Anda di halaman 1dari 11

JPGSD, Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 440-450

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS

Nisrohah Neni Riyanti


PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya (nisrohahneni@gmail.com)

M. Husni Abdullah
PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya

Abstrak
Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS,
khususnya pada siswa kelas V SDN Tempuran 4 Ngawi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar siswa dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas.
(PTK). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes dan catatan lapangan. Pelaksanaan
pembelajaran mengalami peningkatan pada siklus I 72,2% dan pada siklus II meningkat menjadi 88,8%.
Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I 62,5% dan pada siklus II meningkat menjadi
93,75%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make
a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS .
Kata Kunci: Model Pembelajaran Make A Match, Hasil Belajar, IPS.

Abstract
Low learning outcomes of students on Social Studies subject especially in grade V SDN Tempuran 4 Ngawi
becomes the background of this research. The purpose of this research is to describe learning
implementation and students learning outcomes of cooperative learning type make a match. This research
using Classroom Action Research (CAR). Data is collected by using observation, test and field notes.
Learning implementation increased during in the first cycle 72,2% and in cycle II increased to 88,8%.
Student learning outcomes also increase during cycle I 62,5% and in cycle II increased to 93,75%. From
these result it can be concluded that the implementation of the make a match cooperative learning type can
improve student learning results in social studies subject.
Keywords:Make A Match Learning Model, Learning Outcome, Social Studies.

Pendidikan dikatakan tepat bagi siswa apabila


PENDAHULUAN
pendidikan yang diberikan dapat memfasilitasi siswa agar
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bisa memecahkan masalah yang dijumpai dalam aktivitas
kurikulum yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh sehari-hari. Jika dilihat dari kenyataan di lapangan,
tiap-tiap satuan pendidikan dengan memerhatikan pembelajaran IPS dirasa sulit bagi siswa kerena sudah
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. KTSP memuat terbentuk pola berpikir bahwa selama ini pola hafalan
sejumlah mata pelajaran yang wajib diajarkan kepada seolah-olah mengharuskan siswa mengingat materi
siswa termasuk Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS pembelajaran. Hal itu menyebabkan siswa tidak
merupakan mata pelajaran yang berkaitan erattdengan mengetahui maksud kegunaan IPS untuk kehidupan
kehidupan sosial. sehari-hari. Bahkan, ketika mengikuti pembelajaran IPS,
Mata pelajaran IPS SD menelaah tentang konsep, siswa merasa cepat jenuh dan tidak memiliki minat belajar
fakta, peristiwa serta generalisasi yang berhubungan Sesuai data hasil observasi yang telah dilakukan di
tentang keadaan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, mata SDN Tempuran 4 Ngawi, hasil belajar IPS kelas V yang
pelajaran IPS yang dibelajarkan di lembaga sekolah bukan terdiri dari 16 siswa menunjukkan hasil yang kurang
semata-mata untuk mengajarkan ilmu pengetahuan saja, maksimal. Salah satu faktor yang menyebabkan hal
melainkan juga untuk mengajarkan bagaimana cara tersebut adalah pembelajaran yang belum terpusat kepada
mengubah sikap, sifat, dan perilaku siswa menjadi lebih peserta didik. Dalam pembelajaran guru belum
baik agar memiliki keterampilan sosial yang baik pula. sepenuhnya memakai model pembelajaran yang variatif
Hal ini memiliki maksud agar nantinya siswa mampu dan menarik. Karena pembelajaran yang variatif dapat
berinteraksi secara baik dengan lingkungannya. membangkitkan semangat belajar peserta didik serta

