Anda di halaman 1dari 3

HKUM4401-3

NASKAH TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2022/23.2 (2023.1)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : HKUM4401/Interpretasi Dan Penalaran Hukum
Tugas :3

No. Soal
1. Soal Kasus:
Detournement de pouvoir

Manakala seorang hakim diberi tugas mengadili dan menyelesaikan suatu masalah hukum, maka
ia acapkali melakukan kegiatan interpretasi. Bagaimanapun, hakim berkewajiban secara moral
memahami fakta yang terjadi dan masalah hukum yang timbul dari peristiwa. Lalu, ia menerapkan
hukum yang benar terhadap kasus tersebut. Jadi, seorang hakim bukan hanya berusaha memahami
dan menginterpretasi teks yuridis, tetapi juga interpretasi terhadap kenyataan yang menimbulkan
masalah hukum. Konsep ‘penyalahgunaan wewenang’ merupakan konsep hukum yang tepat dijadikan
bahan analisis, sehingga tergambarkan peran penting para pemangku kepentingan hukum dalam
menggunakan hermeneutika. Detournement de pouvoir (bahasa Perancis), dimuat dalam Pasal 53 ayat
(2) hurub b UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Konsep menyalahgunakan
wewenang ini diatur pula dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan juga dimuat dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan kemudian
juga menyinggungnya.

Lantas, apakah berbeda istilah ‘penyalahgunaan wewenang’ dan ‘penyalahgunaan kewenangan’


yang digunakan dalam perundang-undangan tersebut?. Cara pandang hermeneutika hukum melihat
makna ‘penyalahgunaan wewenang’ tentu tidak sederhana karena bersifat multi-dimensional. Di sinilah
peran hakim memahami dan menafsir teks perundang-undangan sekaligus menginterpretasi kenyataan
yang menimbulkan masalah hukum. Dapat dimengerti bahwa hermeneutika penting bagi ilmu hukum
sebagai tendensi lawan terhadap suatu fondasi berpikir yang telah mapan dan menghegemoni semua
pemikiran. Minimal, hermeneutika hadir sebagai tendensi lawan atas kegelisahan hegemoni positivisme.
Hermeneutika berbeda dari penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. “Pemikiran hermeneutik itu tidak
tunggal seperti penafsiran dalam ilmu hukum,”

1 dari 3
HKUM4401

Pertanyaan
Saudara mahasiswa, anda bebas menentukan asumsi-asumsi apa saja yang semestinya melekat,
diberikan dan ada di dalam konteks contoh kasus peristiwa yang diberikan dalam Soal ini. Sehingga
anda-pun dapat berinterpretasi secara relevan faktor-faktor apa saja yang semestinya masuk dalam
analisis kasusnya tersebut.

Anggap bahwa anda seorang ahli hukum/hakim yang perlu memperhatikan dalam memeriksa dan
memutus perkara. Sehubungan dengan itu anda diminta menginterpretasikan persoalan hukum atas
soal norma yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan seperti dalam soal kasus tersebut
atas; namun anda diminta menggunakan penafsiran literal dan penafsiran doctrinal (Max 500 kata).

2. Soal Kasus:
Detournement de pouvoir

Manakala seorang hakim diberi tugas mengadili dan menyelesaikan suatu masalah hukum, maka
ia acapkali melakukan kegiatan interpretasi. Bagaimanapun, hakim berkewajiban secara moral
memahami fakta yang terjadi dan masalah hukum yang timbul dari peristiwa. Lalu, ia menerapkan
hukum yang benar terhadap kasus tersebut. Jadi, seorang hakim bukan hanya berusaha memahami
dan menginterpretasi teks yuridis, tetapi juga interpretasi terhadap kenyataan yang menimbulkan
masalah hukum. Konsep ‘penyalahgunaan wewenang’ merupakan konsep hukum yang tepat dijadikan
bahan analisis, sehingga tergambarkan peran penting para pemangku kepentingan hukum dalam
menggunakan hermeneutika. Detournement de pouvoir (bahasa Perancis), dimuat dalam Pasal 53 ayat
(2) hurub b UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Konsep menyalahgunakan
wewenang ini diatur pula dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan juga dimuat dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan kemudian
juga menyinggungnya.

