Anda di halaman 1dari 4

Hadirin jamaah jumat yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Dan Dia menjadikan


ibadah itu sebagai tujuan mereka diciptakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
َ ‫ت ْٱل ِج َّن َوٱِإْل‬
 ‫نس ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku.” [Quran Adz-Dzariyat: 56]
Dan ketika seseorang beribadah kepada Allah, mereka tidak akan mampu melakukannya
kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itu, dalam surat Al-Fatihah
Allah menggandengkan antara ibadah dengan isti’anah (meminta tolong). Sebagaimana yang
Allah firmankan:
ُ‫ك نَ ْعبُ ُد َوِإيَّاكَ نَ ْستَ ِعين‬
َ ‫ِإيَّا‬
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan.” [Quran Al-Fatihah: 5]
Dengan pertolongan Allah baik yang sifatnya pertolongan lahiriyah maupun batiniyah-lah
seseorang bisa beribadah kepada Allah. Sebelum seorang hamba beribadah kepada Allah, dia
telah mendapatkan perhatian dari Allah. dan perhatian Allah kepada seorang hamba itu lebih
besar dari perhatian seorang hamba kepada Allah. 
 ُ‫ر َولَ ِذ ْك ُر ٱهَّلل ِ َأ ْكبَر‬Sِ ‫صلَ ٰوةَ تَ ْنهَ ٰى ع َِن ْٱلفَحْ َشآ ِء َو ْٱل ُمن َك‬ َّ ‫م ٱل‬Sِِ‫ َوَأق‬ 
َّ ‫صلَ ٰوةَ ِإ َّن ٱل‬
Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji
dan mungkar. Dan dzikrullah adalah lebih besar. [Quran Al-Ankabut: 45]
Apa yang dimaksud dengan firman Allah:
‫َولَ ِذ ْك ُر ٱهَّلل ِ َأ ْكبَ ُر‬
“Dan dzikrullah adalah lebih besar.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan, beliau mengutip ucapan Abdullah bin
Abbas radhiallahu ‘anhu:
‫ذكر هللا إياكم عندما أمر به أو نهى عنه إذا ذكرتموه أكبر من ذكركم إياه‬
“Allah memberikan perhatian kepada kalian dengan cara menetapkan perintah dan larangan
untuk kalian. Dan Allah berikan petunjuk kepada kalian, itu lebih besar dibandingkan
ingatnya kalian kepada Allah.”
Dalam riwayat lain, Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan,
‫وذكر هللا إياكم أعظم من ذكركم إياه‬
“Perhatian Allah kepada kalian lebih besar dibanding ingatnya kalian kepada Allah.”
Hal ini terbukti dengan apa yang kita alami 24 jam dalam sehari. Hanya beberapa jam atau
menit saja kita gunakan untuk beribadah kepada Alllah. Sisa waktu lainnya kita gunakan
untuk berinteraksi sesama kita atau aktivitas duniawi lainnya dan istirahat. Ditambah lagi
dalam aktivitas ibadah yang kita lakukan, ada sebagian dari kita yang khusyuk, tidak sedikit
pula yang tidak khusyuk. Artinya, dzikir atau ingatan kita kepada Allah terpotong dan
terputus-putus. 
Berbeda dengan perhatian Allah kepada kita. Allah perhatikan kita mulai dari kondisi fisik
dan hati kita. karena itu, tatkala kita melaksanakan ketaatan, itu semua murni dari Allah.
allah berikan fisik yang sehat dan hati yang mendapat petunjuk. Karena itulah, dzikirnya
Allah kepada kita lebih besar daripada dzikirnya kita kepada Allah. 
Kaitannya dengan ini pula, disebutkan oleh Ibnul Qayyim tentang taubatnya seorang hamba.
Tatkala seorang hamba bertaubat, maka taubatnya diapit oleh dua taubat dari Allah.
Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat At-Taubah:
 ‫َاب َعلَ ْي ِه ْم لِيَتُوب ُٓو ۟ا ِإ َّن ٱهَّلل َ هُ َو ٱلتَّوَّابُ ٱل َّر ِحي ُم‬
َ ‫ثُ َّم ت‬
“Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.
Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” [Quran At-
Taubah: 118]
Perhatikan ayat ini! Pertama Allah mengatakan “Kemudian Allah menerima taubat mereka”
maksudnya Allah berikan hidayah dan kesempatan untuk bertaubat. Kemudian “agar mereka
tetap dalam taubatnya”, ini adalah perbuatan taubat yang dilakukan seorang hamba. Setelah
itu Allah tutup dengan “Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat.”
Ada tiga kata taubat dalam ayat ini. Yang pertama dari Allah. Kedua dari hamba. Dan ketiga
adalah sifat Allah. karena itu, taubat seorang hamba diapit oleh dua taubat dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. 
Seorang hamba mau bertaubat karena hidayah yang Allah berikan kepada-Nya. Dia
menyesali kesalahan yang telah dia lakukan. Allah beri semangat padanya untuk kembali
kepada kebenaran. Dengan inilah dia mau melakukan aktivitas taubat. Dan taubatnya
seorang hamba kembali kepada hak Allah. namun Allah menyatakan,
‫ِإ َّن ٱهَّلل َ ه َُو ٱلتَّوَّابُ ٱل َّر ِحي ُم‬
“Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Jamaah sekalian yang dirahmati Allah,