440
Penerapan Model Pembelajaran

mengajak peserta didik turut aktif pada saat kegiatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
pembelajaran. Matchuntuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa
Berdasarkan hasil wawancara, guru menyatakan Kelas V SDN Tempuran 4 Ngawi”.
bahwa sekolah hanya memiliki alat panduan utama Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
pembelajaran yang berupa buku pembelajaran. untuk berbagai pihak, diantaranya manfaat bagi guru, bagi
Permasalahan ini menyebabkan peserta didik menjadi siswa, bagi lembaga dan bagi peneliti. Manfaat penelitian
bosan dan pembelajaran menjadi tidak menarik bagi ini bagi guru adalah memberi wawasan pengetahuan
peserta didik. Peserta didik cenderung asyik dengan mengenai model pembelajaran yang inovatif, sebagai
kegiatan lain di luar kegiatan pembelajaran seperti pertimbangan ketika mengajar materi pembelajaran yang
menggambar dan mengobrol dengan teman sebangku. lain menerapkan model pembelajaran make a match.
Mereka mengabaikan keberadaan guru di depan kelas Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah mampu
yang sedang mengajar. Selain itu, pembelajaran yang menumbuhkan minat belajar siswa ketika mengikuti
tidak inovatif menyebabkan tidak terjalin komunikasi pembelajaran khususnya saat mata pelajaran IPS,
pembelajaran multi arah yaitu guru dengan siswa serta memudahkan siswa ketika menangkap materi belajar.
siswa dengan siswa. Manfaat penelitian ini bagi lembaga adalah sebagai bahan
Melihat permasalahan diatas, maka diperlukan cara masukan dan pertimbangan untuk mengatasi
untuk mengatasinya. Penerapan model pembelajaran permasalahan pada saat meningkatkn hasil belajar
kooperatif dianggap mampu meningkatkan minat belajar, siswa,dapat meningkatkan dan memperbaiki mutu
melibatkan siswa secara aktif saat pembelajaran dan tidak pendidikan di sekolah. Manfaat penelitian bagi peneliti
membuat siswa merasa jenuh sehingga materi yang adalah untuk menambah pengetahuan khususnya tentang
tersampaikan dapat dipahami dengan baik oleh siswa model pembelajaran yang menarik dan variatif,
kelas V SDN Tempuran 4 Ngawi. Model pembelajaran untukmodal peneliti dalam memahami model
ini ialah model pembelajaran kooperatif tipe make a pembelajaran yang bervariatif guna memperbaiki hasil
match. belajar siswa sehingga kelak dapat diimplementasikan
Model pembelajaran make a match ialah model ketika sudah menjadi guru.
pembelajaran secara berkelompok yang mengajak siswa Kajian teoritik dalam penelitian ini adalah model
untuk memahami konsep dan topik pembelajaran dalam pembelajaran, model pembelajaran kooperatif, model
situasi yang mengasyikkan melalui media kartu jawaban pembelajaran make a match, belajar, hasil belajar dan
dan kartu pertanyaan. Dalam pelaksanaannya, model ini Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Menurut Joyce dan Weil
memiliki batasan waktu maksimum yang sudah (dalam Rusman, 2017:244) model pembelajaran
ditentukan sebelumnya. merupakan perencanaan yang diterapkan untuk membuat
Kelebihan dari model pembelajaran make a match, kurikulum, menyusun perangkat pembelajaran, dan
diantaranya: (1) mewujudkan kondisi pembelajaran yang melakukan kegiatan belajar dikelas. Sedangkan menurut
mengasyikkan; (2) materi belajar disajikan lebih menarik Rusman (2012: 133) model pembelajaran adalah
perhatian peserta didik; (3) dapat memperbaiki hasil gambaran umum yang ada dalam pembelajaran guna
beljar peserta didik guna mencapai taraf ketuntasan tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Agar
belajar; (4) Kerjasama antarsesama peserta didik tujuan pembelajaran dapat tercapai, pemilihan model
terwujud dengan dinamis (Kurniasih dan Berlin, 2015: pembelajaran harus mempunyai berbagai alasan,
56). diantaranya: materi belajar yang akan diajar, kemampuan
Dari beberapa kelebihan yang dimiliki oleh peserta didik, alokasi waktu pelajaran, sarana dan
pembelajaran kooperatif tipe make a match, pembelajaran prasarana yang tersedia, serta kondisi belajar siswa.
IPS diharapkan menjadi lebih bermakna untuk siswa. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, penulis memberi
Siswa ikut terlibat aktif saat kegiatan pembelajaran, kesimpulan model pembelajaran adalah seluruh kegiatan
hingga siswa merasa gembira, asyik, dan berminat dalam pembelajaran yang diterapkan oleh guru yang berisi
menerima materi pelajaran. Diskusi yang terdapat pada urutan dalam mengajar guna tercapainya tujuan
model pembelajaran kooperatif tipe make a match ini pembelajaran yang telah ditetapkan. Model pembelajaran
dapat membuat siswa mudah memahami konsep-konsep ini merujuk pada pendekatan yang diterapkan, yang
IPS dan memunculkan banyak ide. Selain itu, adanya meliputi strategi pembelajran, teknik pembelajaran,
peraturan, menunggu giliran bermain, menemukan metode pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran.
kecocokan pasangan kartu juga akan membantu siswa Menurut Savage (dalam Rusman, 2017: 295)
mendapatkan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, yang lebih mengutamakan bekerjasama pada kelompok.
maka diadakan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran kooperatif ini menghendaki peserta didik

