Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA SEPANJANG RENTANG KEHIDUPAN


(USIA SEKOLAH, REMAJA, DEWASA,LANSIA)
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Hastuti, S. Kep., Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :
MELTI R011211085
NURSYAM R011211035
NAJMAH NABILA AB R011211019
AZZAHRA MARSYA SYUKUR R011211071
REZKY ARFIANI R011211043
ANGELICA YECLIN FEBYANA WAJANG R011211005
AINIYYAH ARDIANTI R011211111

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Jiwa yang berjudul “Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Sepanjang Rentang
Kehidupan (Usia Sekolah, Remaja, Dewasa,Lansia)” dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Jiwa. Selain itu, kami sebagai penulis bertahap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca maupun kami selaku
penyusun makalah ini.

Kami tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini. Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya, karena keterbatasan kami tentunya makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf sebesar-besarnya dan kami berharap
pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun terkait makalah ini.

Makassar, 7 Maret 2023

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan .....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

A. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Usia Sekolah........................................................3


B. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Remaja.................................................................7
C. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Dewasa................................................................12
D. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Lansia..................................................................21

BAB II PENUTUP.............................................................................................................28

A. Kesimpulan..............................................................................................................28
B. Saran........................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................29

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang indvidu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan konstribusi untuk komunitasnya (UU RI nomor 18 tentang kesehatan jiwa).
Menurut Keliat (2014), kesehatan jiwa suatu kondisi mental sejahtera yang harmonis dan
produktif dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi
stress kehidupan dengan wajar, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima
dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman dengan orang lain.
Kesehatan jiwa mencakup disetiap perkembangan individu di mulai sejak dalam
kandungan kemudian dilanjutkan ke tahap selanjutnya dimulai dari bayi (0-18 bulan),
masa toddler (1,5-3 tahun), masa anak-anak awal atau pra sekolah (3-6 tahun), usia
sekolah (6-12 tahun), remaja (12-18 tahun), dewasa muda (18-35 tahun), dewasa tengah
(35-65 tahun), sehingga dewasa akhir (>65 tahun) (Wong, D.L, 2009).
Menurut data dari WHO tahun 2011, yang di kutip dari ikrar (2012), penderita
gangguan jiwa berat telah menempati tingkat yang luar biasa. Lebih 24 juta mengalami
gangguan jiwa berat. Jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, seperti fenomena gunung
es di lautan, yang kelihatannya hanya puncaknya, tetapi dasarnya lebih banyak lagi yang
belum terlacak. Bahkan menurut laporan pusat psikiater Amerika, dibutuhkan dana
sekitar US$ 160 bilyun pertahun. Berarti gangguan jiwa berdampak dalam semua segi
kehidupan, ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, dan seterusnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang rentang kehidupan usia
sekolah?
2. Bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang rentang kehidupan remaja?
3. Bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang rentang kehidupan dewasa?
4. Bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang rentang kehidupan lansia?

iv
C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang
rentang kehidupan yang meliputi, usia sekolah, remaja, dewasa, dan lansia.

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK USIA SEKOLAH


1. Definisi Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang berbeda pada usia-usia sekolah. Masa
usia sekolah sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6-12
tahun. Karakteristik utama anak usia sekolah adalah mereka yang berenampilan
berbeda-beda individual dalam banyak segi banyak bidang, diantaranya dalam
intelegasi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa,perkembangan kepribadian dan
perkembangan fisik. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan anak usia sekolah
adalah anak yang berusia 6- 12 tahun yang ditandai dengan anak masuk kedalam
lingkungan sekolah dan mempunyai kemampuan kognitif.
2. Karakteristik Kesehatan Jiwa Anak Usia Sekolah
 Perkembangan biologis
Pertumbuhan biologis yaitu otak,otot, dan tulang. Pada usia anak akan
bertambah tinggi dan berat badannya dan pada usia 12-13 tahun anak
perempuan berkembang lebih cepat dari anak laki-laki.
 Perkembangan komunikasi
Anak usia sekolah dalam berkomunikasi semakin meningkat. Anak
mampu untuk memahami dan mengerti arti yang orang lain katakan
kepadanya. Dalam berbicara, kata-kata terkendali dan terseleksi. Anak tidak
sekedar bicara tanpa ada yang memerhatikannya.
3. Masalah Kesehatan Jiwa pada Anak Usia Sekolah
 Membangkang
Sikap yang melawan orang tua dan lingkungan jika tidak sesuai dengan
keinginan anak
 Persaingan
Rasa ingin untuk lebih dari orang lain yang selalu didorong oleh orang lain
juga. Sikap ini akan terlihat saat usia 4 tahun.

vi
 Berselisih
Terjadi apabila seseorang merasakan dirinya terganggu oleh sikap dan
perilaku orang lain.
4. Pengkajian
1) Pengkajian awal: pengkajian berdasarkan keluhan dan keadaan umum pasien
2) Pengkajian kesehatan jiwa: keluhan utama, Riwayat kesehatan jiwa,
Psikososial, status mental melalui teknik pengkajian wawancara, pengamatan,
pemeriksaan.

5. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi perkembangan
perkembangan keperawatan, diharapkan anak (I.10340)
berhubungan keluarga dapat memahami Observasi
dengan risiko gangguan pertumbuhan 1. Identifikasi
ketidakmampuan dan perkembangan status kebutuhan khusus
keluarga mengenal perkembangan (L.10101) anak dan
masalah kesehatan ekspetasi: membaik kriteria kemampuan
(D.0107) ditandai hasil: adaptasi anak
dengan: 1. Keterampilan/perilaku Teraupetik:
DS: sesuai usia 1. Fasilitasi hubungan
Merasa tidak meningkat. anak dengan teman
mampu bergaul 2. Kemampuan sebaya
dengan anak usia melakukan perawatan 2. Dukung anak
sebayanya diri meningkat. berinteraksi dengan
DO: 3. Respon sosial anak lain
Tampak gelisah meningkat. 3. Dukung anak
4. Kontak mata mengekspresikan
meningkat perasaannya secara
vii
positif
Edukasi:
1. Ajarkan sikap
kooperatif, bukan
kompetisi di antara
anak
2. Demonstrasikan
kegiatan yang
meningkatkan
perkembangan
pada pengasuh
Kolaborasi:
1. Rujuk untuk
konseling, jika
perlu
2 Risiko cidera Setelah dilakukan perawatan Pencegahan cidera
(D.0136) 2x24 jam diharapkan ansietas (I.144537)
berhubungan dapat teratasi dengan kriteria Observasi:
dengan peningkatan hasil: 1. Identifikasi area
aktivitas . ditandai - Tingkat cidera lingkungan yang
dengan: menurun berpotensi
DS: (L.14136) menyebabkan
Merasa pusing saat cidera
beraktivitas Teraupetik:
DO: 1. Gunakan alas lantai
Tampak lemas jika berisiko
mengalami cidera
serius
2. Sediakan
pencahayaan yang
memadai

viii
Edukasi:
1. Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan duduk
selama beberapa
menit sebelum
berdiri
Kolaborasi:
Kolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian
obat

ix
B. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA REMAJA
1. Definisi Dan Ciri Masa Remaja
Usia remaja merupakan usia transisi dari masa anak ke masa dewasa dan
mulai terjadi perubahan-perubahan dari segi fisik, psikis, dan emosi. Usia remaja
yang dimaksud adalah usia 10-19 tahun yaitu periode terjadinya masa pubertas
atau pematangan organ reproduksi manusia (Depkes, 2009).
2. Karakteristik Perkembangan Pada Remaja
a. Perkembangan biologis
Perubahan hormonal ini dialami oleh Remaja baik laki-laki maupun
Perempuan yang .menyebabkan perkembangan kapabilitas reproduksi dan
penampilan fisik yang matur. Salah satu hormone yang berperan pada perubahan
fisik ini adalah gonadotrophin hormone (GnRH). Perubahan fisik meliputi
pertumbuhan rambut pada area pubic, perkembangan payudara, dan menarche
pada perempuan sedangkan pada Laki-laki dijumpai perkembangan genital,
pertumbuhan rambut pubic, perubahan suara, dan munculnya janggut ataupun
kumis.
b. Perkembangan otak Remaja
Remaja mengalami perkembanagn otak yang khas selama masa transisi dari
masa kanak-kanak menuju dewasa yang juga menjelaskan mengapa kadang
Remaja berkata dan bertindak sesuai dengan keinginan mereka.
 Neurotransmiter Dopamine dan pusat kesenangan
Dopamine adalah system otak yang meningkatkan perasaan senang dan
memperkuat aktivitas yang memberikan kenikmatan. Pada remaja, kerja
Dopamin meningkat karena respons terhadap makanan, seks, obat- obatan
tertentu seperti nikotin. Dopamine berperan sebagai kognisi (berpikir dan
kesadaran), gerakan voluntary, tidur, suasana hati, perhatian, memori,
pembelajaran, motivasi, dan penghargaan.
 Pemrosesan emosi
Sistem limbik berfungsi sebagai sistem pengenalan rangsangan yang
relevan secara sosial seperti wajah, penilaian sosial, dan penalaran sosial.
Amigdala yang merupakan bagian kecil tapi vital dari sistem limbik