Lantas, apakah berbeda istilah ‘penyalahgunaan wewenang’ dan ‘penyalahgunaan kewenangan’


yang digunakan dalam perundang-undangan tersebut?. Cara pandang hermeneutika hukum melihat
makna ‘penyalahgunaan wewenang’ tentu tidak sederhana karena bersifat multi-dimensional. Di sinilah
peran hakim memahami dan menafsir teks perundang-undangan sekaligus menginterpretasi kenyataan
yang menimbulkan masalah hukum. Dapat dimengerti bahwa hermeneutika penting bagi ilmu hukum
sebagai tendensi lawan terhadap suatu fondasi berpikir yang telah mapan dan menghegemoni semua
pemikiran. Minimal, hermeneutika hadir sebagai tendensi lawan atas kegelisahan hegemoni positivisme.
Hermeneutika berbeda dari penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. “Pemikiran hermeneutik itu tidak
tunggal seperti penafsiran dalam ilmu hukum,”

2 dari 3
HKUM4401-3

Pertanyaan
Saudara mahasiswa, anda bebas menentukan asumsi-asumsi apa saja yang semestinya melekat,
diberikan dan ada di dalam konteks contoh kasus peristiwa yang diberikan dalam Soal ini. Sehingga
anda-pun dapat berinterpretasi secara relevan faktor-faktor apa saja yang semestinya masuk dalam
analisis kasusnya tersebut.
Masih kerkait dengan soal kasus di atas, anda diminta menganalisa dengan menggunakan penafsiran
literal hukum ( Max 500 kata).

3. Soal Kasus:
Detournement de pouvoir
Manakala seorang hakim diberi tugas mengadili dan menyelesaikan suatu masalah hukum, maka
ia acapkali melakukan kegiatan interpretasi. Bagaimanapun, hakim berkewajiban secara moral
memahami fakta yang terjadi dan masalah hukum yang timbul dari peristiwa. Lalu, ia menerapkan
hukum yang benar terhadap kasus tersebut. Jadi, seorang hakim bukan hanya berusaha memahami
dan menginterpretasi teks yuridis, tetapi juga interpretasi terhadap kenyataan yang menimbulkan
masalah hukum. Konsep ‘penyalahgunaan wewenang’ merupakan konsep hukum yang tepat dijadikan
bahan analisis, sehingga tergambarkan peran penting para pemangku kepentingan hukum dalam
menggunakan hermeneutika. Detournement de pouvoir (bahasa Perancis), dimuat dalam Pasal 53 ayat
(2) hurub b UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Konsep menyalahgunakan
wewenang ini diatur pula dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan juga dimuat dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan kemudian
juga menyinggungnya.
Lantas, apakah berbeda istilah ‘penyalahgunaan wewenang’ dan ‘penyalahgunaan kewenangan’
yang digunakan dalam perundang-undangan tersebut?. Cara pandang hermeneutika hukum melihat
makna ‘penyalahgunaan wewenang’ tentu tidak sederhana karena bersifat multi-dimensional. Di sinilah
peran hakim memahami dan menafsir teks perundang-undangan sekaligus menginterpretasi kenyataan
yang menimbulkan masalah hukum. Dapat dimengerti bahwa hermeneutika penting bagi ilmu hukum
sebagai tendensi lawan terhadap suatu fondasi berpikir yang telah mapan dan menghegemoni semua
pemikiran. Minimal, hermeneutika hadir sebagai tendensi lawan atas kegelisahan hegemoni positivisme.
Hermeneutika berbeda dari penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. “Pemikiran hermeneutik itu tidak
tunggal seperti penafsiran dalam ilmu hukum,”

Pertanyaan
Saudara mahasiswa, anda bebas menentukan asumsi-asumsi apa saja yang semestinya melekat,
diberikan dan ada di dalam konteks contoh kasus peristiwa yang diberikan dalam Soal ini. Sehingga
anda-pun dapat berinterpretasi secara relevan faktor-faktor apa saja yang semestinya masuk dalam
analisis kasusnya tersebut.
Sehubungan dengan jawaban anda pada soal No. 1 dan No. 2 di atas, berikan argumen anda tentang
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ratio decidendi anda sebagai ahli hukum/hakim yang harus
diperhatikan ( Max 500 kata).

3 dari 3

Anda mungkin juga menyukai