Kepercayaan Terhadap Magic PDF
Kepercayaan Terhadap Magic PDF
Editor
Dr. Helmy F.B. Ulumi, M.Hum
Penerbit:
Laboratorium Bantenologi
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Jl. Jendral Sudirman No. 30, Serang, 42118
Telp. +62 (0)254-200323
Fax. +62 (0)254-200022
Website: http//www.bantenologi.org
Email: laboratoriumbantenologi@yahoo.co.id
ABSTRAK
i
dilarang dalam taboo yang mereka yakini.
Penelitian ini mencoba menjawab beberapa topik
permasalahan berikut ini: Apa alasan yang mendasari
masyarakat Banten mempercayai dan mempraktekan
magis, mantra dan taboo dalam kehidupan social
keagamaan mereka? Bagaimana masyarakat Banten
memanfaatkan magic dan mantra dalam kehidupan
mereka? Jenis - jenis magic dan mantra yang bagaimana
yang umumnya digunakan oleh masyarakat Banten? Jenis-
Jenis taboo apa yang pernah dan masih ada pada
masyarakat Banten?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
ethnografi yang bersifat deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan antropologis-fenomenologis.
Ethnografi, menurut James P. Spradley, merupakan
pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan
utama etnografi ini adalah untuk memahami suatu
pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli,
sebagaimana dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski,
bahwa tujuan etnografi adalah ‘memahami sudut pandang
penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk
mendapatkan pandangannya mengenai dunianya”.
Selanjutnya, Spradley berpendapat bahwa etnografi
bermakna untuk membangun suau pengertian yang
sistemik mengenai semua kebudayaan manusia dari
perspektif orang yang telah mempelajari kebudayaan itu.
ii
Dalam menganalisa data, peneliti akan menggunakan
pendekatan fungsional-struktural (structural-functional
approach). Metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data adalah kajian pustaka, observasi, dan wawancara
mendalam.
Dari pembahasan penelitian ini telah menunjukan
kepada kita bahwa tradisi dan budaya magic, mantra, dan
taboo memang masih ada dan tersebar di berbagai tempat
di Banten sampai saat ini. Berbagai jenis magic dan ahli
magic juga bisa ditemukan di beberapa tempat di Banten.
Wajar jika kemudian, Banten terkenal dengan budaya
magisnya, selain juga terkenal dengan religiusannya.
iii
KATA PENGANTAR
iv
penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas
segala taufik dan inayah-Nya, yang telah memberikan
kekuatan kepada kami untuk menyelesaikan penelitian ini.
Peneliti menghaturkan rasa terima kasih kepada
segenap pimpinan Institut Agama Islam Negeri “Sultan
Maulana Hasanuddin” Banten, terutama Prof.Dr.H.
Fauzul Iman, MA, selaku rektor IAIN “SMH” Banten, yang
sudah banyak memberi kesempatan kepada peneliti untuk
mengasah kemampuan intelektual dan pengalaman
penelitian kepada peneliti. Tak lupa juga ucapan terima
kasih kepada Prof.Dr.H.M.A. Tihami, M.A.,M.M., selaku
guru dan pembimbing, yang sudah memberikan
bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam melakukan
penelitian. Segenap dosen dan mahasiswa IAIN “SMH”
Banten yang sering melakukan sharing ilmu pengetahuan
dan pengalaman dalam penelitian.
Selanjutnya ucapan terima kasih kepada para
informan di lapangan yang tidak bisa disebutkan satu
persatu dalam tulisan ini, yang telah membantu peneliti
dalam mengumpulkan data. Bantuan dan kerjasamanya
yang baik telah memudahkan penulis untuk
mengeksplorasi dan menggali data-data dan informasi
yang diperlukan. Akan tetapi, apapun hasil penelitian yang
tertulis dalam hasil laporan ini tidak menjadi tanggung
jawab orang-orang yang sudah membantu terlaksananya
hasil penelitian ini. Apapun isi tulisan dan bentuk laporan
v
dan tanggung jawab intelektual hasil penelitian ini
sepenuhnya berada pada para peneliti. Semoga hasil
penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang positif
bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
pengetahuan akan budaya Banten.