441
JPGSD, Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 440-450

untuk saling membantu dalam belajar dan saling dicatatat di lembaran yang telah disiapkan sebelumnya.
kerjasama dalam kelompok sesuai dengan metode (f) Apabila waktu telah berakhir, peserta didik
pembelajaran yang dipilih guru (Huda, 2015: 32). diberitahukan jika waktu untuk mencari pasangan kartu
Berdasarkan pendapat ahli diatas, model pembelajaran sudah berakhir dan peserta didik yang tidak mendapat
kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang pasangan berkumpul dengan yang tidak mendapatkan
mengharuskan semua siswa dalam satu kelompok untuk pasangan juga. (g) peserta didik yang bisa menemukan
belajar bersama sekaligus bekerjasama sehingga pasangan satu-persatu diminta untuk mempresentasikan
diperoleh pengetahuan baru. hasilnya didepan kelas. Peserta didik yang lain harus
Make a match adalah model pembelajaran dimana menyimak dan memberi komentar. (h) guru mengecek
peserta didik belajar dalam kondisi yang mengasyikkan benar tidaknya hasil yang dipresentasikan serta
dengan cara mencari pasangan sembari mempelajari memberikan penegasan mengenai materi. (i) guru
suatu konsep dan topik tertentu (Huda, 2015: 135). meminta pasangan selanjutnya untuk melakukan
Sedangkan menurut Shoimin (2014:99) Make a match presentasi hingga semua pasangan selesai melakukan
ialah model pembelajaran yang menggunakan kartu presentasi.
jawaban dan kartu soal dimana dalam pengaplikasiannya Berdasarkan pendapat para ahli diatas, pnulis
tiap siswa mencari pasangan kartu yang berisi soal memberikan kesimpulan bahwa langkah model
maupun jawaban dari materi belajar tertentu. Berdasarkan pembelajaran make a match harus dilakukan secara urut
dan sistematis yang diawali dengan persiapan,
beberapa pendapat para ahli diatas, penulis
membagikan kartu soal dan jawaban, mencari pasangan
menyimpulkan model pembelajaran make a match adalah kartu, mencocokkan pasangan kartu, memberikan
model pembelajaran secara berkelompok yang mengajak penghargaan dan penyimpulan materi pembelajaran.
siswa untuk memahami konsep dan topik pembelajaran Belajar merupakan pengalaman yang didapat
melalui media kartu jawaban dan kartu pertanyaan serta individu sehingga menyebabkan individu mengalami
dalam pelaksanaannya memiliki batasan maksimum perubahan perilaku (Gagne dalam Susanto, 2016: 1).
waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan menurut Susanto (2016: 4) Belajar merupakan
Adapun langkah-langkah model pembelajaran make perubahan tingkah laku dalam berpikir dan bertindak
a match menurut Shoimin (2014: 98-99) adalah (a) guru setelah seseorang mendapatkan suatu konsep,
melakukan persiapan dengan membuat beberapa kartu pengetahuan baru dan pemahaman dari aktivitas yang
yaitu kartu pertanyaan dan kartu jawaban. (b) masing- dilakukan secara sengaja dan dalam keadaan sadar.
masing peserta didik mendapatkan satu jenis kartu. (c) Berdasarkan pendapat para ahli diatas,penulis
tiap peserta didik berpikir mengenai soal atau jawaban memberikan kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu
kartu yang sudah dipegang. (d) tiap peserta didik diminta upaya perubahan perilaku yang dialami individu secara
mencari pasangan kartu yang memiliki kecocokan sengaja dan sadar untuk memperoleh suatu pengetahuan
dengan kartu yang dipegang. (e) tiap peserta didik yang baru.
dapat menemukan kecocokan kartu sebelum mencapai Hasil belajar ialah berbagai perubahan yang
batasan waktu maksimum, maka diberikan poin. (f) menyangkut aspek kognitif, psikomotor dan afektif yang
apabila sudah selesai satu sesi, dilakukan pengocokan didapat siswa sebagai dampak dari aktivitas belajar
kartu lagi supaya setiap peserta didik memeroleh kartu (Rusman, 2017: 129). Definisi hasil belajar juga
yang tidak sama dari kartu di sesi satu. (g) guru dan dikemukakan oleh Nawawi (dalam Susanto, 2016: 5)
peserta didik menyimpulkan pembelajaran. yang mengemukakan bahwa hasil belajar adalah skor
Sedangkan langkah-langkah dari model yang diperoleh siswa yang menunjukkan tingkat
pembelajaran make a match menurut Huda (2013: 252- keberhasilannya dalam menuntaskan materi pelajaran
253) yaitu : (a) Guru memberikan materi pembelajaran tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas,
kepada peserta didik. (b) guru membagi peserta didik penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar ialah
kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok 1 dan keberhasilan siswa setelah siswa belajar mengenai materi
kelompok 2. Kemudian, masing-masing kelompok ini pembelajaran tertentu yang menyangkut aspek kognitif,
saling berhadapan. (c) guru memberikan kelompok 1 psikomotor dan afektif. Hasil belajar dijadikan sebagai
berupa kartu pertanyaan dan kelompok 2 berupa kartu umpan balik bagi guru untuk mendeteksi materi
jawaban. (d) guru memberitahukan peserta didik batasan pembelajaran yang disampaikan mampu diterima siswa
waktu selama mencari dan mencocokkan kartu yang atau tidak.
dibawa. (e) guru mengharuskan seluruh anggota Menurut Suradjuddin dan Suhanadji (2012: 16-17)
kelompok 1 untuk mencari pasangan kartu di kelompok menyatakan bahwa IPS adalah pengetahuan terapan yang
2. Apabila peserta didik sudah mendapatkan pasangan diimplementasikan dalam aktivitas pembelajaran di
kartunya, peserta didik melapor kepada guru untuk lembaga sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan dan

