(NEW) Trapmed Blok 16 Koreksi Refraksi 2023
(NEW) Trapmed Blok 16 Koreksi Refraksi 2023
Penulis:
dr. Nur Khoma Farmawati, M.Kes, Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
JANUARI 2022
PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PEMERIKSAAN
TAJAM PENGLIHATAN DAN KOREKSI REFRAKSI
STANDAR KOMPETENSI
Setelah melakukan pelatihan ketrampilan klinik pemeriksaan refraksi,
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tajam penglihatan, status
refraksi dan koreksi refraksi pada pasien.
KOMPETENSI DASAR
Setelah melakukan pelatihan ini diharapkan :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan tajam penglihatan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan status refraksi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan koreksi refraksi
4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tajam penglihatan
5. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan status refraksi
6. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan koreksi refraksi
PENDAHULUAN
Hasil red reflex normal pada masing-masing mata akan berwarna merah
kekuningan terang. Di samping itu juga perlu diperhatikan apakah pada masing-
masing red reflex ada kelainan, misalnya bintik gelap pada red reflex, warna
suram, atau bahkan adanya reflek putih. Dari hasil pemeriksaan red reflex pada
kedua mata secara simultan dinilai apakah ada perbedaan red reflex (ukuran,
bentuk, warna) antara kedua mata. Apabila hasil red reflex dan funduskopi
normal maka dapat diduga secara kualitatif tajam penglihatan anak baik. 9
Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Brucker Simultaneous Red-Reflex
(Diambil dari : American Academy of Pediatrics, Section on Ophthalmology Pediatrics
2008;122; p.1402 )
Sistem C–S-M
C : Dari hasil pemeriksaan fiksasi obyek apabila didapatkan hasil reflek kornea
berada di sentral kornea maka menunjukkan fiksasi sentral, maka di catat
sebagai C. Apabila reflek kornea eksentrik maka di catat sebagai UC
(uncentral).6,7
S : Apabila mata yang diperiksa memfiksasi obyek secara menetap maka di catat
sebagai S. Apabila disertai adanya gerakan mata aneh atau adanya nistagmus
maka dicatat sebagai US (unsteady)6,7
M : Apabila mata yang diperiksa mampu mempertahankan fiksasi ketika kedua
mata dalam keadaan terbuka, maka di catat sebagai M. Apabila setelah okluder
di buka dan mata yang diperiksa tidak mampu mempertahankan fiksasi yaitu
fiksasi kembali menggunakan mata yang dominan, maka di catat sebagai UM
(unmaintained).6,7
2.2.2. Tumbling E
Untuk anak yang tidak bisa diperiksa dengan menggunakan huruf, angka,
maka dapat juga digunakan tumbling E.3
2.2.3. Landolt C
Metode ini dapat digunakan pada anak-anak yang sudah mengerti konsep “
terputusnya garis lingkaran”. Landolt C disajikan dalam bentuk lingkaran yang
terputus pada jam 6,9,12 dan jam 3.21
Untuk menentukan visus pada pasien yang sudah bisa membaca huruf
dapat mempergunakan kartu Snellen, dengan berbagai ukuran huruf dan jarak
yang sudah ditentukan. Misalnya mata normal pada waktu diperiksa diperoleh
20/40 berarti penderita dapat membaca hurup pada 20 ft sedangkan bagi mata
normal dapat membaca pada jarak 40 ft (20 ft = 4 meter). Hasil dari uji visus ini
berupa angka perbandingan yang menggambarkan kemampuan penglihatan pasien
yang diuji dibandingkan dengan penglihatan orang normal.
Alat yang dipakai sebagai obyek tes untuk uji visus ini (biasa disebut
optotip) adalah berupa kartu besar atau papan yang berisi huruf-huruf atau angka
atau gambar/simbol dalam berbagai ukuran (tertentu) yang disusun urut dari yang
terbesar di atas, makin kebawah makin kecil. Setiap ukuran huruf diberi kode
angka yang dipakai untuk menilai kemampuan penglihatan pasien yang diuji.
