Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting bagi jalannya

pembangunan suatu bangsa. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menjelaskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

yang tertuang ke dalam tujuan pendidikan nasional dan pendidikan sekolah dasar

yaitu, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses kegiatan pembelajaran

dengan tujuan agar siswa merasa aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan

masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Pendidikan di Sekolah Dasar merupakan lembaga yang dikelola dan diatur

oleh pemerintah yang diselenggarakan secara formal selama 6 tahun. Pada

pendidikan tingkat SD terdapat banyak muatan pembelajaran, salah satunya

muatan pembelajaran IPA. Menurut Darmojo dalam Samatowa (2011: 2), Ilmu

Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam

semesta dengan segala isinya. IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang

benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara

memecahkan masalah secara ilmiah.

Salah satu aspek afektif adalah keaktifan siswa, siswa diharapkan dapat

aktif di dalam pembelajaran serta memiliki kemampuan untuk berkembang

sendiri, membentuk sendiri sedangkan guru akan berperan sebagai pembimbing

dan mengamati bagaimana perkembangan siswanya. Mengacu pada pendapat di

1
2

atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran akan berjalan dengan baik

apabila ada aktivitas siswa yang mendukung dalam pembelajaran, seperti aktif

bertanya maupun mengemukakan pendapat. Guru sebagai pembimbing juga

berperan aktif dalam pembelajaran. Apabila siswa dan guru aktif maka diharapkan

pembelajaran akan menjadi baik.

Guru diharapkan dapat memberikan motivasi dan mengajarkan materi

benda-benda disekitar kita dengan lebih menarik dan bersahabat, sehingga

anggapan yang keliru selama ini bahwa pembelajaran IPA disekitar kita

merupakan mata pelajaran sulit bagi siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, Guru

harus memiliki kemampuan dalam mengembangkan model pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi awal pada pembelajaran IPA yang bertepatan

saat pelaksanaan PLP II tanggal 10-17 November 2022 di kelas V SDN 131/II

SKB. Peneliti menemukan kurangnya proses belajar siswa dalam pembelajara IPA

di kelas V. Beberapa indikasi proses saat belajar sebagian tergolong rendah ialah

kurangnya kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran, siswa kurang aktif

dalam mengajukan pendapat, sebagian siswa tidak bisa menjawab pertanyaan

guru dengan alasan malu, tidak percaya diri dan tidak mau bekerja sama dengan

teman yang lainnya. Hal ini terjadi karena berlangsungnya KBM pendidik tidak

menggunakan model yang bervariasi dan kurang memanfaatkan sebagai sarana

yang sudah tersedia. Sehingga pembelajaran menjadi monoton dan siswa tidak

berpartisipasi aktif dalam belajar.

Sebenarnya karakteristik masing-masing siswa memiliki kognitif yang

baik dalam belajar, namun ketertarikan dalam belajar kurang. Saat proses siswa
3

dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru

dengan siswa ataupun siswa itu sendiri. Hal akan mengakibatkan suasana kelas

menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan

kemampuannya semaksimal mungkin. Permasalahan tersebut sering terjadi pada

siswa, akibatnya hasil belajar di kelas V SDN 131/II SKB, belum mencapai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPA. Berikut data

observasi awal pada tugas harian IPA kelas V:

Tabel 1.1 Daftar Nilai Observasi Awal


Keterangan
No Nama Siswa Nilai Tidak
Tuntas
Tuntas
1 AB 50 TT

2 ADE 60 TT

3 ADT 75 T

4 ATM 30 TT

5 AIF 60 TT

6 ARR 80 T

7 ABI 40 TT

8 BPF 80 T

9 BRH 80 T

10 CSS 80 T

11 CSI 50 TT

12 DFV 50 TT

13 FDI 40 TT

14 IAT 75 T

15 IZA 30 TT
16 KAZZ 75 T
4

17 MFR 78 T

18 MGA 70 TT

19 USA 60 TT

20 MN 65 TT

21 RYN 80 T

22 ZDN 60 TT
Jumlah 1.368 9 13
Rata Rata 62
Presentase 40,90% 59,09%
Sumber: Data Nilai Harian Siswa

Total keseluruhan siswa kelas V berjumlah 22, yang mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) hanya 9 siswa (40,90%) dan 13 siswa (59,09%)

belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75. Dilihat dari data

bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di presentasekan sebesar 40,90% dan

dalam kategori “kurang sekali” dalam keatifan belajar. Selain data nilai harian

yang didapatkan diatas, observer juga melakukan wawancara kepada wali kelas

untuk mendapatkan banyak informasi mengenai kondisi kelas dan karakteristik

masing-masing siswa.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan wali kelas didapatkan

informasi bahwa dalam memahami konsep IPA siswa mengalami kesulitan dan

kurang berpartisipasi aktif. Informasi lainnya ialah beberapa siswa mendapatkan

nilai yang rendah bukan karena siswa tersebut tidak mampu mengerjakan soal,

namun karena siswa asyik bermain, dan tidak mau bertanya ketika kesulitan

mengerjakan soal yang diberikan, sehingga tidak menyelesaikan soal latihan yang

diberikan. Bahkan ada salah satu siswa yang harus dibimbing khusus agar dapat
5

menyelesaikan tugas yang diberikan pendidik. Oleh karena itu terlihat nilai harian

siswa mendapatkan nilai dibawah KKM sekolah.

Perlunya penerapan model pembelajaran untuk meningkatkan proses

belajar siswa sehingga terjadi keberhasilan belajar dapat tercapai. Penerapan

model project based learning merupakan anak mampu menjadi lebih tanggung

jawab terhadap dirinya maupun kelompoknya, memiliki sikap solidaritas,

merasakan kehadiran teman dalam kehidupannya, dan mewujudkan sikap

kerjasama serta mampu merefleksikannya dalam kehidupan. Siswa dapat

menemukan jawaban yang berbeda dari soal yang diberikan dan menjawab

dengan caranya sendiri, sehingga akan merasa bangga dan aktif bertanya

mengenai penemuannya.

Pendapat Kokotsaki, Menzies, dan Wiggins, (2016: 1) bahwa project based

learning merupakan bentuk pengajaran yang berpusat pada anak yang didasarkan

pada tiga prinsip yaitu pembelajaran konteks, keterlibatan secara aktif dalam

proses dan pencapaian tujuan melalui interaksi sosial. Tujuan penerapan

pendekatan project based learning yang paling utama ialah untuk memberikan

pelatihan kepada pelajar untuk lebih bisa berkalaborasi, gontong royong dan

empati dengan sesama.

