Anda di halaman 1dari 12

OPTIMASI HIDROLISAT PROTEIN IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.

) DENGAN RESPONSE
SURFACE METHODOLOGY
Laksito B1
1
Department of Fish Products Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science,
Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto S. H., Semarang,
Central Java, Indonesia, 1269
2
Laboratory of Food Science and Technology, Faculty of Agro-Industry, Prince of Songkla
University 15 Karnjanavanich Rd., Hat Yai, Songkhla, Thailand 90110

putut.riyadi@live.undip.ac.id

Abstract. Mackerel (Rastrelliger sp.) is a widely distributed epipelagic species in South East
Asia. Mackerel has a high amount nutrient such as protein (20,83 %) and fat (1,03 %). The
high amount of protein and low amount of fat will allow it to be used as a material to produce a
good protein hydrolysate. The aim of this study is to determine the optimal enzymatic
hydrolysis conditions (time, temperature, and pH) using Response Surface Methodology
(RSM). Mackerel Protein Hydrolysate (MPH) was prepared using commercial Flavourzyme.
Optimization of MPH was performed by employing Box Behnken Design method of RSM.
SN-TCA method was used to calculate the degree of hydrolysis (DH) which is the key
parameter in hydrolysis reaction. Optimum hydrolysis conditions were obtained at pH 7,
temperature 55oC and 60 minutes of process. Under these conditions the DH obtained was
17.7293 % with 4% enzyme to substrate ratio. The suggested model for the hydrolysis process
is quadratic with the desirability factor of 1. The MPH was further assessed for its amino acid
composition using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The hydrolysis process
increases the amino acid amounts namely L-Glutamic Acid (19,77%), L-Valin (14,20%), L-
Aspartic Acid (11,42%), Glycine (11,04%), L-Alanin (14,20%), L-Prolin (16,80%), and L-
Histidin (27,06%). The study suggested that mackerel muscle can be considered to be utilized
as fish protein hydrolysis material.
Keywords: Optimization, Mackerel, Protein Hydrolysate, Response Surface Methodology.
1. Pendahuluan
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) merupakan ikan yang termasuk dalam famili Scrombridae yang memiliki
tubuh kecil, meramping, dan pipih tidak seperti ikan-ikan kerabatnya seperti tuna dan tongkol yang memiliki
ukuran yang lebih besar. Ikan kembung merupakan ikan dengan nilai ekonomis menengah karena banyak
nelayan yang menangkap ikan jenis ini untuk dijual secara lokal dan pada umumnya pengolahan produk dari
ikan ini masih cenderung sederhana seperti dijadikan bahan baku pindang dan ikan asin. Berdasarkan statistik
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) (2018), data statistik sektoral produksi ikan kembung secara tahunan
mencapai 360.676,96 ton per tahun dengan provinsi tertinggi adalah Kalimantan Selatan sebesar 31.732 ton per
tahun dan Jawa Tengah berada pada peringkat ke-7 terbaayak dengan hasil produksi tahunan mencapai
23.740,85 ton per tahun. Jumlah ikan kembung yang banyak ini dapat dijadikan potensi untuk pengembangan
sebagai produk dengan nilai tambah yang lebih dibandingkan dengan proses pengelohan tradisional seperti
pembuatan hidrolisat protein ikan.
Hidrolisat protein yaitu produk akhir dari hidrolisis protein untuk dapat berlangsung secara alami, sebagai
akibat. Hidrolisis protein menghasilkan pemecahan protein menjadi molekul rantai pendek seperti peptida dan
asam amino. Karena sifat antibakteri dan antioksidan dari asam amino terhidrolisis, hidrolisat protein dalam
industri makanan biasanya digunakan sebagai suplemen untuk memberi nutrisi pada makanan, sebagai
pengemulsi, dan juga dapat berfungsi sebagai pengawet. Menurut Kusumangtyas et al. (2015), antioksidan
peptida dalam hidrolisat juga meningkat dengan adanya asam amino dengan aktivitas antioksidan yang kuat,
seperti metionin, sistein, lisin, dan leusin. Proses pembuatan hidrolisat dilakukan dengan proses hidrolsis dari
komponen protein produk.
Proses menghidrolisis protein menjadi komponen kimia yang lebih mendasar. Protein terdiri dari rantai
peptida, yang terdiri dari susunan asam amino. Proses hidrolisis dapat memecah rantai peptida dengan
penambahan molekul air tersebut sehingga protein kembali menjadi komponen-komponen penyusunnya. Proses
ini dapat dipercepat dengan perlakuan seperti penambahan katalis enzim dan atau dengan pemberian perlakuan
asam atau basa. Menurut See et al. (2011), salah satu metode paling efektif dalam ekstraksi protein adalah
dengan pembuatan protein melalui proses hidrolisis secara enzimatis. Proses ini banyak dilakukan untuk
meningkatkan karakteristik fungsional dan nutrisi dari protein ikan. Katalis enzim yang banyak digunakan dalam
proses hidrolisis adalah enzim katalase namun belum banyak penelitian yang mengoptimasi proses hidrolisis
untuk menghasilkan produk dengan hasil optimal, salah satu metode yang dapat digunakan adalah Response
Surface Methodology (RSM). Menurut Nair et al. (2014), RSM merupakan kumpulan perhitungan matematis
dan statistic yang dibuat untuk desain eksperimen, pembuatan model matematika, mengevaluasi efek beberapa
factor, dan memperoleh kondisi optimum dari respons dengan jumlah percobaan yang terbatas. Sekarang ini
RSM banyak diaplikasikan pada berbagai bidang seperti elektronika, biotek, penerbangan, dsb.
Ikan kembung merupakan ikan ekonomis menengah dan sebagaian besar pengolahan produksi ikan
kembung masih bersifat tradisional. Kandungan protein yang dimiliki oleh ikan kembung dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku hidrolisat protein ikan untuk memberikan nilai tambah. Menurut Badan Ketahanan Pangan
Provinsi DIY (2013) di dalam Thariq et al. (2014), Makarel memiliki nilai gizi yang sangat tinggi; Misalnya,
setiap 100 gram daging ikan kembung mengandung 76% air, 22 gram protein, 1 gram lemak, 20 miligram
kalsium, 200 miligram fosfor, 1 gram besi, 30 mikrogram vitamin A, dan 0,05 miligram vitamin B1. Hidrolisat
protein ikan diproduksi melalui proses hidrolisis untuk memecah komponen protein menjadi komponen
penyusunya yaitu asam amino. Proses hidrolisis ini dapat dipercepat dengan pemberian perlakuan asam dan atau
basa, dan juga penambahan enzim katalisator. Enzim katalisator yang dapat digunakan dalam proses ini adalah
enzim bromealin, enzim papain, dan enzim katalase. Menurut Elvarasan et al. (2013), berbagai macam enzim
seperti alkalse, bromealin, flavoryzme, dan protamex telah digunakan untuk menghasilkan hidrolisa yang
memiliki karakteristik fungsional dan sifat antioksidan. Di Indonesia, terdapat tiga spesies ikan kembung: R.
kanagurta, R. branchysoma, dan R. faughni. Dibandingkan spesies lain, R. kanagurta memiliki tingkat kematian
yang cukup tinggi. Di Indo-Pasifik, R. kanagurta adalah ikan umum yang biasanya dikumpulkan dengan jaring
insang (Sampaga et al., 2019). Ikan pelagis kecil dengan nilai ekonomi sedang, makarel dianggap sebagai
sumber daya berharga oleh nelayan setempat. Produk utama dalam perikanan skala kecil, ikan kembung
merupakan spesies ikan yang penting secara komersial yang sering ditemukan di perairan pesisir (zona neritik)
(Anggreini et al., 2014).
Flavourzyme merupakan salah satu enzim protease yang mampu menghidrolisis protein menjadi komponen
asam amino sehingga karakteristik fungsional dan antioksidan dari hidrolisa protein ikan akan meningkat.
Kondisi perlakuan seperti perlakuan pada pH asam dan basa akan mempengaruhi laju hidrolisis dari hidrolisa
protein ikan dan karakteristik fungsional yang dihasilkan. Selain itu, suhu dan waktu hidrolisis yang optimal juga
akan mempengaruhi produk akhir hasil hidrolisis. Menurut Koesomawardana et al. (2011), pada saat hidrolisis
memiliki pH optimum yaitu pH dimana S/t setiap saat selalu lebih besar dari pada pH lainnya. Suhu yang lebih
tinggi mempercepat proses kimiawi, tetapi juga menyebabkan denaturasi enzim (pada suhu 70 oC, sebagian besar
enzim menjadi tidak aktif). Suhu ideal selalu didasarkan pada waktu saat ini. hidrolisis protein ikan kembung
yang ideal.
Enzim proteolitik ditambahkan pada ikan untuk mempercepat proses hidrolisis terkendali, menghasilkan
produk cair yang disebut hidrolisat protein ikan (HPI), yang mengandung berbagai komponen protein. Untuk
meningkatkan konsumsi protein, hidrolisat protein ikan dapat dikonsumsi baik sebagai suplemen makanan atau
dalam bentuk alami. Ini karena hidrolisat protein ikan dapat memecah protein ikan menjadi peptida yang lebih
kecil, yang biasanya terdiri dari 2–20 asam amino (Nurmilmala et al. 2018).
2. Bahan dan Metode
2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat protein Ikan Kembung adalah Timbangan analitik,
Kjedahl, Water bath, Gelas Beker, Destruktor, Corong, Blender, Labu Ukur, Pipet tetes, Kompor Gas,
Sentrifuge, dan High Performance Liquid Chromatographer. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
hidrolisat protein adalah ikan kembung yang didapatkan dari Pasar Ikan Pasar Kobong, Semarang. Bahan
tambahan untuk mengolah hidrolisat protein adalah ikan kembung, flavourzyme, Aquades, NaOH 1N, HCL 1N,
TCA 20%, dan H2SO4.

