Nim : 22111038
Prodi : Al-Ahwal Al-Syakhsiyah
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
1
Abdul Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-fiqh, Cet. IV (Bairut : Mu`assasah ar-Risalah, 1994), h. 78.
2
Abdul Wahhab Khallaf, Mashadir at-Tasyri’ fi ma la nashha Fih ( Kuwait : Dar al-Qalam, 1972) h.11.
3
A. Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, 1972, hlm. 11
4
Zainudin Ali, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003) 106.
5
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih,(Jakarta: Pustaka Amani, 2010), 137.
D. Kaidah kebahasaan, Amm dan Khass: Amr dan Nahi dan Kaidah Lima (Al-Qawaid
Khams)
1. Amm dan Khass
Amm menurut bahasa ialah cakupan sesuatu baik lafaz atau selainnya. Sedangkan
menurut istilah ialah lafaz yang menunjukkan pada jumlah yang banyak dan satuan yang
termasuk dalam pengertiannya dalam satu makna yang berlaku. Dan Khass adaalah Khas
menurut bahasa ialah lawan daripada ‘âm. Sedangkan menurut istilah ialah suatu lafaz
yang menunjukkan arti tunggal yang menggunakan bentuk mufrad, baik pengertian itu
menunjuk pada jenis atau menunjuk macam atau juga menunjuk arti perorangan ataupun
isim jumlah Singkatnya bahwa setiap lafaz yang menunjukkan arti tunggal itulah lafaz
khass6
2. Amr dan Nahi
Amr secara bahasa terambil dari masdar yang artinya perintah Sedangkan menurut istilah
ada beberapa pendapat. Menurut Ibn Subki amr adalah tuntutan untuk berbuat, bukan
meninggalkan yang tidak memakai latar (tinggalkanlah) atau yang sejenisnya. 7
Sedangkan Nahy secara bahasa kebalikan dari amr, nahy bentuk masdar dari yang artinya
mencegah atau melarang, Sedangkan menurut istilah nahy adalah ungkapan yang
meminta agar suatu perbuatan dijauhi yang dikeluarkan oleh orang yang kedudukanya
lebih tinggi kepada orang yang kedudukanya lebih rendah. 8
3. Al- Qawaid Khams
a. Perkara tergantung pada tujuanya
Kaidah ini menegaskan bahwa setiap amalan yang dilakukan seseorang akan sangat
tergantung dari niatnya. Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan dengan Keraguan
b. Kesempitan dapat mendatangkan Kemudahan
Maksudnya, apabila terdapat kesulitan dalam suatu hal, maka akan ada kemudahan
atas sesuatu yang sebelumnya baku.
c. Kemudharatan sebaiknya dihilangkan
Kaidah ketiga ini hadir dari observasi ulama terhadap hadits Rasulullah
d. Adat atau kebiasaan bisa menjadi landasan hukumIslam sangat menghargai budaya
atau adat yang dianggap baik. Termasuk di dalam kaidah fiqh ini adalah penetapan
masa haid, besaran nafkah, kualitas bahan makanan untuk kafarat, dan akad jual beli.
6
Muhammad Amin Sahib, LAFAZ Ditinjau Dari Segi Cakupannya (‘Âm - Khâs - Muthlaq -
Muqayyad), Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 138 - 147
7
Ahmad. W. Munawwir, Al-Munawir, (Jakarta: Pustaka Praja, 1997), hal 38
8
Munawwir, Ahmad. W. (1997), Al-Munawir, Jakarta: Pustaka Praja. Hal 734
9
A. Hanafi, Pengantar dan sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 162.
Apabila pertentangan terjadi antara dua nash, para ulama Hanafiyah berpendapat
bahwa metode-metode yang digunakan dalam menyelesaikannya secara sistematis
adalah sebagai berikut:
a. Nasakh, Dari metode ini seorang mujtahid harus melacak sejarah dari kedua nash,
dan ketika sudah diketahui mana yang lebih dahulu datang dan mana yang datang
kemudian, maka nash yang datang kemudian hukumnya menasakh yang terdahulu.
b. Tarjih, adalah menguatkan salah satu dalil dari dua dalil yang bertentangan
berdasarkan beberapa qorinah yang mendukung ketetapan tersebut.
c. Al-Jam wa al-Taufiq, yaitu mengompromikan dalil-dalil yang bertentangan setelah
mengumpulkan keduanya.10
10
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, dari Kawasan Jazirah Arab sampai Indonesia (Bandung:
Pustaka setia, 2007), h 83.
11
Isnu Cut Ali, Hukum, Hakim, Mahkum Fih Dan Mahkum ‘Alaih (Studi Pemahaman Dasar Ilmu
Hukum Islam), Al-Madãris VOL. 2, NO. 1, 2021, hal 76-86