Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Teori-Teori Psikologi Dan Aplikasinya Dalam Pendidikan


Dosen Pengampu: Bpk. Maid ‘Ainul Ghury,M.Pd

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Psikologi Pendidikan

Disusun oleh

Eko agus prayoga

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH(STIT)NU SUMBER

AGUNG KEC.BUAY MADANG TIMUR KAB.OKU TIMUR

PROVINSI SUMATERA SELATAN


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”
Teori-teori Psikologi dan Aplikasinya Dalam Pendidikan: Teroi Kognitif dan
Teori Humanistik ”.
Makalah ini kami buat guna memenuhi penyelesaian tugas pada mata
kuliah Psikologi Pendidikan, di samping sebagai salah satu keterlibatan kami
dalam pelajaran Psikologi Pendidikan yaitu menyediakan bahan perkuliahan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami tentu saja tidak dapat
menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami dengan segala kerendahan hati
meminta maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna
perbaikan dan penyempurnaan ke depannya.
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga materi yang
ada dalam makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Sumedangsari, 13oktober,2022

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3. Tujuan................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
2.      Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya.................................................8
3.      Teori Belajar Bermakna Ausubel........................................................................9
4.      Teori Belajar “Cognitive-Field” dari Lewin.......................................................11
BAB III...............................................................................................................................15
PENUTUP..........................................................................................................................15
1.4. KESIMPULAN....................................................................................................15
1.5. SARAN..............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendidik, mereka harus


memiliki dasar empiris yang kuat untuk mendukung profesi mereka sebagai
pengajar. Kenyataan yang ada, kurikulum yang selama ini diajarkan di sekolah
menengah kurang mampu mempersiapkan siswa untuk masuk ke perguruan
tinggi. Kemudian kurangnya pemahaman akan pentingnya relevansi pendidikan
untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan budaya, serta bagaimana bentuk
pengajaran untuk siswa dengan beragam kemampuan intelektual.
Jerome S. Bruner, seorang peneliti terkemuka, memberikan beberapa
gambaran tentang perlunya teori pembelajaran untuk mendukung proses
pembelajaran di dalam kelas, serta beberapa contoh praktis untuk dapat menjadi
bekal persiapan profesionalitas para guru.
Berdasarkan penelitian Jerome S.Bruner, menjelaskan bahwa dari segi
psikologis dan dari desain kurikulum pembalajaran sangatlah minim dibahas
tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya
terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas
tentang teori perkembangan, seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap
tantangan sosial dan bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami
anak ketika berada di masyarakat. Masih banyak contoh-contoh lain, bagaimana
sebuah teori pembelajaran tidak menyentuh aspek sosial dari murud, dan hal ini
merupakan bentuk pembodohan secara intelektual dan tidak memiliki
tangungjawab moral.
Dari permasalahan di atas, kita menyadari bahwa, sebuah teori
pembelajaran sebaiknya juga menyangkut suatu praktek untuk membimbing
seseorang bagaimana caranya siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan,
pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat sekitarnya.
Akan hal itu, perlu adanya penjelasan dan pembahasan terkait dengan teori
pembelajaran. Agar lebih spesifik dan terfokus, dalam makalah ini akan hanya
akan menguraikan dan menjelaskan dua pembelajaran yaitu humanistik dan

1
kognitif. Dan dari penjelasan ini nantinya diharapkan bisa memberikan
pemahaman yang utuh dan dapat diterabelajaran yang dijadikan sebagai
pemahaman dasar dalam pembelajaran diharapkan siswa dapat menerima
pembelajaran yang akan kita sampaikan dengan baik.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu teori humanistik ?


2. Apa itu teori kognitif ?
3. Bagaimana aplikasi teori humanistik dan kognitif dalam pendidikan ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui apa itu teori humanistik.