2.2. Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam pengolahan hidrolsat protein ikan kembung dengan penambahan
enzim flavourzyme adalah menggunakan metode experimental laboratories yaitu metode untuk mendapatkan
data dengan melakukan percobaan di laboratorium. Pada penelitian ini ada variabel terikat dan variable bebas
yang sudah ditentukan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah waktu, suhu, dan pH proses hidrolisis,
sedangkan untuk variable bebasnya adalah persentase derajat hidrolisis, kandungan profil asam amino, nilai
proksimat sampel.

2.3. Persiapan Ikan Kembung


Ikan Kembung yang digunakan dalam pembuatan hidrolisat protein adalah Ikan Kembung yang memiliki
berat 100-200 gram. Ikan kembung dibeli dari Pasar Ikan Pasar Kobong, Semarang. Ikan Kembung beku
dicairkan dengan air dan dicuci sampai bersih. Ikan kembung kemudian diambil dagingnya dengan teknik single
fillet dan dipotong ke ukuran yang lebih kecil. Berat daging berkisar antara 70-80 gram per ikan. Daging ikan
kembung yang sudah bersih dapat digunakan untuk proses pembuatan hidrolisat protein.

2.4. Pembuatan Hidrolisat Protein Ikan Kembung


Pembuatan hidrolisat protein menggunakan metode hidrolisis enzimatis mengacu Roslan et al., (2014).
yang dimodifikasi menggunakan ikan kembung. Langkah awal pembuatan hidrolisat protein adalah daging ikan
kembung ditambahkan akuades dengan rasio 1:4 dan ditambahkan dengan flavourzyme dengan konsentrasi 4%
dari volume total campuran daging ikan kembung dan akuades. Campuran antara daging ikan kembung,
akuades, dan flavourzyme kemudian diblender sampai halus dan homogen. Proses hidrolisis menggunakan water
bath dengan suhu 45-650 C selama 30-90 menit dan pH 6-8. Untuk menonaktifkan enzim, hidrolisat juga
dipanaskan pada suhu 80 0C selama 20 menit.Sampel kemudian disentrifugasi selama 20 menit pada 3000 rpm
dengan tujuan untuk memisahkan supernatan dan natan. Hidrolisis protein ikan cair dibekukan untuk dikirimkan
ke tempat pengujian derajat hidrolisis (DH) dan hasil yang dengan DH terbaik diuji analisa proksimat dan profil
asam amino.

