Panduan
Membuat Seni
dari
Sampah Masyarakat
A.S. LAKSANA
A.S. Laksana
2
Kumpulan Esai
A. S. Laksana
Sastrawan, jurnalis, dan pegiat pelatihan kepenulisan. Buku Kumcernya:
“Bidadari Yang Mengembara” (2014) dinobatkan sebagai buku sastra terbaik
tahun 2014 versi majalah Tempo. Karya fiksinya yang lain adalah
Murjangkung , Cinta Yang Dungu dan Hantu-Hantu (2013) dan Si Janggut Men-
gencingi Herucakra (2015). Sedangkan karya non fiksinya antara lain: Skandal
Bank Bali: Catatan Si Jempol (1999) dan Creative Writing: Tips dan Strategi
Menulis Cerpen dan Novel (2005).
3
A.S. Laksana
4
Kumpulan Esai
DAFTAR ISI
5
A.S. Laksana
6
Kumpulan Esai
8
Kumpulan Esai
9
A.S. Laksana
10
Kumpulan Esai
11
A.S. Laksana
12
Kumpulan Esai
13
A.S. Laksana
14
Kumpulan Esai
16
Kumpulan Esai
17
A.S. Laksana
18
Kumpulan Esai
19
A.S. Laksana
20
Kumpulan Esai
21
A.S. Laksana
22
Kumpulan Esai
23
A.S. Laksana
25
A.S. Laksana
26
Kumpulan Esai
27
A.S. Laksana
28
Kumpulan Esai
29
A.S. Laksana
30
Kumpulan Esai
31
A.S. Laksana
33
A.S. Laksana
34
Kumpulan Esai
35
A.S. Laksana
36
Kumpulan Esai
37
A.S. Laksana
38
Kumpulan Esai
40
Kumpulan Esai
meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang kita percayai itu benar
adanya.
Bias konfirmasi adalah kecenderungan kita untuk
mencari apa saja yang bisa menegaskan keyakinan kita dan
mengabaikan segala yang bertentangan dengan apa yang kita
yakini. Para pendukung bumi datar, misalnya, jika dasar
keyakinan mereka adalah teks-teks keagamaan, mereka akan
mencari informasi pendukung supaya ayat-ayat yang bisa
mereka tafsirkan untuk membenarkan keyakinan mereka.
Mereka akan mengabaikan segala macam informasi dan bukti-
bukti yang menyanggah keyakinan mereka, seilmiah dan
sevalid apa pun bukti-bukti itu.
Dari studi-studi yang sudah pernah dilakukan tentang
penalaran termotivasi dan bias konfirmasi, para ilmuwan
membangun landasan bagi psikologi modern, yakni bahwa
penalaran diliputi oleh emosi.
Data, fakta, dan ide menimbulkan perasaan positif dan
negatif. Ketika informasi yang kita terima bertentangan dengan
keyakinan kita, ia akan kita tafsirkan sebagai ancaman bagi
pandangan, keyakinan, dan akhirnya identitas kita—juga harga
diri kita. Maka, kita menjadi mahir dalam memblokir segala
informasi yang kita anggap mengancam. Kita hanya senang
41
A.S. Laksana
42
Kumpulan Esai
kita di media sosial. Debat itu akan menjadi kian panas jika
topiknya berkaitan dengan ideologi, agama, dan afiliasi politik.
Dalam wilayah-wilayah itu, emosi kita terlibat denga intensitas
yang sangat kuat.
Karena sulit mengubah pandangan atau keyakinan
orang, saya pikir yang terbaik adalah kita menyadari diri
sendiri. Steven Novella, penulis buku Your Deceptive Mind: A
Scientific Guide to Critical Thingking Skills, dan pendukung
gerakan scientific skepticism, mengingatkan dalam
ceramahnya: “Jika Anda meyakini sesuatu secara membuta,
tidak ada ada cara bagi saya untuk menyampaikan informasi
yang bisa membuat Anda keluar dari keyakinan itu. Anda
harus memiliki kesanggupan untuk memeriksa psikologi Anda
sendiri. Jika tidak, Anda akan menggunakan perangkat apa pun
hanya untuk memperkuat keyakinan Anda dan membenarkan
diri sendiri. (*)
43
A.S. Laksana
45
A.S. Laksana
jauh lebih enak zaman Pak Harto. Keadaan tidak ruwet seperti
sekarang. Orang-orang tidak berisik,” katanya.
