Anda di halaman 1dari 9

KASUS

PENGGELAPAN PAJAK DIREKTUR PT.


RAMAINDO PUTRA PRATAMA (PT RPP) JAWA
TIMUR

Digunakan Untuk Memenuhi Tugas Semester II


Mata Kuliah : Hukum Perpajakan
Dosen Pengampu : R. Ayu Ida Aryani, SE. M, Ak.

Disusun Oleh :
INDAH CITRAWATI HARIONO
( 2003021046 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS BUMIGORA
2021

1
SEKILAS TENTANG PT. RAMAINDO PUTRA PRATAMA (PT RPP)

PT. Ramaindo Putra Pratama (PT RPP) adalah perusahaan Wajib Pajak yang terdaftar
pada KPP Pratama Surabaya Krembangan yang memiliki usaha perdagangan besar alat rumah
tangga dan Kontraktor Jasa Outsourching yaitu menyediakan tenaga bantu di PT Pertamina dan
PT Dharma Satya Nusantara Plywood. PT RPP beralamat di jalan Ikan Mungsi IV/109, Perak
Barat, Krembangan, Surabaya. PT RPP ini memiliki Akta Pendirian Nomor 09 tanggal 10
Januari 2001 oleh Notaris Justisia Soetandiono, SH.

Susunan Pengurus PT Ramaindo Putra Pratama :


Direktur Utama : Nani Suzana
Direktur : Ronald Ferdinand

Komisaris : Novel Wisnu Wardhana

PT RPP ini terdaftar pada tanggal 19 Februari 2002 dengan NPWP 02.091.795.5-
605.000, selanjutnya dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 20 Februari 2002. Perusahaan yang
menjadi langganan menggunakan jasa outsourching adalah PT Pertamina, PT Dharma Satya
Nusantara Plywood dan PT Jatim Steel.

KASUS PAJAK PT. RAMAINDO PUTRA PRATAMA (PT RPP)

Seperti diketahui, PT RPP adalah perusahaan yang menyediakan jasa outsourcing kepada
perusahaan – perusahaan lain seperti PT Pertamina, PT Dharma Satya dan PT Jatim Steel dimana
perusahaan – perusahaan tersebut telah mambayar jasa beserta Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
kepada PT RPP. Karena PT RPP telah terdaftar sebagai Wajib Pajak tetapi tidak kunjung
membayar PPN padahal PT RPP menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN tetapi tidak
kunjung menyetorkan PPN tersebut dalam kurun waktu tahun 2011 – 2012, maka timbulah
kecurigaan dari Ditjen Pajak Jatim dan dilakukanlah penyidikan. Penyidik telah melayangkan
surat himbauan yang berisi kewajiban untuk membayar PPN karena perusahaan besar tersebut
memiliki omzet diatas 600 juta rupiah sebelum kasus dilimpahkan ke pengadilan. Namun dengan
berbagai alasan kewajiban tersebut tidak dibayarkan oleh pihak PT RPP (dalam hal ini Dirut).
Malahan dalam kasus ini Direktur PT RPP ini menyatakan dirinya hanya sebagai “boneka”

2
dalam perusahaan dan tidak tahu menahu tentang pembayaran pajak karena pemilik perusahaan
sedang berobat di luar negeri dan PT RPP masih terikat kerjasama dengan perusahaan lain.

Dari hasil penyelidikan, Direktur PT RPP terbukti sah melanggar pasal 39 (1) huruf i
undang – undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang memuat sanksi pidana bagi
Wajib Pajak (WP) yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Sanksi
tersebut adalah pidana penjara minimal 6 (enam) bulan dan maksimal 6 (enam) tahun, serta
denda minimal 2 (dua) kali pajak terhutang dan maksimal 4 (empat) kali pajak terhutang yang
tidak dibayar atau kurang bayar.

Pada kasus ini, Ronald Ferdinand selaku Direktur PT RPP terbukti merugikan negara
hingga miliaran rupiah karena hilangnya pendapatan dari setoran pajak. PT RPP merugikan
negara senilai 3,9 miliar. Tersangka mengaku menggunakan setoran PPN yang telah dibayarkan
oleh perusahaan – perusahaan pengguna jasa PT RPP untuk kepentingan pribadi.

TUNTUTAN HUKUM ATAS KASUS PAJAK PT RAMAINDO PUTRA PRATAMA (PT


RPP)

Kasus Direktur PT RPP ini dilimpahkan dari Ditjen Pajak Kanwil Jatim ke Kejaksaan
Negeri (Kejari) Surabaya untuk selanjutnya diproses hukum karena termasuk dalam tindak
pidana penggelapan pajak.

