R. Daruquthni).

3. Batal puasa karena perjalanan atau safar Sebagaimana orang sakit, mereka yang dalam
perjalanan juga boleh mengambil keringanan tidak berpuasa di bulan Ramadan. Merujuk
buku Fiqih Praktis (2008) karya Muhammad Bagir, seorang musafir mendapatkan rukhsah
tidak berpuasa, jika menempuh perjalanan dengan jarak minimal 80,6 kilometer. Jika
seseorang sudah menempuh jarak sepanjang 80,6 kilometer maka ia boleh tidak berpuasa.
Sebagai gantinya, ia wajib mengganti dengan qada puasa di luar Ramadhan sebanyak hari
yang ditinggalkan.

4. Batal puasa karena haid atau nifas Setiap perempuan yang sudah balig memiliki siklus
bulanan haid yang menjadikannya tidak wajib berpuasa di masa tersebut. Muslimah yang
sedang haid tidak wajib puasa, tetapi harus mengganti (qada) puasa di luar bulan
Ramadhan. Demikian juga bagi perempuan yang mengalami nifas usai melahirkan. Di luar
Ramadan, ketika haid dan nifasnya sudah selesai, golongan ini wajib melakukan qada
puasa sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.

5. Batal puasa bagi lansia renta dan orang sakit permanen Orang lansia renta dan sakit
permanen yang tidak ada harapan sembuh tidak diwajibkan berpuasa. Sebagai gantinya,
mereka harus membayar fidyah sebanyak jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Rukhsah ini
harus didasarkan pada penjelasan dokter, bukan asumsi pribadinya saja. Bagi orang yang
sakit, tapi ada harapan sembuh, tidak ada keharusan membayar fidyah, tetapi wajib
melakukan qada puasa di luar Ramadhan.

6. Batal puasa karena lupa berniat di malam harinya Ibadah puasa Ramadan mewajibkan
niat di malam harinya. Seorang muslim yang lupa berniat di malam harinya, maka tidak sah
puasanya, sebagaimana pendapat ulama dari tiga mazhab, yaitu mazhab Syafi'i, Hanbali,
dan Maliki. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang tidak berniat puasa
pada malam hari, maka tidak ada puasa baginya,” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Nasai,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Karena itulah, jika seorang muslim tidak berpuasa karena lupa
niat pada malam harinya maka ia wajib melakukan qada puasa di luar Ramadan.

7. Sengaja tidak puasa Orang yang sengaja tidak berpuasa memperoleh dosa besar. Puasa
jadi ibadah wajib yang haram ditinggalkan, terutama bagi yang tanpa uzur atau halangan.
Apabila sudah terlanjur meninggalkan ibadah puasa dengan sengaja maka seorang muslim
wajib menggantinya dengan melakukan qada puasa di luar bulan Ramadan. Tata Cara
Membayar Fidyah Puasa Sesuai penjelasan di atas, ibu hamil atau menyusui, lansia renta,
dan orang yang sakit permanen boleh membatalkan puasanya. Sebagai gantinya, mereka
harus membayar fidyah pada bulan Ramadan. Besaran fidyah yang harus ditunaikan adalah
sebanyak 1 mud makanan pokok. Jika dikonversikan, satu mud adalah sebanyak 675 gram
atau 6.75 ons. Jika dibulatkan, besaran fidyah ialah sebanyak 7 ons beras yang merupakan
makanan pokok masyarakat Indonesia. Pembayaran fidyah, menurut Majelis Tarjih & Tajdid
PP Muhammadiyah, dapat ditunaikan dengan memberikan makanan pokok setara 1 mud
kepada satu orang miskin per hari di bulan Ramadan. Alternatif lainnya, pembayaran fidyah
dilakukan dengan menjamu menggunakan makanan siap saji kepada beberapa orang
miskin sejumlah hari puasa Ramadan yang ditinggalkan. Masih menurut pendapat Dewan
Tarjih Muhammadiyah, selain dibayarkan dalam bentuk makanan pokok, fidyah juga bisa
ditunaikan dengan bentuk uang. Jika membayar fidyah dengan uang maka nilainya harus
setara dengan harga sebanyak 6,75 ons beras (satu mud).

Anda mungkin juga menyukai