442
Penerapan Model Pembelajaran

pengajaran tertentu, salah satunya untuk memunculkan Pada tahap perencanaan, peneliti mengadakan
kepekaan siswa terhadap kehidupan sosial di sekitarnya. observasi langsung ke lokasi penelitian dan melakukan
Menurut Susanto (2016: 143) menyatakan bahwa IPS tanya jawab kepada guru kelas V SDN Tempuran 4
merupakan bidang studi yang mengkaji manusia tentang Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi. Peneliti
segala ranah kehidupan serta cara berinteraksinya dengan menanyakan kendala-kendala yang dialami selama
lingkungan. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah mengajar pelajaran IPS. Dari hasil observasi tersebut,
diuraikan diatas, penulis mnyimpulkan IPS adalah ilmu terdapat kendala yang ditemukan yaitu masih ada siswa
pengetahuan yang berkaitan dengan manusia dalam segala yang memeroleh nilai dibawah KKM. Kegiatan lain yang
aspek kehidupan, termasuk aspek sosial dan cara dilakukan peneliti pada tahap ini yaitu sebagai berikut:
berinteraksi dengan masyarakat. menganalisis kurikulum KTSP guna menentukan SK dan
KD serta membuat indikator yang akan digunakan,
METODE merancang dan membuat Perangkat Pembelajaran,
Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian membuat instrumen penelitian yang berisi lembar
Tindakan Kelas (PTK). PTK berasal dari masalah yang penilaian pelaksanaan pembelajaran, lembar penilaian
ditemukan oleh guru selama melakukan kegiatan hasil belajar, dan lembar catatan lapangan.
pembelajaran dikelas. Menurut Arikunto (2010: 135) Tahap selanjutnya ialah Perlakuan dan Pengamatan.
PTK merupakan penelitian yang dilaksanakan oleh guru Tahap perlakuan merupakan implementasi dari isi
di kelasnya yang memiliki maksud untuk meningkatkan rancangan yang telah disusun sebelumnya. Pada tahap
dan memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas.. Dengan perlakuan, peneliti dan guru berkolaboratif melaksanakan
adanya penelitian ini, guru dapat mendeteksi kelemahan- kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model
kelemahan yang dialami siswa dan melakukan tindakan pembelajaran make a match. Sedangkan pada tahap
untuk menangani permasalahan siswa tersebut. Penelitian pengamatan, peneliti akan mengamati seluruh rangkaian
ini dilakukan dengan harapan guru dapat merefleksi diri kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa selama
mengenai layanan pendidikan yang telah diberikan kegiatan pembelajaranyang menerapkan model
kepada siswa sehingga dapat memperbaiki mutu pembelajaran make a match. Adapun yang menjadi
pembelajaran di lembaga sekolah. observer adalah peneliti sendiri dan teman sejawat.
PTK ini akan menggunakan penelitian secara Pengamatan dilakukan dengan maksud untuk mengetahui
bersiklus. Peneliti merancang 2 siklus. Apabila hasil ketersesuaian antara RPP dengan pelaksanaannya di kelas
penelitian yang ada di siklus I dan II belum mencapai serta untuk mendeteksi kendala yang dialami saat
hasil yang maksimal, maka akan diadakan penelitian di kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
siklus berikutnya. Penelitian ini akan menerapkan Tahap refleksi dilakukan peneliti dan guru untuk
prosedur PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc berdiskusi bersama guna mengkaji secara keseluruhan
Taggart. Tahapan pada penelitian ini meliputi 3 tahap, mengenai hasil pengamatan dan hasil tes yang sudah
yakni (1) Perencanaan; (2) Perlakuan dan Pengamatan; dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan
serta (3) Refleksi.. Tahapan penelitian PTK ini dapat evaluasi bersama menemukan kekurangan-kekurangan di
digambarkan pada bagan berikut: siklus sebelumnya guna memperbaiki dan
menyempurnakan tindakan di siklus berikutnya.
Dalam melaksanakan siklus II sebenarnya memiliki
kesamaan pada saat melaksanakan siklus I, yang
membedakan yaitu siklus II dilakukan penyempurnaan
hal-hal yang kurang sesuai di siklus I. Apabila di siklus II
hasil yang diperoleh masih belum optimal dan dirasa
masih kurang, maka perlu dilakukan penelitian siklus III
guna memperbaiki masalah tersebut.
Pada penelitian ini, subjek yang diteliti ialah guru dan
siswa kelas V SDN Tempuran 4 Ngawi tahun pelajaran
2017/2018 pada saat mata pelajaran IPS. Jumlah
keseluruhan siswa kelas V ada 16 siswa yang terdiri dari
10 laki-laki dan 6 perempuan.
Gambar 1.Bagan Siklus PTK Kemmis dan Mc Taggart Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
(dalam Arikunto, 2010: 132) observasi, tes dan catatan lapangan. Teknik observasi ini
dipergunakan guna mengumpulkan data mengenai
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan

443
JPGSD, Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 440-450

instrumen lembar pengamatan yang diisi selama kegiatan


pembelajaran berlangsung. Untuk mengumpulkan data
hasil belajar siswa digunakan tes. Tes ini dapat berupa
lembar evaluasi yang berisikan soal pilihan ganda, isian
dan uraian yang diberikan guru diakhir proses
pembelajaran. Sedangkan catatan lapangan untuk
mencatat hal-hal yang terjadi selama kegiatan belajar Indikator keberhasilan yang terdapat dalam penelitian
mengajar berlangsung. Berdasarkan lembar catatan ini meliputi: (1) Pelaksanaan pembelajaran dikatakan
lapangan ini, dapat diketahui kendala atau masalah yang berhasil apabila hasilnya mencapai tingkat keberhasilan
muncul pada saat kegiatan pembelajaran. ≥80%. (2) Siswa dapat dikatakan tuntas belajar apabila
Data hasil pelaksanaan pembelajaran dapat dianalisis memeroleh nilai yang mencapai KKM yaitu ≥71.
dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Sedangkan ketuntasan belajar klasikal jika semua siswa
mencapai keberhasilan sebesar ≥80%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi
pelaksanaan pembelajaran, hasil belajar dan kendala yang
dihadapi selama kegiatan pembelajaran. Penelitian ini
dilakukan sebanyak 2 siklus. Hasil penelitian ini akan
diuraikan berdasarkan tahap penelitian persiklus yang
Tingkat keberhasilan ditentukan dengan kriteria meliputi tahap perencanaan, perlakuan dan pengamatan,
penilaian berikut : serta refleksi.
Tabel 1. Data Temuan Awal Hasil Belajar Siswa
No Nama Siswa Nilai Keterangan
Tuntas Tidak
Tuntas
1 AF 58 √
2 AR 54 √
3 DW 65 √
Data hasil belajar siswa berupa lembar evaluasi 4 EFA 71 √
dianalisis dengan menggunakan rumus dibawah ini: 5 FDR 60 √
6t IF 56 √
7 MF 70 √
8 MKA 40 √
9 NB 72 √
10 DM 60 √
11 ALR 88 √
Keterangan : 12 RM 55 √
13 NP 62 √
M = Mean (nilai rata-rata kelas pencapai KKM)
14 RP 74 √
x = Jumlah seluruh nilai siswa yang
15 YR 75 √
mencapai KKM 16 ANF 64 √
N = Jumlah siswa yang mencapai KKM Jumlah 1024 5 11
(Indarti, 2008: 26) Rata-rata 64
Untuk mengetahui ketuntasan belajar klasikal,
dilakukan penghitungan dengan menggunakan rumus Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa
berikut: sisswa yang tuntas belajar sebanyak 5 siswa, sedangkan
11 siswa yang lain masih belum tuntas belajar.
Ketuntasan belajar siswa pada temuan awal ini hanya
mencapai 31,5% dan belum mencapai ketuntasan
minimal yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Oleh karena
Untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar
itu, peneliti mengadakan penelitian guna meningkatkan
siswa, kriteria penilaian yang digunakan yaitu:
dan memperbaiki hasil belajar siswa.

