Anda di halaman 1dari 27

PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK

PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN


DAN KOREKSI REFRAKSI

Penulis:
dr. Nur Khoma Farmawati, M.Kes, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
JANUARI 2022
PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK PEMERIKSAAN
TAJAM PENGLIHATAN DAN KOREKSI REFRAKSI

STANDAR KOMPETENSI
Setelah melakukan pelatihan ketrampilan klinik pemeriksaan refraksi,
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tajam penglihatan, status
refraksi dan koreksi refraksi pada pasien.

KOMPETENSI DASAR
Setelah melakukan pelatihan ini diharapkan :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan tajam penglihatan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan status refraksi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan koreksi refraksi
4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tajam penglihatan
5. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan status refraksi
6. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan koreksi refraksi

PENDAHULUAN

PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN PADA ANAK

Fungsi penglihatan mempunyai peranan penting bagi manusia. Pada


anak-anak fungsi penglihatan sangat mempengaruhi proses perkembangan

motorik dan kognitifnya.


1
Anak usia 11-13 tahun dengan tajam penglihatan
kurang dari 6% akan mengalami penurunan kemampuan untuk mengidentifikasi
jumlah obyek dan apabila tajam penglihatan sampai 1/300 atau lebih buruk pada
masa tumbuh kembang dapat memperlambat perkembangan motorik dan
kemampuan bersosialisasi, hal ini karena sebagian besar pola hubungan antara
anak dan orang tua pertama kali didasarkan pada proses visual seperti
mengenal wajah, menirukan gerakan, cara berbicara dan lainnya.1,2 Anak-anak
jarang sekali mengeluhkan gangguan penglihatannya, sehingga deteksi dini
adanya gangguan tajam penglihatan sangat penting dilakukan untuk mencegah
gangguan penglihatan yang dapat mengganggu proses belajar serta yang dapat
menyebabkan gangguan penglihatan yang permanen.3
Angka kejadian penurunan tajam penglihatan pada anak masih tinggi.
Data WHO pada tahun 2004 menunjukkan 0,97% anak usia 5 tahun sampai 15
tahun di seluruh dunia mengalami penurunan tajam penglihatan akibat kelainan
refraksi yang tidak dikoreksi. 4 Sedangkan di Indonesia, survey kesehatan rumah
tangga pada tahun 2004 mendapatkan data gangguan kegiatan sehari-hari yang
diakibatkan oleh gangguan penglihatan adalah sebesar 71%, di mana 22,1%
diakibatkan oleh kelainan refraksi serta 15% terjadi pada anak usia 5-15 tahun,
sedangkan angka pemakaian kaca mata masih 12,5% dari kebutuhan.5
Kelainan refraksi dapat mengakibatkan terjadinya penurunan tajam
penglihatan. Kelainan refraksi pada anak dapat diakibatkan oleh karena
gagalnya proses emetropisasi, di mana seharusnya komponen refraksi mata
tumbuh secara terkoordinasi untuk mencapai refraksi yang mendekati plano.

Kelainan refraksi ini dapat berupa hiperopia, miopia dan astigmatisma. 6

Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak-anak memerlukan perhatian


tersendiri oleh karena anak-anak mudah merasa bosan terhadap bermacam-
macam pemeriksaan yang memakan waktu yang lama dan cenderung sukar
untuk mempertahankan konsentrasi. Hubungan sosial antara dokter atau
pemeriksa dan pasien memegang peranan penting sehingga diharapkan anak
akan merasakan pemeriksaan yang menyenangkan tanpa merasa terancam. 6
Berbagai tingkatan usia dan kemampuan anak yang berbeda membutuhkan
metode pemeriksaan yang lebih disesuaikan dengan kondisi anak. Oleh karena
itu sangat penting untuk membuat anak merasa nyaman sehingga akan
memudahkan dalam pemeriksaan.6

I. PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN PADA ANAK


Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak sangat bervariasi tergantung
pada usia dan status mental anak. Pada anak dengan pertumbuhan dan
perkembangan yang normal maka pemeriksaan tajam penglihatan dapat di bagi
menjadi 3 grup, yaitu bayi baru lahir sampai anak usia 3 tahun, anak usia 3

sampai 6 tahun dan anak usia di atas 6 tahun.3,6

2. 1. Bayi baru lahir sampai anak usia 3 tahun


Pemeriksaan fungsi penglihatan pada neonatus atau bayi baru lahir
sangat terbatas oleh karena pada usia tersebut tajam penglihatannya masih
rendah dan masih dalam perkembangan. Tajam penglihatan bayi baru lahir
mendekati 6/240 dan meningkat dengan cepat pada usia 2-3 bulan tajam
penglihatan mencapai 6/180 – 6/90. Pada usia 6 bulan tajam penglihatan antara
6/18 dan 6/9.6 Di samping itu sampai beberapa minggu setelah lahir bayi lebih
banyak tidur, sehingga lebih sulit untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat
tersebut mungkin hanya respon pupil yang dapat diperiksa untuk menentukan
fungsi penglihatannya.3
Metode yang dapat digunakan untuk memeriksa tajam penglihatan pada periode
ini antara lain:
2.1.1. Brucker Simultaneous Red Reflex Test
Tes ini dapat dilakukan pada bayi dan dapat digunakan untuk mendeteksi
awal adanya kelainan pada mata misalnya ada kekeruhan pada aksis visual,
contohnya katarak atau adanya abnormalitas bagian belakang mata misalnya
adanya retinoblastoma dan kelainan refraksi yang tinggi. Apabila tes ini dilakukan
secara simultan pada kedua mata maka kondisi strabismus juga dapat dideteksi.3