Direktur PT RPP terbukti bersalah karena melakukan penggelapan pajak senilai 3,9
miliar rupiah yang menyebabkan kerugian negara karena tidak menyetorkan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) yang telah dibayarkan oleh perusahaan – perusahaan yg memakai jasa PT RPP ini.
Direktur PT RPP dituntut pidana 2,5 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan
membayar denda 7,8 miliar rupiah. Nilai denda tersebut merupakan 2 (dua) kali lipat dari
kerugian negara karena tersangka tidak membayar kewajiban pajak 3,9 miliar rupiah. Waktu
yang diberikan untuk membayar denda tersebut adalah 1 (satu) bulan setelah putusan
diberlakukan, dan jika dalam waktu yang ditentukan tersebut terdakwa tidak sanggup untuk
membayar maka aset senilai denda akan disita dan dilelang untuk menggantinya. Namun, jika
terdakwa tidak memiliki aset sebesar nilai denda, maka akan diganti dengan pidana 6 (enam)
bulan penjara.

3
TANGGAPAN PENULIS TENTANG KASUS PAJAK PT RAMAINDO PUTRA
PRATAMA (PT RPP)

Melakukan pembayaran pajak merupakan kewajiban bagi seluruh warga negara, kecuali
mereka yang dibebaskan oleh peraturan perundang – undangan. Membayar pajak bersifat
memaksa, sehingga negara menetapkan sanksi atau denda bagi Wajib Pajak (WP) yang tidak
melakukan pembayaran pajak. Hal ini bertujuan agar Wajib Pajak semakin patuh melakukan
kewajiban perpajakan.

Pemberian sanksi terkait perpajakan ini bisa dalam bentuk surat teguran maupun tindakan
tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. Gijzeling sendiri adalah penyitaan atas badan orang
yang berhutang pajak (R. Santoso Brotodiharjo dalam Pengantar Ilmu Hukum Pajak, 1989).
Tindakan Gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan
pemerintah kepada Wajib Pajak nakal. Penyanderaan ini dapat dilakukan selama 6 (enam) bulan
dan diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.

Sanksi pajak menurut undang – undang yang diberikan pada Wajib Pajak yang melanggar
tergantung dari kasusnya. Ragam sanksi tersebut dapat berupa :

A. Sanksi Administrasi
1. Sanksi Bunga
2. Sanksi Denda
3. Sanksi Kenaikan
B. Sanksi Pidana
1. Sanksi Denda
2. Sanksi Pidana
3. Sanksi Kurungan

Dalam kasus pajak yang dialami oleh Direktur PT RPP ini termasuk dalam kasus
penggelapan pajak karena membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) tetapi tidak disetorkan kepada negara sehingga menimbulkan kerugian besar pada
negara.

Sebagai pelaku bisnis, memahami dunia perpajakan merupakan hal penting yang harus
dimiliki, mulai dari jenis pajak apa saja yang harus dibayarkan, berapa tarifnya, bagaimana

4
aturannya dan sebagainya. Salah satu pajak yang paling bersinggungan dengan kegiatan usaha
adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib pajak Orang
Pribadi, Badan dan Pemerintahan. Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang membayar
pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan lewat pihak
yang memotong PPN tersebut. Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan
PPN adalah para pedagang/Penjual. Namun, pihak yang yang berkewajiban membayar PPN
adalah konsumen akhir. Dalam kasus ini, perusahaan yang menggunakan jasa PT RPP (seperti
PT Pertamina, PT Jatim Steel, PT Dharma Satya) ini disamping telah membayar jasa, mereka
juga membayar PPN kepada pihak PT RPP.

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dikenakan dan disetorkan oleh pengusahan atau
perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sesuai dengan
ketentuan PMK No. 197 /PMK.03/2013, seorang pengusaha atau suatu perusahaan ditetapkan
sebagai PKP bila transaksi penjualannya melampaui jumlah 4,8 miliar rupiah dalam setahun. Jika
pengusaha tidak dapat mencapai 4,8 miliar rupiah tersebut, maka pengusaha dapat mencabut
permohonan pengukuhan pada PKP tersebut.

Tidak disebutkan berapa tepatnya jumlah transaksi penjualan yang diperoleh PT RPP ini,
tetapi yang jelas PT RPP ini termasuk perusahaan PKP kerena memungut PPN atas jasa yang
diserahkan adalah Jasa Kena Pajak dan terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan.

Kasus pajak Direktur PT RPP ini juga melanggar UU KUP 2007 Pasal 39 ayat (1) huruf i
yang terkait tentang “tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong / dipungut sehingga
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara”. Jenis sanksi yang diberikan jika melanggar
adalah penjara paling singkat 6 tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
atau kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak / kurang
dibayar.

Jika dalam waktu yang ditentukan tidak dapat membayar denda yang telah ditentukan
yaitu paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terhutang atau kurang bayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terhutang atau kurang bayar, maka aset perusahaan akan disita dan
dilelang untuk mengganti denda tersebut. Tetapi jika nilai aset tidak mencapai nilai yang

5
dimaksud, maka hukuman penjara akan ditambah lagi selama 6 (enam) bulan sebagai
penggantinya.

Sanksi pidana dalam kasus Direktur PT RPP ini merupakan sanksi terberat dalam dunia
perpajakan. Sanksi ini diberikan pada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran berat yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Sanksi ini diberikan karena PT RPP menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN namun
tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sehingga PPN yang
dipungut tidak disetorkan pada kas negara.

Selain tidak menyetorkan PPN, PT RPP seharusnya dapat dikenakan sanksi karena telat
atau bahkan tidak melapor SPT Masa PPN. SPT Masa PPN merupakan formulir laporan
Pajak Pertambahan Nilai yang harus dilaporkan oleh PKP. Formulir laporan ini berisi
perhitungan jumlah pajak, termasuk untuk melapor PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPnBW) yang terutang. Selain untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, fungsi SPT
Masa PPN juga untuk melaporkan harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari pemotong
atau pemungut PPN.

Telat lapor SPT Masa PPN biasanya akan berujung pada sanksi yang harus ditanggung
oleh PKP. Sanksi pun akan bertambah berat jika PKP sudah mendapatkan approval atas faktur
pajak yang dibuatnya. Hal tersebut bisa saja terjadi pada Perusahaan Kena Pajak (PKP) yang
lupa atau lalai mengelola faktur pajaknya.

Namun, masih ada PKP yang beranggapan bahwa faktur pajak sudah dibuat dan di-
approved sama artinya dengan melaporkan SPT Masa PPN. Padahal, tanpa melaporkan faktur
pajak tersebut bersamaan dengan SPT Masa PPN, PKP berpotensi terkena sanksi.

Khusus untuk PKP yang yang juga tidak membuat dan melaporkan faktur pajak, maka
akan dikenakan sanksi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang menjadi objek transaksi jual-beli.

Lalu, bagaimana perlakuan pemerintah terhadap PKP yang telat lapor SPT Masa PPN
padahal faktur pajaknya sudah berstatus approved? Jadi, bagi PKP yang sudah membuat faktur

6
pajak kemudian sudah berstatus approved, namun tidak atau telat dalam melaporkan SPT Masa
PPN, maka akan dikenakan sanksi ganda, yakni:

 Sanksi sebesar 2% dari DPP karena tidak melaporkan faktur pajak bersama SPT Masa,
meski faktur pajak sudah berstatus approved.

 Sanksi administrasi berupa denda Rp500.000 karena telat lapor SPT Masa PPN atau
laporan SPT Masa PPN dilakukan tidak sesuai dengan batas waktu yang sudah
ditentukan.

Dari penjelasan diatas, upaya penyelesaian kasus pajak yang terjadi pada PT RPP adalah :
1. Mengadakan Pemeriksaan Sebelum Pengenaan Sanksi Pajak
Pemeriksaan perpajakan adalah kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilakukan DJP secara objektif dan profesional
berdasarkan standar pemeriksaan.
Tujuan pemeriksaan perpajakan adalah:
a. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
 Pemeriksaan Khusus:
Dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan, baik berdasarkan data konkret maupun hasil analisis risiko.
Dalam hal ini, perlu dikirimkan Surat Himbauan Pertama, selanjutnya melakukan
kunjungan sesuai dengan alamat PT RPP tersebut. Jika Surat Himbauan Pertama,
makan akan dikirimkan Surat Himbauan Kedua.
 Pemeriksaan Rutin:
Pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau
pelaksanaan kewajiban perpajakan WP.
b. Untuk tujuan lain:
 Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak (PKP) secara jabatan
 Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan
permohonan WP
 Penentuan saat produksi dimulai
 Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil

7
 Penetapan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi
 Penagihan pajak
 Keberatan
 Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Bruto
(NPPN)
 Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan
Jenis pemeriksaan pajak ada 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 bulan dan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 8 bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah
Pemeriksaan hingga tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan
2. Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan dan dapat
diperpanjang menjadi 6 bulan yang dihitung sejak tanggal WP datang memenuhi surat
panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor hingga tanggal Laporan Hasil
Pemeriksaan.
Pada kasus ini, PT RPP dimintai data (pengumpulan bukti bukti) dan keterangan dari
lawan transaksi.
2. Tahapan Pemeriksaan Dalam Proses Pengenaan Sanksi Pajak
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, maka tahapan pemeriksaan ini dimulai dengan:
 Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, atau
 Pengiriman Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor
3. Hasil Pemeriksaan Dalam Proses Pengenaan Sanksi Pajak
Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, hasil pemeriksaan harus
diberitahukan kepada WP melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
(SPHP), yang dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan dengan mencantumkan
dasar hukum atas temuan tersebut. Dari hasil pemeriksaan oleh DJP tersebut, akan
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Disamping itu dapat pula diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal
dikenakannya sanksi administrasi yang berupa:
 Sanksi administrasi

8
 Sanksi Denda.
Pada kasus Dirut PT RPP dikenakan denda 7,8 miliar rupiah. Jumlah ini didapatkan
dari pengenaan denda 2 (dua) kali lipat jumlah pajak terutang yaitu 3,9 miliar rupiah.
Jika tidak membayar denda dalam waktu yang ditentukan, maka aset aset perusahaan
akan disita sebagai pengganti denda tersebut.
 Sanksi tindak pidana
Pada kasus Dirut PT RPP ini juga dikenakan sanksi pidana oleh pengadilan yaitu
hukuman penjara selama 2,5 tahun. Jika aset perusahaan tidak mempu menggantikan
denda yang diberikan, maka hukuman penjara ditambah 6 (enam) bulan lagi.

Anda mungkin juga menyukai