Resume Konstitusional
Resume Konstitusional
Adzin Sadidi
Nim : A1A020139
3. Tujuan Konstitusi
Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan
masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di
tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber
utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan
lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri. Konstitusi juga memiliki
tujuan yang hampir sama deengan hukum, namun tujuan dari konstitusi lebih terkait
dengan:
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin
bahwa konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki
lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan
yang tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi.
Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat
perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang diatur di dalam konstitusi. Dengan
demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang
memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada konstitusi.
Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton
menyatakan “Consti¬tutionalism is the name given to the trust which men repose in
the power of words eng¬rossed on parchment to keep a government in order. Untuk
tujuan to keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang sede-mikian
rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses peme¬rintahan dapat dibatasi dan
dikendalikan seba¬gai¬mana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekua-saan
ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan
peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
4. Klasifikasi Konstitusi
Hampir semua negara memiliki kostitusi, namun antara negara satu dengan negara
lainya tentu memiliki perbeadaan dan persamaan. Dengan demikian akan sampai pada
klasifikasi dari konstitusi yang berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara
atau hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang
mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan lain-lainnya.
Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975) mengklasifikasi konstitusi
sebagai berikut:
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas
kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika
negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu
adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang
menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli
sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan
sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara
demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ
pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent
power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi
merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling
fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau
landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-
undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar
peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat
berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan
hukum yang lebih tinggi tersebut. Dengan ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh
Wheare ” Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer
(President Executive and Parliamentary Executive Constitution)”, oleh Sri Soemantri,
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak termasuk kedalam golongan konstitusi
Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal ini dikarenakan di
dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-ciri
pemerintahan parlementer. Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia
menganut sistem konstitusi campuran.
UUD NRI 1945 (Masa Kemerdekaan)18 agustus 1945 sampai dengan agustus
1950, dengan catatan, mulai 27 desember 1949 sampai dengan 17 agustus
hanya berlaku di wilayah RI Proklamasi
Konstitusi RIS 1949 27 desember 1949 sampai dengan 17 agustus 1950
UUDS 1950 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959
UUD NRI 1945 (Masa Orde Lama) 5 Juli 1959 sampai dengan 1965
UUD NRI 1945 (Masa Orde Baru) 1966 sampai dengan 1998
Pada pertengahan 1997, negara kita dilanda krisis ekonomi dan moneter yang sangat
hebat. Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia ketika itu merupakan
suatu tantangan yang sangat berat. Akibat dari krisis tersebut adalah harga-harga
melambung tinggi, sedangkan daya beli masyarakat terus menurun. Sementara itu
nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, terutama Dolar Amerika, semakin
merosot. Menyikapi kondisi seperti itu, pemerintah berusaha menanggulanginya
dengan berbagai kebijakan. Namun kondisi ekonomi tidak kunjung membaik. Bahkan
kian hari semakin bertambah parah. Krisis yang terjadi meluas pada aspek politik.
Masyarakat mulai tidak lagi mempercayai pemerintah. Maka timbullah krisis
kepercayaan pada Pemerintah. Gelombang unjuk rasa secara besar-besaran terjadi di
Jakarta dan di daerah-daerah. Unjuk rasa tersebut dimotori oleh mahasiswa, pemuda,
dan berbagai komponen bangsa lainnya. Pemerintah sudah tidak mampu lagi
mengendalikan keadaan. Maka pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
berhenti dari jabatannya. Berhentinya Presiden Soeharto menjadi awal era reformasi
ditanah air.
Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan Reformasi di
masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen bangsa, terutama
oleh mahasiswa dan pemuda. Beberapa tuntutan reformasi itu adalah:
Melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan Daerah,
Adanya tuntutan tersebut didasarkan pada pandangan bahwa UUD NRI 1945 belum
cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan
penghormatan HAM. Di samping itu, dalam tubuh UUD NRI 1945 terdapat pasal-
pasal yang menimbulkan penafsiran beragam, atau lebih dari satu tafsir (multitafsir)
dan membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik,
tertutup, dan berpotensi tumbuhnya praktik korupsi kolusi, dan nepotisme (KKN).
Penyelenggaraan negara yang demikian itulah yang menyebabkan timbulnya
kemerosotan kehidupan nasional.
Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945 menjadi Kebutuhan
bersama bangsa Indonesia. Berdasarkan hal itu MPR hasil Pemilu 1999, sesuai
dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 37 UUD NRI 1945 melakukan
perubahan secara bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan, yakni:
Perubahan UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh MPR, selain merupakan perwujudan
dari tuntutan reformasi, sebenarnya sejalan dengan pemikiran pendiri bangsa
(founding father) Indonesia. Ketua panitia Penyusun UUD NRI 1945, yakni Ir.
Sukarno dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan. Sampai saat ini perubahan yang
dilakukan terhadap UUD NRI 1945 sebanyak empat kali yakni pada tahun 1999,
2000, 2001, dan 2002. Perubahan yang dilakukan dimaksudkan guna menyesuaikan
dengan tuntutan dan tantangan yang dihadapi saat itu. Persoalan bangsa dan tantangan
yang dihadapi saat itu tentunya berbeda dengan masa awal Reformasi.
Konstitusi berfungsi sebagai pelindung hak asasi manusia dan kebebasan warga
suatu negara
Daftar Referensi
Makalah NEGARA DAN KONSTITUS oleh Dr. I Putu Ari Astawa, S.Pt,
MP