444
Penerapan Model Pembelajaran

Siklus I No Nama Nilai Keterangan


Tabel 2. Data Hasil Observasi Pelaksanaan Tuntas Tidak
Pembelajaran Siklus I Tuntas
No Aktivitas Guru Skor Rata- 10 DM 62 √
O1 O2 rata 11 ALR 94 √
1 Membuka 3 3 3 12 RM 59 √
pembelajaran 13 NP 85 √
2 Menyampaikan 3 3 3 14 RP 80 √
tujuan pembelajaran 15 YR 75 √
3 Menyampaikan 3 2 2,5 16 ANF 72 √
materi Jumlah 1.116 10 6
4 Mengorganisasi 4 4 4 Rata-rata 69,75
kelompok
5 Menggunakan model 2 3 2,5 Rata-rata hasil belajar siswa dihitung menggunakan
pembelajaran make a rumus sebagai berikut:
match
6 Menjelaskan cara 2 2 2 M=
mengerjakan LKS
7 Memberikan 3 4 3
penghargaan/reward =
8 Melakukan evaluasi 3 2 2,5 = 77,4
9 Menutup 3 4 3,5 Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara
pembelajaran
klasikal, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah skor total 26

Persentase pelaksanaan pembelajaran dari 9 poin


kegiatan diukur dengan menggunakan rumus :

P = 62,5%

Dari data tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil belajar


siswa pada siklus I menunjukkan 10 siswa yang tuntas
Berdasarkan data tabel 2, hasil observasi pelaksanaan
belajar dan 6 siswa belum tuntas belajar. Jumlah rata-rata
pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran
hasil belajar siswa adalah 77,4. Persentase ketuntasan
make a match di kelas V SDN Tempuran 4 Ngawi pada
klasikal pada siklus I sebesar 62,5%. Hasil ini
siklus I sebesar 72,2%. Ini menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa presentase ketuntasan klasikal belum
pelaksanaan pembelajaran belum memenuhi kriteria
mencapai indikator keberhasilan yaitu sebesar ≥80%.
indikator keberhasilan sebesar ≥80%. Maka dari itu,
Berdasarkan catatan lapangan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran masih perlu perbaikan lagi untuk
pembelajaran siklus I, pengamat menuliskan beberapa
siklus berikutnya karena masih terdapat beberapa
catatan, yaitu : (1) Guru perlu mempertimbangkan
deskriptor lain yang belum terlaksana dengan baik.
alokasi waktu yang digunakan selama menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match agar tidak
Tabel 3. Data Hasil Belajar Siswa dalam
Pembelajaran Siklus I terjadi kekurangan waktu. (2) Terdapat beberapa langkah
No Nama Nilai Keterangan pembelajaran yang dilewati oleh guru. (3) Guru kurang
Tuntas Tidak dapat mengondisikan kelas sehingga pada saat
Tuntas menerapkan model make a match suasana kelas menjadi
1n AF 60 √ gaduh.
2 AR 55 √
3 DW 71 √ Siklus II
4 EFA 72 √
Tabel 4. Data Hasil Observasi Pelaksanaan
5 FDR 56 √
Pembelajaran Siklus II
6 IF 75 √
No Aktivitas Guru Skor Rata-
7 MF 78 √ rata
O1 O2
8 MKA 50 √
1 Membuka pembelajaran 4 4 4
9 NB 72 √
2 Menyampaikan tujuan 3 3 3

445
JPGSD, Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 440-450

No Aktivitas Guru Skor Rata- Rata-rata hasil belajar siswa dihitung menggunakan
O1 O2 rata rumus sebagai berikut:
pembelajaran
M=
3 Menyampaikan materi 3 4 3,5
4 Mengorganisasi 4 3 3,5
kelompok
=
5 Menggunakan model 4 4 4
pembelajaran make a = 82,2
match Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara
6 Menjelaskan cara 4 3 3,5 klasikal, dapat dihitung dengan menggunakan rumus
mengerjakan LKS
berikut:
7 Memberikan 3 4 3,5
penghargaan/reward
8 Melakukan evaluasi 3 3 3
9 Menutup pembelajaran 4 4 4
Jumlah skor total 32

