Anda di halaman 1dari 3

Nama : Zubair Balango

Nim : 22111013
Prodi : Al-Ahwal Al-Syakhsiyah
Mata Kuliah : Ushul Fiqih

A. Pengertian Ushul Fiqh Secara Bahasa & Istilah


1. Ushul Fiqh Secara Bahasa
Ushul fiqh merupakan gabungan dari dua kata, yakni ushul yang berarti pokok, dasar,
pondasi, dan kata "fiqh" secara literal berarti paham atau mengerti tentang sesuatu,
kemudian mendapat tambahan ya’ nisbah yang berfungsi mengkategorikan atau
penjenisan.
2. Ushul Fiqh Secara istilah
Ialah Fiqh ialah pemahaman tentang hukum-hukum syarak yang berkenaan dengan
amaliah manusia yang diambil dari dalil-dali syarak yang terperinci. 1

B. Perbedaan Syariah, Fiqh dalam Hukum Islam


1. Syariah berasal dari Allah dan Rasul-Nya, sedang fikih berasal dari pemikiran manusia.
2. Syariah terdapat dalam al-Quran dan kitab-kitab hadis, sedang fikih terdapat dalam kitab-
kitab fikih.
3. Syariah bersifat fundamental dan mempunyai cakupan yang lebih luas, karena oleh
sebagian ahli dimasukkan juga aqidah dan akhlak, sedang fikih bersifat instrumental dan
cakupannya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia.
4. Syariah mempunyai kebenaran yang mutlak (absolut) dan berlaku abadi, sedang fikih
mempunyai kebenaran yang relatif dan bersifat dinamis.
5. Syariah hanya satu, sedang fikih lebih dari satu, seperti terlihat dalam mazhab-mazhab
fikih. Syariah menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang fikih menunjukkan keragaman
dalam Islam.2

C. Sumber Hukum Islam


1. Sumber Hukumn Islam yang disepakati
a. Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah (Kalamullah) yang diturunkan kepada Rasulullah tertulis dalam
mushhaf, ditukil dari Rasulullah secara mutawatir dengan tidak diragukan. Adapun
hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an, meliput:Hukum-hukum
I'tiqadiyyah, Hukum-hukum Khuluqiyyah, Hukum-hukum Amaliyah.3
2. Sunnah secara kamus berarti 'cara yang dibiasakan' atau cara yang terpuji. Sunnah lebih
umum disebut hadits yang mempunyai beberapa arti: dekat, baru, berita. seperti dalam
firman Allah Secara kamus menurut ulama ushul fiqh adalah semua yang bersumber dari
Nabi saw, selain Al-Qur'an baik berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan. 4

1
Abu Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Cet. Ke-27 (Beirut : Dar alMasyriq, 1987),
hlm. 591; Muhammad Sallam Madkur, Al-Fiqh al-Islami (Kairo : Maktabah Abdullah Wahbah, 1955), hlm. 44.
2
Djazuli. Ilmu Hukum Islam Fiqih; Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan (Jakarta: Prenada
Media, 2005
3
Zainudin Ali, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003) 106.
4
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih,(Jakarta: Pustaka Amani, 2010), 137.
D. Kaidah kebahasaan, Amm dan Khass: Amr dan Nahi dan Kaidah Lima (Al-Qawaid
Khams)
1. Amm dan Khass
Amm menurut bahasa ialah cakupan sesuatu baik lafaz atau selainnya. Sedangkan
menurut istilah ialah lafaz yang menunjukkan pada jumlah yang banyak dan satuan yang
termasuk dalam pengertiannya dalam satu makna yang berlaku. Adapun yang dimaksud
dengan satu makna yang berlaku yaitu lafaz yang tidak mengandung arti lain yang bisa
menggantikan makna tersebut (bukan musytarak). Sedangkan Khass ialah Khas menurut
bahasa ialah lawan daripada ‘âm. Sedangkan menurut istilah ialah suatu lafaz yang
menunjukkan arti tunggal yang menggunakan bentuk mufrad, baik pengertian itu
menunjuk pada jenis atau menunjuk macam atau juga menunjuk arti perorangan ataupun
isim jumlah.5
2. Amr dan Nahi
Amr secara bahasa terambil dari masdar yang artinya perintah Sedangkan menurut istilah
ada beberapa pendapat. Menurut Ibn Subki amr adalah tuntutan untuk berbuat, bukan
meninggalkan yang tidak memakai latar (tinggalkanlah) atau yang sejenisnya. 6
Sedangkan Nahy secara bahasa kebalikan dari amr, nahy bentuk masdar dari -‫ نھي‬-‫ینھي‬
‫نھیا‬yang artinya mencegah atau melarang, Sedangkan menurut istilah nahy adalah
ungkapan yang meminta agar suatu perbuatan dijauhi yang dikeluarkan oleh orang yang
kedudukanya lebih tinggi kepada orang yang kedudukanya lebih rendah. 7
3. Al- Qawaid Khams
Kaidah-kaidah yang dibentuk para ulama’ pada dasarnya berpangkal dan menginduk
kepada lima kaidah pokok. Kelima kaidah pokok inilah yang melahirkan bermacam-
macam kaidah yang bersifat cabang. Sebagian ulama’ menyebut kelima kaidah pokok
tersebut dengan istilah al qawa’id al-khams (kaidah-kaidah yang lima). Kelima kaidah
tersebut sangat masyhur di kalang madzhab al-Syafi’i khususnya dan dikalangan
madzhab-madzhab lain umumnya, meskipun urutannya tidak selalu sama. Kelima Kaidah
tersebut adalah : 1) segala Sesuatu Itu Tergantung Pada Tujuannya, 2) keyakinan tidak
bisa dihilangkakan daripada keraguan, 3) kesulitan itu menarik pada kemudahan 4)
kemadlaratan harus dihilangkan 5) kebiasaan dapat dijadikan suatu hukum.