2.1.1.1. Cara Pemeriksaan


Tes ini dilakukan di kamar gelap yang bertujuan untuk memaksimalkan

dilatasi pupil. Dengan menggunakan direct ophthalmoscope pemeriksa


mengamati pada masing-masing pupil dari jarak 12-18 inchi, kemudian secara
simultan pada kedua mata dari jarak 3 kaki. Dan untuk melihat segmen posterior
secara jelas maka dapat dilakukan funduskopi dari jarak 2-3 cm dari mata
pasien7,9

2.1.1.2. Penilaian hasil pemeriksaan

Hasil red reflex normal pada masing-masing mata akan berwarna merah
kekuningan terang. Di samping itu juga perlu diperhatikan apakah pada masing-
masing red reflex ada kelainan, misalnya bintik gelap pada red reflex, warna
suram, atau bahkan adanya reflek putih. Dari hasil pemeriksaan red reflex pada
kedua mata secara simultan dinilai apakah ada perbedaan red reflex (ukuran,
bentuk, warna) antara kedua mata. Apabila hasil red reflex dan funduskopi
normal maka dapat diduga secara kualitatif tajam penglihatan anak baik. 9
Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Brucker Simultaneous Red-Reflex
(Diambil dari : American Academy of Pediatrics, Section on Ophthalmology Pediatrics
2008;122; p.1402 )

2.1.2. Fiksasi obyek


Bayi pada usia 2-3 bulan dengan penglihatan normal sudah dapat
memfiksasi dan mengikuti suatu obyek yang digerakkan. Sehingga pada saat ini
sudah dapat dinilai tajam penglihatannya secara kualitatif.6,7 Pemeriksaan fiksasi
obyek terdiri dari dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan fiksasi monokuler dan
binokuler.
Pada pemeriksaan fiksasi monokuler di periksa apakah mata yang
diperiksa mempunyai aksis visual sentral dan bagaimana kualitas fiksasinya.
Pemeriksaan fiksasi binokuler bertujuan untuk membandingkan penglihatan mata
kiri dan mata kanan, apakah ada perbedaan kemampuan fiksasi di mana salah
satu mata ada yang lebih dominan.6 Kualitas fiksasi dapat dinilai dengan sistem
fix and follow atau dengan sistem C-S-M.6,7
Klasifikasi sistem C-S-M sebagi berikut : 6
C : Central : menunjukkan aksis visual terletak di sentral, apabila tidak
terletak di sentral maka disebut eksentrik.
S : Steady : menunjukkan fiksasi monokuler bersifat menetap tanpa disertai
adanya gerakan mata.
M : Maintained : menunjukkan fiksasi masih dapat dipertahankan ketika kedua
mata dalam keadaan terbuka.

2.1.2.1. Cara Pemeriksaan


Pemeriksaan tajam penglihatan dengan fiksasi obyek yang pertama
dilakukan adalah secara binokuler, setelah itu secara monokuler, di mana mata
yang tidak diperiksa ditutup dengan okluder.10 Obyek yang dapat di gunakan
untuk menstimulus visual antara lain cahaya, wajah pemeriksa atau boneka yang
diletakkan dekat dengan wajah bayi kurang lebih dengan jarak satu feet,
kemudian bergerak ke berbagai arah secara perlahan.6,7

2.1.2.2. Penilaian hasil pemeriksaan


 Sistem Fix and Follow
Apabila dari pemeriksaan dengan menggunakan obyek wajah, bayi dapat
memfiksasi dan kemudian dapat mengikuti obyek maka di nilai dengan Fix and
Follow Face. Begitu pula apabila bayi dapat memfiksasi sumber cahaya tetapi
tidak dapat mengikuti sumber cahaya tersebut maka di nilai dengan Fix, No
Follow Light.6,7 Apabila tidak didapatkan respon fiksasi maka dapat di lihat reaksi
terhadap lampu ruang pemeriksaan yang dimatikan dan dihidupkan secara
bergantian, kemudian dilihat respon bayi terhadap perubahan pencahayaan
ruangan. Reaksi yang konsisten terhadap perubahan pencahayaan ruangan
merupakan pengukuran respon visual yang kasar, dan hasil pengukurannya di
catat sebagai responds to room light. Reaksi menghindari sinar langsung dari
sumber cahaya juga dapat dinilai sebagai respon visual dan di catat sebagai
avoids bright light.7

 Sistem C–S-M

C : Dari hasil pemeriksaan fiksasi obyek apabila didapatkan hasil reflek kornea
berada di sentral kornea maka menunjukkan fiksasi sentral, maka di catat
sebagai C. Apabila reflek kornea eksentrik maka di catat sebagai UC
(uncentral).6,7
S : Apabila mata yang diperiksa memfiksasi obyek secara menetap maka di catat
sebagai S. Apabila disertai adanya gerakan mata aneh atau adanya nistagmus
maka dicatat sebagai US (unsteady)6,7
M : Apabila mata yang diperiksa mampu mempertahankan fiksasi ketika kedua
mata dalam keadaan terbuka, maka di catat sebagai M. Apabila setelah okluder
di buka dan mata yang diperiksa tidak mampu mempertahankan fiksasi yaitu
fiksasi kembali menggunakan mata yang dominan, maka di catat sebagai UM
(unmaintained).6,7