Saya tidak setuju. Dia mengukur hidup enak hanya
dengan satu variabel. Orang-orang tidak berisik.
Tetapi, saya tidak berminat menanggapi pernyataannya.
Saya hanya mengatakan, “Ya, tidak ada orang yang berisik.”
Pada zaman Pak Harto tidak ada tempat untuk orang yang
berisik. Dia seperti orang tua zaman dulu, yang lebih suka
anaknya tidur atau duduk membatu di depan televisi atau tidak
melakukan apa pun. Yang penting, anak itu tidak berisik.
Memang banyak hal yang terasa keterlaluan saat ini. Tiap
saat ada yang melewati batas, tetapi orang seperti itu akan
dihajar oleh orang-orang lain, akan dibela juga oleh orang-
orang lain. Jadi, publik sendiri yang menjadi penghukum bagi
para pelanggar batas, bukan aparat negara yang turun tangan
untuk menggetok mereka. Itu sebabnya situasi menjadi sangat
berisik. Itu sebabnya ada orang-orang merindukan masa tidak
bebas. Sebab, hidup dalam kebebasan ternyata tidak mudah.
Memang begitu kenyataannya. Kebebasan adalah suatu
keadaan yang harus kita persiapkan sejak kita kanak-kanak.
Kita harus mempelajari bagaimana hidup dalam kebebasan.
Kita harus belajar caranya menggunakan kebebasan bersuara.
Kita harus belajar bagaimana menjadi warga negara yang
46
Kumpulan Esai
47
A.S. Laksana
48
Kumpulan Esai
49
A.S. Laksana
50
Kumpulan Esai
51
A.S. Laksana
52
Kumpulan Esai
53
A.S. Laksana
54
Kumpulan Esai
55
A.S. Laksana
56
Kumpulan Esai
58
Kumpulan Esai
59
A.S. Laksana
60
Kumpulan Esai
62
Kumpulan Esai
kita baca, atau pada pernyataan yang kita dengar, atau pada
kebijakan-kebijakan pemerintah.
Critical thinking tidak sama dengan berpikir negatif.
Pemikir kritis mencari jawaban atas masalah-masalah untuk
menemukan solusi terbaik.
64
Kumpulan Esai
65
A.S. Laksana
67
A.S. Laksana
68
Kumpulan Esai
69
A.S. Laksana
70
Kumpulan Esai
71
A.S. Laksana
72
Kumpulan Esai
73
A.S. Laksana
74
Kumpulan Esai
76
Kumpulan Esai
77
A.S. Laksana
78
Kumpulan Esai
79
A.S. Laksana
81
A.S. Laksana
82
Kumpulan Esai
83
A.S. Laksana
84
Kumpulan Esai
85
A.S. Laksana
86
Kumpulan Esai
87
A.S. Laksana
88
Kumpulan Esai
89
A.S. Laksana
90
Kumpulan Esai
91
A.S. Laksana
92
Kumpulan Esai
93
A.S. Laksana
94
Kumpulan Esai
95
A.S. Laksana
96
Kumpulan Esai
97
A.S. Laksana
98
Kumpulan Esai
99
A.S. Laksana
100
Kumpulan Esai
101
A.S. Laksana
102
Kumpulan Esai
103
A.S. Laksana
104
Kumpulan Esai
105
A.S. Laksana
kau cerdas dan kreatif serta banyak akal. Dan, kau tahu
bagaimana menggunakan kecerdasanmu.”
Teman saya cukup cepat menyelesaikan surat-surat
untuk putrinya. “Enak sekali menulis dalam bentuk surat,”
katanya. “Bisa lancar karena ada sosok di seberang sana yang
kita ajak bercakap-cakap.”
Saya pikir begitu. Saya pernah membaca nasihat tentang
penulisan: Menulislah seperti sedang bercakap-cakap dengan
seseorang yang kita kenal akrab.
