Anda di halaman 1dari 7

TUGAS I

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

ZIRAHMI AKLI WARI


042338141

UNIVERSITAS TERBUKA
ILMU HUKUM
SEMESTER GANJIL
2020/2021

This study source was downloaded by 100000859778126 from CourseHero.com on 05-13-2023 06:06:59 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/61310088/TUGAS-Ilmu-Sosial-Budaya-Dasar-2docx/
TUGAS 2
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi Keberagaman dan Kesetaraan kerjakanlah tugas
berikut ini:
Soal:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikulturalisme dalam era Globalisasi! Berikan contoh
konkret!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan stereotipe, berikan contohnya!
3. Jelaskan arti kesetaraan menurut Bikhu Parekh, berikan contohnya?
4. Tugas dikerjakan dalam format Word atau PDF
5. Tambahkan sumber referensinya
Jawaban :
1. Multikulturalisme Dalam Era Globalisasi
Multikulturalisme merupakan suatu perkembangan yang relatif paling anyar dalam
khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu-ilmu sosial. Multikulturalisme terus
berkembang sesuai dengan perubahan sosial yang dihadapi oleh umat manusia khususnya di
dalam era global, era dunia terbuka dan era demokrasi kehidupan. Akan tetapi multikulturalisme
yang ada pada bangsa ini sudah lama kita kenal karena bangsa ini adalah bangsa yang pluralis,
yakni bangsa yang multi budaya, multi kultur, multi bahasa, multi etnis, dan multi agama. Ini
adalah bukti yang nyata bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan bangsa yang
multikutural.
Era globalisasi telah membawa bangsa Indonesia kepada paham kapitalis dan materialis,
yang semuanya mengadopsi sistem Barat tanpa adanya filterisasi akan kepentingan yang ada.
Sehingga muncul dalam kehidupan di negeri ini paham Barat adalah sebuah kemajuan dan
kemodernan. Padahal jelas bahwa bangsa Indonesia secara kultur dan budaya tidak sama dengan
bangsa Barat.
Perkembangan Multikulturalisme juga didorong oleh keterbukaan kehidupan manusia
karena terbentuknya apa yang disebut the global village (kampung global). Terutama didorong
oleh kemajuan teknologi komunikasi, hubungan antarmanusia di dunia ini semakin terbuka dan
menyatu sehingga timbullah rasa persaudaraan dan juga rasa permusuhan yang dimungkinkan
oleh hubungan global yang semakin erat.
Pada masyarakat multikultur, mereka memiliki tipe atau pola tingkah laku yang khas.
Sesuatu yang dianggap sangat tidak normal oleh budaya tertentu tetapi dianggap normal atau
biasa-biasa saja oleh budaya lain. Perbedaan semacam inilah yang sering menyebabkan
kontradiksi atau konflik, ketidaksepahaman dan disinteraksi dalam masyarakat multikultur.
Contoh : Kerusuhan berbau SARA yang merebak di banyak tempat di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia seperti di wilayah Ambon, Poso, Sampit dan sebagainya, merupakan bagian
dari adanya kesalahpahaman. Dari banyak studi yang dilakukan, salah satu penyebabnya adalah
akibat lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang adanya sebuah perbedaan. Di zaman orde
baru, dengan diselimuti kata “persatuan” dan “kesatuan” yang dikawal serdadu berusaha untuk
membuang potensi benturan atas dasar suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Namun
ketika Orde Baru runtuh, terlihatlah jurang pemisah antarsuku, ras, agama dan golongan yang