2. 2. Usia 3-6 tahun


Pada usia ini tajam penglihatan lebih dapat ditentukan dengan
menggunakan berbagai macam teknik seperti gambar maupun huruf.6
Pada usia ini pemeriksaan dapat menggunakan :
2.2.1. HOTV
Pemeriksaan tajam penglihatan bagi anak yang belum dapat mengidentifikasi
huruf atau angka secara verbal dapat menggunakan tes mencocokkan huruf yang
dikenal dengan HOTV matching test. Tes ini terdiri dari papan yang dipasang di
dinding yang bertuliskan huruf H, O, T dan V, sedangkan anak disediakan 4
papan dengan ukuran 8,5-11 inchi yang masing-masing berisi huruf H, O, T dan
V. Tes ini sangat berguna untuk anak berusia 3-5 tahun yang belum begitu akrab
dengan huruf alphabet.3

Gambar 9. Kartu HOTV


(Sumber: Lynn Cyert, Velma Dobson, Marjean Taylor Kulp, et al. Preschool Visual Acuity
Screening with HOTV and Lea Symbols: Testability and Between-Test Agreement.OPTOMETRY
AND VISION SCIENCE American Academy of Optometry 2004. VOL. 81, NO. 9, p. 679)
2.2.1.1. Cara Pemeriksaan
Pada awal pemeriksaan kita harus memastikan bahwa anak yang kita
periksa mampu mengidentifikasi huruf, baik dengan verbal atau pun dengan kartu
yang mereka pegang. Untuk mengetahui hal ini maka anak diuji dari jarak 1 meter
dengan menggunakan kedua mata. Apabila anak mampu mengidentifikasi maka
pemeriksaan dapat dilanjutkan.20 Mata anak diperiksa satu persatu dari jarak 3 m.
Pemeriksa menunjuk satu huruf di dinding atau di kartu dan anak seharusnya bisa
mencocokkan huruf yang ditunjuk dengan huruf pada kartu yang dipegangnya.3

2.2.1.2. Penilaian hasil pemeriksaan


Hasil pemeriksaan tajam penglihatan dinyatakan sampai huruf terkecil
yang masih dapat diidentifikasi oleh anak, di mana pada kartu-kartu tersebut
sudah terdapat ekuivalensi Snellen. 20

2.2.2. Tumbling E
Untuk anak yang tidak bisa diperiksa dengan menggunakan huruf, angka,
maka dapat juga digunakan tumbling E.3

Gambar 10. Pemeriksaan menggunakan Tumbling E


(Sumber : Ayman F. El-Shiaty. Visual Acuity Assessment in Children. Kasr El-Aini Faculty
of Medicine-Cairo University. Review 2006. Volume3, p.8)
2.2.2.1. Cara Pemeriksaan
Metode pemeriksaan ini menggunakan prinsip dari snellen. Jarak antara
pasien dan E chart adalah 6 meter. Masing-masing mata diperiksa satu persatu.
Pemeriksaan dengan menggunakan metode ini memerlukan kemampuan anak
untuk mengerti arah, karena anak harus mengidentifikasi huruf E menghadap ke
mana, misal ke atas, bawah, kanan atau kiri. Kalau anak belum bisa mengatakan
dengan bahasa verbal maka dapat digunakan cara mencocokkan arah huruf E di
papan dengan huruf E yang mereka pegang atau dapat pula menggunakan arah
tangan mereka.17

2.2.2.2. Penilaian hasil pemeriksaan


Untuk menilai tajam penglihatan pasien maka dinilai dari huruf E terkecil
pada baris tertentu yang arahnya masih bisa diidentifikasi oleh pasien.17

2.2.3. Landolt C
Metode ini dapat digunakan pada anak-anak yang sudah mengerti konsep “
terputusnya garis lingkaran”. Landolt C disajikan dalam bentuk lingkaran yang
terputus pada jam 6,9,12 dan jam 3.21

2.2.3.1. Cara Pemeriksaan


Metode pemeriksaan ini juga menggunakan prinsip dari Snellen. Masing-
masing mata diperiksa satu persatu. Anak harus dapat mengidentifikasi atau
menyebutkan di mana letak terputusnya lingkaran mulai dari bentuk yang terbesar
sampai yang terkecil dan dari jarak 5 meter.21

2.2.3.2. Penilaian hasil pemeriksaan


Nilai tajam penglihatan ditentukan oleh bentuk terkecil yang masih dapat
diidentifikasi oleh anak di mana letak terputusnya lingkaran.21

2.2.4. LEA symbols


Pada anak yang kooperatif, pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan
lebih akurat. Simbol Lea menggabungkan keuntungan dari optotype dan gambar,
di mana gambar dapat diberikan pada anak yang lebih muda dan sudah
terstandarisasi seperti optotype. Kartu ini terdiri dari 4 bentuk yaitu lingkaran,
segi empat, apel dan rumah, dengan berbagai ukuran.21
Metode dapat digunakan pada anak usia 30 bulan sampai 5 tahun. Lea
Symbols ini merupakan kartu uji tajam penglihatan pertama yang berdasarkan
skala logMAR, sesuai dengan rekomendasi National Research Council
Committeeon vision.3

Gambar 11. Gambar Simbol Lea


(Sumber : Lynn Cyert, Velma Dobson,; Marjean Taylor Kulp, Maureen G. Maguire,
dkk Preschool Visual Acuity Screening with HOTV and Lea Symbols: Testability and
Between-Test Agreement. OPTOMETRY AND VISION SCIENCE American Academy of
Optometry 2004. VOL. 81, NO. 9, PP. 679)