Sesuai dengan permasalahan yang ditemukan saat observasi, bahwa hasil

belajar yang baik juga didapatkan pada efektif belajar yang baik. Maka dari itu

penerapan pendekatan project based learning untuk meningkatkan proses belajar

dengan menggunakan bantuan model project based learning sebagai alat bantu

proses pembelajaran agar perasaan senang dalam belajar siswa bertambah. Maka
6

dari itu model yang akan digunakan untuk menarik aktif anak ialah model project

based learning.

Alasan penulis memilih pendekatan project based learning sebagai

pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran IPA adalah untuk sangat

efektif diterapkan untuk para pelajar dengan membentuk kelompok belajar kecil

dalam mengerjakan projek, eksperimen dan inovasi. Pelaksanaan pembelajaran

IPA lebih efektif dan menarik, karena langkah-langkah model yang dapat

memudahkan siswa memahami materi.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis perlu melakukan

penelitian dengan judul “Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Menggunakan

Model Project Based Learning di Kelas V SDN 131/II SKB”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan masalah yang

terjadi di kelas V SDN 131/II SKB dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Proses belajar siswa masih rendah beberapa indikasinya kurangnya kesiapan

siswa dalam mengikuti pembelajaran dan kurang berpartisipasi aktif.

2. Hasil belajar IPA yang belum mencapai Ketuntasan Kriteria Maksimum

(KKM) sekolah yaitu 75.

3. Pembelajaran yang dilakukan pendidik didalam kelas kurang menggunakan

model bervariasi.

4. Belum pernah dilakukan penelitian tentang model project based learning pada

muatan pembelajaran IPA.

C. Batasan Masalah
7

Pembatasan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan agar permasalahan

yang akan dikaji lebih terarah, serta tidak terjadi penyimpangan terhadap tujuan

dilakukannya penelitian. Maka berdasarkan identifikasi masalah, peneliti

membatasi permasalahan pada proses belajar siswa di kelas V SDN 131/II SKB

dengan penerapan pendekatan project based learning pada pembelajaran IPA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah dalam penelitian pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan proses belajar IPA menggunakan model pembelajaran

project based learning di kelas V SDN 131/II SKB, Kec. Bathin III, Kab.

Bungo?

2. Bagaimana peningkatan hasil belajar IPA menggunakan model pembelajaran

project based learning di kelas V SDN 131/II SKB, Kec. Bathin III, Kab.

Bungo?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Mendeskripsikan peningkatan proses belajar IPA menggunakan model

pembelajaran project based learning di kelas V SDN 131/II SKB, Kec. Bathin

III, Kab. Bungo.


8

2. Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar IPA menggunakan model

pembelajaran project based learning di kelas V SDN 131/II SKB, Kec. Bathin

III, Kab. Bungo.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak

dintaranya:

1. Manfaat Teoritis

a. Manfaat penelitian ini untuk mengetahui penggunaan pendekatan project

based learning untuk meningkatkan proses dan hasil belajar di kelas V SDN

131/II SKB, sehingga ditemukan konsep baru dalam mengembangkan

pengetahuan khususnya dalam meningkatkan hasil belajar IPA.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi peneliti lain

untuk melakukan penelitian yang lebih dettil serta usaha mengungkapkan

faktor-faktor yang belum diungkapkan dalam penelitian ini agar hasilnya

lebih objektif.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidik

1) Pendidik dapat memperoleh pengetahuan tentang penerapan model

pembelajaran project based learning untuk meningkatkan proses dan

hasil belajar.

2) Pendidik dapat merefleksi tentang apa yang telah dilakukan selama ini

sehingga mendapat masukan untuk melakukan perbaikan perbaikan

dalam pembelajaran.
9

3) Pendidik dapat meningkatkan dalam mengelola pembelajaran yang

aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

b. Bagi Siswa

1) Siswa memperoleh pembelajaran langsung yang lebih bermakna

sehingga materi pembelajaran yang disampaikan akan berkesan dan

materi akan mudah dipahami dengan baik.

2) Bagi Siswa dapat meningkatkan proses dan hasil belajarnya dalam

pembelajaran.

c. Bagi peneliti

1) Memberikan pengalaman dalam proses pencarian permasalahan untuk

dicarikan pemecahannya.

2) Memberikan dorongan dan semangat bagi peneliti lain untuk

menemukan sesuatu yang berguna bagi peneliti dunia pendidikan.

d. Bagi sekolah

1) Memberikan masukan kepada kepala sekolah untuk meningkatkan mutu

pendidikan melalui perbaikan proses pembelajaran.

2) Sabagai informasi tentang strategi pembelajaran yang digunakan

pendidik lebih bervariasi dan sebagai acuan mengadakan pembelajaran

di SD untuk masa selanjutnya.


10

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar

Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan

perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan

perilaku adalah hasil belajar. Menurut Gagne (Sumardjono, 2012: 13)

mengartikan pembelajaran sebagai pengetahuan peristiwa yang berada diluar

dari pengetahuan siswa, sedangkan Menurut Slameto (2010: 2) belajar adalah

suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Morgan (Heri,

2012: 5) berpendapat belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap

dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Belajar dalam hal ini
11

merupakan proses yang bisa mengubah tingkah laku seseorang disebabkan

adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang

terjadi dalam diri seseorang.

Berdasarkan menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian

belajar Pengertian belajar adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan

setiap individu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam

bentuk pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai positif sebagai suatu

pengalaman dari berbagai materi yang telah dipelajari. Dengan belajar, ilmu

pengetahuan kita akan terus bertambah. Belajar akan memberikan kita

kekuatan untuk menjadi sukses.

2. Hasil Belajar
10
a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

belajar. Hal ini disebabkan kegiatan belajar merupakan sebuah proses,

sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Suprijono

(2012:5) berpendapat “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Hasil belajar menjadi objek penilaian kelas berupa kemampuan-

kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti proses

belajar mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Sistem pendidikan

nasional rumusan tujuan pendidikan mengacu pada klasifikasi hasil belajar

dari Bloom yang secara garis besar yaitu aspek kognitif, afektik dan

psikomotorik.
12

Susanto (2014:5) mengemukakan hasil belajar dapat diartikan

sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di

sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes

mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Sedangkan Mudjiono

(2013:3) berpendapat hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi

tindak belajar dan tindak mengajar.

Hasil belajar merupakan hasil yang di dapatkan dari suatu proses

belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Menurut Reni Akbar-

Hawadi (2011:168), hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil penilaian

pendidik terhadap proses belajar yang telah berlangsung. Hasil belajar

dapat menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang

telah disampaikan oleh pendidik.

Berdasarkan pengertian dari hasil belajar di atas dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar dapat dilihat

melalaui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data

pembuktian yang akan menunjukan tingkat kemampuan siswa dalam

mencapai tujuan pembelajaran. hasil pengukuran dalam proses yang

berwujud angka ataupun penghayatan yang mencerminkan tingkat

penguasaan materi pelajaran bagi para siswa

b. Ciri-Ciri Hasil Belajar

Ciri-ciri hasil belajar ada tiga yaitu (1) hasil belajar memiliki

kepastian berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, sikap atau cita


13

cita, (2) Adanya perubahan mental dan perubahan jasmani, (3) memiliki

dampak pengajaran dan dampak pengiring”. Nasution (2012:5)

menyatakan “belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya

perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari pengamatan dan latihan.

Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk

seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku dan

kecakapan serta kemampuan.

Sedangkan menurut Surya (1997) dalam Rusman (2015:13-16), Ada

sekitar 8 ciri-ciri dari belajar menurut Rusman: 1) Perubahan yang didasari

dengan sengaja (intensional), 2) Perubahan yang berkesinambungan

(kontinue), 3) Perubahan yang fungsional, 4) Perubahan yang positif, 5)

Perubahan yang sifatnya aktif, 6) Perubahan yang sifatnya permanen, 7)

Perubahan yang terjadi memiliki arah dan tujuan, 8) Perubahan perilaku

secara keseluruhan.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan ciri-ciri hasil

belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adannya perubahan pada

diri seseorang sebagi hasil dari pengamatan dan latihan yang membawa

perubahan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

3. Proses Belajar

a. Pengertian Proses

Proses siswa dalam belajar secara efektif itu dapat dinyatakan

sebagai berikut:
14

1) Hasil belajar siswa umumnya hanya sampai tingkat penguasaan,

merupakan bentuk hasil belajar terendah.

2) Sumber-sumber belajar yang digunakan pada umumnya terbatas

pada guru (catatan penjelasan dari guru) dan satu dua buku catatan.

3) Guru dalam mengajar kurang merangsang aktivitas belajar siswa

secara optimal. (Tabrani, 1989: 128).

Proses sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran

maupun kegiatan belajar, siswa di tuntut untuk selalu aktif memproses

dan mengolah hasil belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah

hasil belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif secara fisik,

intelektual, dan emosional.

Sardiman (2019) berpendapat bahwa aktifitas disini yang baik yang

bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu

harus saling terkait. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktifitas

belajar yang optimal. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan siswa di

sekolah. Beberapa macam aktifitas itu harus diterapkan guru pada saat

pembelajaran sedang berlangsung.

Dalam proses belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman

priba yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan

merupakan pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak

didiknya, sedangkan mengajar merupakan upaya menciptakan

lingkungan. agar siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui

keterlibatan secara aktif dalam kegiatan belajar.


15

Sebaiknya itu guru harus memotivasi siswa pada saat pembelajaran

berlangsung, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator pada saat

pembelajaran. Guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif

dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa

harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan obyek yang nyata.

Jadi belajar harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi

pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sekolah merupakan sebuah

miniatur dari masyarakat dalam proses pembelajaran harus terjadi saling

kerja sama dan interaksi antar komponen. Pendidikan modern lebih

menitik beratkan pada aktifitas yang sejati, dimana siswa belajar dengan

mengalaminya sendiri pengetahuan yang dipelajari.

Dengan mengalami sendiri, siswa memperoleh pengetahuan,

pemahaman dan ketrampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan

nilai. Saat ini pembelajaran diharapkan ada interaksi siswa pada saat

pembelajaran. Hal ini agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam

belajar. guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.

Untuk melihat proses siswa maka diperlukan suatu patokan atau

indikator, Sudjana (2010: 61) menjabarkan indikator-indikator proses

siswa sebagai berikut:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

2) Terlibat dalam pemecahan masalah.

3) Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya.


16

4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk

pemecahan masalah.

5) Melaksanakan diskusi kelompok.

6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperoleh.

7) Melatih diri dalam menyelesaikan soal/ masalah.

8) Menggunakan atau menerapkan apa yang diperolehnya dalam

menyelesaikan tugas persoalan yang dihadapi.

Memperhatikan karakteristik indikator-indikator yang telah

dijabarkan tersebut, maka indikator-indikator tersebut dikelompokan

menjadi 3 indikator sesuai dengan aspek yang diukur yakni indikator

interaksi, komunikasi, dan relfeksi. Ketiga aspek tersebut dapat mewakili

indikator yang dijabarkan oleh Sudjana.

b. Prinsip-Prinsip Proses

Menurut W. Gulo (2020) prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan

dalam usaha menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat

mengoptimalkan aktivitasnya dalam pembelajaran. Prinsip–prinsip

tersebut adalah :

1) Prinsip motivasi, di mana guru berperan sebagai motivator yang

merangsang dan membangkitkan motif-motif yang positif dari siswa

dalam pembelajarannya.

2) Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru

dengan apa yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan

perolehan yang ada inilah siswa dapat memperoleh bahan baru.


17

3) Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang

menghubung-hubungkan seluruh aspek pengajaran.

4) Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman

dengan kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegaiatan intelektual.

5) Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kegiatan bahwa ada perbedaan -

perbedaan tertentu di dalam diri setiap siswa, sehingga mereka tidak

diperlakukan secara klasikal.

6) Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan

informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.

7) Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka

terhadap masalah dan mempunyai kegiatan untuk mampu

menyelesaikannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

membangun suatu aktivitas dalam diri para siswa, hendaknya guru

memperhatikan dan menerapkan beberapa prinsip di atas. Dengan begitu

para siswa akan terlihat prosesnya dalam belajar dan juga mereka dapat

mengembangkan pengetahuannya. Jadi siswalah yang berperan pada saat

pembelajaran sedang berlangsung. Guru hanya membuat suasana belajar

yang menyenangkan, agar siswa bisa aktif dalam pembelajaran, jadi

mereka tidak hanya diam pada saat pelajaran sedang berlangsung.

4. Ilmu Pengetahuan Alam


a. Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu

Pengetahuan atau sains yang semula dari bahasa Inggris ‘science’


18

(Triyanto, 2010: 136). Kata ‘science’ kata science berasal dari Bahasa

Latin ‘science’ yang berarti tahu. Menurut Jujun Suriasumantri dalam

Trianto (2010: 136) dalam perkembangan science sering diterjemahkan

sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) walaupun

pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi. IPA

mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di

dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera

maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Oleh karena itu dalam

menjelaskan hakikat fisika, pengertian IPA dipahami terlebih dahulu.

IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk

hidup maupun benda mati (Kardi dan Nur dalam Trianto 2010: 136).

Menurut Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa

IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan

dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta,

tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Berdasarkan pendapat

tersebut, dapat disimpulkan maka yang dimaksud dengan IPA dalam

penelitian ini adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan isinya baik

makhluk hidup maupun benda mati.

b. Hakikat IPA di SD

Patta Bundu (2020: 11) menyebutkan bahwa pada hakikatnya IPA

dapat dipandang dari segi proses, produk dan pengembangan sikap.

Adapun penjabaran masing-masing aspek adalah sebagai berikut.


19

1) IPA sebagai Proses

Pengertian IPA sebagai proses disini adalah proses

mendapatkan IPA. Proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah.

Untuk anak usia SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap

dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan

berbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat

melakukan penelitian sedarhana. Adapun tahapan pengembangannya

disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen

yang meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4)

prediksi, (5) hipotesis, (6) mengendalikan variabel, (7)

merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8) inferensi, (9)

aplikasi, dan (10) komunikasi.

2) IPA Sebagai Produk

IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para

perintis IPA terdahulu dan biasanya telah tersusun secara lengkap

dan sistematis dalam bentuk buku teks. Dalam pembelajaran IPA

seorang guru dituntut untuk dapat mengajak siswa memanfaatkan

alam sekitar sebagai sumber belajar. Pengertian IPA sebagai produk

menurut Maslichah Asy’ari (2019: 9) merupakan kumpulan

pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip,

hukum dan teori. Fakta terkait pengertian hakikat IPA tersebut

merupakan pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang ada


20

atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah

dikonfirmasi secara obyektif (Iskandar, 2001: 3).

Patta Bundu (2016: 11) menjelaskan konsep dalam hakikat

IPA sebagai suatu ide yang menyatukan fakta-fakta sains yang

berhubungan dan menyatakan prinsip sebagai generalisasi tentang

hubungan diantara konsep-konsep sains.

Selanjutnya Iskandar (2019: 3) menambahkan bahwa hukum

dalam IPA adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun

bersifat tentatif teteapi mempunyai daya uji yang kuat sehingga

dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama. Teori merupakan

generasi mengenai berbagai prinsip yang menjelaskan dan

meramalkan fenomena alam (Maslichah Asya’ari: 12).

3) IPA Sebagai Pengembangan Sikap

Menurut Wynne Harlen (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E.

Kaligis, 1992: 7) setidak-tidaknya ada Sembilan aspek sikap ilmiah

yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah dasar, yaitu:

a) Sikap ingin tahu (curiousity)

Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini

maksudnya adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan

jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. Kata benar di

sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif atau sesuai

dengan kenyataan.

b) Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)


21

Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru bertitik tolak

dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari

rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat mutlak, tetapi masih

bersifat sementara atau tentatif. Hal ini disebabkan

keterbatasan kemampuan berpikir maupun keterbatasan

pengamatan pancaindera manusia untuk menetapkan suatu

kebenaran. Jadi, jawaban benar yang mereka peroleh itu

sebatas pada suatu “tembok ketidaktahuan”. Sikap anak usia

Sekolah Dasar seperti itu dapat dipupuk dengan cara

mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-

objek yang terdapat di lingkungan sekolah.

c) Sikap kerja sama (cooperation)

Yang dimaksud kerjasama disini adalah untuk

memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Seorang yang

bersikap cooperative ini menyadari bahwa pengetahuan yang

dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih sempurna

dari pada apa yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan

kerjasama dengan orang lain. Kerjasama ini dapat juga bersifat

berkesinambungan. Anak usia Sekolah Dasar perlu dipupuk

sikapnya untuk dapat bekerjasama satu dengan yang lain

kerjasama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok,


22

pengumpulan data maupun diskusi untuk menarik suatu

kesimpulan hasil observasi.

d) Sikap tidak putus asa (perseverance)

Tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik

yang mengalami kegagalan dalam upaya menggali ilmu dalam

bidang IPA agar tidak putus asa.

e) Sikap tidak berprasangka (open-mindedness)

IPA mengajarkan kita untuk menetapkan kebenaran

berdasarkan dua kriteria, yaitu rasionalitas dan objektivitas.

Munculnya faktor objektivitas dalam menetapkan kebenaran

menjadikan orang tidak lagi purba sangka. Sikap tidak purba

sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD

dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam

mencari kebenaran ilmu.

f) Sikap mawas diri (self criticism)

Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar dirinya tetapi

juga terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk

menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus

dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri,

menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi

pada dirinya sendiri.

g) Sikap bertanggungjawab (responsibility)


23

Sikap bertanggungjawab harus dikembangkan sejak usia

SD misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil

pengamatan, hasil eksperimen ataupun hasil kerjanya yang lain

kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan sejujur-

jujurnya.

h) Sikap berpikir bebas ( independence in thinking)

Tugas guru untuk dapat mengembangkan pikiran bebas

dari siswa (dan bukan sebaliknya untuk mendiktekan

pendapatnya agar sesuai dengan buku teks). Jadi, mencatat

atau merekam hasil pengamatan sesuai dengan apa adanya dan

membuat kesimpulan dengan hasil kerja mereka sendiri

merupakan saat-saat yang penting bagi anak dalam

mengembangkan sikap berpikir bebas.

i) Sikap kedisiplinan diri (self discipline)

Menurut Morse dan Wingo (Hendro Darmodjo dan

Jenny R.E. Kaligis, 1992: 8) kedisiplinan diri dapat diartikan

sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menngontrol

ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang

dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu

pengembangan kedisiplinan diri adalah pengorganisasian kelas

termasuk adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang

dapat diatur sendiri oleh siswa.

c. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD


24

Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 ruang lingkup mata

pelajaran IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan

gas.

3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-

benda langit lainnya.

d. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, ada tujuh tujuan mata

pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), yaitu:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkaan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-

nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,

lingkungan, teknologi dan masyarakat.


25

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA

sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SD,SMP/MTs.

5. Model Project Based Learning

a. Pengertian Model Project Based Learning

Menurut Buck Institute for Education (BIE) (Khamdi, 2007)

“Project Based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan

siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang siswa

bekerja secara otonom mengkonstruksi belajar mereka sendiri, dan

puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai dan realistik.

Project based Learning (PjBL) adalah sebuah model kegiatan dikelas

yang berbeda dengan biasanya. Kegiatan pembelajaran PjBL berjangka

waktu lama, antardisiplin, berpusat pada siswa dan terintegrasi dengan

masalah dunia nyata (Harun, 2019).

Suparno (2007: 126) memaparkan bahwa PjBL merupakan

pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk bekerja dalam kelompok

dalam rangka membuat atau melakukan suatu proyek bersama, dan

mepresentasikan hasil dari proyek itu. Sejalan dengan hal tersebut, Wina
26

(2009: 42) menyebutkan bahwa PjBL merupakan pembelajaran yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk melalukan kerja proyek,

maksudnya siswa diberi tugas untuk membuat suatu proyek sesuai

dengan apa yang dipelajari.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

project based learning merupakan pembelajaran inovatif yang berpusat

pada siswa (student centered) dan menempatkan guru sebagai motivator

dan fasilitator, dimana siswa diberi peluang bekerja secara otonom

mengkonstruksi belajarnya.

b. Sintak Model Pembelajaran Project Based Learning

Adapun sintak pada project based learning (PjBL) dijelaskan

sebagai berikut:

Tabel 2.1 Sintak Model Project Based Learning

No Tahap-Tahap Keterangan
1. Penentuan pertanyaan Pada langkah ini, siswa menentukan
tema/ topik proyek berdasarkan tugas
proyek yang akan dikerjakan, baik secara
kelompok ataupun mandiri.
2. Menyusun rencana proyek Siswa merancang langkah-langkah
kegiatan penyelesaian proyek dari awal
sampai akhir beserta pengelolaannya.
3. Menyusun jadwal proyek Melalui pendampingan guru, siswa dapat
melakukan penjadwalan semua kegiatan
yang telah dirancangnya.
4. Monitoring Guru memonitoring siswa dalam
menyelesaikan proyek yang diberikan.
27

5. Pengujian hasil proyek Hasil proyek berupa produk baik itu


berupa produk karya tulis, karya seni,
karya teknologi dipresentasikan dan
dipublikasikan kepada siswa yang lain.
6. Evaluasi proses dan hasil Guru dan siswa di akhir pembelajaran
proyek melakukan refleksi terhadap aktivitas da
tugas proyek.
Keser & Karagoca (2010: 325-327)

Menurut Fathurrohman (2016), sebagai berikut:

1) Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek, tahap ini sebagai

langkah awal agar peserta didik mengamati lebih dalam terhadap

pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada

2) Mendesain perencanaan proyek, sebagai langkah nyata menjawab

pertanyaan yang ada disusunlah suatu perencanaan proyek bisa

melalui percobaan.

3) Menyusun jadwal sebagai langkah nyatadari sebuah proyek,

penjadwalan sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai

dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.

4) Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek, peserta didik

mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.

Sintak project based learning dapat dijabarkan menurut beberapa ahli

dari atas, dapat disimpulkan oleh peneliti sebagai berikut:

1) Menentukan pertanyaan mendasar

2) Mendesain perencanaan proyek

3) Menyusun jadwal
28

4) Monitoring dan evaluasi peserta didik dan perkembangan proyek

yang dijalankan

5) Pengujian hasil

6) Evaluasi pengalaman

c. Sistem Sosial

Sistem sosial adalah sistem yang menunjukan peranan peserta

didik dan pendidik serta tata aturan yang dirancang dan disepakati untuk

dijalankan dalam proses pembelajaran. Utomo (2011:149) menyatakan

bahwa sistem sosial pendidik berperan sebagai fasilitator, konduktor dan

moderator. Menurut Mahda Haidar Rahman dan Ida Zulaeha (2013),

Sistem sosial yang dikembangkan selama proses pembelajaran model

project based learning adalah memberikan keleluasaan kepada siswa

mengenai proyek yang dikerjakan. Keleluasaan bukanlah keleluasaan

yang seluas-luasnya, guru tetap bertindak sebagai fasilitator dan

pembimbing bagi siswa.

d. Sistem Pendukung

Joyce (2017:48) mengemukakan bahwa sistem pendukung adalah

kondisi yang diperlukan agar model dapat terlaksana secara efektif dan

efesien. Kondisi tersebut dapat berupa sarana, bahan dan alat yang

diperlukan untuk menerapkan model tersebut. Sistem pendukung berupa

perangkat pembelajaran dan perlengkapan lainnya baik untuk guru, siswa

dalam proses pembelajaran. Sistem pendukung yang peneliti gunakan

dalam penerapan model project based learning ialah RPP, silabus, materi
29

pembelajaran, lembar observasi, tes hasil belajar. Penerapan yang peneliti

lakukan menggunakan bantuan LKPD sebagai media. Sistem pendukung

disini ialah segala hal yang menyangkut keberhasilan dalam

menggunakan model pembelajaran project based learning.

e. Peran Pendidik

Sofan (2020:30) pendidik memiliki peran yang sangat penting

dalam aktivitas pembelajaran, yaitu sebagai korextor, inspirator,

informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing,

demonstrator, pengelola kelas, supervisor, dan evaluator. Maka dalam

penerapan model project based learning pendidik mempunyai peranan

yang sangat penting untuk keberhasilannya tujuan pembelajaran,

pendidik membimbing peserta didik saat menyelesaikan pemecahan

masalah yang diberikan, pendidik memberikan arahan dan petunjuk

dalam menyelesaikan soal serta memberi penguatan atas jawaban yang

berbeda namun hasilnya tetap benar. Tentunya suasana yang terjadi saat

berlangsungnya pembelajaran ialah tergantung bagaimanana cara guru

mengkondisikannya.

f. Dampak Pelajaran

Pembelajaran dengan menggunakan model project based learning

ini dapat proses dan hasil belajar. Menjadikan siswa lebih aktif dan

kreatif, peserta didik diberi kebebasan untuk menentukan aktivitas

belajarnya sendiri, mengerjakan proyek pembelajaran secara kolaboratif


30

sampai diperoleh hasil berupa suatu produk. Itulah mengapa kesuksesan

pembelajaran ini sangat dipengaruhi oleh keaktifan peserta didik. 

6. Ciri-ciri Project Based Learning

BIE (Susanti, 2018) menyebutkan ciri-ciri Project Based Learning

diantaranya adalah: isi, kondisi, aktivitas dan hasil. Keempat ciri-ciri itu

adalah sebagai berikut:

a) Isi difokuskan pada ide-ide siswa yaitu dalam membentuk gambaran

sendiri bekerja atas topik-topik yang relevan dan proses siswa yang

seimbang dengan pengalaman siswa sehari-hari.

b) Kondisi dalam pengertian ini merupakan kondisi untuk mendorong

siswa mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar.

c) Aktivitas adalah suatu strategi yang efektif dan menarik, yaitu dalam

mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan

masalahmasalah menggunakan kecakapan. Aktivitas juga merupakan

bangunan dalam menggagas pengetahuan siswa dalam mentransfer dan

menyimpan informasi dengan mudah.

d) Hasil di sini adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu

siswa mengembangkan kecakapan belajar dan mengintegrasikan dalam

belajar yang sempurna, termasuk strategi dan kemampuan untuk

mempergunakan kognitif strategi pemecahan masalah. Juga termasuk

kecakapan tertentu, disposisi, sikap dan kepercayaan yang dihubungkan

dengan pekerjaan produktif, sehingga secara efektif dapat


31

menyempurnakan tujuan yang sulit untuk dicapai dengan model-model

pengajaran yang lain.

7. Kelebihan Project Based Learning

Project based learning adalah penggerak yang unggul untuk membantu

siswa belajar melakukan tugas-tugas otentik dan multidisipliner,

menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efektif dan bekerja dengan

orang lain. Pengalaman di lapangan baik dari guru maupun siswa bahwa

project based learning menguntungkan dan efektif sebagai pembelajaran

selain itu memilki nilai tinggi dalam peningkatan kualitas belajar siswa.

Anatta (dalam Susanti, 2021) menyebutkan beberapa kelebihan dari

project based learning diantaranya sebagai berikut:

a) Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha keras dalam

mencapai proyek dan merasa bahwa belajar dalam proyek lebih

menyenangkan daripada komponen kurikulum yang lain.

b) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai sumber

yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat

siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem

yang kompleks.

c) Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek

memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan

komunikasi. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik

menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa

akan belajar lebih didalam lingkungan kolaboratif.


32

d) Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila di implementasikan

secara baik maka siswa akan belajar dan praktik dalam mengorganisasi

proyek, membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti

perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

8. Kekurangan Project Based Learning

Menurut (Susanti, 2020) berdasarkan pengalaman yang ditemukan di

lapangan project based learning memiliki beberapa kekurangan diantaranya:

a. Kondisi kelas agak sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut saat

pelaksanaan proyek karena adanya kebebasan pada siswa sehingga

memberi peluang untuk ribut dan untuk itu diperlukannya kecakapan

guru dalam penguasaan dan pengelolaan kelas yang baik.

b. Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup masih saja

memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pencapaian hasil yang

maksimal.

B. Penelitian yang Relevan

Melalui studi kepustakaan penulis temukan beberapa penelitian yang relavan

dengan penelitian ini, diantarannya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ivo Aulia Putri Yanti tahun 2013 yang

berjudul “Implementasi model project based learning untuk meningkatkan

hasil belajar siswa pada materi sumber daya alam (Penelitian tindakan kelas

pada siswa ke kelas IV di SDN 2 Cibodas)”. Hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa model project based learning dapat meningkatkan hasil

belajar siswa pada siswa kelas IV SDN 2 Cibodas mengalami peningkatkan


33

yakni dari siklus I dengan prosentase 79, 31 sedangkan pada siklus II

ketutansan sebesar 85,79. Hal ini menjelasakan bahwa dengan

menggunakan project based learning dapat meningkatkan proses belajar

siswa sebesar 8,3 %.

Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ivo Aulia Putri

Yanti tahun 2013 yang berjudul “Implementasi model project based

learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sumber daya

alam (Penelitian tindakan kelas pada siswa ke kelas IV di SDN 2 Cibodas)”

ialah sama sama menggunakan model project based learning dalam

meningkatkan proses belajar. Adapun perbedaan dengan peneliti dan penulis

ialah tingkatan sekolah yang diteliti. Penulis meneliti pada tingkatan SD

kelas V sedangkan penelitian yang dilakukan Ivo Aulia Putri Yanti

dilakukan pada tingkatan SD kelas IV.

2. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Risky Dwi

pada tahun 2019 yang berjudul “Meningkatkan Proses Belajar Siswa

Dengan Menggunakan Model project based learning Tema Ekosistem

Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Nurul Hikam Tanjung Jabung Barat”. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa proses belajar siswa mengalami

peningkatan belajar dari siklus I ke siklus II, terdapat peningkatan di setiap

pertemuan dengan jenjang 47%, 63%, dan 78.8%. Terbukti terdapat

peningkatan yang baik setelah diterapkan model (PjBL) di skilus ke-2

dengan mencapai kategori “aktif” dengan kriteria keberhasilan 78.8.


34

Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Risky Dwi tahun

2019 yang berjudul “Meningkatkan Proses Belajar Siswa Dengan

Menggunakan Model project based learning Tema Ekosistem Kelas V

Madrasah Ibtidaiyah Nurul Hikam Tanjung Jabung Barat” ialah sama sama

menggunakan model project based learning dalam meningkatkan proses

belajar. Adapun perbedaan dengan peneliti dan penulis ialah materi yang

diajarkan. Penulis meneliti fokus pada pembelajaran IPA sedangkan

penelitian yang dilakukan Risky Dwi dilakukan pada pembelajaran Tema

Ekosistem.

3. Penelitian yang dilakukan Linawati (2014) dengan judul “Peningkatan

aktivitas belajar siswa pada sub tema macam-macam sumber energi yang

melalui penerapan model project based learning menunjukkan adanya

peningakatan”. Penerapan model (PjBl) telah terbukti meningkatkan proses

yakni siklus I sebesar 36. 36% dengan kategori cukup aktif, 41.81 kategori

aktif dan pada siklus prosentase proses siswa adalah 50.90% dan 49.08%.

Penelitian-penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa dengan

menggunakan pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat

membantu meningkatkan proses pada siswa di jenjang sekolah dasar.

Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Linawati tahun

2014 yang berjudul “Peningkatan aktivitas belajar siswa pada sub tema

macam-macam sumber energi yang melalui penerapan model project based

learning menunjukkan adanya peningakatan” ialah sama sama

menggunakan model project based learning dalam meningkatkan proses.


35

Adapun perbedaan dengan peneliti dan penulis ialah materi yang diajarkan.

Penulis meneliti pada belajar IPA sedangkan penelitian yang dilakukan

Linawati dilakukan pada pembelajaran Sub tema macam-macam sumber.

C. Kerangka Konseptual

Pembelajaran IPA di SDN 131/II SKB didapatkan banyak siswa yang belum

meningkatkan proses belajar siswa di pembelajaran IPA, dikarenakan pendidik

belum menemui model atau metode kegiatan yang bisa membuat siswa

berinteraksi aktif dalam pembelajaran sehingga menyebabkan masih ada siswa

yang belum bisa mendapat hasil belajar yang memuaskan dan tidak fokus dalam

pembelajaran, peneliti menerapkan model project bassed learning dengan

menggunakan proses belajar. Model project bassed learning merupakan

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam merancang sebuah proyek

untuk memecahkan sebuah masalah dan melatih siswa secara mandiri dalam

mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Proses pembelajaran yang

membaik maka diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berikut ini

adalah bagan kerangka konseptual penelitian yang akan dilaksanakan:

1. Bagaimana peningkatan proses belajar IPA

menggunakan model pembelajaran project based


Kondisi Awal
learning di kelas V SDN 131/II SKB, Kec. Bathin III,

Kab. Bungo ?

2. Bagaimana peningkatan hasil belajar IPA menggunakan

model pembelajaran project based learning di kelas V

SDN 131/II SKB, Kec. Bathin III, Kab. Bungo?


36

Guru dapat menciptakan suasana yang nyaman dengan


penerapan model Project Bassed Learning sehingga
Tindakan dapat menciptakan proses dan suasana yang kondusif
serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa, di kelas V
SDN 131/II SKB pada pembelajaran IPA.

Pendidik menerapkan model pembelajaran


Kondisi Akhir
Project Bassed Learning dari beberapa siklus,
proses dan hasil belajar IPA siswa meningkat.

Bagan 2.2 Kerangka Konseptual

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dirumuskan suatu hipotesis dengan menerapkan peningkatan model

pembelajaran project bassed learning dapat meningkatkan proses belajar IPA

kelas V SDN 131/II SKB Kec, Bathin III, Kab. Bungo.


37

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau dalam

istilah bahasa inggrisnya disebut Classroom Action Research (CAR). Penelitian

ini dilakukan didalam kelas guna memperbaiki pembelajaran dan meningkatkan

proses belajar mengajar siswa. Menurut Sa’dun (2010:28) menyatakan bahwa

“PTK dalah proses investigasi terkendali untuk menemukan dan memecahkan

masalah pembelajaran dikelas, proses pemecahan masalah tersebut dilakukan

secara bersiklus, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan

hasil pembelajaran dikelas tertentu”.


38

Arikunto (2012:18) menyatakan bahwa PTK adalah gabungan dari kata

‘Penelitian Tindakan Kelas”. penelitian adalah kegiatan mengamati suatu objek,

dengan menggunkan kaidah metodologi tertentu untuk mendapatkan data yang

bermanfaat bagi peneliti dan orang lain demi kepentingan bersama. Tindakan

adalah suatu perlakuan yang sengaja diterapkan kepada objek dengan tujuan

tertentu yang dalam penerapannya dirangkai menjadi bebrapa periode atau siklus,

dan kelas adalah tempat dimana sekelompok siswa belajar bersama dari seorang

pendidik yang sama dalam periode yang sama.

Upaya tindakan yang dilakukan ini untuk perbaikan atas permasalahan yang

dialami pendidik dalam melaksanakan tugasnya sehari hari. Melalui PTK

pendidikdapat meneliti secara mandiri atau bersama secara kolaboratif terhadap

proses pembelajaran secara reflektif di kelas.

B. Setting Penelitian

Setting penelitian dalam penelitian37ini meliputi tempat penelitian, waktu

penelitian, subjek penelitian dan desain penelitian.

1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas akan dilaksanakan di kelas V SDN 131/II SKB

yang berlokasi di Kab. Bungo, Kec. Bathin III.

2. Waktu penelitian

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas akan dilaksanakan pada semester

genap tahun pelajaran 2023/2024 kelas V SDN 131/II SKB.

3. Subjek Penelitian
39

Subjek dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas V SDN

131/II SKB yang terdiri dari 22 siswa, masing-masing terdiri dari 12

perempuan dan 10 laki-laki. Pemilihan kelas V ini karena merupakan kelas

yang proses belajarnya sangat kurang diantara pelajaran IPA. Sehingga perlu

dilakukan penelitian tindakan untuk mengatasi masalah tersebut.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri

atas beberapa siklus. Masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan yaitu

perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun model dan

penjelasan untuk masing-masing tahap sebagai berikut:

Perencanaan

refleksi SIKLUS I pelaksanaan

pengamatan

Perencanaan

refleksi SIKLUS II pelaksanaan

pengamatan
40

Bagan 3.1 Menurut Siklus Arikunto (2018:74)

Adapun secara rinci diuraikan sebagai berikut:

a. Perencanaan

Peneliti bersama observer melakukan perencanaan sebagai berikut :

1) Menentukan jadwal penelitian dan konsultasi dengan wali kelas.

2) Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus, rencana

pembelajaran (RPP) dan instrumen pengumpulan data.

3) Menyiapkan alat dan bahan lain yang akan dibutuhkan dalam

pembelajaran seperti media pembelajaran.

4) Menyiapkan analisis hasil tes seperti lembar observasi yang akan

digunakan.

b. Pelaksanaan Tindakan

Langkah-langkah dalam pelaksanaan dilakukan dengan skenario

yang telah disusun, dalam hal ini peneliti berperan sebagai peneliti

sekaligus pendidik mata pelajaran. Berikut uraian pelaksanaan yang akan

dilakukan:

a. Penentuan pertanyaan

Siswa menentukan tema/ topik proyek berdasarkan tugas proyek yang

akan dikerjakan, baik secara kelompok ataupun mandiri.

b. Menyusun rencana proyek


41

Siswa merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian proyek dari

awal sampai akhir beserta pengelolaannya.

c. Menyusun jadwal proyek

Melalui pendampingan guru, siswa dapat melakukan penjadwalan

semua kegiatan yang telah dirancangnya.

d. Monitoring dan evaluasi

Guru memonitoring siswa dalam menyelesaikan proyek yang

diberikan.

e. Pengujian hasil proyek

Hasil proyek berupa produk baik itu berupa produk karya tulis, karya

seni, karya teknologi dipresentasikan dan dipublikasikan kepada siswa

yang lain.

f. Evaluasi proses dan hasil proyek

Guru dan siswa di akhir pembelajaran melakukan refleksi terhadap

aktivitas da tugas proyek.

c. Pengamatan

Kegiatan pada tahap observasi adalah melakukan observasi secara

kontinu setiap berlangsungnya pelaksanaan tindakan dengan mengamati

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, apakah sudah sesuai dengan

rencana pembelajaran.

d. Refleksi
42

Kegiatan pada tahap refleksi adalah peneliti dan pendidik mata

pelajaran mengkaji kekurangan dan hambatan yang muncul pada saat

berlangsungnya proses belajar mengajar, sehingga diperoleh alternatif

pemecahan masalah yang muncul pada setiap proses belajar mengajar, dan

dapat melakukan perbaikan untuk pelaksanaan siklus selanjutnya.

Hasil dari refleksi ini sangat menentukan apakah akan dilakukan

tindakan lanjutan atau tidak, tergantung dari hasil lembar observasi

diakhir. Adanya kekurangan-kekurangan atau hambatan selama mengikuti

proses pembelajaran, selanjutnya dilakukan langkah-langkah perbaikan

untuk melaksanakan proses pembelajaran pada siklus berikutnya.

D. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode tes dan

observasi. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar.

Sedangkan metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data proses

keterlaksanaan pembelajaran dengan penerapan model project bassed learning,

baik keterlaksanaan pembelajaran oleh pendidik maupun proses belajar siswa.

Adapun instrumen atau teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Tes

Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar berupa tes essay. Tes esay

memberikan indikasi yang baik untuk meningkatkan hasil belajar IPA.

Instrumen tes dalam peneliti ini terdiri atas soal berbentuk essay yang

digunakan untuk mengukur hasil belajar setiap siswa dikelas.

2. Lembar Observasi
43

a. Lembar Observasi Pendidik

Lembar observasi pendidik digunakan untuk mengumpulkan data

proses keterlaksanaan pembelajaran dengan penerapan model project

bassed learning meningkatkan proses belajar. Lembar observasi ini

disusun dengan beberapa aspek yang menjadi tolak ukur keterlaksanaan

pendekatan tersebut.

b. Lembar Observasi Siswa

Lembar observasi siswa digunakan untuk mengumpulkan data proses

dalam pembelajaran dengan penerapan model project bassed learning.

Lembar observasi ini disusun dengan beberapa aspek yang menjadi tolak

ukur proses pembelajaran siswa dengan acuan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan

mengumpulkan dokumen yang berasal dari arsip-arsip, baik itu berupa tulisan,

gambar, ataupun elektronik yang merupakan suatu produk yang dihasilkan

oleh peneliti maupun subjek dan objek penelitian selama proses penelitian

tindakan kelas berlangsung.

E. Indikator Keberhasilan

1. Indikator Proses Belajar

Pembelajaran dikatakan berhasil apabila aktivitas siswa maupun

pendidik berjalan dengan baik sesuai dari lembar observasi yang telah dibuat.

Pada segi proses dikatakan berhasil apabila hasil dari presentase lembar
44

observasi siswa dan pendidik mendapatkan >75%. Berikut kriteria proses

belajar pendidik:

Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Proses Pendidik dan Siswa

Interval Total Skor Kriteria


76-100 Sangat Baik
51-75 Baik
26-50 Cukup
1-25 Kurang
Sumber: Sudjana, (2013:42)
2. Indikator Hasil Belajar

Depdikbud (Trianto, 2011:24) menjelaskan bahwa penerapan model

project based learning diharapakn siswa dapat lebih memahami pembelajaran

IPA yang disampaikan oleh guru dengan demikian siswa akan lebih fokus

dalam proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa meningkat. Hasil

belajar yang diharapakan secara presentasi,yaitu: 75%. Berikut tabel kategori

hasil belajar siswa.

Tabel 3.5 Interval dan Kategori Hasil Belajar Siswa

Interval Total Skor Kriteria


76-100 Sangat Baik
51-75 Baik
26-50 Cukup
1-25 Kurang

F. Teknik Analisis Data


45

2. Teknik Analisis Data Kualtitatif

Teknik analisis data kualitatif adalah metode penelitian yang

dikembangkan berdasarkan hasil penelitian dilapangan.

a. Lembar Observasi Pendidik

Analisis data lembar observasi proses pendidik dalam kegiatan

belajar mengajar, dirumuskan sebagai berikut:

Nilai = Jumlah Skor Perolehan X 100%


Jumlah Skor Maksimum

Sumber: Arikunto (2010:284)

Rumus mencari rata-rata (mean)

M = ∑X Keterangan:
N M : Rata-rata(mean)
∑X : Jumlah Nilai
N : Jumlah Siswa

Tabel 3.1 Keiteria Penilaian Pendidik


Interval Total Skor Skor
76 - 100 % Sangat Baik
51 -75 % Baik
26 - 50% Cukup
1 – 25% Kurang
Sumber: Sudjana (2016:154)

b. Lembar Observasi siswa

Analisis data lembar observasi siswa dalam kegiatan belajar

mengajar, dirumuskan sebagai berkut:

Nilai = Jumlah Skor Perolehan X 100%


Jumlah Skor Maksimum
46

Rumus mencari rata-rata (mean)

M = ∑X Keterangan:
N M : Rata-rata(mean)
∑X : Jumlah Nilai
N : Jumlah Siswa

Tabel 3.1 Keiteria Penilaian Pendidik


Interval Total Skor Skor
90 – 100 % Sangat Baik
71 – 89 % Baik
61 – 70 % Cukup
51 – 60 % Kurang
00 – 50% Sangat Kurang
Sumber: Purwanto (2009:102)

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif

a. Rumus menghitung nilai hasil belajar siswa secara individual:

Nilai = Jumlah Skor Perolehan X 100%


Jumlah Skor Maksimum

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Hasil Belajar


Rentang Nilai Kategori
> 70 Tuntas
< 70 Tidak Tuntas

b. Presentase Ketuntasan Belajar

KB = NS x 100
N
47

Keterangan:

KB : Ketuntasan belajar klasikal

NS : Jumlah siswa yang mendapat nilai 70 ke atas

N : Jumlah siswa yang hadir mengikuti Tes

Tabel 3.4 Interval Ketuntasan Belajar


Interval Total Skor Skor
90 – 99 % Sangat Tinggi
70 – 89 % Tinggi
50 – 69 % Sedang
30 – 49 % Rendah
10 – 29 % Sangat Rendah
Sumber: Depdiknas (2007:120)

Anda mungkin juga menyukai