Dalam proses ia menyelesaikan buku untuk putrinya
itulah, kami banyak membahas buku anak-anak. Lalu, kepala
kami dihantui kosakata “seharusnya”: Seharusnya anak-anak
Indonesia mendapatkan buku-buku bagus sejak mereka bisa
membaca; seharusnya buku anak-anak kita ditulis oleh orang-
orang yang tahu bagaimana cara mempresentasikan gagasan
secara ketat kepada pembaca belia, dengan ilustrasi yang
menarik, sehingga anak-anak suka membaca; seharusnya ....
Saya sering merasa iri kepada anak-anak di luar negeri.
Di sana ada banyak buku bagus untuk anak-anak—dengan
tema dan subjek yang sangat luas. Bahkan, kita bisa
menemukan buku berjudul Evolution for Babies. Tentu buku
tersebut tidak bermaksud mengajak bayi-bayi membahas teori
Darwin. Ia memperkenalkan secara sangat sederhana prinsip-
106
Kumpulan Esai
107
A.S. Laksana
108
Kumpulan Esai
110
Kumpulan Esai
ayah dan ibu dan kedua adiknya datang dari Cirebon mengurus
jenazahnya.
Warna kulit Hartanto Ramelan segelap warna kulit saya.
Saat kami semakin dekat, saya pikir Hartanto penganut
Kejawen sebab, selain tidak ke gereja pada hari Minggu, ia
tidak ke masjid pada hari Jumat.
Buku pemberiannya belum sempat saya bawa ketika saya
meninggalkan Semarang menuju Yogyakarta dan saya
menyesali kehilangannya ketika banjir besar menggenangi
rumah ayah saya setinggi dada orang dewasa.
Lalu, dengan rasa sesal karena kehilangan buku itu dan
dengan niat mengenang persahabatan dengannya, saya pernah
berencana menulis skripsi tentang pemikiran-pemikiran
Malachi Melech. Saya membayangkan di halaman depan
skripsi itu akan ada tulisan: “Untuk Hartanto Ramelan, dengan
doa yang selamanya kupanjatkan.”
Dengan imajinasi kekanak-kanakan, saya berpikir
mungkin menarik menulis skprisi yang membahas topik
sejarah pewahyuan. Saya kuliah di jurusan komunikasi, saya
ingin membahas bagaimana pesan gaib dikomunikasikan. Pasti
itu akan menjadi skripsi yang bagus sekali, pikir saya.
Namun rencana itu tidak berlanjut dan saya tidak pernah
menulis skripsi sama sekali. Sebetulnya saya sempat setahun
111
A.S. Laksana
112
Kumpulan Esai
113
A.S. Laksana
114
Kumpulan Esai
115
A.S. Laksana
116
Kumpulan Esai
117
A.S. Laksana
118
Kumpulan Esai
119
A.S. Laksana
120
Kumpulan Esai
121
A.S. Laksana
122
Kumpulan Esai
123
A.S. Laksana
124
Kumpulan Esai
125
A.S. Laksana
126
Kumpulan Esai
127
A.S. Laksana
128
Kumpulan Esai
129
A.S. Laksana
130
Kumpulan Esai
131
A.S. Laksana
bisa membakar apa yang saja dengan air ludah. Itu kesaktian
yang berguna untuk menumbangkan diktator.”
Percakapan kami terjadi pada awal 1990-an. Pada waktu
itu saya indekos di daerah Jeron Beteng, di lingkungan keraton
Yogyakarta, bertetangga dengan orang-orang yang menyimpan
keris, tombak, dan benda-benda lain yang minta dimandikan
setahun sekali pada bulan Suro, dan, tidak jauh dari tempat
kos, ada tetangga yang rumahnya sering dijadikan tempat
berkumpul para peminat ilmu kesaktian.
Sekarang, khayalan tentang para pemuda sakti yang
sanggup membakar seorang diktator dengan ludahnya sudah
tidak relevan lagi. Diktatornya sudah tidak ada.
Yang terasa relevan saat ini adalah memberi perhatian
dua puluh empat jam sehari pada Jokowi atau Prabowo.
Banyak orang melakukannya. Saya tidak tahu apa yang mereka
cita-citakan dengan memberi perhatian berlebih kepada Jokowi
dan Prabowo. Belakangan ada juga orang-orang yang memberi
perhatian khusus pada K.H. Ma‟ruf Amin karena Pak Kiai
dipilih oleh Jokowi untuk mendampinginya sebagai calon wakil
presiden.