2.2.4.1. Cara Pemeriksaan


Pemeriksaan dilakukan dari jarak 6 meter. Masing-masing mata di periksa
satu persatu. Anak yang diperiksa di minta mencocokkan bentuk yang ditunjuk
dengan gambar yang ada atau menyebutkan dengan meggunakan bahasa verbal,
mulai dari gambar terbesar sampai gambar terkecil. 21

2.2.4.2. Penilaian hasil pemeriksaan


Tajam penglihatan ditentukan dengan gambar terkecil yang masih dapat
diidentifikasi oleh anak. Apabila 21

2.2.5. Allen figures


Kartu Allen terdiri dari 4 kartu yang masing-masing terdapat 7 gambar :
sebuah truk, rumah, kue ulang tahun, boneka beruang, telepon, kuda dan pohon.
Gambar Allen ini menggunakan spesifikasi dan distandarisasi sesuai prinsip
Snellen. tes ini dapat dilakukan apabila anak sudah dapat mengidentifikasi
gambar.3,11

Gambar 12. Kartu Allen


(Sumber : Ayman F. El-Shiaty. Visual Acuity Assessment in Children. Kasr El-Aini Faculty
of Medicine-Cairo University. Review 2006. Volume3, p.9)

2.2.5.1. Cara Pemeriksaan


Pertama tes dilakukan dengan kedua mata terbuka dari jarak 1 meter untuk
memastikan anak mengerti prosedur tes yang dilakukan. Setelah itu masing-
masing mata diperiksa bergantian. Ketika melakukan pemeriksaan, pemeriksa
mundur sejauh 15 kaki untuk anak usia 3 tahun dan 20 kaki untuk anak usia 4
tahun. Dari jarak tersebut pemeriksa merepresentasikan gambar yang berbeda.
Ketika anak mengalami kesulitan mengidentifikasi gambar, maju beberapa kaki
untuk memastikan jarak terjauh di mana anak dapat mengidentifikasi gambar.3,11

2.2.5.2. Penilaian hasil pemeriksaan


Untuk menentukan nilai tajam penglihatan maka jarak terjauh di mana anak
masih dapat mengidentifikasi gambar dipakai sebagai pembilang dan sebagai
penyebut dipakai angka 30 untuk anak usia 3 tahun dan angka 40 untuk anak usia
4 tahun. Sebagai contoh Apabila gambar ini dilihat dari jarak 20 feet maka
merepresentasikan tajam penglihatan 20/30 untuk anak usia 3 tahun.3,11
2.2.6. Snellen chart
Pemeriksaan dengan menggunakan metode ini sudah dikembangkan sejak
tahun 1862 oleh orang Belanda yang bernama Herman Snellen. Kartu Snellen
tradisional terdiri dari 11 baris, di mana baris pertama terdiri dari satu huruf
dengan ukuran terbesar.15

2.2.6.1. Cara Pemeriksaan


Pemeriksaan dilakukan pada jarak 20 kaki. Ketika akan memeriksa tajam
penglihatan mata kanan, maka mata kiri anak harus ditutup. Anak harus diberitahu
bahwa kedua mata harus dalam keadaan terbuka selama diperiksa tajam
penglihatannya. Mulai dari baris huruf yang terbesar, apabila anak dapat
mengidentifikasi maka diturunkan satu baris, demikian seterusnya sampai anak
tidak dapat mengidentifikasi huruf pada baris tertentu. 3,22

2.2.6.2. Penilaian hasil pemeriksaan


Untuk menilai tajam penglihatan pasien maka dilihat sampai huruf terkecil
pada baris tertentu yang masih bisa dibaca oleh pasien. Dan dilihat nilai ekspresi
Snellen yang biasanya terletak di akhir baris atau di bawah baris.22

Gambar 13. Snellen Chart


(Sumber : Ayman F. El-Shiaty. Visual Acuity Assessment in Children. Kasr El-Aini Faculty of
Medicine-Cairo University. Review 2006. Volume3, p.6)
2. 3. Usia di atas 6 tahun
Pada usia ini anak dapat diperiksa sesuai dengan pemeriksaan yang
dilakukan pada orang dewasa yaitu menggunakan Snellen letter, Snellen numbers,
Tumbling E dan Landolt C.3

PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN DENGAN MENGGUNAKAN


SNELLEN CHART

Untuk menentukan visus pada pasien yang sudah bisa membaca huruf
dapat mempergunakan kartu Snellen, dengan berbagai ukuran huruf dan jarak
yang sudah ditentukan. Misalnya mata normal pada waktu diperiksa diperoleh
20/40 berarti penderita dapat membaca hurup pada 20 ft sedangkan bagi mata
normal dapat membaca pada jarak 40 ft (20 ft = 4 meter). Hasil dari uji visus ini
berupa angka perbandingan yang menggambarkan kemampuan penglihatan pasien
yang diuji dibandingkan dengan penglihatan orang normal.
Alat yang dipakai sebagai obyek tes untuk uji visus ini (biasa disebut
optotip) adalah berupa kartu besar atau papan yang berisi huruf-huruf atau angka
atau gambar/simbol dalam berbagai ukuran (tertentu) yang disusun urut dari yang
terbesar di atas, makin kebawah makin kecil. Setiap ukuran huruf diberi kode
angka yang dipakai untuk menilai kemampuan penglihatan pasien yang diuji.
Dalam penulisan kode-kode tersebut, ada 3 standar notasi yang sering digunakan,
yaitu notasi metrik (Belanda), notasi feet (Inggeris/imperial), dan notasi desimal
(Amerika). Notasi metrik bisa dikenali dengan nilai pembilang yang umumnya 6
(6/…), feet dengan nilai 20 (20/…) dan desimal, sesuai dengan namanya,
notasinya berbentuk bilangan desimal (0,…). Ukuran huruf terbesar pada optotip,
umumnya berkode 6/60 atau 20/200 atau 0,1.