Persentase pelaksanaan pembelajaran dari 9 poin P = 93,75 %


kegiatan diukur dengan menggunakan rumus :
Dari data tabel 5 jumlah rata-rata hasil belajar siswa
adalah 82,2. Dari jumlah siswa keseluruhan, sebanyak 15
siswa yang tuntas belajar sedangkan 1 siswa yang belum
tuntas belajar. Persentase ketuntasan klasikal pada siklus
= 88,8%
II sebesar 93,75%. Hasil ini menunjukkan bahwa
presentase ketuntasan klasikal berada pada kategori
Berdasarkan data tabel 4, hasil observasi pelaksanaan
sangat baik dan telah mencapai indikator keberhasilan
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
yaitu sebesar ≥80%.
make a match di kelas V SDN Tempuran 4 Ngawi pada
Pada siklus II, pengamat mencatat beberapa hal
siklus II sebesar 88,8%. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagai berikut : Semua kendala yang terdapat pada siklus
pelaksanaan pembelajaran pada siklus II sudah terlaksana
I dapat teratasi dengan baik pada siklus II, pelaksanaan
dengan kategori sangat baik dan sudah memenuhi kriteria
pembelajaran pada siklus II sudah terlaksana dengan
ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu ≥80%.
sangat baik tanpa ada kendala-kendala yang berarti.
Pada siklus II diperoleh kesimpulan bahwa secara
Tabel 5. Data Hasil Belajar Siswa dalam
garis besar kegiatan pembelajaran berjalan dengan sangat
Pembelajaran Siklus II
Nama Nilai Keterangann baik. Pelaksanaan pembelajaran berada dalam kategori
No
Tuntas Tidak baik dan mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan
Tuntas yaitu sebesar ≥80%. Sedangkan untuk hasil belajar siswa,
1 AF 76 √ ketuntasan secara klasikal sangat baik dan memenuhi
2 AR 94 √ kriteria indikator keberhasilan yaitu sebesar ≥80%.
3 DW 73 √ Dengan keberhasilan yang didapatkan pada siklus II,
4 EFA 86 √ peneliti memutuskan untuk menghentikan penelitian
5 FDR 90 √
dikarenakan indikator keberhasilan telah terpenuhi.
6 IF 88 √
7 MF 78 √
8 MKA 74 √ Pembahasan
9 NB 84 √ Pembahasan ini akan memaparkan tentang pelaksanaan
10 DM 83 √ pembelajaran, hasil belajar siswa dan kendala yang
11 ALR 90 √ dihadapi saat menerapkan model pembelajaran make a
12 RM 70 √ match yang dilaksanakan dari siklus I sampai siklus II.
13 NP 83 √ Berikut ini akan dijelaskan data-data yang diperoleh
14 RP 84 √ selama penelitian berlangsung.
15 YR 78 √
16 ANF 73 √
Jumlah 1304 15 1
Rata-rata 81,5

446
Penerapan Model Pembelajaran

Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II diperoleh


100%
90%
hasil yang sangat baik dalam mencapai ketuntasan.
80% Kendala-kendala yang terdapat pada siklus I dapat diatasi
70% dengan baik oleh guru. Sehingga persentase pelaksanaan
60% pembelajaran pada siklus II meningkat menjadi 88,8%
siklus 1
50% (72,2%) yang dikategorikan baik. Hal ini menunjukkan persentase
40% pelaksanaan pembelajaran dari siklus I ke siklus II
siklus 2
30% mengalami peningkatan sebesar 16,6%. Oleh karena itu,
(88,8%)
20% pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dinyatakan
10% berhasil karena memenuhi indikator kriteria keberhasilan
siklus 1 siklus 2 sebesar ≥80%.

Gambar 2. Diagram Perbandingan Pelaksanaan


Pembelajaran Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan yang berkaitan dengan pelaksanaan


pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match pada siklus I sampai siklus
II, menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran sudah
terlaksana seluruh aspek dan mengalami peningkatan
setiap siklusnya. Persentase pelaksanaan pembelajaran
siklus I sebesar 72,2% dikategorikan baik. Pencapaian
persentase ini belum mencapai indikator keberhasilan
yang telah ditetapkan yaitu sebesar ≥80%. Aktivitas guru Gambar 3. Diagram Perbandingan Hasil Belajar
pada siklus ini belum sepenuhnya maksimal, karena Siswa Pada Temuan Awal, Siklus I dan Siklus II
terdapat terdapat beberapa deskriptor yang tidak
terlaksana. Aktivitas guru yang berada pada kategori Berdasarkan diagram tersebut, hasil belajar siswa
cukup yaitu menggunakan model pembelajaran make a kelas V SDN Tempuran 4 Ngawi pada temuan awal
match. Guru belum sepenuhnya memahami dan belum menunjukkan ketuntasan klasikal yang sangat rendah
terbiasa dalam menerapkan model pembelajaran make a yaitu sebesar 31,5%. Rata-rata pencapai KKM sebesar
match. Akibatnya, pada saat guru menjelaskan langkah- 76. Hanya 5 dari 16 siswa yang dapat mencapai
langkah pembelajaran make a match kepada siswa, siswa ketuntasan belajar yang ditetapkan sekolah yaitu sebesar
merasa kebingungan. Oleh sebab itu, perlu diperbaiki 71. Maka dari itu, dilakukan perbaikan pembelajaran IPS
pada siklus berikutnya. melalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkan
Dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus II, model pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk
aktivitas guru mengalami peningkatan dan dikategorikan meningkatkan hasil belajar siswa.
sangat baik yaitu menggunakan model pembelajaran Hasil belajar pada siklus I nilai rata-rata pencapai
make a match. Guru sudah terbiasa dan memahami KKM sebesar 77,4. Dari 16 siswa secara keseluruhan,
langkah-langkah penggunaan model pembelajaran make terdapat 10 siswa yang sudah tuntas belajar sedangkan 6
a match. Sehingga, guru dapat lebih membantu siswa siswa yang lain belum tuntas belajar. Persentase
memahami materi dan mencapai tujuan pembelajaran ketuntasan klasikal sebesar 62,5% yang dikategorikan
yang diinginkan. Aktivitas lain yang dikategorikan baik cukup. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
adalah mengorganisasi kelompok belajar. Pada saat guru persentase sebesar 31% dari temuan awal ke siklus I.
membagi siswa dalam kelompok, guru menjelaskan Meskipun hasil belajar siswa pada siklus I mengalami
bahwa semua teman yang ada didalam kelas adalah sama, peningkatan dari hasil belajar pada waktu sebelum
sehingga siswa tidak membeda-bedakan antar teman. Hal penelitian, namun persentase nilai tersebut belum
ini sependapat dengan Rusman (2017:300) kelompok mencapai standar ketuntasan klasikal yang sudah
belajar dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan ditetapkan yaitu sebesar ≥80%.
heterogen, dan jika dimungkinkan tiap-tiap anggota Setelah diadakan perbaikan pada kinerja guru, maka
kelompok dibentuk berasal dari suku, ras, agama, budaya, hasil belajar siswa dengan menerapkan model
dan jenis kelamin yang berbeda-beda. pembelajaran kooperatif tipe make a match mengalami
peningkatan. Pada siklus II nilai rata-rata pencapai KKM