This study source was downloaded by 100000859778126 from CourseHero.com on 05-13-2023 06:06:59 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/61310088/TUGAS-Ilmu-Sosial-Budaya-Dasar-2docx/
berakibat terjadinya kerusuhan Mei 1998 yang menewaskan kurang lebih 1000 orang (mayoritas
keturunan Tionghoa) di Jakarta yang pada dasar permasalahannya adalah adanya ketidakadilan.
Selain masalah terjadinya kerusuhan yang berbau ras, ada juga beberapa wilayah seperti, Aceh,
Maluku dan Papua yang berusaha memisahkan diri dari negara Republik Indonesia, yang akar
masalahnya adalah adanya pengerukan sumber daya alam yang besar namun tidak membawa
perubahan pada masyarakat dan daerah sekitar tapi malah membawa perubahan pada daerah yang
sebenarnya punya potensi alam yang sedikit. Hal-hal seperti itu tidak akan terjadi seandainya kita
bisa menghargai satu sama lain dan tidak berusaha untuk menang sendiri, lebih-lebih pada era
globalisasi yang sangat rentan terhadap intervensi pihak luar dalam urusan lokalitas di Indonesia.
Hal tersebut mengharuskan kepada kita untuk menyiapkan diri menghadapi era globalisasi
dengan peningkatan kualitas diri melalui jalur pendidikan.
Sebagai konsekuensi logis dalam kehidupan di era plural, kenyataan multikulturalisme
tidak dapat dihindarkan, karena itu pendidikan yang terkait dengan multikultural adalah
keharusan (Ruslan, 2008: 119). Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan
multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama agar peserta
didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang
berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan
masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran
yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya. Melihat alasan-alasan itulah penulis
merasa perlu untuk mengkaji lebih jauh lagi tentang wacana pendidikan multikultural di
Indonesia pada era Globalisasi melalui sebuah makalah yang berjudul ”Peran Pendidikan
Multikultural di Indonesia pada Era Globalisasi”.

2. STEREOTIPE
Stereotip adalah sebuah keyakinan positif ataupun negatif yang dipegang terhadap suatu
kelompok sosial tertentu. Setelah munculnya stereotip maka akan munculah prejudice/ prasangka
yang merupakan sikap negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap anggota kelompok terebut,
prasangka dapat berupa perasaan tidak suka, marah, jijik, tidak nyaman dan bahkan kebencian.
Setelah munculnya steretip dan prasangka akhirnya dapat muncul diskriminasi yang merupakan
perilaku negatif yang tidak dibenarkan pula untuk anggota kelompok tersebut ( Stangor, 2011).
Stangor ( 2011) melanjutkan bahwa stereotip itu berada dalam ranah kognitif sedangkan
prasangka dalam ranah afektif dan diskriminasi berada dalam ranah perilaku yang munculnya.
Namun ternyata pengaruh lebih lanjut karena stereotip bukan hanya pada perilaku kita saja, tetapi
juga perilaku korban stereotip ketika kita berinteraksi dengan mereka yang bisa menjadi dugaan
pemuas diri sehingga lebih merusak. Misalnya anggota kelompok tersbut mulai melakukan
sesuatu sesuai dengan stereotip itu dan menampilkan karakteristik yang sesuai dengan stereotip
tersebut. Kalau stereotip itu hal positif tentunya akan jadi baik, tapi apa jadinya jika stereotip
yang ditanamkan adalah hal negatif ( Sears; Freedman & Peplau, 1985).
Stereotip itu ada yang positif dan ada yang negatif , Contohnya pada etnis di Indonesia

This study source was downloaded by 100000859778126 from CourseHero.com on 05-13-2023 06:06:59 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/61310088/TUGAS-Ilmu-Sosial-Budaya-Dasar-2docx/
• etnis minang/padang, stereotip positifnya adalah pekerja keras dan pedagang namun
setereotip negatifnya adalah keras kepala dan egois. Nah oleh karena adanya stereotip tersbut
akhirnya ketika kita bertemu dengan orang padang munculah prasangka-prasangka sehingga
perilaku kita pun menyesuaikan dengan stereotip tersebut padahal belum tentu orang
minang/padang yang kita temui adalah orang yang kerasa kepala, egois, pekerja keras dll.
Inilah bahayanya jika kita berperilaku sesuai dengan stereotip yang berlaku.
• etnis papua, yang terkenal dengan keprimitifan dan agresifitas yang tinggi namu faktanya
tidak semua orang papua demikian, papua tetap ada wilayah kota nya tidak semua
pedalamannya. Meskipun sebagian besar iya, sangatlah berbahaya jika kita menganggap
semua orang papua primitif dan agresif karena stereotip yang ada.
• etnis batak , orang batak terkenal dengan volume suara yang keras dan nada suara yang
tinggi sehingga terdapat stereotip bahwa karakternya pun demikian, keras dan kasar. Padahal
faktanya meskipun sebagian besar demikian belum tentu orang batak yang kita jumpai
demikian karakternya, sehingga tidak tepat jika kita ikut berperilaku sesuai dengan stereotip
yang ada.
• etnis sunda, dari suaranya orang sunda terkenal dengan suara yang lembut dan mengalun
sehingga terdapat stereotip positif bahwa karakternya nya lemah lembut dan sopan serta
terdapat stereotip negatif nya kurang power atau kurang semangat ketika beraktifitas. Nah
stereotip positif dan negatif terhadap orang sunda tersebut tidak bisa dijadikan patokan untuk
kita berperilaku, karena sejatinya meskipun sebagian besar demikian tidak berarti jadi
semuanya seakan demikian ya.
Sekarang kita masuk ke contoh diluar indonesia , misalnya
• etnis china/tionghoa nih yang terkenal di indonesia. Etnis china ini stereotip negatifnya
adalah orang yang kasar, pelit, keras dan tidak berperasaan. Sedangkan stereotip positifnya
adalah pekerja keras dan hemat. Nah meskipun ada stereotip tersebut faktanya belum tentu
semua etnis china itu kasar, pelit, keras, tidak berperasaan, pekerja keras, hemat dll. Karena
adanya stereotip tersebut tidak tepat jika kita berprasangka dan berperilaku sesuai dengan
stereotip tersebut.
• Selanjutnya orang arab nih, orang arab saat ini memiliki stereotip positif religius/rajin
beribadah, berhijab, kaya raya dengan minyaknya dan stereotip negatifnya adalah adanya
penindasan terhadap kaum perempuan, teroris, kekerasan dan orang arab tinggal di gurun.
Padahal faktanya belum tentu semuanya tepat misalnya tidak semua orang arab rajin
beribadah bahkan ada yang non muslim, tidak semua orang arab berhijab, tidak semua orang
arab kaya karena minyaknya, tidak semua orang arab melakukan penindasan dan kekerasan