Dalam penulisan kode-kode tersebut, ada 3 standar notasi yang sering digunakan,
yaitu notasi metrik (Belanda), notasi feet (Inggeris/imperial), dan notasi desimal
(Amerika). Notasi metrik bisa dikenali dengan nilai pembilang yang umumnya 6
(6/…), feet dengan nilai 20 (20/…) dan desimal, sesuai dengan namanya,
notasinya berbentuk bilangan desimal (0,…). Ukuran huruf terbesar pada optotip,
umumnya berkode 6/60 atau 20/200 atau 0,1.
Cara Pengujian
Kartu Snellen (optotip) digantung sejajar dengan pandangan mata pasien dengan
jarak 6 meter (20 feet) dari optotip. Mata di uji satu persatu dengan menggunakan
trial frame yang sudah disesuaikan ukuran pupil distancenya dan salah satu mata
ditutup dengan okluder, atau dengan menutup salah satu mata menggunakan
penutup mata atau dengan telapak tangan tanpa menekan bola mata, dan mata
tidak dipejamkan. Pemeriksaan di mulai dari mata kananterlebih dahulu.
Pasien diminta untuk mengamati huruf-huruf (atau angka) yang menjadi obyek tes
pada optotip tersebut secara urut dari yang terbesar. Perhatikan baris huruf terkecil
yang masih mampu dilihat dengan jelas, lihat kodenya. Pasien disarankan
membaca huruf dari kiri ke kanan setiap baris kartu Snellen dimulai baris teratas
atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka
20/20). Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil
20/20 (tulis 020/020).
Gambar 2. Snellen Chart
Bila dalam baris di kartu snellen tersebut pasien dapat membaca atau
memperagakan posisi huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat
ialah baris yang tertera angka di atasnya (Gambar 3 A). Sedangkan bila dalam
baris tersebut pasien dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E LEBIH
dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut
(Gambar 3 B).
A B
Gambar 3. Pembacaan Snellen Chart .
Jika masih mampu melihat dengan jelas huruf-huruf yang berkode 6/30, dan baris
huruf di bawahnya tidak mampu lagi, berarti nilai ketajaman penglihatannya
adalah 6/30. Angka 6 menyatakan jarak anda dengan optotip (jarak periksa) yaitu
6 meter, sedangkan angka 30 menyatakan bahwa huruf tersebut masih bisa dilihat
dengan jelas oleh penglihatan normal dari jarak 30 meter. Ini bisa dikatakan
bahwa pasien memiliki tajam penglihatan sebesar 6/30 atau 1/5 (atau 20%) dari
penglihatan normal. Lakukan untuk mata yang sebelah lagi, dengan cara yang
sama seperti sebelumnya.
Bila pasien tidak dapat membaca huruf Snellen terbesar maka pemeriksaan
dilanjutkan dengan menghitung jari pemeriksa dari jarak 6 meter, bila pasien tidak bisa
menghitung jari pemeriksa maka pemeriksa maju lagi 1 meter, dan ini dilakukan sampai
pasien bisa menghitung jari pemeriksa. Visus di nyatakan dengan jarak pasien bisa
menghitung jari pemeriksa dibandingkan dengan orang normal bisa menghitung jari yaitu
60 meter. Bila pasien bisa menghitung jari dari jarak 2 meter maka visus dinyatakan 2/60.
Apabila pasien dari jarak 1 meter belum bisa menghitung jari maka dilakukan uji
lambaian tangan dari jarak 1 meter. Pasien di minta mengidentifikasi arah gerak lambaian
tangan pemeriksa. Apabila pasien dapat mengidentifikasi arah lambaian tangan pemeriksa
maka visus dinyatakan dengan 1/300, oleh karena orang normal dapat mengidentifikasi
arah lambaian tangan dari jarak 300 meter. Apabila dari jarak 1 meter pasien tidak bisa
megidentifikasi lamabaian tangan pemeriksa maka dilakukan pemeriksaan persepsi
cahaya dengan menggunakan pen light. Bila pasien dapat mengidentifikasi adanya cahaya
dari berbagai arah maka visus dinyatakan Light Perception (LP) positif dengan proyeksi
iluminasi baik. Apabila pasien dapat mengidentifikasi cahaya hanya dari beberapa arah
maka visus dinyatakan Light Perception (LP) positif dengan proyeksi iluminasi buruk.
