Anda di halaman 1dari 3

Tugas 2 Pendidikan Agama Islam

Nama : Nashrul Atho’illah


NIM : 048711833

1. Hukum Islam bersumber dari Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia.
a. Pengertian hukum syariat menurut isi kandungan Q.S. Al-'Ankabut/29:45:
Ayat ini menyatakan bahwa hukum syariat adalah hukum yang Allah SWT diturunkan untuk
mengatur kehidupan manusia. Hukum syariat berfungsi sebagai pedoman yang mengatur
perilaku dan tata cara beribadah serta berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ayat
ini, Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang yang mengerjakan amal saleh dengan ikhlas
dan bertakwa kepada-Nya akan diberi petunjuk dalam menjalani kehidupan ini.

b. Lima macam hukum Islam:


Hukum Wajib: Hukum yang harus dilakukan dengan segenap kemampuan, seperti shalat lima
waktu, zakat, dan puasa pada bulan Ramadan.
Hukum Mustahabb: Hukum yang dianjurkan dilakukan, tetapi tidak diwajibkan, seperti shalat
sunnah, sedekah, dan berpuasa di hari-hari tertentu.
Hukum Makruh: Hukum yang sebaiknya dihindari, meskipun tidak berdosa jika dilakukan,
seperti makan makanan yang tidak jelas halal atau haramnya.
Hukum Haram: Hukum yang diharamkan untuk dilakukan, seperti memakan daging babi,
minum khamr (minuman yang memabukkan), dan berzina.
Hukum Mubah: Hukum yang diperbolehkan dilakukan atau tidak dilakukan tanpa hukum
tertentu, seperti makan nasi atau roti.

c. Tujuh macam prinsip-prinsip umum hukum Islam:


Keadilan (Adl): Prinsip bahwa hukum harus adil dan merata bagi semua orang tanpa kecuali.
Kemaslahatan (Maslahah): Prinsip bahwa hukum harus bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan umum dan melindungi kepentingan manusia.
Kemudharatan (Mafsadah): Prinsip bahwa hukum harus menghindari segala bentuk kerugian
dan bahaya bagi individu dan masyarakat.
Kebebasan (Hurriyah): Prinsip bahwa setiap individu memiliki kebebasan dalam menjalankan
ibadah dan aktivitas sesuai dengan ketentuan agama dan hukum yang berlaku.
Kemanfaatan (Istihsan): Prinsip bahwa hukum harus memperhatikan manfaat dan
kepentingan umum dalam pengambilan keputusan.
Kemashlahatan (Istishab): Prinsip bahwa keadaan yang telah berlaku dan diakui secara umum
harus dipertahankan, kecuali jika ada alasan yang kuat untuk mengubahnya.
Keterbatasan (Taqyid): Prinsip bahwa hukum memiliki batasan dan tidak boleh diterapkan
secara berlebihan atau berlebihan.

d. Pengertian taat kepada hukum Allah SWT sesuai dengan ayat ini adalah kewajiban bagi setiap
Muslim untuk patuh dan mentaati perintah-perintah Allah SWT, Rasulullah Muhammad SAW
sebagai utusan-Nya, serta pemimpin yang diangkat dalam masyarakat Muslim. Taat kepada
hukum Allah SWT mengharuskan kita untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW.
Taat kepada hukum Allah SWT mencakup pemahaman dan pengamalan ajaran agama secara
kaffah (menyeluruh), baik dalam aspek ibadah maupun muamalah (hubungan sosial). Ini
meliputi menjalankan shalat, berpuasa, membayar zakat, menunaikan haji, menjauhi maksiat,
berbuat baik kepada sesama, dan mematuhi prinsip-prinsip etika Islam.
Melalui ketaatan kepada hukum Allah SWT, kita mengakui kebesaran-Nya sebagai Tuhan dan
mengakui otoritas-Nya sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta. Taat kepada hukum
Allah SWT juga membawa manfaat dan keberkahan bagi individu dan masyarakat, serta
memperkuat ikatan iman dan keimanan kita kepada-Nya.