Cara Pengujian
Kartu Snellen (optotip) digantung sejajar dengan pandangan mata pasien dengan
jarak 6 meter (20 feet) dari optotip. Mata di uji satu persatu dengan menggunakan
trial frame yang sudah disesuaikan ukuran pupil distancenya dan salah satu mata
ditutup dengan okluder, atau dengan menutup salah satu mata menggunakan
penutup mata atau dengan telapak tangan tanpa menekan bola mata, dan mata
tidak dipejamkan. Pemeriksaan di mulai dari mata kananterlebih dahulu.

Gambar 2. Menutup salah satu mata

Pasien diminta untuk mengamati huruf-huruf (atau angka) yang menjadi obyek tes
pada optotip tersebut secara urut dari yang terbesar. Perhatikan baris huruf terkecil
yang masih mampu dilihat dengan jelas, lihat kodenya. Pasien disarankan
membaca huruf dari kiri ke kanan setiap baris kartu Snellen dimulai baris teratas
atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka
20/20). Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil
20/20 (tulis 020/020).
Gambar 2. Snellen Chart

Bila dalam baris di kartu snellen tersebut pasien dapat membaca atau
memperagakan posisi huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat
ialah baris yang tertera angka di atasnya (Gambar 3 A). Sedangkan bila dalam
baris tersebut pasien dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E LEBIH
dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut
(Gambar 3 B).

A B
Gambar 3. Pembacaan Snellen Chart .

Jika masih mampu melihat dengan jelas huruf-huruf yang berkode 6/30, dan baris
huruf di bawahnya tidak mampu lagi, berarti nilai ketajaman penglihatannya
adalah 6/30. Angka 6 menyatakan jarak anda dengan optotip (jarak periksa) yaitu
6 meter, sedangkan angka 30 menyatakan bahwa huruf tersebut masih bisa dilihat
dengan jelas oleh penglihatan normal dari jarak 30 meter. Ini bisa dikatakan
bahwa pasien memiliki tajam penglihatan sebesar 6/30 atau 1/5 (atau 20%) dari
penglihatan normal. Lakukan untuk mata yang sebelah lagi, dengan cara yang
sama seperti sebelumnya.
Bila pasien tidak dapat membaca huruf Snellen terbesar maka pemeriksaan
dilanjutkan dengan menghitung jari pemeriksa dari jarak 6 meter, bila pasien tidak bisa
menghitung jari pemeriksa maka pemeriksa maju lagi 1 meter, dan ini dilakukan sampai
pasien bisa menghitung jari pemeriksa. Visus di nyatakan dengan jarak pasien bisa
menghitung jari pemeriksa dibandingkan dengan orang normal bisa menghitung jari yaitu
60 meter. Bila pasien bisa menghitung jari dari jarak 2 meter maka visus dinyatakan 2/60.
Apabila pasien dari jarak 1 meter belum bisa menghitung jari maka dilakukan uji
lambaian tangan dari jarak 1 meter. Pasien di minta mengidentifikasi arah gerak lambaian
tangan pemeriksa. Apabila pasien dapat mengidentifikasi arah lambaian tangan pemeriksa
maka visus dinyatakan dengan 1/300, oleh karena orang normal dapat mengidentifikasi
arah lambaian tangan dari jarak 300 meter. Apabila dari jarak 1 meter pasien tidak bisa
megidentifikasi lamabaian tangan pemeriksa maka dilakukan pemeriksaan persepsi
cahaya dengan menggunakan pen light. Bila pasien dapat mengidentifikasi adanya cahaya
dari berbagai arah maka visus dinyatakan Light Perception (LP) positif dengan proyeksi
iluminasi baik. Apabila pasien dapat mengidentifikasi cahaya hanya dari beberapa arah
maka visus dinyatakan Light Perception (LP) positif dengan proyeksi iluminasi buruk.
Apabila pasien tidak dapat mengidentifikasi cahaya sama sekali maka visus dinyatakan
Light Perception (LP) negative atau 0 (nol).