Apabila pasien tidak dapat mengidentifikasi cahaya sama sekali maka visus dinyatakan
Light Perception (LP) negative atau 0 (nol).
Seseorang dengan kelainan refraksi akan datang dengan mata yang tampak normal
dengan keluhan sulit melihat dengan jelas. Kelainan refraksi terjadi karena
kelainan bentuk dan ukuran bola mata, sehingga seseorang membutuhkan kaca
mata atau lensa kontak (contact lens) agar dapat melihat dengan jelas dan nyaman.
Kelainan refraksi terdiri dari miopia, hyperopia dan astigmatisma. Besarnya
kelainan refraksi dan koreksi yang perlu dilakukan tergantung pada
kelengkungan kornea, lensa dan panjang bola mata.
Pada mata normal (emetrop) sinar yang masuk akan difokuskan tepat pada retina,
sedangkan pada mata ammetrop sinar tidak tepat jatuh di retina sehingga tidak
didapatkan bayangan benda yang jelas.
Berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang
berada di depan retina akan menimbulkan kelainan yang disebut miopia. Dalam
keadaan ini obyek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang
datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina
sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran difus dengan akibat
bayangan kabur. Miopia terdiri dari miopia axial yaitu bila sumbu mata lebih
panjang dari normal dan miopia pembiasan bila daya bias lebih besar dari
normal misalnya pada orang dengan lensa terlalu cembung. Koreksi miopia harus
diberi kaca mata sferis lensa negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal.
Sinar yang difokuskan di belakang retina menyebabkan keadaan hipemetropia
yang juga dapat disebabkan sumbu mata terlalu pendek disebut hipermetropia
axial atau karena daya bias lensa kurang dari norma akibat kornea terlalu
datar atau lensa yang menipis sehingga disebut hiperopia bias. Pada waktu
koreksi hipermetropia harus diberi lensa positif sekuat-kuatnya.
Pada astigmatisma sinar yang masuk mata tidak difokuskan pada satu titik
di retina melainkan pada bidang bias masing-masing. Ada dua jenis astigmatisma
yaitu irreguler yang memiliki titik bias tidak teratur dan jenis reguler yang titik
bianya tertatur pada sumbu mata. Kelainan astigmatisme ireguler terdapat
pada ketidakteraturan permukaan kornea yang dapat dinilai dengan tes
menggunakan keratoskop plasido berupa piringan datar bergambar lingkaran-
lingkaran hitam putih concentrik dengan lubang kecil ditengahnya.
Prosedur Pemeriksaan
Pasien diminta meletakkan dagu pada tempat dagu dan diminta melihat gambar
yang ada di dalam alat. gambar akan bergerak mendekat dan menjauhi fokus
untuk mencari gambar yang tepat fokus di retina. Autorefraktor akan membaca
beberapa kali untuk mendapatkan rata-rata nilai koreksi.24
Prosedur Pemeriksaan
Proses pemeriksaan dengan menambahkan lensa korektif pada trial lens frame
pasien yang kemudian di lihat bagaimana efek lensa korektif tersebut terhadap
penglihatan pasien. 22,25
Hasil akhir dari pemeriksaan refraksi kita catat distatus, sebagai contoh :
Tn Andi / 55 tahun
VOD: 20/40 cc S-1.50 C-0,5 x 90o 20/20
VOS : 20/25 cc S-0.50 20/20
Add : S+2.50D
Contoh penulisan resep kaca mata untuk pasien diatas :
Umur : 55 Tahun
SKENARIO
Seorang pasien laki-laki usia 45 tahun datang ke poli mata rumah sakit anda
dengan keluhan kabur ketika
melihat jauh, kesulitan membaca atau melihat benda kecil harus dari dekat dan lekas
lelah ketika membaca buku. Lakukan pemeriksaan kelainan refraksi yang
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA