Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SEJARAH PEMINATAN
(KERAJAAN ACEH)
Diampu oleh: Purwanto, S.Pd

Oleh:
Kelompok 2
Kelas XI IPS 3

MAN 4 BANYUWANGI
Jl. H. Ichsan Desa Kesilir Kec. Siliragung Kab. Banyuwangi
2022
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata pelajaran Sejarah (Peminatan), dengan judul: "Kerajaan Aceh”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Pesanggaran, September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ iii
BAB II PERKEMBANGAN KERAJAAN MARITIM ISLAM DI INDONESIA
A. Kerajaan Aceh ................................................................................................................. 1
B. Aspek Bidang Politik ....................................................................................................... 3
C. Aspek Bidang Kebudayaan ............................................................................................. 3
D. Aspek Bidang Sosial dan Ekonomi ................................................................................. 4
E. Kesimpulan ...................................................................................................................... 4
Daftar Pustaka ..................................................................................................................................... 6
Daftar Anggota .................................................................................................................................... 7

iii
BAB II
PERKEMBANGAN KERAJAAN MARITIM ISLAM DI INDONESIA

A. Kerajaan Aceh
Pada abad ke-17, Kesultanan Aceh berada pada puncak kejayaan sehingga pengaruh agama
Islam tersebar secara luas dalam kehidupan masyarakat. Perkembangannya begitu pesat, hingga
akhirnya Aceh menjadi kiblat ilmu pengetahuan Islam.
Cikal bakal menjadi Kerajaan Aceh bermula dari adanya Kerajaan Indra Purba yang terletak di
Lamuri. Pada tahun 1059-1069 M, tentara China menyerang Kerajaan Indra Purba yang waktu itu
dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti. Ketika peperangan terjadi, Kerajaan Perlak sebagai sekutu dari
Kerajaan Indra Purba mengirimkan 300 pasukan, diantaranya terdapat pemuda kuat yang bernama
Meurah Johan yang memimpin pertempuran.
Akhirnya tentara China dapat dikalahkan dan diunsir mundur. Untuk membalas jasa Meurah
Johan, maka Maharaja Indra Sakti menikahkan anaknya dengan pemuda tersebut. Setelah itu, Meurah
Johan yang bergelar Sultan Alaidin Johan Shah menggantikan mertuanya yang telah wafat sebagai raja
di Kerajaan Indra Purba. Kemudian kerajaan tersebut berganti nama menjadi Kerajaan Darussalam
yang terletak di Bandar Darussalam.
Hingga akhirnya sampailah pada generasi ke 11, yaitu Sultan Ali Mughayat Shah. Dalam
perkembangannya, Sultan Ali Mughayat Shah lah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam, dimana awalnya
bernama Kerajaan Darussalam. Bukan hanya itu saja, Sultan Ali Mughyat Shah juga menyatukan
kerajaan-kerajaan kecil yang berhasil ditakhlukannya di bawah naungan Kerajaan Aceh.
Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah berjasa dalam melakukan perlawanan terhadap bangsa
Portugis yang tiba di Malaka. Oleh sebab itu, Sultan Ali Mughayat Shah membentuk angkatan laut dan
darat. Kemudian juga membuat dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh.
Sultan Ali Mughayat Shah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 12
Dzulhijah sekitar 17 agustus 1530 M. Kerajaan Aceh kemudian dipimpin oleh Sultan Salahuddin pada
tahun 1530-1539 M. Tak berlangsung lama pemerintahannya, akhirnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh
Sultan Alauddin Riayat Shah, anak dari Sultan Mughayat Shah.
Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Aceh mengalami penyerangan oleh Portugis yang
dibantu oleh Kerajaan Johor, Perak dan Pahang yang saat itu sedang memusuhi Aceh. Penyerangan
terus dilakukan hingga wafatnya Sultan Alauddin Riayat Shah. Kemudian kepemimpinan Kerajaan
Aceh digantikan oleh Sultan Husein Ali Riayat Shah.
Sultan Husein Ali Riayat Shah melakukan penyerangan terhadap Malaka yang diduduki
Portugis dengan 7000 tentara dan 90 armada kapal. Pasukan Aceh berhasil membakar Malaka bagian

1
2

selatan, namun penyerangannya ini dikatakan sia-sia saja. Sebab Malaka bertahan dan semakin
memiliki tekad untuk membumi hanguskan Kerajaan Aceh.
Kemudian Sultan Husein Ali Riayat Shah digantikan oleh anaknya Sultan Moeda. Ia dinobatkan
saat usianya masih belia yaitu, 4 bulan. Setelah menjabat kurang lebih 7 tahun, Sultan Moeda
dikabarkan wafat dan mengakhiri masa pemerintahannya. Oleh sebab itu, ia hanya dianggap sebagai
sultan bayangan, karena hanya memerintah dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, kepemimpinan Kerajaan Aceh dialihkan pada Sultan Sri Alam, anak dari
Sultan Alauddin Riayat Shah. Dikisahkan bahwa Sultan Sri Alam sangatlah kejam, hingga akhirnya
wafat karena dibunuh dalam waktu pemerintahannya yang sangat singkat. Selanjutnya Kerajaan Aceh
dipimpin oleh Sultan Zain Al Abidin.
Namun, sayangnya tak berlangsung lama dalam memerintah, Sultan Zain Al Abidin turun dari
tahtanya karena dinilai sangat kejam. Pada masa inilah, Aceh mengalami krisis dinasti. Hingga
akhirnya, Sultan Alauddin Mansur Shah dijadikan pemimpin. Ia adalah anak dari Sultan Ahmad dari
Kerajaan Perak.
Pada masa kepemimpinannya, Sultan Alauddin Mansur Shah harus dihadapkan oleh Kerajaan
Johor yang ingin menyerang Aceh. Waktu yang genting sekaligus krisis dinasti dalam masalah internal
Aceh, membuat Sultan Alauddin Mansur Shah tak bisa membendung serangan dari luar. Hal ini
mengakibatkan, kekalahan yang dialami serta armada Aceh yang berhasil dihancurkan Portugis di
depan Kedah.
Kemudian Sultan Alauddin Mansur Shah wafat karena dibunuh oleh prajuritnya sendiri yaitu
Sri Pada. Masa kepemimpinannya diteruskan oleh Sultan Buyong pada tahun 1586 M. Pada masa
kepemimpinannya, Sultan Buyong melakukan perdamaian da mengajak Kerajaan Johor untuk
bersekutu. Tak lama setelah itu, Sultan Buyong pun wafat dan digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat
Shah Al Mukhammil.
Saat Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil menjabat, banyak buku-buku Islam yang
diterbitkan. Yaitu karya sastra melayu diantaranya seperti Mirat Al Muminin, karangan Syams ud-Din.
Kemudian ada Mahkota para raja, karangan Bukhari Al Johari.
Setelah Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh
anaknya yaitu, Sultan Ali Riayat Shah. Namun, pada masa pemerintahannya terjadi banyak masalah
yang dialami oleh Kerajaan Aceh. Waktu itu Aceh mengalami krisis pangan, hingga banyak
menyebabkan rakyat kelaparan. Selain itu, portugis juga menyerang Aceh secara tiba-tiba dengan
armada Martin Affonse.
Akhirnya, masa kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda, yaitu sepupu dari
Sultan Ali Riayat Shah. Masa kepemimpinannya begitu gemilang, Kerajaan Aceh mengalami puncak
3

kejayaannya. Sultan Iskandar Muda berhasil menduduki wilayah timur seperti, Pasai, Pedir, Deli, Aru.
Sedangkan wilayah barat, ia menguasai Dya, Labu, Singkel, Priaman, Padang.
Tak hanya itu saja, Sultan Iskandar Muda juga berhasil menaklukan negara-negara luar di
Semenanjung Melayu seperti, Johor, Pahang, Perak, dan Kedah. Sultan Iskandar Muda juga berhasil
meneruskan perjuangan melawan Portugis sekaligus menguasai jalur perdagangan sebelah barat. Ia
memimpin Kerajaan Aceh selama 29 tahun dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa, hingga
mendapat julukan “Marhom Mahkota Alam”.
Selanjutnya, usai kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan
Iskandar Thani Alaaddin Moeghayar Shah pada tahun 1636 M, lalu Sultan Ahmad, Sultan Tadj al’alam
Safiat Alauddin Shah atau Putri Sri Alam, Sultan Noer alalam Nakiat addinSjah, Sultan Inayat Shah
Zakiat addin atau Putri Radjah Setia pada tahun 1678 M- 1688 M, Sultan Kamalat Shah pada tahun
1688-1699 M, Sultan Badr al’alam Syafir Hasjim Djamal Alauddin pada tahun 1699M-1702 M, Sultan
Perkasa Alam Syarif Lamtoei ibn Syarif Ibrahim pada tahun 1702 M-1703 M, Sultan Djaman al’alam
Badr al-Moenir pada tahun 1703 M- 1726 M.
Kemudian Sultan Djauhar al’alam Ama addin Shah yang meninggal 20 hari setelah
penobatannya, Sultan Shams al’alam atau Wandi Tebing, Sultan Alauddin Ahmad Shah atau Maharaja
Lela Melajo pada tahun 1727 M- 1735 M, Sultan Alauaddin Johan Shah atau Poejoe Aoek pada tahun
1735 M-1760 M, Sultan Mahmud Shah atau Tuanku Raja pada tahun 1760 M- 1781 M, Sultan
Alauddin Muhammad Shah atau Tuanku Mohammad pad tahun 1781 M- 1795 M, Sultan Alauddin
Jauhar al’alam Shah pada tahun 1795 M- 1824 M, Sultan Muhammad Shah atau Tuanku Darid.
B. Aspek Bidang Politik
Kehidupan politik kerajaan Aceh diawali dengan berdirinya kesultanan Islam ini pada tahun
1496 oleh tokoh bernama Sultan Ali Mughayat Syah. Pada awalnya letak kerajaan Aceh berdiri di
wilayah kerajaan Lamuri, kemudian pada perkembangan selanjutnya dapat menaklukkan wilayah di
sekitarnya seperti Nakur, Daya, Lidie dan Pedir.
Masa kejayaan kerajaan Aceh berlangsung pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda,
tepatnya pada tahun 1607 hingga 1636. Pada masa pemerintahannya, kesultanan Aceh berhasil
menaklukkan wilayah penghasil timah di Pahang. Pada masa ini juga armada kapal Aceh begitu
banyak, dibuktikan dari serangan yang dilakukan terhadap Portugis dengan 500 kapal dan 60 ribu
pasukan militer laut.
C. Aspek Bidang Kebudayaan
Untuk mengatur sistem kenegaraan Kerajaan Aceh, pada masa kekuasaan Sultan Iskandar
Muda disusunlah hukum adat yang dilandasi hukum islam yang disebut hukum adat Makuta Alam.
Dalam menjalankan kekuasaan sultan mendapat pengawasan dari alim ulama, kadi, dan dewan
4

kehakiman. Mereka bertugas memberi peringatan kepada sultan mengenai pelanggaran adat dan
hukum yang dilakukan.
Jiwa keagamaan sangat tertanam pada masyarakat Aceh yang mengandung jiwa merdeka.
Semangat persatuan dan semangat anti penjajahan sangat tertanam kuat menjadikan bangsa Aceh
adalah bangsa yang sulit ditaklukan oleh bangsa Belanda.
D. Aspek Bidang Sosial dan Ekonomi
Struktur sosial dari masyarakat Kerajaan Aceh terdiri dari:
a. Golongan teuku (kaum bangsawan yang memegang seluruh kekuasaan pemerintahan sipil),
b. Golongan teungku (kaum utama yang memegang seluruh peranan yang penting dalam
keagamaan),
c. Hulubalang atau Ulebalang (para pasukan kerajaan) dan rakyat biasa.
Penduduk Aceh mayoritas memeluk agama Islam dan kehidupan sehari-hari sangat
dipengaruhi Islam. Oleh karena itu, para ulama adalah salah satu sendi kehidupan dari masyarakat
Aceh. Kuatnya pengaruh Islam tampak dalam aspek sastra Aceh dan bahasa Aceh.
Kehidupan ekonomi di kerajaan Aceh bertumpu di bidang pelayaran dan perdagangan.
Perekonomian Aceh tumbuh pesat, sebab letaknya strategis di Selat Malaka. Selain itu, semakin
meluasnya pengaruh kerajaan Aceh dan hubungan-hubungan dengan pihak asing juga menjadi
faktor perkembangan ekonomi yang semakin maju.
Selain itu, perekonomian di Ibukota kerajaan juga tumbuh pesat, dibuktikan dengan sudah
adanya pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi. Di bidang pertanian, daerah Sedang Pidie
adalah lumbung bagi komoditas padi. Namun komoditas utama atau bisa dikatakan unggulan di
kesultanan Aceh yang diekspor ke luar adalah lada.
Dengan kemakmuran dan kemajuan dibidang perekonomian, kesultanan Aceh kemudian
tumbuh menjadi kerajaan Islam besar yang diperkuat oleh armada bersenjata yang besar dan kuat,
terutama armada lautnya.
E. Kesimpulan
Daerah Aceh yang terletak di bagian paling Barat gugusan kepulauan Nusantara,
menduduki posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perniagaan dan kebudayaan yang
menghubungkan Timur dan Barat sejak berabad-abad lampau.
Menurut catatan sejarah, Aceh adalah tempat pertama masuknya agama Islam di Indonesia
dan sebagai tempat timbulnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Peureulak dan Pasai.
Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya pada permulaan abad ke-17, pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
5

Kesultanan Aceh menjadi incaran bangsa Barat yang ditandai dengan penandatanganan
Traktat London dan Traktat Sumatera antara Inggris dan Belanda mengenai pengaturan
kepentingan mereka di Sumatera.
Berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintah pada masa lalu yang meniti k
beratkan pada sistem yang terpusat dipandang sebagai sumber bagi munculnya ketidakadilan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kondisi yang demikian ini memunculkan pergolakan .
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah Islam, cet 1, Yogyakarta: penerbit Ombak, 2011.
Abdullah, Taufik. Sejarah Sosial Umat Islam Indonesia, jakarta; Majelis Ulama Indonesia, 1991
Abdulgani, Roeslan. Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Djajadiningrat, Raden Hoesein. Kesultanan Aceh, Banda Aceh, Maret 1984, Museum Negeri Aceh.
Hadi, Amirul. Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi, Jakarta: Pustaka Obor Indonesia 2010.
Hasbullah, Moeflih. dan Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah, Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, Jakarta; Bulan Bintang, 1990.
H. Nasution, Harun, dkk. Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta, Penerbit Djambatan, 1992
Jurdi, Syariffuddin. Pemikiran Politik Islam Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).
Kasdi, Aminudin. Memahami Sejarah, Surabaya: Unesa University Press, 2008.
Kuntowijoyo, metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2005.
Lombard, Denys. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Jakarta, Kepustakaan
Populer Gramedia, 2006.
Lah Husny, M. Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Melayu- Pesir Deli Sumatera Timur, 1612-
1950, Jakarta; Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia Dan Daerah,1978
Madjid, M. Dien. Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar, cet1, Jakarta: Prenada Media Group, 2014.
Prof. DR. Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, cet.1, 1961.
Said, Mohammad, Aceh Sepanjang Abad jilid 1,(Medan, Waspada, 1981),
Syaefudin, Mahfud, dkk, Dinamika Peradaban Islam:Prespektif Historis, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu,
2013)
Sulasman, metodologi penelitiaan sejarah teori, metode, contoh aplikasi, Bandung: Pustaka Setia, 2014.
Suwondo, Bambang. 1977/1978, Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta, Balai Pustaka
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Ridyasmara, Rizki. Gerilya Salib di Serambi Mekah: Dari zaman Portugis hingga paska Tsunami, Cet.1,
(Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,2006).
Sufi, Rusdi. Pahlawan Nasional Sultan Iskanda Muda, (Jakarta: proyek Inventarisasi dan Dokumntasi
Sejarah Nasional, 1995)
Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta:Kanisius 1973.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, cet. VII Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Zuhri, Saefuddin. Sejarah Kebangkatan Islam Dan Perkembangannya Di Indonesia

6
DAFTAR ANGGOTA

1. Angelina Setia Rahayu


2. Daffa nurjihan Salsabila
3. Nabila Dwi Rahmawati
4. Naila Fauzia Rahmawati

Anda mungkin juga menyukai