Ucapan terima kasih tak terhingga kepada para
pengurus dan relawan di Bantenologi, terutama Direktur
Bantenologi Dr. Helmy Faizi Bahrul Ulumi, M.Hum, yang
sudah memberi kesempatan kepada penulis untuk terus
bersama-sama membangun dan mengembangkan tradisi
keilmuan dan penelitian, dan juga sudah bersedia
menerbitkan buku-buku hasil penelitan penulis. Terima
kasih layak penulis ucapkan kepada kawan-kawan di Pusat
Penelitian dan Penerbitan, Lembaga Penelitian dan di
Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) IAIN SMH
Banten, yang sudah membantu mengasah dan
mempertajam imaginasi intelektual peneliti dalam diskusi-
diskusi informal di sela-sela aktifitas mengajar.
Allahu ‘alam bi al-shawab
Serang, Desember 2015
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK - i
KATA PENGANTAR- iv
DAFTAR ISI - vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah -1
B. Rumusan Masalah -5
C. Tujuan Penelitian - 7
D. Signifikansi Penelitian - 7
E. Kerangka Konseptual - 8
F. TelaahPustaka - 16
G. Metode Penelitian - 20
H. Sistematika Pembahasan – 23
vii
2. Dukun - 92
B. Jenis-Jenis Magic di Banten -106
C. Sumber-Sumber Magic -121
BAB VI KESIMPULAN
A. Kesimpulan - 232
B. Saran - 234
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
banyak seringkali membahas tentang reputasi Banten
sebagai the central spot of magical practices. Dalam hal ini,
Martin van Bruinessen dalam bukunya Kitab Kuning,
Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia
menyebut Banten sebagai ‘a heaven of the occult sciences’
(tempat bersemayamnya ilmu-ilmu gaib).1 Bahkan
beberapa orang memanfaatkan reputasi ini untuk menipu
orang lain dengan bertindak seolah-olah mereka memiliki
ilmu gaib untuk memperoleh keuntungan material dari
pasien mereka.
Beberapa pesantren di Banten, khususnya
pesantren-pesantren tradisional (salafi), bukan saja menjadi
the central spot bagi santri untuk mempelajari teks-teks Islam
klasik (kitab-kitab kuning) dan berbagai kegiatan Islamis
lainnya, tetapi juga seringkali dijadikan tempat
mempelajari dan mempraktikan beberapa praktik magic
(ngehikmah). Bahkan, ada beberapa santri yang kadang
kadang lebih tertarik mengkaji kitab-kitab hikmat dan
belajar ilmu gaib ketimbang mempelajari kitab kuning.
Oleh karenanya, ketika mereka lulus dari pesantren, ada
beberapa santri yang kemudian memanfaatkan ilmu yang
mereka pelajari ini untuk menjadi ahli hikmat karena
disamping bisa digunakan untuk membantu masyarakat
yang membutuhkan, ilmu ini juga dipandang bisa
3
aktifitas mereka untuk menghindari hal-hal yang mungkin
dilarang dalam taboo yang ada dalam budaya mereka.
Taboo ini dianggap bisa menjadi/mengandung pesan-
pesan moral bagi masyarakat yang meyakininya sehingga
seringkali seseorang yang ingin melakukan sesuatu terpaksa
membatalkannya ketika hal itu dianggap bertentangan atau
dilarang dalam taboo yang mereka yakini.
Selain mantra, masyarakat dimanapun juga
mengenal beragam taboo (pantangan/larangan /batasan),
tak terkecuali di Banten. Seringkali orang tua-orang tua
kita melarang anak-anaknya melakukan sesuatu yang secara
logika seringkali nampak tidak logis, seperti: “aja dodok ning
meja, matak akeh utange…aja dodok ning lawang, matak
dilamar balik jalan…aja seserit atawa susuri bengi-bengi, matak
seret rizkine…wong meteng mah aja ilok lulungaan bengi, matak
digawa kuntilanak”. Masih banyak taboo-taboo lain dalam
budaya Banten yang mungkin tak terhitung jumlahnya.
Taboo-taboo tersebut meskipun secara makna kita tidak
memahaminya, tapi karena hal ini di anggap taboo dan
sakral oleh masyarakat Banten, masyarakat sebisa mungkin
akan menghindari melakukan hal-hal yang dilarang dalam
taboo tersebut, karena khawatir kata-kata itu nenggel.
Berdasarkan penjelasan di atas, berbicara tentang
tradisi dan kepercayaan terhadap magic, mantra dan taboo
dalam budaya masyarakat Banten menjadi subjek yang
menarik untuk dikaji karena beberapa alasan. Pertama,
4
Banten sebagai sebuah daerah yang multikultural, yang
mayoritas penduduknya berbahasa sunda dan jawa Banten,
tentu memilki keanekaragaman magic, mantra dan taboo.