3. Result and Discussion


3.1 Analisa Proksimat Sampel Daging Ikan Kembung
Tabel 3.1. Analisa Proksimat Sampel Daging Ikan Kembung
Kadar
Kandungan Kadar Air Kadar Protein
Lemak
Persentase
53,55 1,03 20,83
(%)
Berdasarkan analisa proksimat yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ikan kembung sampel
memiliki kandungan protein yang tinggi yakni sebesar 20,83% dan kandungan lemak yang rendah 1,03%
sehingga tidak perlu dilakukannya pre-treatment pada sampel dan dapat menghasilkan hidrolisat protein dengan
kandungan yang tinggi pula. Menurut Nurhayati et al. (2014), kandungan lemak yang cukup tinggi dapat
mempengaruhi proses hidrolisis sehingga diperlukan pembuangan komponen. Pembuangan komponen lemak
dimaksudkan agar proses hidrolisis berlangsung secara optimal dan mejaga kestabilan produk selama
penyimpanan. Hali ini juga dibutkikan oleh penelitan yang dilakukan Annisa et al. (2017) yang menunjukkan
dari 3 jenis ikan (ikan bandeng, ikan nila, dan ikan cucut) yang diujikan, ikan dengan kadar protein tertinggi
menghasilkan hidrolisat protein ikan dengan kadar protein yang tertinggi pula

3.2 Analisa Respons DH


Rancangan Percobaan Box-Behnken Design menghasilkan 17 perlakuan perocbaan. Perlakuan dengan
faktor suhu, waktu, dan pH yang berbeda akan mempengaruhi hasil respons derajat hidrolisis hidrolisat protein
ikan yang terbentuk. Respon derajat hidrolisis 17 perlukan disajikan berikut.
Tabel 3.2 Respon Derajat Hidrolisis
Faktor Respon
No
pH Temperatur (oC) Waktu (Jam) Derajad Hidrolisis (%)
1 7 65 1,5 17,3737
2 6 65 1 14,9129
3 7 55 1 17,7293
4 8 45 1 15,5132
5 8 65 1 14,7373
6 7 45 1,5 16,8132
7 6 55 0,5 14,4912
Lanjutan Tabel 4.2. Respon Derajat Hidrolisis
8 6 55 1,5 15,5192
9 8 55 0,5 15,3812
10 6 45 1 13,3292
11 7 45 0,5 16,2313
12 7 55 1 17,5112
13 7 65 0,5 16,6717
14 7 55 1 17,6681
15 7 55 1 17,4321
16 8 55 1,5 15,2813
17 7 55 1 17,6123
Derajat hidrolisis (DH) adalah metrik pengukuran yang menunjukkan betapa mudahnya protein dapat
dihidrolisis menjadi peptida atau asam amino yang lebih kecil. Besar atau kecilnya nilai derajat hidrolisis akan
menunjukkan seberapa banyak protein yang berhasil dihidrolisis. Nilai DH tertinggi terlihat pada perlakuan
dengan faktor pH 7, suhu 55oC, dan wakt uselama hidrolisis selama 1 jam dengan nilai DH sebesar 17,7293%.
Perbedaan faktor kondisi hidrolsis seperti pH, waktu, dan suhu akan sangat mempengaruhi Nilai DH yang
dihasilkan karena kondisi lingkungan tersebut akan mempengaruhi aktivitas enzim Menurut O’Dwyer et al.
(2022), tiap protease memiliki kondisi lingkungan tertentu untuk mencapai proses hidrolisis yang optimal. Pada
saat suhu meningkat proses denaturasi akan terjadi dan enzim protease akan menjadi inaktif. Selain itu protease
juga sensitif terhadap pH.
Nilai derajat hidrolisis terendah terdapat pada perlakuan dengan nilai pH 6, suhu 45 oC dan waktu
perlakuan selama 1 jam dengan nilai DH sebesar 13,3292 %. Selain dari faktor lingkungan penggunaan enzim
yang berbeda juga akan mempengaruhi nilai DH. Hasil temuan Sherrif et al. (2014) menemukan pada hidrolisat
ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) dengan enzim pepsin menghasilkan nilai DH pada kisaran 14,3 % - 25,9
%, sedangkan DH hidrolisat dengan penambahan enzim papain menghasilkan nilai DH antara 11,8 % - 19,9 %.
Selain perbedaan enzim yang digunakan, penelitian tersebut menggunakan waktu proses yang lebih lama hingga
6 jam yang juga mempengaruhi nilai DH hidrolisat ikan kembung. Menurut Siddik et al. (2020), parameter yang
mempengaruhi kualtias dan fungsi dari sebuah hidrolisat meliputi tipe enzim, konsentrasi enzim, pH, dan suhu
penting untuk dioptimalisasi.
Dalam studi ini enzim yang berperan sebagai katalisator adalah flavourzyme. Menurut Alahmad K. et
al. (2022), flavourzyme adalah enzim yang berasal dari jamur Aspergillus oryzae, enzim ini memliki
karakteristik yang baik dalam membuat asam amino, memeccah peptide, dan terbukti dapat mempengaruhi sifat
bioaktif senyawa seperti kandungan antioksidan dan antimikroba. Flavourzyme merupakan gabungan dari exo
dan endopeptidase yang dapat memecah rantai peptiida yang terdapat dalam molekul protein.