447
JPGSD, Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 440-450

sebesar 82,2. Dari 16 siswa secara keseluruhan, 15 siswa Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a
nilainya diatas KKM yang telah ditetapkan sekolah yaitu match dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa
sebesar 71. Sedangkan 1 siswa nilainya dibawah KKM. mengenai pertanyaan maupun jawaban yang diberikan
Persentase ketuntasan klasikal sebesar 93,75%. Hal ini guru. Siswa menjadi tertarik untuk mendalami materi
menunjukkan adanya peningkatan persentase sebesar yang diberikan agar dapat menyelesaikan persoalan yang
31,25% dari siklus I ke siklus II. Presentase nilai tersebut dikemas dalam bentuk permainan secara berkelompok.
sudah mencapai standar kriteria keberhasilan yang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka
ditetapkan yaitu ≥80%. Dengan demikian, kegiatan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a
belajar IPS dengan menerapkan model pembelajaran match sangat tepat untuk mengatasi permasalahan siswa
kooperatif tipe make a match tidak dilanjutkan pada khususnya untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada
siklus selanjutnya. materi ajar yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan
Hasil belajar siswa dari siklus I-II mengalami demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model
peningkatan dan sudah mencapai indikator keberhasilan pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk
pada siklus II. Hal ini sejalan dengan pendapat Kurniasih meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN
dan Berlin (2017:56) bahwa salah satu keunggulan model Tempuran 4 Ngawi sudah berhasil.
pembelajaran make a match adalah dapat memperbaiki Selain pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar
hasil belajar siswa guna mencapai taraf ketuntasan siswa, terdapat beberapa kendala yang ditemukan selama
klasikal. Dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa proses pelaksanaan pembelajaran. Kendala-kendala ini
dari siklus I-II, maka kemampuan pemahaman siswa berasal dari catatan lapangan yang ditulis oleh observer
dalam menyerap materi pembelajaran juga meningkat. mengenai jalannya proses pembelajaran. Kendala-
Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai mengenal dan kendala pada pelaksanaan pembelajaran yang
terbiasa dengan penerapan model kooperatif tipe make a menerapkan model pembelajaran kooperati tipe make a
match. match yaitu : Pertama, guru perlu mempertimbangkan
Pembelajaran IPS dengan menerapkan model alokasi waktu yang digunakan selama menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe make a match menjadikan pembelajaran kooperatif tipe make a match agar tidak
siswa mandiri dan aktif saat kegiatan pembelajaran, terjadi kekurangan waktu. Pada saat melaksanakan
melatih siswa untuk menggali informasi, mengidentifiksi pembelajaran siklus I, guru kurang bisa membagi waktu
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan materi yang sehingga alokasi waktu yang tersedia menjadi kurang.
diajarkan serta memberikan keterampilan memecahkan Solusi dalam hal ini adalah guru dapat mengatur waktu
masalah yang ditemukan dalam kegiatan pembelajaran. dengan baik, salah satunya dengan cara menyiapkan alat
Hal ini sejalan dengan pendapat Siradjuddin dan dan bahan yang diperlukan sebelum pembelajaran
Suhanadji (2012:19) bahwa salah satu tujuan IPS adalah dimulai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusman
untuk membekali pengetahuan, meningkatkan (2012:59) bahwa sebelum melaksanakan proses
keterampilan siswa serta mengajarkan kepada siswa pembelajaran, guru perlu mengatur waktu berkenaan
norma dan etika dalam kehidupan bermasyarakat. dengan berlangsungnya proses pembelajaran yang
Berdasarkan ulasan pembahasan tersebut, model meliputi pengaturan alokasi waktu seperti kegiatan awal
pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat ±20%, materi pokok ±80%, dan untuk penutup ±20%.
digunakan sebagai alternatif model pembelajaran yang Kedua, ada beberapa langkah pembelajaran yang
dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk mengikuti dilewati oleh guru. Pada saat melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas serta juga memiliki dampak positif pembelajaran siklus I, guru sempat lupa melaksanakan
terhadap kemajuan hasil belajar siswa. Dikarenakan, pada beberapa langkah pembelajaran. Hal ini disebabkan guru
model pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa jarang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
diajak untuk mencari pasangan kartu sambil belajar make a match pada saat kegiatan pembelajaran. Beberapa
mengenai suatu topik dalam suasana pembelajaran yang langkah pembelajaran yang dilewati oleh guru antara lain
menyenangkan. Sehingga siswa menjadi termotivasi : (a) Saat menerapkan model pembelajaran make a match,
untuk tetap aktif menemukan pasangan kartu dan siswa guru masih belum terbiasa menerapkan model
akan memiliki pengalaman belajar yang bermakna. Hal pembelajaran ini, akibatnya pada saat guru menjelaskan
ini senada dengan pendapat Shoimin (2014:98) bahwa langkah-langkah penerapan model pembelajaran make a
make a match ialah model pembelajaran yang menuntut match kepada siswa, siswa tampak masih kebingungan.
keaktifan siswa untuk bergerak aktif menemukan Selain itu, guru tidak membimbing siswa dalam mencari
pasangan kartu yang sesuai dengan pertanyaan atau pasangan kartu pertanyaan maupun jawaban. (b) Saat
jawaban dalam kartu tersebut. menjelaskan cara mengerjakan LKS, guru tidak
memastikan setiap siswa telah mengerti petunjuk