Karena itu, dalam aktivitas ibadah yang kita lakukan. awalnya, Allah beri petunjuk dan
kemampuan kepada kita untuk melakukan ibadah tersebut. Lalu kita pun beramal. Jika amal
tersebut ikhlas dan sesuai tuntunan syariat, maka kita pun akan mendapat pahala dari Allah.
Sehingga ibadah kita kepada Allah adalah bentuk perhatian Allah kepada kita. Perhatian
sebelum beramal dan perhatian pasca beramal.
Dalam hal ini, maksud khotib ingin menjelaskan kita adalah hamba yang lemah. Dalam
setiap ibadah yang kita lakukan, kita tidaklah memiliki peran dan jasa yang besar. Sehingga
tatkala kita beribadah, kita berbuat baik, kita melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk diri
sendiri, orang lain, atau instansi, kita sadar dengan benar-benar sadar, ini semua murni
kebaikan dari Allah. Jangan sampai malah menimbulkan sikap bangga diri dan
kesombongan.
‫ب؛ فَِإنَّهُ هُ َو ْال َغفُو ُر ال َّر ِحي ُم‬
ٍ ‫ َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِي َولَ ُك ْم ِم ْن ُكلِّ َذ ْن‬،‫َأقُو ُل قَوْ لِي هَ َذا‬.
Khutbah Kedua:
ُ‫ ُده‬S‫ا ُم َح َّمدًا َع ْب‬SSَ‫هَ ُد َأ َّن نَبِيَّن‬S‫ َوَأ ْش‬،‫انِ ِه‬S‫ا لِ َش‬SS‫هَ ِإالَّ هَّللا ُ تَ ْع ِظي ًم‬Sَ‫هَ ُد َأالَّ ِإل‬S‫ َوَأ ْش‬،‫ َوال ُّش ْك ُر لَهُ َعلَى تَوْ فِيقِ ِه َوا ْمتِنَانِ ِه‬،‫ْال َح ْم ُد هللِ َعلَى ِإحْ َسانِ ِه‬
‫ َو َسلَّ َم تَ ْسلِي ًما َكثِيرًا‬،‫صلَّى هللاُ عَل ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َوَأ ْع َوانِ ِه‬ َ ،‫ َو َرسُولُهُ ال َّدا ِعي ِإلَى ِرضْ وانِ ِه‬..
‫ َأيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُمونَ اِتَّقُوْ ا هللاَ تَ َعالَى‬:ُ‫َأ َّما بَ ْعد‬:
Hadirin, jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Dalam setiap aktivitas ibadah dan norma baik yang kita lakukan, tujuannya adalah
dzikrullah. Dan orang yang melakukan dzikrullah, maka ia mendapat balasan dari Allah
berupa Allah akan mengingatnya. Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa
Ta’ala,
 ‫ى َأ ْذ ُكرْ ُك ْم‬Sٓ ِ‫فَ ْٱذ ُكرُون‬ 
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” [Quran Al-
Baqarah: 152]
Al-jazaa-u min jinsil ‘amal, balasan suatu perbuatan itu sesuai dengan jenis amal yang
dilakukan. Ketika amalan seseorang adalah dzikir kepada Allah, maka diapun akan diingat
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan para ulama menyatakan, “Seandainya tidak ada
fadhilah dzikir kecuali hanya satu ayat ini, ini sudah merupakan keutamaan yang luar biasa.”
Karena kita ini siapa? Sampai yang menciptakan alam semesta mengingat-ingat kita.
Ibadallah,
Suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah bersama seorang sahabat yang
bernama Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
‫ فج َع َل يَبْكي‬،‫ ن َع ْم‬:‫ آهللُ َس َّماني لك؟ قال‬:‫ قال‬. َ‫أن ُأ ْقرَئك القرآن‬
ْ ‫إن هللاَ قد أ َم َرني‬
َّ
“Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan padamu Alquran.” Lalu Ubay
menanggapi, “Apakah Allah sebut namaku”? Nabi menjawab, “Iya.” Ubay pun menangis.
[HR. Al-Bukhari 4960 dan Muslim 799].
Di hati Ubay tentu terdapat pikiran, siapakah dirinya hingga Allah Yang Maha Agung, Maha
Mulia, penguasa alam semesta menyebut namanya. Artinya, para sahabat memahami tatkala
nama mereka disebut oleh Allah itu adalah anugerah yang luar biasa. Kita saja, tatkala
kinerja kita diapresiasi gubernur. Jangankan gubernur, pimpinan kita menyebut nama kita di
hadapan orang karena kinerja kita, itu sudah luar biasa bahagia. Apalagi yang menyebutnya
adalah rajanya para raja. Pencipta alam semesta yang tidak bisa dibandingkan dengan
seluruh makhluknya. 
Oleh karena itu jamaah sekalian,
Perhatikanlah tujuan besar kita melaksanakan ibadah. Sebagaimana firman Allah,
َّ ‫م ٱل‬Sِِ‫َوَأق‬
ٓ ‫صلَ ٰوةَ لِ ِذ ْك ِر‬
 ‫ى‬
“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” [Quran Tha-ha: 14]
Sehingga tatkala kita shalat, maksimalkan tujuan terbesarnya. Yaitu mengingat dan
mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan untuk tujuan lain. Dan tidak pula
dicampuri dengan hal-hal yang lain. 
Sebagian orang, tatkala dia beribadah, tatkala dia melakukan kebaikan, dia diuji dengan
hatinya dikotori oleh perasaan bangga diri, padahal semua itu berkat petunjuk dan hidayah
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. 
Kita memohon kepada Allah, agar Dia memberi kita hidayah supaya bisa melaksanakan
ibadah yang benar. Lahiriyahnya benar dan kondisi batinnya juga benar. 

Anda mungkin juga menyukai