3.3 Model Respon Derajat Hidrolisis


Analisis model respon DH dilakukan dengan program Design Expert 13. Pemilihan model respon DH
terdiri atas 3 tahapan perhitungan statistik yaitu Sequential model of square, lack of fit test sesuaian), dan model
summary statistics.
Tabel 3.3 Model Responden Sequential Model of Sum Square
Mean
Source Sum of Squares df F-Value p-Value
Square
Mean vs Total 4422,95 1 4422,95
Linear Vs Mean 1,91 3 0,6351 0,3044 0,8217
2 FI vs Linear 1,71 3 0,5712 0,2248 0,8770
Quadratic vs
25,10 3 8,37 190,43 <0,0001 Suggested
2FI
Cubic vs
0,2504 3 0,0835 5,84 0,606 Aliased
Quadratic
Residual 0,0571 4 0,0143
Total 4451,98 17 261,88
Berdasarkan Sequential Model of Sum Square, model yang disarankan untuk dipilih adalah Quadratic
vs 2FI. Model ini dipilih karena nilai p-Value terkecil (<0,0001) dan F Value terbesar yang berarti faktor-
faktor/variabel bebas dalam percobaan memiliki efek terhadap varibel terikat percobaan. Menurut Peng et al.
(2020), apabila nilai dari F> 1 dan nilai P<0,05 maka model yang digunakan valid.
Tabel 3.4. Model Respon berdasarkan Lack of Fit Test
Sum of
Source df Mean Square F-Value p-Value
Squares
Linear 27,06 9 3,01 210,51 <0,0001
<0,,000
2FI 25,35 6 4,23 295,77
1
Quadratic 0,2504 3 0,0835 5,84 0,0606 Suggested
Cubic 0,0000 0 Aliased
Pure Error 0,0571 4 0,0143
Dari tabel Lack of Fit Test menunjukan model yang memiliki ketidaksesuaian minimal adalah model
Quadratic dengan nilai 0,0606. Hal ini dapat diketahui dari nilai p-Value yang lebih besar dari 0,005 yang
menunjukkan bahwa model Quadratic tidak memiliki ketidaksesuaian yang besar. Menurut Ruangmee dan
Sangwichien. (2013), ketidaksesuaian yang tidak berbeda nyata nilai p> 0,05 dan kesusaian parameter lain
yang berbeda nyata (nilai p< 0,05) mengindikasikan kesesuaian model yang digunakan.

Tabel 3.5. Model Respon Berdasarkan Summary of Statistic


Source Std. Dev R2 Adjusted R2 Predicted R2 PRESS
0,065
Linear 1,44 -0,1500 -0,5995 46,43
6
0,124
2FI 0,0296 -0,4005 -2,0160 87,55
7
Quadrati 0,989
0,2096 0,9758 0,8589 4,10 Suggested
c 4
0,998
Cubic 0,1195 0,9921 * Aliased
0
Berdasarkan Summary of Statistic menunjukan bahwa model yang dipilih adalah model Quadratic. Hal
ini ditunjukkan dari nilai R2 sebesar 0,9894 yang menunjukkan keragaman data merupakan pengaruh dari
variabel bebas peneilitian (suhu, pH, dan waktu) terhadap variabel terikat (DH) dan semakin besar R 2 semakin
signfikan pengaruh variabel bebas. Menurut Saleem et al. (2020), Nilai R2 memiliki kisaran antara 0 dan 1 dan
biasanya dinyatakan dalam bentuk presentase. Nilai R 2 dengan kisaran 0,3 < r < 0,5 dianggap rendah, kisaran 0,5
< r < 0,7 dianggap moderat, dan r > 0,7 dianggap tinggi. Dari tabel 3.5 diperoleh nilai model Quadratic sebesar
sebesar 4,10 pda kolom PRESS. Menurut Madondo et al. (20222), PRESS digunakan untuk menghitung variasi
error. Umumnya nilai PRESS kecil akan mengindikasikan model regresi yang paling cocok dan nilai press yang
tinggi akan mengindikasikan model regresi yang tidak sesuai.

3.4 Analisis Sidik Ragam Respon Derajat Hidrolisis


Berdasarkan pengujian statistik sebelumnya diketahui bahwa model yang digunakan adalah model
Quadratic. Hasil analisis sidik ragam disajikan berikut.
Tabel 3.6 ANOVA Respon Derajat Hidrolisis
Sum of
Source Df Mean Square F-Value p-Value
Squares
Model 28,72 9 3,19 72,63 <0,0001 Significant
A-pH 0,8847 1 0,8847 2,014 0,0028
B-Temperatur 0,4089 1 0,4089 9,31 0,0186
C-Waktu 0,6116 1 0,6116 13,92 0,0073
AB 1,39 1 1,39 31,68 0,0008
AC 0,3180 1 0,3180 7,24 0,0311
BC 0,0036 1 0,036 0,0821 0,7828
A2 22,00 1 22,00 500,75 0,0001
B2 1,96 1 1,96 44,52 0,0003
C2 0,0785 1 0,0785 1,79 0,2232
Residual 0,3076 7 0,0439
Lack Of Fit 0,2504 3 0,00835 5,84 0,0606 Not Significant
Pure Error 0,0571 4 0,0143
Cor Total 29,03 16
Hasil Analisa Sidik Ragam (ANOVA) dari model Quadratic dinyatakan berbeda nyata hal ini dapat
dilihat dari nilai p-Value sebesar <0,0001 dan lebih kecil dari 0,05. Variabel A (pH), Variabel B (temperatur),
dan Variabel C (waktu) ketiganya memiliki nilai p Value lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa
ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel terikat (DH).
Nilai lack of fit pada tabel ANOVA bernilai sebesar 0,0606 yang menunjukkan nilai tersebut tidak
siginifkan/berbeda nyata (> 0,05) dan model yang digunakan baik. Menurut Mojiono dan Sholehah (2020),
parameter lack of yang diinginkan adalah yang tidak signifkan/berbedanya dengan nilai di atas 0,05.
Tabel 3.7. Fit Statistics Model Respon Derajat Hidrolisis
Kategori Nilai Kategori Nilai
Std. Dev. 0,2096 R2 0,9894
Mean 16,13 Adjusted R2 0,9758
C.V. % 1,30 Predicted R2 0,8589
Adeq Precision 25,6032