II. PEMERIKSAAN KOREKSI TAJAM PENGLIHATAN


AKIBAT KELAINAN REFRAKSI

Seseorang dengan kelainan refraksi akan datang dengan mata yang tampak normal
dengan keluhan sulit melihat dengan jelas. Kelainan refraksi terjadi karena
kelainan bentuk dan ukuran bola mata, sehingga seseorang membutuhkan kaca
mata atau lensa kontak (contact lens) agar dapat melihat dengan jelas dan nyaman.
Kelainan refraksi terdiri dari miopia, hyperopia dan astigmatisma. Besarnya
kelainan refraksi dan koreksi yang perlu dilakukan tergantung pada
kelengkungan kornea, lensa dan panjang bola mata.
Pada mata normal (emetrop) sinar yang masuk akan difokuskan tepat pada retina,
sedangkan pada mata ammetrop sinar tidak tepat jatuh di retina sehingga tidak
didapatkan bayangan benda yang jelas.
Berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang
berada di depan retina akan menimbulkan kelainan yang disebut miopia. Dalam
keadaan ini obyek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang
datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina
sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran difus dengan akibat
bayangan kabur. Miopia terdiri dari miopia axial yaitu bila sumbu mata lebih
panjang dari normal dan miopia pembiasan bila daya bias lebih besar dari
normal misalnya pada orang dengan lensa terlalu cembung. Koreksi miopia harus
diberi kaca mata sferis lensa negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal.
Sinar yang difokuskan di belakang retina menyebabkan keadaan hipemetropia
yang juga dapat disebabkan sumbu mata terlalu pendek disebut hipermetropia
axial atau karena daya bias lensa kurang dari norma akibat kornea terlalu
datar atau lensa yang menipis sehingga disebut hiperopia bias. Pada waktu
koreksi hipermetropia harus diberi lensa positif sekuat-kuatnya.

Pembiasan sinar pada hyperopia

Pada astigmatisma sinar yang masuk mata tidak difokuskan pada satu titik
di retina melainkan pada bidang bias masing-masing. Ada dua jenis astigmatisma
yaitu irreguler yang memiliki titik bias tidak teratur dan jenis reguler yang titik
bianya tertatur pada sumbu mata. Kelainan astigmatisme ireguler terdapat
pada ketidakteraturan permukaan kornea yang dapat dinilai dengan tes
menggunakan keratoskop plasido berupa piringan datar bergambar lingkaran-
lingkaran hitam putih concentrik dengan lubang kecil ditengahnya.

Pembiasan sinar pada astigmatisma

Apabila dari hasil pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan tajam


penglihatannya turun atau kurang dari 20/20, maka kita dapat melakukan tes pin
hole. Dengan pemeriksaan pin hole kita dapat menduga apakah penurunan tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau bukan. Apabila dari hasil tes
pin hole tajam penglihatan maju, maka kita dapat melakukan koreksi tajam
penglihatan dengan pemeriksaan secara subyektif dan obyektif. Pemeriksaan
subyektif yaitu apabila diperlukan respon subyektif dari pasien untuk menentukan
tajam penglihatan terbaiknya, sedangkan pemeriksaan obyektif apabila untuk
menentukan tajam penglihatan terbaik pasien tidak diperlukan respon subyektif
pasien. Sedangkan pada anak yang belum kooperatif kita dapat melakukan
pemeriksaan secara obyektif. 22
Pemeriksaan koreksi tajam penglihatan akibat kelainan refraksi pada anak
membutuhkan pemeriksaan dengan sikloplegik, hal ini dikarenakan anak-anak
mempunyai kemampuan akomodasi yang besar. Apabila tidak dilakukan
pemeriksaan menggunakan sikloplegik dapat menyebabkan koreksi hiperopia
yang kurang atau koreksi myopia yang berlebihan.6,22

3.1. Pemeriksaan Obyektif


Pemeriksaan obyektif adalah pemeriksaan yang paling memungkinkan
pada pasien yang tidak kooperatif untuk dilakukan pemeriksaan subyektif
misalnya pada anak-anak atau pada orang dengan respon subyektif yang minimal
misalnya pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa kita, atau pada pasien
yang unreliable misalnya pada pasien malingering.22

KOREKSI REFRAKSI OBJEKTIF


Autorefraktometri
Metode lain yang dapat digunakan untuk koreksi tajam penglihatan akibat
gangguan refraksi adalah dengan menggunakan autorefraktor yaitu alat yang
dikontrol oleh komputer. Dengan metode ini maka status refraksi dapat ditentukan
dengan cepat, mudah dan nyaman. Pemeriksaan dengan menggunakan alat ini
tidak membutuhkan pemeriksa dengan ketrampilan khusus.24
Mekanisme kerja autorefraktor dapat menggunakan prinsip optometer dan
Scheiner.22

Gambar 15. Autorefraktor


( Sumber : Trusit Dave. Automated refraction Design and application. Clinical Review. Arch.
Ophthalmol. 2004. 115 (2). p. 158 )

Prosedur Pemeriksaan
Pasien diminta meletakkan dagu pada tempat dagu dan diminta melihat gambar
yang ada di dalam alat. gambar akan bergerak mendekat dan menjauhi fokus
untuk mencari gambar yang tepat fokus di retina. Autorefraktor akan membaca
beberapa kali untuk mendapatkan rata-rata nilai koreksi.24

KOREKSI REFRAKSI SUBYEKTIF


Pemeriksaan subyektif merupakan pemeriksaan koreksi tajam penglihatan
akibat kelainan refraksi secara tradisional yang masih dipakai di seluruh dunia.
Pemeriksaan ini membutuhkan respon pasien untuk mencapai koreksi kelainan
refraksi. Metode ini membutuhkan pemeriksa yang terlatih dan dalam proses
pemeriksaan dibutuhkan komunikasi yang baik antara pemeriksa dan pasien.22

Alat Yang Perlu Dipersiapkan


1. Penggaris
2. Optotype Snellen
3. Set alat trial frame dan trial lens (kaca mata dan lensa coba)
4. Kartu baca dekat

Prosedur Pemeriksaan
Proses pemeriksaan dengan menambahkan lensa korektif pada trial lens frame
pasien yang kemudian di lihat bagaimana efek lensa korektif tersebut terhadap
penglihatan pasien. 22,25