Kedua, banyak ilmu magic, mantra dan taboo tersebar
dalam budaya masyarakat Banten hanya tersimpan dalam
memori orang-orang tua yang usianya sudah lanjut, hal ini
dikhawatirkan akan punah oleh arus modernisasi yang
lebih dominan, sehingga budaya ini kalau tidak segera
ditulis dan didokumentasikan niscaya akan hilang dan
tidak berbekas. Ketiga, beragam mantra dan taboo
kadangkala diungkapkan dalam bentuk nyanyian, pantun
atau lirik, hal ini bisa digunakan sebagai karya sastra lokal
Banten untuk bisa dikenang, dipelajari dan dipahami oleh
generasi-generasi Banten yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
Tingginya kepercayaan masyarakat Banten
terhadap hal-hal yang bersifat supernatural, tidak saja
menjadikan Banten sebagai the central spot bagi orang-orang
yang mau mencari dan menekuni ilmu-ilmu gaib (occult
sciences), tapi juga seolah-olah telah menjadi identitas
cultural bagi masyarakat Banten dalam pandangan orang-
orang diluar Banten.
Kekuatan magic yang dipercayai mampu
memenuhi keinginan-keinginan dan harapan-harapan
yang bersifat pragmatis, yang tidak bisa dipenuhi dengan
5
cara-cara yang bersifat rasional dan ilmiah, seringkali
dimanfaatkan oleh masyarakat Banten untuk memecahkan
masalah – masalah yang tejadi dalam kehidupan social
mereka. Kekuatan magic tidak hanya digunakan untuk
kepentingan-kepentingan yang bersifat personal, seperti
pengobatan, untuk menyakiti dan membunuh orang lain,
untuk menimbulkan wibawa dan cinta, tapi juga untuk
kepentingan-kepentingan yang bersifat komunal seperti
dalam upacara-upacara adat dan dalam proses pemilihan
kepala desa. Permasalahan penelitian ini adalah
“Bagaimana tradisi dan kepercayaan terhadap magic,
mantra dan taboo yang ada pada budaya masyarakat
Banten?”
Adapun pertanyaan yang akan menjadi fokus
penelitian ini adalah:
1. Apa alasan yang mendasari masyarakat Banten
mempercayai dan mempraktekan magis, mantra
dan taboo dalam kehidupan sosial keagamaan
mereka?
2. Bagaimana masyarakat Banten memanfaatkan
magic dan mantra dalam kehidupan mereka?
3. Jenis - jenis magic dan mantra yang bagaimana yang
umumnya digunakan oleh masyarakat Banten?
4. Jenis-Jenis taboo apa yang pernah dan masih ada
pada masyarakat Banten?
6
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui alasan-alasan mendasar
mengapa masyarakat Banten mempercayai dan
mempraktekan magic, mantra dan taboo dalam
kehidupan sosial keagamaan mereka.
2. Untuk mengetahui proses bagaimana masyarakat
Banten memanfaatkan magic dan mantra dalam
kehidupan mereka.
3. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis magic dan
mantra yang bagaimana yang umumnya digunakan
oleh masyarakat Banten.
4. Untuk menelusuri jenis-Jenis taboo yang pernah
dan masih ada pada masyarakat Banten .
D. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini setidaknya memiliki signifikansi
sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran seputar tradisi dan
kepercayaan terhadap magic, mantra dan taboo di
Banten, khususnya yang masih di praktekan dan
dipercayai oleh masyarakat Banten saat ini,
sehingga bisa menjadi rujukan tambahan bagi
pemerhati social dan budaya Banten bahwa magic
memang betul-betul telah menjadi identitas social
cultural bagi masyarakat Banten, sehingga dalam
7
banyak aktifitas social budaya, mereka masih
memanfaatkan kekuatan-kekuatan supranatural.
2. Memberikan sumbangan nyata bagi ilmu
pengetahuan dan menunjukan kepada masyarakat
Banten pada khususnya, bahwa Banten memiliki
berbagai karakteristik yang khas yang tidak dimiliki
daerah lain dan keunikan-keunikan tersebut masih
banyak yang belum di-explore oleh para peneliti. Hal
ini diharapkan bisa membangkitkan rasa percaya
diri yang tinggi bagi masyarakat Banten dan juga
bisa memacu the curiousity para peneliti dan ahli
antropologi untuk terus meng-explore berbagai
keunikan Banten sehingga bisa menghasilkan satu
gambaran yang utuh tentang Banten dari berbagai
perspektif.
3. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
peneliti pada khususnya, dan bagi masyarakat luas
yang ingin mengenal lebih jauh budaya Banten,
khususnya yang berkaitan dengan praktik-praktik
magic, mantra, dan taboo serta pemanfaatannya.