Berdasarkan Tabel 4.7. dapat diketahui bahwa nilai R 2 tinggi (0,9894) karena nilai 0,9894 mendekati 1.
Selisih atara Adjusted R2 (0,9758) dan Predicted R2 (0,8589) lebih kecil dari 0,2 (0,1169) yang menunjukkan
hasil respon baik. Menurut Igwilo et al. (2022), nilai selisih 0,2 antara adjusted R2 dengan Predicted R2
menunjukkan kecocokan model.
Nilai Adeq Precision Berdasarkan tabel tersebut, model dapat digunakan karena memiliki nilai lebih
dari 4 (25,03) yang menunjukkan tingkat presisi yang tinggi. Menurut Ganapathy et al. (2011), Adeq Precision
mengukur signal to noise ratio. Secara umum apabila nilai Adeq Precision sudah lebih dari 4 sehingga akurat.
Model regresi yang didapatkan yaitu:
2 2 2
DH =17,59+0,0326 × A+ 0,02261× B+ 0,2765× C−0,5899× AB−0,2820 × AC +0,0300 × BC−A −B −C
DH : Derajat Hidrolisis (%)
A : pH
B : Temperatur (oC)
C : Waktu (jam)
Persamaan tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara varibel bebas (pH, temperatur, dan
waktu) terhdap varibel terikat (derajat hidrolisis) yang signifikan. Berdasarkan persamaan tersebut dapat
diindikasikan bahwa kenaikan variabel bebas hingga titik optimal akan memberikan kenaikan terhadap variabel
terikat. Noviyanti dkk. (2012) menemukan bahwa suhu berdampak pada aktivitas enzim. Reaksi enzimatik
terjadi perlahan pada suhu rendah; ketika suhu naik, mereka bergerak lebih cepat sampai laju reaksi mencapai
maksimum pada suhu ideal. Enzim akan terdenaturasi dan laju proses enzimatik akan melambat jika suhu
dinaikkan di atas suhu ideal.

3.5 Normalitas Sebaran Data Respon Derajat Hidrolisis

Gambar 3.1. Grafik Normal Plot of Reidual


Dari gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa Sebagian besar titik beradad mendekati garis lurus merah.
Hal ini menujukkan residual normal. Menurut Radhwan et al. (2019), grafik normal plot of residuals adalah
salah satu Teknik yang digunakan untuk menentukan data terdistribusi normal atau tidak. Data akan terdistribusi
secara normal jika mendekati garis lurus.

3.6 Model Graph


Hubungan antar faktor dan respon dapat dilihat di grafik kontur dan grafik permukaan respon (3D
Surface). Hubungan antara pH dan temperature, yaitu:
a. b.
Gambar 3.2 a. Grafik kontur dan b. Grafik permukaan respon (3D Surface) faktor pH dan temperatur terhadap
respon derajat hidrolisis.
Grafik kontur plot merupakan sebuah grafik yang menunjukkan interaksi antar faktor terhdap respon
yang dapat dilihat pada garis-garis grafik tersebut dan warna menunjukkan seberapa besar interaksi antar faktor
terhadap respon. Menurut Nurmiah et al. (2013), berbagai warna grafik plot kontur menunjukkan nilai reaksi.
Warna merah menampilkan reaksi tertinggi, sedangkan warna biru menampilkan reaksi terendah.
Berdasarkan kedua grafik tersebut juga dapat diketahui bahwa pH dan temperatur akan mempengaruhi
nilai Derajat Hidrolisis. Hal ini dibuktikan oleh Amalia et al. (2013) yang meneliti aktivitas enzimatik enzim
lipase yang mana aktivitasnya akan meningkat seiring dengan bertambahnya suhu dan pH, namun apabila sudah
melebihi titik optimumnya aktivitas enzimatik akan mengalami penurunan.
Enzim flavourzyme merupakan enzim protease berasal dari mikroorganisme yang efektif untuk
memecah rantai peptida pada sebuah protein. Menurut Yuniarti et al. (2021) terdapat beberapa enzim protease
yang berasal dari mikroba seperti Alkalase, Neutrase, Protamex, dan Flavourzyme yang akan menghasilkan
derajat hdirolisis yang berbeda. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2018) pada
hidrolisis daging itik untuk memecah senyawa protein menjadi senyawa peptida yang memiliki komponen
bioaktif sebagai antioksidan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, daging yang dihidrolisis dengan
flavorzyme memiliki sifat antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan daging itik yang tidak dihidrolisis.
Hubungan antara pH dan Waktu terhadap respon derajat hidrolisis yaitu sebagai berikut.

a. b.
Gambar 3.3 a. Grafik kontur dan b. Grafik permukaan respon (3D Surface) faktor pH dan waktu terhadap respon
derajat hidrolisis.
Berdasarkan kedua grafik tersebut juga dapat diketahui bahwa pH dan dan waktu akan mempengaruhi
nilai Derajat Hidrolisis.

(a) (b)
Gambar 3.4. (a) Grafik Kontur (b) Grafik permukaan respon (3D Surface) Faktor pH dan Temperatur terhadap
Respon Derajat Hidrolisis.
Berdasarkan kedua grafik tersebut juga dapat diketahui bahwa pH dan dan temperatur akan
mempengaruhi nilai Derajat Hidrolisis karena proses enzimatik sangat bergantung pada kondisi lingkungan
seperti pH dan temperatur.
3.7 Penentuan Titik Optimum Respon Derajat Hidrolisis
Faktor terkontrol dalam optimalisasi respon derajat hidrolisis meliputi pH, waktu, dan temperatur.
Kriteria dari masing-masing faktor dan respon yang dikehendaki dapat dilihat pada tabel 3.8
Tabel 3.8. Kriteria Faktor dan Respon yang Diinginkan
Upper Lower Upper Importanc
Name Goal Lower Limit
Limit Weight Weight e
pH In Range 6 8 1 1 3
Temperatur In Range 45 65 1 1 3
Waktu In Range 0,5 1,5 1 1 3
DH Rata-Rata Maximize 13,3292 17,7293 1 1 3
StdErr(DH) None 0,09937402 0,181527 1 1 3
Berdasarkan tabel 3.8. faktor yang dapat dikendalikan berada di antara batas dan batas batas bawah
yang sudah ditentukan. Batas bawah 6 dan batas atas untuk faktro pH adalah 6 dan 8, batas bawah dan atas untuk
faktor temperature adalah 45 dan 65, batas bawah untuk faktor waktu adalah 0,5 dan 1,5. Respon derajat
hidrolisis yang diingikan adalah maksimal. Program Design Expert 13 memberikan 100 solusi optimasi yang
dapat dilihat pada tabel 3.9.
Tabel 3.9. Solusi Optimasi
Waktu
No pH Temperatur (oC) DH (%) StdErr Desirability
(Jam)
1 6,936 57,929 1,463 17,743 0,119 1.000
Berdasarkan prediksi program Design Expert 13 solusi yang dipilih adalah perlakuan dengan pH
6,936, temperatur 57,929cC dan waktu 1,463 jam. Solusi ini akan diprediksi menghasilkan DH sebesar 17,743%.
Solusi ini dipilih karena memiliki desirability 1 yang menunjukkan fungsi optimal yang baik. Menurut Roslan et
al. (2020), apabila nilai desirability mendekati angka 1 maka kondisi faktor-faktor tersebut yang paling tepat
untuk mencapai DH yang optimal.