Saya pikir memberi perhatian terus menerus kepada
mereka bisa digolongkan ke dalam perbuatan mubazir. Untuk
apa kita mengarahkan perhatian pada Jokowi dan Prabowo
132
Kumpulan Esai
133
A.S. Laksana
134
Kumpulan Esai
135
A.S. Laksana
136
Kumpulan Esai
138
Kumpulan Esai
gosok gigi, tidak menyisir rambut, tidak pergi ke mana pun dan
hanya membaca buku. Jika hanya sanggup membaca satu buku
sepekan, saya memerlukan waktu paling kurang 350 tahun
untuk menyelesaikan semua buku. Baiklah, saya harus
mengulang seruan Chairil Anwar: Aku mau hidup serinbu
tahun lagi.
Jadi, bagaimana bisa membaca semua buku? Atau,
dengan kata lain, bagaimana bisa hidup 350 tahun lagi dan
tetap sehat? Tampaknya tidak ada jalan keluar untuk masalah
itu. Dan karena tidak ada jalan keluarnya, berarti ia bukan
masalah. Anda tahu bahwa selalu ada jalan keluar untuk setiap
masalah. Jika sesuatu tidak memiliki jalan keluar, sudah pasti ia
bukan masalah dan lebih baik tidak dipikirkan.
Tenteram sebentar dengan pikiran seperti itu: setiap
orang punya cara untuk menenteramkan diri sendiri. Bahkan
seumur hidup tidak membaca buku pun tidak jadi masalah.
Banyak orang membuktikan hal itu. Mereka tetap hidup seperti
pohon-pohon: tumbuh tinggi, kadang-kadang
memperdengarkan bunyi berisik pada saat angin bertiup agak
kencang, dan tidak membaca buku.
Saya pikir tidak ada masalah menjalani hidup seperti
pohon-pohon. Tetapi ketenteraman semacam itu berakhir
tepat pada waktu ia harus berakhir. Sebuah iklan
139
A.S. Laksana
140
Kumpulan Esai
141
A.S. Laksana
142
Kumpulan Esai
143
A.S. Laksana
144
Kumpulan Esai
145
A.S. Laksana
146
Kumpulan Esai
147
A.S. Laksana
148
Kumpulan Esai
Siapa orang itu, saya tidak kenal. Saya hanya kenal Gus
Mus, kiai di Rembang sana, yang tidak terbuai oleh kekuasaan,
apa pun bentuknya, dan selalu menolak posisi-posisi politis
yang datang kepadanya.
Tentu saja anak muda itu dimaafkan. Mudah bagi Gus
Mus untuk memaafkan perilaku seperti itu, tetapi saya selalu
akan mengingat “Ndasmu!” sebagai sebuah peristiwa paling
menakjubkan tentang orang yang tidak memahami arti respek.
Para politisi adalah teladan dalam hal tidak memedulikan
respek. Mereka ingkar janji, mereka mencemooh orang lain,
mereka mencaci maki secara kasar, mereka melakukan bullying.
Mereka yang kalah dalam perebutan kekuasaan mengubah diri
menjadi pembuli—mungkin untuk menunjukkan bahwa
mereka memiliki kekuatan. Menamai kelompok sendiri sebagai
Partai Allah dan menyebut kelompok Partai Setan adalah
tindakan bullying oleh orang yang tidak memahami respek.
Pembuli melakukan tindakan-tindakan demi menegaskan
kekuatan dan pengaruhnya terhadap orang lain. Dan mereka
melakukannya dengan kekerasan: melalui kata-kata, melalui
cemooh, melalui tekanan-tekanan, melalui ancaman, melalui
hoaks, melalui intimidasi. Yang terakhir, dan terasa tidak
masuk akal, adalah melakukan intimidasi kepada Tuhan. Itu
tindakan intimidatif oleh orang yang sudah putus asa.