E. Kerangka Konseptual
Kata magic bisa ditemukan dalam berbagai bahasa.
Kata ini seringkali dianggap berasal dari kata local ‘mana’
(berasal dari bahasa Maori), sementra dalam bahasa Iroquis
Indian disebut dengan ‘Orenda’ dan dalam bahasa Iran
8
disebut ‘maga’ yang seringkali diartikan sebagai ‘sejenis
kekuatan luar biasa’ dan dalam istilah Weber disebut juga
dengan ‘Karisma’.2Selanjutnya, dalam bebera bahsa yang
lain, kata ‘magic’ dianggap berasal dari akar kata yang
bermakna ‘aksi atau tindakan’. Zauber (bahasa Jerman) dan
Factum (bahasa Latin) adalah dua kata yang bermakna
magic yang berasal dari latar belakang etimologi yang sama.
Di India, kata yang paling berkaitan maknanya dengan
magic adalah ‘karman’ yang juga bermakna
3
‘tindakan/aksi’. Dalam hal ini, Jane Harrison
berpendapat bahwa kata sacra, adalah istilah lain dari magic
yang digunakan di Yunani, yang bermakna ‘melakukan
sesuatu/ tindakan/aksi.4
Banyak peneliti berpendapat bahwa esensi dari
magic adalah tindakan (action), atau proto-aksi (proto-
action). Jane Harrison mengkategorikan magic sebagai
‘tindakan yang sacral/suci’(sacred action).5 Suzanne Langer
13
lain bahwa dia betul-betul bisa mempengaruhi, menguasai
dan menundukan makhluk gaib sehingga makhluk-mahluk
ini bisa dimintai bantuan untuk melakukan apa yang
diinginkan oleh dukun tersebut dengan cara-cara magis.
Dalam penelitian ini, teori yang akan digunakan
adalah teori fungsionalnya Thomas F. O’Dea. Dalam teori
ini, Thomas memandang magic sebagai
A set of beliefs and practices is, in one form or another,
characteristic of human societies. It shares with religion
the conception of a beyond – the idea of supra-empirical
aspects of reality. It also shares with religion the idea that
men are capable of establishing some kind of contact with
such supra-empirical realities.14
(seperangkat kepercayaan dan praktek-prakteknya,
dalam satu bentuk atau lainnya, merupakan
karakteristik dari masyarakat manusia. Magic
sebagaima agama memiliki konsepsi tentang
sesuatu yang gaib- ide tentang aspek-aspek
supraempiris dari realitas. Magic juga memiliki idea
bahwa manusia mampu membangun suatu
hubungan dengan realitas-realitas supra-empiris)
Selanjutnya, dalam Teori Fungsional manusia
dalam sebuah masyrakat dikarakterisasikan dalam dua
jenis kebutuhan dan dua jenis kecendrungan prilaku
F. Telaah Pustaka
Kajian tentang magic, mantra dan taboo sudah
banyak ditulis oleh banyak penulis, baik penulis lndonesia
maupun Non-Indonesia. Akan tetapi, informasi tentang
praktik magic di Banten jarang sekali ditemukan, begitu
juga tentang mantra dan taboo. Beberapa penulis asal
Banten sudah mendiskusikan magic dalam berbagai
perspektif. Akan tetapi, sejauh pengetahuan penulis, tidak
ada satu karya pun yang meneliti tentang tradisi
kepercayaan magic, mantra, dan taboo pada masyarakat
Banten.
Tihami dalam tesisnya Kiyai dan Jawara di Banten:
Studi tentang Agama, Magi, dan Kepemimpinan di desa
Pasanggrahan Serang, Banten membahas tentang kyai dan
jawara sebagai figur-figur karismatik yang memanfaatkan
kekuatan magic mereka sebagai alat untuk melegitimasi
16
kepemimpinan dalam masyarakat.17 Tesis ini juga
membahas bagaimana seorang kyai atau jawara
memanfaatkan kemampuan magic mereka untuk
memperoleh pengakuan dari masyarakat bahwa mereka
memang layak untuk diangkat dan dianggap sebagai
pemimpin masyarakat. Akan tetapi, Tihami tidak
membahas secara spesifik bagaimana mantra dan taboo di
percayai dan dipraktekan oleh masyarakat Banten.