2. Mengetahui apa itu teori kognitif.
3. Mengetahui aplikasi teori humanistik dan kognitif dalam pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Teori Humanistik
Psikologi humanistik berusaha memahami tingkah laku individu dari sudut
pandang pelaku, bukan dari pengamat. Menurut aliran ini tingkah laku individu
ditentukan oleh individu itu sendiri (Mustaqin, Psikologi Pendidikan). Proses
belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini
menekankan pada isi dan proses belajar dan pada kenyataanya teori ini lebih
banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam  bentuk yang paling
ideal. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam  bentuknya yang paling ideal
daripada belajar apa adanya yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses  belajar
dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa harus berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori ini berusaha memahami  perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang  pengamatnya (Sugihartono, dkk,
Psikologi Pendidikan).
  Pendidik harus memperhatikan pendidikan lebih responsif terhadap
kebutuhan kasih sayang (affective) siswa. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan
yang berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap,  predisposisi, dan moral
(Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan).
  Pendekatan humanistik pada umumnya mempunyai pandangan yang ideal
yang lebih manusiawi, pribadi, dan  berpusat pada siswa yang menolak terhadap
pendidikan tradisional yang lebih berpusat pada guru. Para ahli teori belajar
pendekatan ini yaitu:
a. Arthur Combs Tokoh ini menjelaskan bagaimana persepsi ahli-ahli psikologi
dalam memandang tingkah laku. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang
penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya.
Untuk mengerti orang lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang
dia lihat, dan untuk menentukan  bagaimana orang berpikir, merasa tentang

3
dia atau tentang dunianya (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran).
b. Maslow Tokoh ini berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia.
Kebutuhan untuk tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa
survive atau mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan
yang paling penting. Jika manusia secara fisik terpernuhi kebutuhannya dan
merasa aman, mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih
tinggi, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga
diri dalam kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang akan
kembali mencari kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual,
penghargaan estetis, dan akhirnya  self-actualization (Hamzah B. Uno,
Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran). 
c. Rogers Melalui bukunya Freedom to Learn and Freedom to Learn for the
80’s, menganjurkan pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat
belajar dan mengajar lebih manusiawi, lebih personal, dan  berarti. Prinsip-
prinsip penting belajar humanistik menurut Rogers yaitu keinginan untuk
belajar (The Desire to Learn), belajar secara signifikan (Significant
Learning), belajar tanpa ancaman (Learning Without Threat), belajar atas
inisiatif sendiri (Self-initiated Learning), belajar dan berubah (Learning and
Change) (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).
d. Bloom dan Krathwohl Mereka membagi penguasaan siswa dalam belajar
menjadi tiga: 1) Kognitif, yang terdiri dari enam tingkatan, yaitu:
pengetahuan (mengingat dan menghafal), pemahaman (menginterpretasikan),
aplikasi (penggunaan konsep untuk memecahkan masalah), analisis
(menjabarkan suatu konsep), sintesis (menggabungkan bagian- bagian konsep
menjadi suatu kesatuan yang utuh), evaluasi (membandingkan nilai, ide,
metode dan lain-lain). 2) Afektif yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu
pengenalan (ingin menerima dan sadar akan adanya sesuatu), merespons
(aktif  berpartisipasi), penghargaan (menerima nilai-nilai dan setia kepada
nilai-nilai tertentu), mengorganisasian yaitu menghubungkan nilai yang
dipercaya), pengamalan (menjadikan nilai sebagai bagian pola hidupnya). 3)