This study source was downloaded by 100000859778126 from CourseHero.com on 05-13-2023 06:06:59 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/61310088/TUGAS-Ilmu-Sosial-Budaya-Dasar-2docx/
khusunya terhadap perempuan, tidak benar orang arab itu teroris karena mayoritas
penduduknya islam karena islam bukan berarti teroris dan tidak semua orang arab tinggal di
gurun. Nah karena stereotip yang berkembang, kita akhirnya berperilaku sesuai dengan
stereotip yang berlaku yang jelas menimbulkan kesalahpahaman yang fatal.
• Negara selanjutnya misalnya polandia, menurut Sears, Freadman, Peplau (1985) di polandia
terdapat stereotip negatif bahwa orangnya canggung/ tidak supel saat berinteraksi. Oleh
karena adanta stereotip tersbut akhirnya orang pun beranggapan demikian sehingga enggan
untuk berinteraksi bahkan orang polandianya sendiri karena ada stereotip tersebut membuat
mereka benar-benar berperilaku sesuai dengan setereotipnya, hal inilah yang dianggap
berbahaya.
• Contoh lainnya adalah negara India, yang mengejutkan di India ini sangat banyak sekali
stereotip negatif nya dibandingkan positifnya. Stereotip positif di India adalah bahwa orang
india berkulit putih dan memiliki kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Sedangkan
stereotip negatifnya adalah india adalah negara miskin, india adalah negara pemikat ular,
india adalah negara yang kotor, india adalah negara yang kurang berpendidikan, orang india
menari dan bernyanyi pada setiap aktifitas hidupnya dan semua pernikahan diatur oleh orang
tua. Faktanya tidak semuanya demikian, tidak semua orang india berkulit putih , tampan dan
cantik seperti artis dan aktor bollywood, india adalah negara berkembang bukan negara
miskin, di india ular yang menawan itu ilegal sudah berlaku beberapa tahun, tidak semua
kota di india itu kotor, tidak semua orang india tidak berpendidikan jtru sekarang banyak
pakar IT berasal dari India, tidak benar jika aktifitas orang india menyanyi dan menari
seperti dalam film bollywood dan karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi sekarang ini
tidak benar semua pernikahan di india diatur oleh orang tua. Karena stereotip yang ada kita
jadi berperilaku dan berpandangan yang kurang tepat.