3.2.1. Menentukan lensa korektif spheris


Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan lensa korektif spheris
positif tertinggi atau lensa korektif minus terendah yang menghasilkan tajam
penglihatan terbaik. 22,25
Prosedur pemeriksaan :
Masing-masing mata diperiksa satu persatu. Pertama kali kita menambahkan
lensa spheris + 0.25 D, apabila pasien merasa penglihatan bertambah baik maka
kekuatan lensa ditingkatkan terus sampai pasien mengeluhkan kabur. Apabila
pasien merasa penglihatannya kabur dengan penambahan spheris + 0.25 D maka
kita menambahkan lensa spheris – 0.25 D sampai diperoleh tajam penglihatan
terbaik.22,25

3.2.2. Menentukan lensa korektif silinder


Untuk melakukan koreksi pada kelainan dengan refraksi astigmat dapat
dilakukan dengan metode astigmatic dial.

3.2.2.1. Metode astigmatic dial


Pada mata astigmat apabila melihat astigmatic dial maka akan tampak conoid
sturm.
Prosedur pemeriksaan :
Masing-masing mata diperiksa satu persatu. Pertama kali kita mengoreksi
tajam penglihatan sampai dicapai tajam penglihatan terbaik hanya dengan lensa
spheris. Fogging sampai 2 baris diatas visus terbaik dengan menambahkan lensa
spheris positif. Catat garis terhitam atau tertajam pada astigmatic dial. Tambahkan
lensa silinder negatif dengan axis tegak lurus arah garis tertajam pada astigmatic
dial sampai di capai visus terbaik.

KOREKSI TAJAM PENGLIHATAN DEKAT

Pasien usia di atas 40 tahun akan mengalami kesulitan melihat dekat


yang diakibatkan oleh penurunan akomodasi, sehingga perlu di tambahkan lensa
spheris positif untuk membantu penglihatan dekat. Lensa addisi ini perlu
ditambahkan pada pasien dengan usia di atas 40 tahun yang di mulai dari spheris
+ 1.00 Dioptri.
Penambahan lensa addisi :
Usia 40 tahun : S+1.00 D
Usia 45 tahun : S+1.50 D
Usia 50 tahun : S+2.00 D
Usia 55 tahun : S+2.50 D
Usia 60 tahun : S+3.00 D

Prosedur pemeriksaannya dengan meminta pasien membaca kartu jaeger dengan


jarak baca tanpa melepaskan lensa koreksi jauhnya, sampai di capai tajam
penglihatan dekat yang terbaik buat pasien.

Hasil akhir dari pemeriksaan refraksi kita catat distatus, sebagai contoh :
Tn Andi / 55 tahun
VOD: 20/40 cc S-1.50 C-0,5 x 90o  20/20
VOS : 20/25 cc S-0.50  20/20
Add : S+2.50D
Contoh penulisan resep kaca mata untuk pasien diatas :

Oculi Dextra Oculi Sinistra


Vitrum Vitrum Axis Vitrum Vitrum Axis
Spher Cylindr Spher Cylindr

Pro longin quitat -1.50 D -0.50 D 90 -0.50 D - -


Pro propin quitat +2.50 D - - + 2.50 D - -

Pupil Distant : 60/58

mm Pro : Tn. Andi

Umur : 55 Tahun

SKENARIO
Seorang pasien laki-laki usia 45 tahun datang ke poli mata rumah sakit anda
dengan keluhan kabur ketika
melihat jauh, kesulitan membaca atau melihat benda kecil harus dari dekat dan lekas
lelah ketika membaca buku. Lakukan pemeriksaan kelainan refraksi yang
diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. R. Decker, F.D. Koole. Visually Impaired Children’s Visual Characteristics