4
Psikomotor yaitu peniruan (menirukan gerak), penggunaan (menggunakan
konsep untuk melakukan gerak), ketepatan (melakukan gerak dengan benar),
perangkaian (melakukan  beberapa gerakan sekaligus), naturalisasi
(melakukan gerak secara wajar). Taksonomi Bloom ini berhasil memberi
inspirasi kepada  banyak pakar untuk mengembangkan teori belajar dan
pembelajaran. Taksonomi ini banyak membantu praktisi pendidikan untuk
memformulasikan tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami,
operasional, serta dapat diukur. Teori ini dijadikan pedoman untuk membuat
butir soal ujian (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran).
e. Kolb Ia membagi tahapan belajar menjadi empat tahapan yaitu: 1)
Pengalaman konkret. Pada tahap pertama dan paling dini ini, siswa hanya
mampu mengalami suatu kejadian. 2) Pengamatan aktif dan reflektif. Pada
tahap kedua ini, siswa mampu mengadakan observasi aktif dan memahami
terhadap kejadian itu. 3) Konseptualisasi. Tahap ketiga ini, siswa mulai
belajar membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah
diamatinya. 4) Eksperimentasi aktif. Pada tahap akhir ini, siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Siklus belajar
semacam ini terjadi secara  berkesinambungan dan berlangsung di luar
kesadaran siswa sehingga sulit ditentukan kapan beralihnya, tetapi ada garis
tegas antara tahap satu dengan tahap lain (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru
dalam Psikologi Pembelajaran).
f. Honey dan Mumford Mereka membagi tipe siswa menjadi empat macam: 1)
Siswa tipe aktivis adalah yang suka melibatkan diri pada pengalaman  baru
dan cenderung berpikiran terbuka serta mudah diajak berdialog. 2) Siswa
dengan tipe reflektor sangat berhati-hati mengambil langkah. 3) Siswa dengan
tipe teoris sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat
atau penilaian yang sifatnya subjektif. 4) Siswa tipe pragmatis menaruh
perhatian besar pada aspek praktis. Siswa tipe ini tidak suka berlarut-larut
dalam membahas aspek teoritis filosofis karena lebih baik praktiknya
(Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).

5
g. Habermas (tokoh yang dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan
maupun dengan sesama manusia) Tipe belajar dibagi menjadi: 1) Tipe belajar
teknis, belajar berinteraksi dengan alam sekelilingnya. 2) Tipe belajar
praktis,belajar berinteraksi dengan orang disekelilingnya. 3) Tipe belajar
emansipatoris berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran tentang
perubahan kultural suatu lingkungan. Pemahaman kesadaran terhadap
perubahan kultural menjadi tahapan terpenting karena dianggap sebagai
tujuan pendidikan yang paling tinggi (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran).

2.2 Teori Kognitif

Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses


mental termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan
belajar. Bidang psikologi kognitif sangat luas, tetapi umumnya dimulai
dengan melihat bagaimana masukan sensori berubah menjadi keyakinan dan
tindakan melalui proses kognisi.
Istilah psikologi kognitif diciptakan oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam
sebuah bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi kognitif
mengakui otak menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem
fisik murni yang bekerja (meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum
alam dan kekuatan sebab dan akibat. Pandangan ini disebut fungsionalisme
kausal atau fungsionalisme.
1.      Teori Belajar Piaget
Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang
sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir
khususnya proses berpikir pada anak.
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya
menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan
muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap
amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut
adalah:

6
a.       Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit
memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang,
mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka
mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa
kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut
mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu
pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa
selimutnya akan bergeser darinya.

b.      Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)


Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu
untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas.
Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu
mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh
egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan
yang berbeda dengannya.

c.       Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)


Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis.
Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu
menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-
anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai
sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh
pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa
harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat
mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat
kesalahan.

d.      Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)

7
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir
mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat
memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat
mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan
ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang
besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah
mengenai hal-hal yang bersifat abstrak (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru
dalam Psikologi Pembelajaran).
2.      Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa
muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan symbolic
(Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).
Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan
inderawi dalam teori Piaget.
Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi
objek, melakukan pengetahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-
anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali
(‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana
menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka
harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran;
dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah
gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu
menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka,
meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan
melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali
tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana

8
namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik
pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses
berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya
Bruner dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity
(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
2.      Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur
yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai
kemungkinan pengenalan.
3.      Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan
kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
4.      Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan
instruksional sebagai arah informatif.
5.      Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung
jawab memungkinkan kemajuan.