3.8 Analisa Profil Asam Amino


Tabel 3.10. Profil Asam Amino Daging dan Hidrolisat Protein Ikan Kembung
Daging Ikan Kebung HPI ADJ
Asam Amino (mg/kg) (mg/kg) Selisih (mg/kg) Persentase
L-Serin 7210,76 6375,470989 -835,2890105 -11,58%
L-Asam Glutamat 24437,16 29269,26354 4832,103537 19,77%
L-Fenialanin 6122,58 6286,625558 164,0455579 2,68%
L-Isoleusin 8287,73 7903,296674 -384,4333263 -4,64%
L-Valin 9095,69 9142,791305 47,10130526 0,52%
L-Alanin 9974,98 11391,02802 1416,048021 14,20%
L-Arginin 8426,89 7179,289726 -1247,600274 -14,80%
Glisin 7336,14 8146,371811 810,2318105 11,04%
L-Lisin 17991,88 17340,42684 -651,4531579 -3,62%
L-Asam Aspartat 15584,36 17364,32653 1779,966526 11,42%
L-Leusin 13647,97 14013,45924 365,4892421 2,68%
L-Tirosin 4416,75 3894,552211 -522,1977895 -11,82%
L-Prolin 4830,82 5642,474253 811,6542526 16,80%
L-Treonin 9123,2 7630,796421 -1492,403579 -16,36%
L-Histidin 6019,67 7648,469032 1628,799032 27,06%
Analisa asam amino dilakukan pada sampel dengan nilai DH terbaik. Asam amino adalah komponen
penyusun protein. Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus amino (-NH2) dan gugus
karboksil (-COOH) dalam strukturnya, dan dapat dihubungkan bersama oleh ikatan peptida untuk membentuk
polipeptida, yang merupakan prekursor protein. Terdapat 20 jenis asam amino yang umumnya ditemukan dalam
protein, masing-masing dengan kombinasi sifat yang unik. Beberapa asam amino ini dapat disintesis oleh tubuh
atau disebut juga sebagai asam amino non esensial, sementara yang lain harus diperoleh dari makanan dan oleh
karena itu disebut sebagai asam amino esensial. Menurut Sari et al. (2017) Asam amino esensial adalah asam
amino yang tidak dibuat oleh tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein. Asam amino non esensial
merupakan asam amino yang dapat dibuat oleh tubuh manusia. Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-
asam amino yang terkandung dalam proteinnya.
Berdasarkan hasil analisa asam amino yang dilakukan, asam amino non esensial dengan peningkatan
tertinggi adalah Asam Glutamat dengan nilai sebesar 4832,103537 mg/kg. Menurut Samuels (2020), Asam
amino yang paling lazim dalam makanan manusia, asam L-glutamat (juga dikenal sebagai glutamat), juga
merupakan neurotransmitter rangsang utama di otak. Asam amino ini, yang merupakan bagian dari protein dan
neurotransmitter, sangat penting untuk mempertahankan proses biologis yang normal. Namun ketika hadir secara
berlebihan di luar protein sebagai asam amino tunggal, asam glutamat menjadi excitotoxic (dapat merusak sel
saraf). Pendapat tersebut diperkuat oleh Dutta et al. (2013) menunjuka untuk asam glutamat berada di bawah
kelompok utama neurotransmiter. Asam Amino ini merupakan neurotransmitter kerja utama otak. Senyawa ini
meningkatkan fungsi otak dan aktivitas mental dengan cara mendetoksifikasi otak dari amonia dengan
melampirkan dirinya sendiri ke atom nitrogen di otak dan juga membantu dalam transportasi kalium melintasi
sawar darah otak. dapat disimpulkan bahwa glutamat terlibat dalam fungsi kognitif seperti belajar dan memori
di otak, meskipun jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan saraf yang terkait dengan penyakit
seperti sklerosis lateral amyotrophic, lathyrism, dan penyakit Alzheimer.
Asam glutamat memiliki kegunaan sebagai bahan penyedap rasa, rasa yang ditimbulkan dari asam
glutamat adalah rasa gurih atau lebih dikenal sebagai umami. Menurut Jinap dan Hajep (2010), bahan tambahan
pangan yang memberikan efek umami dikategorikan sebagai penyedap rasa, diantaranya adalah senyawa-
senyawa garam glutamate seperti monosodium glutamat dan monopotassium glutamat. Penggunaan glutamat
secara berlebih tidak membuat makanan menjadi lebih sedap bahkan dapat merusak rasa. Umumnya penggunaan
asam glutamat memiliki reaksi positif terhadap rasa pada makanan yang bersifat asin dan asam, dan penmabahan
optimum asam glutamat pada makanan umumnya berkisar antara 0,1-0,8%.