and Intellegence. Developmental medicine and Child Neurology. 1992,34, 123-
133
2. Hatton Deborah D., Bailey Donald B., Jr., Burchinal Margaret R, .Ferrell Kay
Alicyn. Developmental Growth Curves of Preschool Children with Vision
Impairments. Child Development, 2006 v68 n5 p788-806
3. American Academy of Pediatrics.Policy Statement. Organizational Principles
to Guide and Define the Child Health Care System and/or Improve the Health of
All Children. Eye Examination in Infants, Children, and Young Adults by
Pediatricians. Pediatrics Vol. 111 No. 4 April 2003
4. Serge Resnikoff, Donatella Pascolini, Silvio P Mariotti, Gopal P Pokharel.
Global magnitude of visual impairment caused by uncorrected refractive errors in
2004. Bulletin of the World Health Organization. Volume 86, Number 1, January
2008, p 63-70
5. Litbang Depkes. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Volume 2. 2004.
http://www.litbang.depkes.go.id/~surkesnas2 , Diakses: 28 September, 2009.
6. Daniel M Albert and Joan W Miller. Principles and Practice of
Ophthalmology. 3th edition. Section Pediatric Ophthalmology. Saunders Elsevier
Philadelpia 2008; 15: p.4133-4158.
7. Pamela F. Gallin. Pediatric Ophthalmology: A Clinical Guide. Theme Medical
Publisher, Inc. New York 2000, p. 1-29.
8. American Academy of Pediatrics, Section on Ophthalmology. Red Reflex
Examination in Neonates, Infants, and Children. Pediatrics 2008;122;1401-1404
9. Kenneth Weston Wright and Peter H. Spiegel. Pediatric ophthalmology and
strabismus. Springer-Verlag New York.Inc, 2nd edition 2003. p166.
10.American  Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus, Section 6, 2008. p.78-80.
11.Kenneth W. Wright, Peter H. Spiegel, Lisa S. Thompson. Handbook of
Pediatric Strabismus and Amblyopia Springer Science+Business Media, Inc.
2006. p. 93-123.
12.Daniel M Albert and Frederick Jacobiee. Principles and Practice of
ophthalmology Basic Sciences. WB Saunders Company 2008. p. 609-643
13.Robison D. Harley,Leonard B. Nelson,Scott E. Olitsky. Harley's pediatric
ophthalmology. Lippincot Williams & Wilkins, Philadelpia 2005. P. 84.
14.R T Mackie, D L McCulloch. Assessment of visual acuity in multiply
handicapped children. British Journal of Ophthalmology 2005; 79: 290-296
15.Ashok Garg, Marek E Prost, Rajvardhan Azad, dkk. Surgical and Medical
Management of Pediatric Ophthalmology Volume I, Jaypee Brothers Medical
Publisher, 2007.p.96-125
16.Ayman F. El-Shiaty. Visual Acuity Assessment in Children. Kasr El-Aini
Faculty of Medicine-Cairo University. Review. 2006 Volume 3, p.6-8
17.Robert H Duckman Visual development, diagnosis and treatment of the
pediatric patient. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia 2006.p.46-53
18.Amar Agarwal and Ashok Garg. Surgical and Medical management of
Pediatric Ophthalmology. Jaypee Brothers Medical Publisher, 2007, Volume 1.
p.34-53
19.J. Vernon Odom, Michael Bach, Mitchell Brigell. ISCEV standard for clinical
visual evoked potentials (2009 update) Doc Ophthalmol DOI 10.1007/s10633-
009-9195 Springer-Verlag 2009 p .4-10
20.Lynn Cyert, Velma Dobson,; Marjean Taylor Kulp, Maureen G. Maguire, dkk
Preschool Visual Acuity Screening with HOTV and Lea Symbols: Testability and
Between-Test Agreement. OPTOMETRY AND VISION SCIENCE American
Academy of Optometry 2004. VOL. 81, NO. 9, p. 678–683
21.R Becker, S Hübsch, M H Gräf, H Kaufmann. Examination of young children
with Lea symbols. Br J Ophthalmol 2006;86:p.513–516
22.American  Academy of Ophthalmology, Clinical Optics, Section 3, 2008. p.
125-147.
23.John M. Corboy, MD. The Retinoscopy Book : An Introductory Manual for
Eye Car Professionals. Fifth Edition. 2003. p. 1-121
24.Trusit Dave. Automated refraction Design and application. Clinical Review.
Arch. Ophthalmol. 2008. 115 (2):p.157-164.
25.A K Khurana. Comprehensive Ophthalmology, fourth edition. New Age
International (P) Lltd, 2007. p.547-557.
CHEK LIST PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN
DAN KOREKSI REFRAKSI
Skor
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Pemeriksa memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan prosedur
1
tindakan yang akan dilakukan
2 Mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan
Menggunakan ruangan dengan pencahayaan yang baik dan jauh dari
3
jendela
agar tidak silau
Meletakkan kartu Snellen sejajar dengan pandangan penderita pada
4
jarak 6
meter.
Mengukur jarak pupil kedua mata pada keadaan melihat dekat, dan
5
untuk
ukuran melihat jauh ditambahkan 2 mm.
6 Memasangkan trial frame. Mata yang tidak diperiksa ditutup dengan
occluder.

Pasien diminta untuk menyebutkan huruf-huruf yang tertera pada kartu


7 Snellen, mulai dari huruf terbesar (paling atas) sampai paling kecil (paling
bawah), yang masih bisa di baca oleh pasien.
Pemeriksa memperhatikan dengan seksama sampai dimana pasien
8 dapat
melihat dan membaca dengan jelas baris dengan huruf terkecil yang
tertera pada kartu Snellen, dan menentukan visus naturalisnya.
Apabila pasien tidak dapat menyebutkan huruf terbesar dari Snellen
9
Chart
maka dilakukan pemeriksaan dengan hitung jari
Apabila pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa maka dilakukan
10
pemeriksaan dengan lambaian tangan.
Apabila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan pemeriksa maka
11
dilakukan pemeriksaan dengan persepsi cahaya.
Menentukan visus pasien dengan benar
12
Apabila tajam penglihatan tidak 6/6 kemudian dilakukan pemeriksaan
10
dengan pin hole, bila tajam penglihatan maju, maka pasien mengalami
kelainan refraksi.
Koreksi dengan menggunakan lensa S+0.25 D, bila penglihatan bertambah
11 jelas maka tingkatkan sampai didapatkan penglihatan dengan koreksi
terbesar tetapi
pasien masih melihat dengan jelas.
Apabila dengan lensa S+0.25 D pasien penglihatannya bertambah kabur,
12 maka
ganti dengan lensa S-0.25 D. Koreksi sampai didapatkan tajam penglihatan
yang terbaik dengan koreksi yang terkecil.
Apabila dengan koreksi spheris maksimal belum didapatkan tajam
13
penglihatan
maksimal, kemungkinan pasien mengalami kelainan astigmat.
14 Lakukan koreksi dengan metode astigmat dial
15 Ulangi prosedur tersebut dengan cara yang sama pada mata yang
satunya
16 Apabila pasien usia di atas 40 tahun lakukan koreksi presbyopia.
17 Catat hasil pemeriksaan dan tuliskan resep kaca matanya

Anda mungkin juga menyukai