Setelah stereotip tentang berbagai etnis dan negara saatnya contoh yang krusial namun seringkali
dilupakan yaitu setereotip tentang gender dan perannya.
• Misalnya dalam aspek fisik, stereotipnya adalah laki laki lebih kuat dibandingkan dengan
perempuan dan perempuan lebih lemah dibandingkan laki laki, padahal faktanya meskipun
sebagian besar seperti itu berarti tidak semuanya seperti itu dong, semuanya tergantung latar
belakang masing masing, ada lelaki yang lebih lemah dari segi fisik dibandngkan
perempuan, begitupun sebaliknya.
• Selanjutnya aspek emosional, lelaki memiliki stereotip yang kasar, tidak berperasan, tidak
peka dan menakutkan. Perempuan memiliki stereotip yang tenang, lembut, emosional dan

This study source was downloaded by 100000859778126 from CourseHero.com on 05-13-2023 06:06:59 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/61310088/TUGAS-Ilmu-Sosial-Budaya-Dasar-2docx/
terlau baper ( bawa perasaan). Padahal meskipun kebanyakan seperti itu belum tentu
semuanya seperti, ada lelaki yang begitu lembut dan peka dan ada perempuan yang kasar dan
tak berperasaan. Jad tidak tepat jika kita berperilaku sesuai stereotip tersebut.
• Aspek selanjutnya adalah sosial, laki laki kurang berkomunikasi dan cenderung kurang supel
dan perempuan lebih supel karena kecerewetannya. Ini tidak tepat ya tidak semuanya
demikian adanya, tergantung latar belakang dan tidak bisa disamaratakan begitu saja.

3. Multikulturalisme dapat disebut sebagai paham tentang “kesetaraan dalam perbedaan”(Bhiku


Parekh 2008: 322) atau “kesetaraan dalam keberagaman”. Dalam rumusan tersebut terkandung
pengertian bahwa multikulturalisme merupakan paham yang mengakui adanya perbedaan atau
keberagaman dalam masyarakat, yang antara lain keberagaman budaya. Selain itu, hal yang jauh
lebih penting adalah bahwa multikulturalisme merupakan paham yang memandang bahwa
masyarakat yang berbeda budaya atau perbedaan budaya itu memiliki “kesetaraan” atau
“kesederajatan”. “Kesetaraan” yang dimaksud adalah kesetaraan dalam penghormatan atau
penghargaan. Dalam hal ini masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain yang berbeda
budayanya memperoleh penghormatan atau penghargaan yang sama atau saling menghormati
agar tercipta perdamaian dalam kehidupan bersama (periksa juga Nugroho
2011: 15).
Contohnya adalah Kesetaraan Gender dalam dunia hukum dan politik. Yaitu keterlibatan
perempuan dalam sebuah kepemimpinan dalam birokrasi.
Dampak dari kesetaraan tersebut
 berakhirnya diskriminasi terhadap semua perempuan karena jika diskriminasi tidak ada maka
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan akan terminimalisir bahkan bisa hilang,
 kemudian meningkatnya pelayanan umum dan kebijakan publik yang lebih pro terhadap
perempuan sehingga perempuan akan memberikan partisipasi penuh dan efektif.
 Dan yang terakhir kesempatan yang sama untuk kepemimpinan di semua tingkat
pengambilan keputusan dalam kehidupan politik yang tentunya telah melalui kesepakatan
bersama dari semua pihak dan sesuai atas dasar undang-undang yang berlaku.
Dengan berbagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender tersebut setidaknya akan
membantu untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi atau kesenjangan bagi kaum feminisme
tersebut. Sehingga jika kesenjangan ini mulai berkurang maka tingkat kesejahteraan,
kemakmuran, serta kesetaraan dapat tercapai dan berjalan dengan baik. Kita sebagai kaum

This study source was downloaded by 100000859778126 from CourseHero.com on 05-13-2023 06:06:59 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/61310088/TUGAS-Ilmu-Sosial-Budaya-Dasar-2docx/
millenial harusnya berusaha memperjuangkan hak perempuan untuk mencapai kesetaraan gender
tersebut, karena tidak ada maknanya kesetaraan gender kalo kita tidak memperjuangkannya.

Referensi:
-Buku materi pokok MKDU4109/3SKS/MODUL1-9
-Bhikhu Parekh. 2008. Rethingking Multiculturalism. Diterjemahkan dari buku RETHINGKING
MULTICULTURALISM: Cultural Diversity and Political Theory oleh C.B. Bambang Kukuh
Adi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
-Sears, Freadman, Peplau. ( 1985). Psikologi Sosial. Jilid 2 edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
-Stangor, C. ( 2011). Social Psychology Principles. Volume 1. Flat World Knowledge.

This study source was downloaded by 100000859778126 from CourseHero.com on 05-13-2023 06:06:59 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/61310088/TUGAS-Ilmu-Sosial-Budaya-Dasar-2docx/
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Anda mungkin juga menyukai