3.      Teori Belajar Bermakna Ausubel


Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja
untuk mencari hukum belajar yang bermakna. Menurut Ausubel ada dua
jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar
menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di
mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah
dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal
adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh
guru atau yang dibaca tanpa makna (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran).
Menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu
yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah,
ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak
menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh

9
berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan
penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada;
tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan
pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan
guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru
bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa
yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah
menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang
dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari
peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta
didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya
dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna,
materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan
yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a.       Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus
sesuai dengan     tingkat    perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta
didik.
b.      Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional
memegang peranan   penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan
mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai
keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini
perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel
adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan
informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar
pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang
bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa
dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.

10
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada
kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.
Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan
(discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan
(reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya
bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan
dihasilkan belajar yang baik.
4.      Teori Belajar “Cognitive-Field” dari Lewin
Tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947).
Mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian
kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing
individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis.
Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup
perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang
yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang
ia miliki.
Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan
dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua
macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari
kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih
penting pada motivasi dari reward (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran).

2.3. Pengaplikasian Teori Humanistik dan Kognitif Dalam Pendidikan


2.3.1. Pengaplikasian Teori Humanistik Dalam Pendidikan
Implikasi pengajaran dari sudut pandang Rogers yaitu tidak begitu
memperhatikan metodologi pengajaran. Nilai dari perencanaan kurikulum,
keahlian ilmiah guru, atau penggunaan teknologi tidak sepenting dalam
memudahkan belajar, seperti respons perasaan siswa atau mutu dari
interaksi antara siswa dan guru. Satu strategi yang disarankan Rogers adalah
memberi siswa dengan berbagai macam sumber yang dapat mendukung dan

11
membimbing pengalaman mereka. Strategi lain yang disarankan Rogers
adalah peer-tutoring (siswa mengajar siswa yang lain). Rogers adalah
penganjur yang kuat pada penemuannya, di mana siswa mencari jawaban
terhadap pertanyaan yang riil, membuat penemuan autonomus (bebas), dan
menjadi pencetus dalam belajar atas inisiatifnya sendiri. Pengajaran dalam
Psikologi Humanistik meliputi:

a.Pendidikan Setara (Confluent Education)


 George Brown mengembangkan Pusat Pendidikan Humanistik di
Universitas California, Sania Barbara, dimana guru belajar
mengintegrasikan pengalaman afektif dengan belajar kognitif di kelas (Sri
Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan). Contohnya adalah
pengajaran Bahasa Inggris pada siswa umur 12 tahun tentang buku yang
berjudul  Red Badge of Courage. Guru yang ingin mengembangkan latihan
ini, ingin siswanya tidak hanya mendapatkan pengertian yang lebih dalam
tentang novel itu, tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih
besar dengan mendiskusikan konsep tentang keberanian, keteguhan hati,
dan kekuatan mereka sendiri.  

b. Pendidikan Terbuka (Open Education)


1) Syarat-syarat belajar (Provisions for Learning).
Memanipulasi  persediaan bahan pelajaran untuk memenuhi
keanekaragaman dan luasnya mata pelajaran. Anak-anak bergerak bebas di
kelas, mendorong untuk bercakap-cakap dan tidak dipisahkan ke dalam
kelompok dengan menggunakan skor tes.
2) Manusiawi, hormat, terbuka, dan hangat (Humannes, Respect, Opennes,
and Warmth).
Menggunakan bahan pelajaran yang dibuat siswa. Guru berhadapan
dengan tingkah laku siswa yang  bermasalah dengan berkomunikasi
dengan anak tanpa melibatkan kelompok.
3) Mendiagnosis kejadian selama pelajaran (Diagnosis of Learning
Events).