149
A.S. Laksana
150
Kumpulan Esai
151
A.S. Laksana
Pada suatu hari, dan itu hari baik karena saya baru saja
dibelikan sepeda, saya mengayuh sepeda keliling kampung,
merasa sebgai anak paling berbahagia di dunia ini, sambil
menyanyikan lagu yang saya sangat sukai: Kelelawan, oleh
Koes Plus. Di jalanan sepi, saya menyanyikannya pelan atau
hanya membunyikannya dalam hati: “Kelelawar sayapnya
hitam, terbang rendah di tengah malam. Pagi-pagi mereka
pulang, di bawah dahan bergantungan.
Hitam...hitam...hitam...!”
Hanya seperti itu liriknya, menyampaikan truisme
tentang kelelawar bersayap hitam, yang diulang-ulang empat
kali. Bertahun-tahun kemudian saya baru merasa heran kenapa
untuk memberi tahu bahwa kelelawar sayapnya hitam mereka
harus mengulang-ulangnya sampai empat kali.
Tetapi, ada lagu lain yang liriknya lebih buruk dari itu,
lagu yang dulu saya sukai juga, berjudul Aku Harus Jadi
Superstar, dinyanyikan oleh duet Achmad Albar dan Ucok
Harahap, yang menyebut diri Duo Kribo. Lirik lagu itu tidak
152
Kumpulan Esai
153
A.S. Laksana
154
Kumpulan Esai
155
A.S. Laksana
156
Kumpulan Esai
158
Kumpulan Esai
dan Million Dollar Baby. Dari dua film tersebut, dia juga
dinobatkan sebagai sutradara terbaik. Dua filmnya yang lain,
Mystic River dan Letters from Iwo Jima, juga bagus.
Bagaimanapun, itu merupakan hal yang menyenangkan
dalam kehidupan di muka bumi; selalu ada yang mengejutkan,
selalu ada yang luput dari perkiraan. Ketika Madonna
memerankan Eva Peron, ibu negara Argentina, dalam film
musikal Evita, dia ternyata bisa membawakan dengan
sempurna lagu-lagu dalam film itu, yang coraknya sungguh
berbeda dari lagu-lagu yang selama ini dia bawakan.
Pada pergelaran Academy Award 2015, kejutan itu
dihadirkan Lady Gaga. Di panggung dia membawakan lagu-
lagu dari film musikal The Sound of Music dengan cara yang amat
bagus. Dia seperti berubah menjadi Julie Andrews, pemeran
Maria, perempuan yang membawakan kegembiraan kepada
anak-anak dari sebuah keluarga yang semula sangat murung.
“Terima kasih, Lady Gaga,” kata Julie Andrews yang kemudian
muncul di panggung, “kau memberiku rasa bahagia.”
Di sana setiap orang seperti bisa membuat karya yang
bagus. Bintang film kacangan pun bisa menjadi sutradara
terbaik. Di sana, jika menginginkan sesuatu, seseorang rupanya
mengetahui cara melakukannya sebaik mungkin. Di sana pula
orang tahu bagaimana menghargai prestasi seseorang dan
159
A.S. Laksana
160
Kumpulan Esai
161
A.S. Laksana
162
Kumpulan Esai
situasi itu, setiap orang akan mampu membiayai apa saja yang
diinginkan. Seseorang bisa membayar guru catur yang paling
hebat di dunia dan akhirat sekiranya dia memiliki kemampuan
mendatangkan guru catur tersebut dan sanggup membiayai
pembelajarannya. Orang bisa mengirim anaknya ke sekolah-
sekolah terbaik untuk memastikan si anak mendapatkan
pendidikan yang dia kehendaki asalkan dia sanggup membayar
uang sekolah.
Untuk sekarang, ketika banyak hal absen dari pikiran
kita, kita sudah akan sangat berterima kasih sekiranya program
asuransi kesehatan untuk semua warga negara berjalan baik.
Dengan banyak urusan yang masih semrawut, dalam situasi
yang sangat membingungkan, dan setiap hari pikiran kita
dihajar oleh berita-berita kejahatan yang meningkatkan rasa
cemas, serta disibukkan oleh berita-berita buruk di seputar
pengelolaan negara, orang akan mudah sakit.
Karena itu, bersamaan dengan program asuransi
kesehatan untuk semua warga, pemerintah mestinya
memikirkan cara menambah rumah sakit umum. Tanpa
penambahan rumah sakit umum, kegunaan asuransi kesehatan
untuk orang miskin juga tidak akan maksimum. Sebab, rumah
sakit akan terpaksa menolak pasien jika memang sudah penuh.