2.
a. Sumber moral dan akhlak menurut isi kandungan QS. An-Nahl/16:125:
Dalam ayat ini, Allah SWT berfirman:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik."
Ayat ini menegaskan bahwa sumber moral dan akhlak bagi manusia adalah ajaran yang
terdapat dalam Al-Qur'an, yang disampaikan melalui seruan dan dakwah yang bijaksana.
Manusia diminta untuk mempergunakan hikmah (kebijaksanaan) dan pelajaran yang baik
dalam menyampaikan pesan agama kepada orang lain. Hal ini termasuk dalam mendidik dan
membina akhlak yang baik di dalam masyarakat.

b. Peranan agama sebagai sumber akhlak menurut isi kandungan QS. Al-Ahzab/33:21:
Dalam ayat ini, Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah."
Ayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menjadi teladan yang baik dan sempurna
dalam hal akhlak. Sebagai utusan Allah SWT, beliau menunjukkan sikap, perilaku, dan
karakter yang luhur, menjadi panutan bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan.
Agama, melalui suri tauladan Rasulullah, memberikan pedoman dan contoh nyata tentang
cara hidup yang baik dan benar dalam aspek moral dan akhlak.
Peranan agama sebagai sumber akhlak adalah memberikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai
yang mengarahkan manusia untuk berperilaku yang baik, bermoral, dan menjunjung tinggi
etika. Agama memperkuat pemahaman tentang kebaikan, keadilan, kasih sayang, kesabaran,
kejujuran, dan sikap-sikap positif lainnya yang menjadi dasar dalam pembentukan karakter
dan pembinaan akhlak yang baik bagi manusia.
Dengan mengikuti agama sebagai sumber akhlak, manusia dapat mengembangkan
kepribadian yang terpuji dan memperbaiki interaksi sosial mereka. Agama memberikan
pedoman yang jelas dalam mengatur perilaku

3. Hal tersebut merupakan fenomena yang dapat diamati dalam era modern di mana pengaruh
agama terhadap akhlak, etika, dan moral manusia terkadang terabaikan. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan hal ini antara lain pengaruh budaya sekuler, materialisme yang
dominan, perkembangan teknologi dan komunikasi yang mempengaruhi pola pikir dan
perilaku, serta meningkatnya individualisme.
Contoh nyata yang terkait dengan pernyataan tersebut adalah penurunan nilai-nilai moral
dan etika dalam pergaulan sosial. Misalnya, perilaku tidak bermoral seperti penipuan,
korupsi, kekerasan, pelecehan seksual, dan perilaku asusila semakin merebak. Terkadang,
dalam upaya mencapai kesuksesan atau memenuhi keinginan material, individu cenderung
mengabaikan prinsip-prinsip agama yang seharusnya menjadi pedoman dalam bertindak dan
berinteraksi dengan sesama.
Selain itu, adanya penurunan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari juga terlihat
dalam rendahnya tingkat partisipasi dalam kegiatan keagamaan, seperti berkurangnya
jumlah orang yang menjalankan ibadah secara konsisten, mengabaikan kewajiban agama,
atau mengabaikan nilai-nilai etika dalam bisnis dan lingkungan kerja.
Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun fenomena ini terjadi, tidak dapat
menyimpulkan bahwa semua individu mengabaikan agama dalam kehidupan mereka. Masih
banyak individu yang tetap menjadikan agama sebagai sumber pedoman dalam bertindak
dan menjaga nilai-nilai moral, etika, dan akhlak yang baik.
Penting bagi masyarakat dan individu untuk memahami nilai-nilai agama secara mendalam
dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama yang kuat,
kesadaran akan pentingnya moral dan etika, serta pendekatan yang inklusif dan terbuka
terhadap perbedaan keyakinan dapat membantu membangun kesadaran dan komitmen
terhadap ajaran agama dalam pergaulan sosial modern

Anda mungkin juga menyukai