448
Penerapan Model Pembelajaran

pengerjaan LKS. Guru hanya meminta siswa membaca nilai pada siklus I sebesar 62,5% dan siklus II sebesar
petunjuk pengerjaan LKS dan menjelaskannya secara 93,75%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
garis besar. (c) Saat melakukan evaluasi, guru hanya persentase sebesar 31,25% dari siklus I ke siklus II.
membagikan soal evaluasi tanpa melakukan tanya jawab Saran
kepada siswa. Kendala-kendala ini dapat diatasi oleh Berdasarkan pengamatan peneliti ketika menerapkan
guru pada siklus II dengan cara guru melakukan model pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk
persiapan dengan matang sehingga ketika melaksanakan meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN
pembelajaran sudah sesuai dengan langkah-langkah yang Tempuran 4 Ngawi, maka peneliti memberikan saran
terdapat dalam RPP. Hal ini sependapat dengan Huda sebagai berikut : (1) Bagi guru, model pembelajaran
(2015:163) bahwa guru yang akan menerapkan suatu kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil
model pembelajaran tertentu harus benar-benar belajar IPS. Oleh sebab itu, model pembelajaran tersebut
menguasai dan memahami bagaimana harus menerapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan
pembelajaran kooperatif tersebut di ruang kelas. Hal ini pembelajaran pada mata pelajaran yang lain. Dengan
dimaksudkan agar guru tidak hanya mengetahui model catatan, (a) Guru disarankan perlu mempertimbangkan
pembelajaran kooperatif secara teoritis saja, namun juga alokasi waktu yang digunakan agar tidak terjadi
memiliki bekal praktis dalam menerapkan model kelebihan maupun kekurangan waktu. (b) Guru
pembelajaran kooperatif yang telah dipilih. disarankan melakukan persiapan secara matang dan baik.
Ketiga, guru kurang dapat mengondisikan kelas (c) Guru disarankan mampu menguasai kelas agar tidak
sehingga pada saat menerapkan model make a match menimbulkan suasana kelas yang gaduh. (2) Bagi
suasana kelas menjadi gaduh. Pada saat proses sekolah, dapat dijadikan sebagai masukan kepada sekolah
pembelajaran, terdapat siswa yang membuat kegaduhan, agar menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
namun guru hanya menegurnya saja. Sikap guru yang make a match dalam pembelajaran. Karena model
kurang tegas ini menyebabkan siswa yang bersangkutan pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat
mengulangi kesalahan yang sama. Kendala ini dapat meningkatkan pelaksanaan pembelajaran dan hasil
diatasi pada siklus II dengan cara guru menjadi lebih belajar siswa. (3) Bagi peneliti lain, karena hasil
tegas dalam mengambil keputusan supaya guru dapat penelitian dengan menerapkan model pembelajaran
mengondisikan siswa dengan suasana belajar yang kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan
semangat sehingga pembelajaran yang akan dilakukan pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar siswa, maka
menjadi menyenangkan. Hal ini senada dengan pendapat disarankan bagi peneliti lain untuk menjadikan penelitian
Rusman (2012:59) bahwa guru perlu memberikan ini sebagai bahan pertimbangan atau dapat ditindaklanjuti
dorongan kepada siswa agar siswa tumbuh semangat sebagai penelitian selanjutnya dengan menambah
untuk belajar, sehingga minat belajar tumbuh dalam diri variabel, sehingga dihasilkan penelitian yang lebih baik.
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
PENUTUP
Simpulan Aqib, Zainal, dkk.2011. Penelitiam Tindakan Kelas untuk
Guru SD, SLB, dan TK. Bandung: Yrama Widya.
Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu
meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tempuran 4 Ngawi, dapat disimpulkan bahwa : Huda, Miftahul. 2013. Model-ModelnPengajaranddan
(1)Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis.
pembelajaran kooperatif tipe make a match mengalami Yogyakarta: PustakanPelajar.
peningkatan dengan perolehan nilai dari siklus I sebesar Huda, Miftahul. 2015. Cooperative Learning: Metode,
72,2% dan siklus II sebesar 88,8%. Hal ini menunjukkan Teknik, Struktur dan Model Terapan. Yogyakarta:
adanya peningkatan persentase sebesar 16,6% dari siklus Pustaka Pelajar.
I ke siklus II. (2) Nilai rata-rata pencapai KKM siswa Indarti, Titik. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a dan Penulisan Ilmiah : Prinsip-prinsip Dasar,
match mengalami peningkatan dengan perolehan nilai Langkah-langkah, dan Implementasinya. Surabaya:
dari siklus I sebesar 77,4 dan siklus II sebesar 82,2. Hal FBS Unesa.
ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 4,7 dari Kunandar. 2015. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil
siklus I ke siklus II. Sedangkan presentase ketuntasan Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013)
klasikal juga mengalami peningkatan dengan perolehan Suatu Pendekatan Praksis Disertai dengan Contoh.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

449
JPGSD, Volume 06 Nomor 04 Tahun 2018, 440-450

Rusman. 2017. Belajar & Pembelajaran Berorientasi


Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif
dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Siradjuddin dan Suhanadji. 2012. Pendidikan IPS
(Hakikat, Konsep dan Pembelajaran). Surabaya:
Unesa University Press.
Susanto, Ahmad. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran
di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group.

450

Anda mungkin juga menyukai