Selanjutnya, Helmy Faizi dalam tesisnya juga
membahas magic dari perspektif ontology.18Helmi lebih
banyak mendiskusikan konsep magi di Banten berdasarkan
pandangan filosofi. Nitibaskara dalam disertasinya
membahas praktik magic focus pada dukun teluh dan dukun
tenung di dua desa di Banten yang menjadi pusat praktik
magi hitam ditinjau dari perspektif antropologi dan
kriminologi.19 Tetapi Nitibaskara tidak menyentuh
sedikitpun tentang mantra dan taboo dalam budaya
masyarakat Banten.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode penelitian Deskriptif Kualitatif dengan
menggunakan pendekatan antropologis. Populasi yang
digunakan adalah penduduk yang tinggal Kabupaten
Serang, Pandeglang, Tangerang, dan Lebak, Banten. Dari
populasi tersebut sampel di ambil dengan cara Purposive
21
tahu karena dikhawatirkan akan meruntuhkan prestise
dan nilai seseorang yang sudah menggunakan magic.
Untuk bisa memperoleh informasi yang lengkap tentang
magic yang dipraktikan oleh kyai hikmah dan dukun,
peneliti terlibat secara langsung dengan cara menjadi
pasien yang ingin meminta bantuan ahli magic untuk
membantu.
c. Wawancara.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan untuk melengkapi hasil
pengamatan. Karena dari hasil pengamatan tidak terlalu
banyak didapatkan informasi, maka wawancara tidak
terencana (unstandarized interview) dilakukan agar
penggalian informasi bersifat rilex dan informan bisa
memberikan informasi sebanyak-banyaknya secara bebas.
Wawancara utamanya dilakukan kepada informan
kunci, yaitu dukun, kyai hikmah, kyai pesantren, santri.
Sedangkan untuk informasi tambahan, dilakukan
wawancara kepada beberapa tokoh masyarakat, kepala
desa, dan juga warga biasa di emapt kabupaten tersebut.
Adapun topiK-topik yang ditanyakan dalam
wawancara disesuaikan dengan topik inti dari penelitian
ini, yaitu seputar tradisi kepercayaan dan praktek magic,
mantra, dan taboo dalam budaya masyarakat Banten, jenis-
jenis magic yang digunakan, syarat dan ritual yang
dilakukan, pendapat mereka tentang penggunaaan magic,
22
mantra dan taboo, dan pertanyaan-pertanyaan tambahan
lainnya untuk melengkapi hasil penelitian ini.
d. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di tiga kabupaten,
khususnya di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak.
Pemilihan ketiga wilayah ini atas pertimbanngan-
pertimbangan berikut:
1. Ketiga kabupaten tersebut saling berdekatan,
sehingga akan lebih mudah bagi peneliti untuk
melakukan penelitian lapangan guna menggali
informasi yang dibutuhkan dari para informan.
2. Ketiga wilayah ini mewakili budaya Sunda
Banten dan Jawa Banten sebagai dua sub-etnis
paling dominan di Banten, juga terkenal dengan
dengan jawara, dukun, kyai hikmah dan praktek
magisnya. Sehingga akan lebih mudah bagi
peneliti untuk mendapatkan informan kunci
yang mengetahui tentang topik yang sedang
diteliti.
H. Sistematika Pembahasa
Untuk mempermudah dan memperjelas
pembahasan, laporan penelitian ini dibagi dalam beberapa
bab dan tiap-tiap bab terbagi dalam beberapa sub bab. Bab
pertama adalah pendahuluan berisi, latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian,
23
kerangka konseptual, telaah pustaka dan metode
penelitian.
Bab dua membahas tentang konsep teoritis yang
terdiri dari deskripsi tentang magic, kebudayaan, mantra
dan deskripsi tentang taboo. Bab tiga mengkaji tentang
tradisi dan kepercayaan terhadap pada masyarakat Banten
yang akan membahas tentang ahli magis dan praktisi Magic
(Magician) di Banten, jenis-jenis magic di Banten dan
sumber-sumber magic.
Dalam bab empat, laporan ini akan membahas
tentang magis dalam tradisi lokal Banten. Dalam bab ini,
pemanfaatan magis dalam proses demokrasi di tingkat
desa, praktek magis di pesantren salafi di Banten, akan
dibahas secara tuntas. Bab lima mengkaji tentang tradisi
mantra dan taboo dalam budaya banten yang terdiri dari
ragam mantera dalam budaya Banten dan tradisi taboo
dalam budaya Banten.
Bab terakhir adalah penutup yang berisi
kesimpulan dari semua pembahasan yang sudah peneliti
bahas dengan mengacu pada rumusan masalah yang
menjadi inti masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
24