163
A.S. Laksana
164
Kumpulan Esai
165
A.S. Laksana
166
Kumpulan Esai
167
A.S. Laksana
168
Kumpulan Esai
169
A.S. Laksana
170
Kumpulan Esai
171
A.S. Laksana
173
A.S. Laksana
174
Kumpulan Esai
175
A.S. Laksana
176
Kumpulan Esai
177
A.S. Laksana
178
Kumpulan Esai
179
A.S. Laksana
181
A.S. Laksana
182
Kumpulan Esai
183
A.S. Laksana
184
Kumpulan Esai
185
A.S. Laksana
186
Kumpulan Esai
188
Kumpulan Esai
189
A.S. Laksana
membaca. Rata-rata dari kita tidak cakap dalam dua hal itu:
menulis dan membaca.
Dalam sistem pendidikan yag mengajarkan kecakapan
berbahasa secara bagus, para siswa mungkin sudah
diperkenalkan dengan nama-nama besar sejak kanak-kanak.
Karya-karya Shakespeare, Cervantes, dan berbagai karya klasik
sudah diperkenalkan kepada siswa-siswa SD melalui saduran
untuk pembaca pemula. Beberapa dari kita baru akan
mengenal nama-nama itu bertahun-tahun nanti atas upaya
sendiri karena merasa harus belajar dari berbagai sumber. Dan
itu berarti kita sudah kalah start bertahun-tahun jika
dibandingkan dengan mereka.
Bila dibandingkan dengan anak-anak di sana,
kemampuan berbahasa kita lebih rendah dan itu tampaknya
tidak dianggap sebgai hal yang merisaukan. Padahal, transfer
pengetahuan akan berlangsung beres ketika orang memiliki
kemampuan berbahasa yang baik. Pemikiran disampaikan
melalui bahasa dan sebaliknya, dengan kemampuan berbahasa
yang baik, orang akan mampu mencerna pemikiran.
Secara tidak langsung, dengan mempertahankan sistem
pendidikan yang seperti sekarang, sekolah kita hanya mampu
melahirkan orang-orang yang senang menonton televisi,
senang bergunjing, atau menyukai dunia yang ingar-bingar.
190
Kumpulan Esai
191
A.S. Laksana
192
Kumpulan Esai
193
A.S. Laksana
194
Kumpulan Esai
196
Kumpulan Esai
197
A.S. Laksana
198
Kumpulan Esai
199
A.S. Laksana
200
Kumpulan Esai
201
A.S. Laksana
203
A.S. Laksana
apa saja yang pernah saya buka. Tentu saja video hewan-hewan
sering disarankan sebab saya menyukai video hewan-hewan.
Recommended, kata Youtube tentang beberapa video. Saya
klik salah satunya: Kuda laut jantan sedang mengejan dan
menyemburkan bayi-bayi kuda laut yang ia kandung; jumlah
bayinya lebih dari 1.800 ekor dalam satu kali melahirkan.
Menonton perilaku hewan-hewan menurut saya jauh
lebih menggembirakan ketimbang menonton ceramah onani
atau mengikuti perdebatan Rocky Gerung melawan 200
cebong. Adegan kuda laut menyemburkan bayi-bayi lebih
pantas dikenang ketimbang adegan orang memuntahkan caci-
maki.
Youtube sangat menarik sebab ia memberi saya
kesempatan, untuk pertama kalinya dalam hidup,
mendengarkan ceramah Richard Feynman, mengikuti kuliah
satu semester yang membahas detail mikro karya-karya
Hemingway, Faulkner, dan F. Scott Fitzgerald, menyimak
Harold Bloom tentang Shakespeare, dan banyak lagi kuliah
yang menyenangkan.
Di antara sumber-sumber tepercaya untuk mendapatkan
pengetahuan, baik pengetahuan akademis maupun
pengetahuan-pengetahuan praktis, Youtube adalah salah
satunya. Namun, karena video-video yang tersedia dalam
204
Kumpulan Esai
205
A.S. Laksana
206
Kumpulan Esai
207
A.S. Laksana
208
Kumpulan Esai
209
A.S. Laksana
210