E. Arti Ijtihad dan cara penyelesaian Taarudh Ak Adillah


1. Pengertian Itjihad
Kata ijtihad berasal dari kata berbahasa Arab “‫“ جهد‬yang berarti “pencurahan segala
kemampuan untuk memperoleh sesuatu dari berbagai urusan”. Ringkasnya, ijtihad berarti
“sungguh-sungguh” atau “bekerja keras dan gigih untuk mendapatkan sesuatu”.
Sedangkan secara teknis menurut Abdullahi Ahmed An-Na’im ijtihad berarti penggunaan
penalaran hukum secara independen untuk memberikan jawaban atas sesuatu masalah
ketika alQur’an dan al-Sunnah diam tidak memberi jawaban. 8
2. Cara penyelesaian Taarudh Ak Adillah
Cara penyelesaian Ta'arudl Al-Adillah menurut Syafi'yah, Malikiyah dan Zhahiriyah
adalah sebagai berikut :

5
Muhammad Amin Sahib, Lafaz Ditinjau Dari Segi Cakupannya (‘Âm - Khâs - Muthlaq - Muqayyad),
Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: hal 138 - 147
6
Ahmad. W. Munawwir, Al-Munawir, (Jakarta: Pustaka Praja, 1997), hal 38
7
Munawwir, Ahmad. W. (1997), Al-Munawir, Jakarta: Pustaka Praja. Hal 734
8
Abdullahi Ahmed an-Na’im, Dekonstruksi Syari’ah, terj. Ahmad Suaedy dan Amiruddin Arrani
(Yogyakarta: LkiS, 1994), hlm.54.
1. Jam'u wa al-taufiq, yaitu dengan cara mengompromikan kedua dalil tersebut.
Sedangkan cara mengompromikan keduanya ada tiga : a) Membagi hukum yang
bertentangan b) Memilih salah satu hukum c) Mengambil dalil yang lebih khusus.
2. Tarjih. Apabila yang pertama tidak bisa digunakan, maka menggunakan tarjih, yakni
menguatkan salah satu dalil.
3. Nasakh. Apabila cara kedua tidak bisa digunakan, maka menggunakan cara ketiga,
nasakh. Yaitu membatalkan salah satu hukum yang dikandung dalam kedua dalil
tersebut dengan syarat harus diketahui dulu mana dalil yang pertama dan mana dalil
yang datang kemudian.
4. atsaqut al-dalilaini. Apabila cara pertama, kedua dan ketiga tidak bisa ditempuh,
maka cara ini digunakan. Yaitu meninggalkan kedua dalil tersebut dan berijtihad
dengan dalil yang kwalitasnya lebih rendah.

F. Hukum Islam : Hukum, Hakim, Mahkum fihi, Mahkum Alaihi


1. Hukum
Sunaryati Hartono memberikan definisi mengenai Pengertian Hukum yaitu hukum itu
tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang, akan tetapi jika mengatur berbagai
aktivitas manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya, atau dengan kata lain
hukum mengatur berbagai aktivitas manusia di dalam hidup bermasyarakat. 9
2. Hakim
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang – undang
untuk mengadili (Pasal 1 ayat 8 KUHAP). Ayat 9, mengadili adalah serangkaian tindakan
hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas
bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang – udang ini.
3. Mahkum Fihi & Mahkum Alaihi
Yang dimaksud dengan mahkum fih adalah perbuatan seorang mukallaf yang berkaitan
dengan taklif/pembebanan. Taklif yang berasal dari Allah ditujukan pada manusia dalam
setiap perbuatan-perbuatannya. Tujuan dari taklif ini tidak lain adalah sebagai bentuk uji
coba/ ibtila’ dari Allah kepada para hambanya supaya dapat diketahui mana hamba yang
benar-benar taat dan mana hamba yang maksiat kepadaNya. Sedangkan Mahkum Alaihi
adalah Mahkum alaih adalah seorang mukallaf yang perbuatannya itu berkaitan dengan
hukum dari syari’.10

9
Teguh Prasetyo et.al. , Filsafat, Teori & Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakatrta, 2012,
hlm.125.
10
Isnu Cut Ali, Hukum, Hakim, Mahkum Fih Dan Mahkum ‘Alaih (Studi Pemahaman Dasar Ilmu
Hukum Islam), Al-Madãris VOL. 2, NO. 1, 2021, hal 85-86

Anda mungkin juga menyukai