4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian yang telah
dilakukan yaitau (a) berdasarkan analisis Response Suraface Methodolgy dengan Box-Behnken Method dapat
diketahui faktor suhu, waktu, dan pH pada saat hidrolsis memiliki perbedaan nyata terhdap derajat hidrolisis
sampel hidrolisat protein ikan kembung, dan kondisi optimum dapat dicapai pada pH 6,936 ; suhu 57,929 oC;
waktu 1,463 jam dengan nilai desirability sebesar 1,00 dan (b) Menurut temuan studi asam amino, terjadi
pergeseran jumlah 15 jenis asam amino yang berbeda, dengan asam glutamat mengalami kenaikan terbesar pada
4832.103537 mg/kg. Saran yang dapat diberikan pada penilitan ini adalah dilakukannya penilitan lebih lanjut
mengenai faktor lain konsentrasi enzim, perbandingan enzim terhadap substrat terhadap hasil derajat hidrolisis
yang akan diperoleh dan dilakukannya pembuatan hidrolisat dari bagian lain ikan kembung yang memiliki nilai
ekonomis yang lebih rendah seperti jeroan dan kulit untuk mengetahui potensi lebih lanjut dari hidrolisat ikan
kembung.

5 Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro.

6 Daftar Pustaka
Anggreini, A. P., S. S. Astuti, I. Miftahudin, P. I. Novita, dan D. G. R. Wiadnya. 2017. Uji Selektivitas Alat
Tangkap Gillnet Millenium terhadap Hasil Tangkapan Ikan Kembung (Rastrelliger Brachysoma).
Journal of Fisheries and Marine Science. 1(1):24-30.

Annisa, S., Y. S. Darmanto, dan U. Amalia. Pengaruh Perbedaan Spesies Ikan Terhdap Hidrolisat Portein Ikan
dengan Penambahan Enzim Papain. IJFST. 13(13):24-30.

Association of Official Analytical Chemists (AOAC). Official Methods of Analysis of AOAC International, 17th
ed.; AOAC International: Gaithersburg, MD, USA, 2000.

Chalamaiah, M., B. D. Kumar, R. Hemalatha, T. Jyothimayi. 2012. Fish Protein Hydrolysates: Proximate
Composition, Amino Acid Composition, Antioxidant Activities and Applications: A Review. 2012.
Food Chemistry. 135:3021-3037
Darawati, M., A. E Yunianto, T. H. Doloksaribut, AAASP. Chandradewi. Formulasi Food Bar berbasis Pangan
Lokal Tinggi Asam Amino Esensial untuk Anak Balita Stunting. Aceh. Nutri.J. 6(2):163-172.

Dutta, S., S. Ray, K. Nagarajan. 2013. Glutamic Acid as Anticanacer Agent: An Overview. Saudi
Pharmaceutical Journal. 21:337-343.

Elvarasan K., V. N. Kumar, dan B. A. Shamasundar. 2013. Antioxidant and Functional Properties of Fish
Protein Hydrolysates from Fresh Water Carp (Catla catla) as Influenced by The Nature of Enzyme.
Journal of Food Processing and Preservation. 2013. 1-8.

Fontoulakis, M. dan H. W. Lahm. 1998. Hydrolysis and Amino Acid Composition Analysis of Proteins. Journal
of Chromatography. 826:109-134.

Ganapathy, T., R. O. Gakhar, K. Murugesan. 2011. Optimzation of Peformance Parameter of Diesel Engine with
Jatropha Biodiesel Using Response Surface Methodology. International Journal of Sustainable
Energy. 1-15.

Halim, N. R. A., H. M. Yusof, dan N. M. Sarbon. 2016. Functional and Bioactive Properties of Fish Protein
Hydrolysates and Peptides: A Comprehensive Review. Trends in Food Science & Technology. 51:24-
33.

Igwilo, C. N., C. N. Ude, dan M. I. Onoh. 2022. Evaluation of RSM and ANFIS Modeling Perfomance in
Fermentable Sugar Production from Enzymatic Hydrolysis of Colocynthis vulgaris shard Seeds Shell.
Egyptian Journal of Petroleum. 31:31-36.

Ishak, N. H., dan N. M. Sarbon. 2017. A Review of Protein Hydrolysates and Bioactive Peptides Deriving from
Wastes Generated by Fish Processing. Food Bioprocess Technol. 11:2-16.

Jinap, S. dan P. Hajep. 2010. Glutamate. Its Applications in Food and Contribution to Health. Appetite. 55:1-10.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2018. Statistik KKP. Online at


https://statistik.kkp.go.id/home.php?m=total_ikan&i=2#panel-footer. Di akses pada 8 Februari 2023.

Koesoemawardani, D., F. Nuarainy, dan S. Hidayati. 2011. Proses Pembuatan Hidrolisat Protein Ikan Rucah.
Jurnal Natur Indonesia. 13(3):256-261.

Kusumaningtyas, E., R. Widiastuti, H. D. Kusumaningrum, dan M. T. Suhartono. 2015 Aktivitas Antibakteri dan
Antioksidan Hidrolisat Hasil Hidrolisis Protein Susu Kambing dengan Ekstrak Kasar Bromelin. J.
Teknol dan Industri Pangan. 26(2):179-188.

Madondo, I. N., S. Rathilal, dan B. F. Bakare. 2022. Utilization of Response Surface Methodology in
Optimization and Modelling of a Microbial Electrolysis Cell for Wastewater Treatment Using Box-
Behnken Design Method. Catalyst. 12(9):1-20.

Mojiono dan D. N. Sholehah. 2020. Optimasi Ekstraksi Pati Jagung Madura-3 Berdasarkan Lama Perendaman
dan Konsentrasi NaOH. REKAYASA. 13(2):118-124.

Nair, A. T., A. R. Makwana, dan M. M. Ahammed. 2014. The Use of Response Surface Methodology for
Modelling and Analysis of Water and Wastewater Treatment Processes : a Review. Water Science &
Technology 69(3):464-478.

Noviyanti, T., P. Ardiningsih, dan W. Rahmalia. 2012. Pengaruh Temeperatur terhadap Aktivitas Enzim
Protease dari Daun Sansakng (Pycnarrhena caulifora Diels). JKK. 1(1):45-48.