12
Siswa mengoreksi pekerjaan mereka sendiri. Guru mengobservasi dan
menanyakan pertanyaan-pertanyaan.
4) Pengajaran (Instruction).
Secara individual tidak ada tes/ buku tugas.
5) Penilaian (evaluation).
Guru mengambil catatan beberapa tes formal.
6) Mencari kesempatan untuk menumbuhkan profesionaliisme (Search  for
Opportunities for Professional Growth).
Guru menggunakan  bantuan orang lain. Guru bekerja dengan teman
sejawat.
7) Persepsi guru tentang dirinya (Self-Perception of Teacher).
Guru mencoba untuk menyimpan semua persepsi tentang anak-anak di
dalam pengamatannya dan memonitor pekerjaan mereka.
8) Mengasumsikan anak-anak dan proses belajar (Assumption about
Children and the Learning Process).
Suasana kelas hangat dan diterima. Anak-anak terlibat dengan apa yang
mereka kerjakan (Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan).
 Slavin menyimpulkan bahwa hasil penelitian kelas terbuka
mengatakan, pengalaman-pengalaman dari gerakan kelas terbuka
menyarankan bahwa ada keterbatasan terhadap belajar yang diarahkan
pada diri sendiri oleh siswa, terutama ketika mereka belajar keterampilan
dasar di mana begitu banyak kegiatan belajar yang tergantung dari guru (Sri
Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan).

13
2.3.2. Pengaplikasian Teori Kognitif Dalam Pendidikan

Ada sejumlah cara untuk menggunakan model belajar kognitif dalam kelas.
Pertama kita akan melihat strategi mengajar pada umumnya, terutama yang
menyangkut rencana pembelajaran, kemudian yang kedua kita akan memusatkan
perhatian untuk membantu siswa dalam mengingat informasi baru.
Strategi belajar sangatlah penting dalam mencapai suatu keberhasilan pengajaran,
dalam hal ini ada beberapa faktor yang mendasari strategi mengajar yaitu;
memusatkan perhatian, mempengaruhi perhatian siswa. Dalam permulaan
pelajaran, guru dapat membuat kontak mata atau berbuat sesuatu yang
mengejutkan siswa dengan maksud untuk menarik perhatian siswa.
Mengidentifikasi apa yang penting, sulit, dan tidak bisa, belajar dapat dipertinggi
jika guru membantu siswa merasa betapa pentingnya informasi baru, Suatu
strategi untuk melakukan ini adalah membuat tujuan  pembelajaran sejelas
mungkin. membantu siswa mengingat kembali informasi yang telah dipelajari
sebelumnya, membantu siswa memahami dan menggabungkan informasi.
Mungkin satu-satunya metode terbaik untuk membantu siswa memahami
pelajaran dan mengombinasikan informasi yang telah ada dengan informasi baru
adalah membuat setiap pelajaran sedapat mungkin bermakna.
Strategi selanjutnya yaitu, strategi untuk membantu siswa dalam mengingat
informasi baru. Lindsy dan Norman menyampaikan tiga aturan umum untuk
memperbaiki ingatan, pertama, menghafal memerlukan usaha. kedua; materi yang
harus dihafal atau diingat seharusnya berhubungan dengan hal-hal lain. Ketiga;
materi dapat dibagi dalam kelompok atau bagian-bagian kecil dan kemudian
diletakkan kembali bersama-sama pola yang berarti (Sri Esti Wuryani
Djiwandono, Psikologi Pendidikan).

14
BAB III
PENUTUP
1.4. KESIMPULAN

Psikologi humanistik berusaha memahami tingkah laku individu dari sudut


pandang pelaku, bukan dari pengamat. Menurut aliran ini tingkah laku individu
ditentukan oleh individu itu sendiri. Proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Teori ini menekankan pada isi dan proses belajar dan
pada kenyataanya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses
belajar dalam  bentuk yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar
dalam  bentuknya yang paling ideal daripada belajar apa adanya yang biasa kita
amati dalam dunia keseharian.
Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses  belajar dianggap
berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
harus berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori ini berusaha memahami  perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang  pengamatnya.
Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental
termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang
psikologi kognitif sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana
masukan sensori berubah menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Istilah psikologi kognitif diciptakan oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam
sebuah bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi kognitif
mengakui otak menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem fisik
murni yang bekerja (meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan
kekuatan sebab dan akibat. Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal atau
fungsionalisme.
1.5. SARAN

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi


pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami.

15
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan
memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf,
Alfa dan lupa.

16
DAFTAR PUSTAKA
Mustaqim. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Esti Wuryani Djiwandono, Sri. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
B.Uno, Hamzah. 2009. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.

17

Anda mungkin juga menyukai