Nurhayati, T. E. Salamah, Cholifah, dan R. Nugraha. 2014. Optimasi Proses Pembuatan Hidrolisat Jeroan Ikan
Kakap Putih. JPHPI. 17(1):42-52.
Nurilmala, M. T. Nurhayati, dan R. Roskananda. 2018. Limabh Industri Filet Ikan Patin untuk Hidrolisat
Protein. JPHPI. 21(2):287-293.

Nurmiah, S., R. Syarief, Sukarno, R. Peranginangin, dan B. Nurtama. 2013. Aplikasi Response Surafce
Methodolgy pada Optimalisasi Kondisi Pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC). JPB Kelautan dan
Perikanan. 8(1):9-22.

O’Dwyer, M. V., A. W. Sahin, E. K. Arendt, E. Zannini. 2022. Enzymatic Hydrolysis of Pulse Proteins as a Toll
to Improve Techno-Functional Properties. Foods. 11(9):1-25.

Ooi, D., S. Iqbal dan Maznah Ismail. Proximate Composition, Nutrional Attributes and Minenral Composition of
Pepromia pellucida L. (Ketumpangan Air) Grown in Malaysia. 2012. Molecules. 17:11139-11145.

Peng, Y. U. Khaled, A. A. A. A. Al-Rashed, R. Meer, M. Goodarzi, dan M. M. Sarafraz. 2020. Potential


Appllication of Response Surface Methodology (RSM) for the Prediction and Optimization of
Thermal Conductivity of Aqueous CUO (II) nanofluid: A Statistical Approach and Experimental
Validation. Physica A. 554:1-9.

Persulessy, E. R., F. K. Lembang, dan H. Djidin. 2016. Penilaian Caran Mengajar Menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (Studi Kasus: Jurusan Matematika FMIPA UNPATTI). Barekeng Jurnal Ilmu
Matematika dan Terapan. 10(1):9-16.

Prahadina, V. D., M. Boer, dan A. Fahrudin. 2015. Sumberdaya Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta Cuvier
1817) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten. Marine Fisheries. 6(2):169-
175.

Radhwan, H., Z. Syahfull, M. R. Farizuan, M. S. M. Effendi, dan A. R. Irfan. 2019. Optimization Parameter
Effects on the Quality Surface Finish of the Three Dimensional Printing (3D Printing) Fused
Deposition Modeling Using RSM. AIP Conference Proceedings. 2129:1-7.

Riyadi, P. H., E. Suprayitno, Aulanni’am, dan T. D. Sulistiati. Optimization of Protein Hydrolysate from
Visceral Waste of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) by Response Surface Mtehodology. 2019.
AACL Bioflux. 12(6):2347-2358.

Roslan, J., S. M. M. Kamal, K. F. M. Yunos, dan N. Abdullah. 2014. Optimization of Enzymatic Hydrolysis of
Tilapia Muscle (Orechromis niloticus) using Response Surface Methodology (RSM). Sains
Malaysiana. 43(11):1715-1723.

Ruangmee, A. dan C. Sangwichien. 2013. Response Surface Optimization of Enzymatic Hydrolysis of Narrow-
Leaf Cattail for Bioethanol Production. Energy Conversion and Management. 73:381-388.

Said, K. A. M., dan M. A. M. Amin. 2015. Overview on the Response Surface Methodology (RSM) in
Extraction Processes. Journal of Applied Science & Process Engineering. 2(1):8-17.

Sampaga, L. O. T., A. I. Nur, dan M. Tajuddah. 2019. Kajian Ekologi dan Pengelolan Ikan Kembung (Ratreliger
kanaguarta) di Selat Tiworo. 3(2):52-59.

Samuels, A. 2020. Dose Dependent Toxicity of Glutamic Acid: A Review. International Journal of Food
Properties. 23(1):412-419.

Sari, E. M., M. Nurimala, dan A. Abdullah. 2017. Profil Asam Amino dan Senyawa Bioaktif Kuda Laut
Hippocampus comes. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 9(2):605-617.

See, S. F., L. L. Hoo, dan A. S. Babji. 2011. Optimization of Enzymatic Hydrolysis of Salmon (Salmo salar)
Skin by Alcalase. International Food Research Journal. 18(4):1359-1364.
Thariq, A. S., F. Swastawati, danT. Surti. 2014. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Garam pada Peda Ikan
Kembung (Rastreliger neglectus) terhadap Kandungan Asam Glutamat Pemberi Rasa Gurih (Umami).
2014. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(3):104-111.

Vidal, A. R., T. E. Ferreira, R. O. Mello, M. M. Schmidt, E. H. Kubota, I. M. Demiate, A. A. F. Zielinski, dan R.


C. P. Dornelles. 2018. Effects of Enzymatic Hydrolysis (Flvaourzyme) Assisted by Ultrasound in the
Strutural and Functional Properties of Hydrolyzates from Different Bovine Collagens. Food Science
and Technology. 38(1):103-108.

Wang, D., M. Zhang, Ye Zou, Z. Sun, dan Weimin Xu. 2018. Optimization of Flavourzyme Hydrolysis
Condition for the Preparation of Antioxidant Peptides from Duck Meat Using Response Surface
Methodology. JPSA. 55(3):217-223.

Yi, D., Q. Lin, P. W. Johns. (2021). Estimation of Degree of Hydrolysis of Protein Hydrolysates by Size
Exclusion Chromatography. Food Analytical Methods. 14:805-813.

Yuniarti, T., A. Prayudi, L. Supenti, H. Suhrawardan, dan P. Martosuyono. 2022. Produksi dan Profil Kimia
Hidrolisat Protein dari Hasil Samping Pengolahan Udang Segar. Jurnal Perikanan Universitas Gajah
Mada. 23(1):63-69.

Yust, M. M., M. M. Linares, J. M. A. Hidalgo, F. Millan, dan J. Pedroche. 2012. Hydrolysis of Chickpea
Proteins with Flavourzyme Immobilized on Glyoxyl-Agarose Gels Improves Functional Properties.
Food Scince and Technology International. 19(3):217-223.

Anda mungkin juga menyukai