x
memproses emosi seperti ketakutan, kemarahan, dan kesenangan dan
bertanggung jawab untuk menentukan ingatan apa yang akhirnya disimpan.
 Emosi vs Kognitif
Pada kenyataannya, remaja mampu memahami dan menalar risiko
perilaku tertentu, tetapi ketika emosi dipicu, sistem limbik yang relatif lebih
matang akan menang atas sistem kognitif yang relatif kurang matang. Hal ini
menunjukkan bahwa ketika dihadapkan pada situasi mendesak yang secara
pribadi dan emosional, remaja akan lebih mengandalkan perasaan dan kurang
pada penalaran intelektual untuk membuat keputusan.
c. Perkembangan social
Pada remaja mulai berkembang "social cognition" yaitu fungsi kognitif
atau kemampuan untuk mengerti akan situasi sosial dengan
menginterpretasikan syarat atau norma sosial sehingga ia mampu
menginterpretasikannya melalui perilaku yang dapat diterima. Dalam tahap ini
remaja mulai memahami orang lain sebagai individu yang unik yang
mendorong remaja menjalin hubungan sosial yang lebih akrab terutama
dengan teman sebaya (peers).
d. Perkembangan psikosial
Perkembangan psikososial remaja berupa perkembangan otonomi,
pembentukan identitas, dan orientasi masa depan. Perkembangan psikososial
remaja dimulai pada rentang usia yaitu usia 10-13 tahun (remaja awal) yang
dikarakteristikkan dengan remaja mulai mandiri, mulai berkelompok dengan
teman sebaya sesama jenis dan berupaya menyesuaikan diri sesuai aturan
dalam kelompoknya. Periode usia 14-16 tahun (remaja. pertengahan),
kelompoknya mulai bervariasi, mulai terlibat dalam hubungan jangka pendek
dengan lawan jenis, dan Otonomi meningkat. Yang terakhir adalah remaja
usia 17-19 tahun (remaja akhir) dimana remaja mulai mencari identitasnya
dan mulai masuk pada hubungan yang lebih permanen.

xi
3. Masalah Yang Di Hadapi Remaja
Dikutip dari UNICEF (2021), terdapat beberapa faktor risiko pada Remaja di
Indonesia yaitu konsumsi tembakau, masalah nutrisi yang dari data terlihat
masalah obesitas meningkat pada Remaja setiap tahunnya, Masalah kesehatan
mental yang paling banyak terjadi adalah gangguan kecemasan, peningkatan pola
makan tidak sehat, penurunan aktifitas fisik, dan penuruna kontak social. Berikut
masalah lainnya :
 Gangguan Ansietas
Kecemasan bisa bermanfaat dan adaptif, sebagai alarm pengingat kita jika
dalam situasi bahaya melalui respon adrenergik simultan (denyut jantung tinggi,
pernapasan cepat, berkeringat). Terkadang kecemasan bersifat maladaptif, dan di
sinilah terlihat gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan ini banyak dialami
Remaja akibat ekspektasi yang tinggi dan tekanan untuk menjadi sukses
dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
 Gangguan Mood
Seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk mengalami depresi. Oleh
karena itu sangat penting untuk membedakan antara depresi yang disebabkan oleh
gejolak mood yang normal pada remaja dengan depresi karena mood berlebihan.
Gangguan mood akan beresiko terjadinya perilaku bunuh diri pada remaja. Bunuh
diri adalah penyebab kematian utama ketiga pada individu berusia 15 – 24 tahun.
Tanda – tanda bahaya bunuh diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-
tiba, berperilaku keras atau sangat memberontak, mengabaikan penampilan diri,
memiliki masalah besar, kualitas tugas sekolah menurun, dsb.
 Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat
dalam kemampuan menilai realitas. Yang termasuk gangguan psikotik adalah
skizoprenia. Skizoprenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidennya
selama remaja akhir sangat tinggi. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrem
dalam perilaku sehari- hari, isolasi sosial, sikap yang aneh, dan penurunan nilai
akademik.

xii
 Gangguan Penyalahgunaan Zat
Gangguan ini banyak terjadi diperkirakan 32 % remaja menderita gangguan
penyalahgunaan zat. Pada remaja perubahan penggunaan zat menjadi
ketergantungan zat terjadi lebih cepat dalam kurun waktu 2 tahun. Identifikasi
remaja penyalahguna NAPZA terdapat pada konflik keluarga yang berat,
kesulitan akademik, penyalahgunaan NAPZA oleh orang tua dan teman, merokok
pada usia muda.

4. Pengkajian
 Pengkajian awal : Pengkajian berdasarkan keluhan dan keadaan umum pasien
 Pengkajian kesehatan jiwa : keluhan utama, Riwayat kesehatan jiwa,
Psikososial, status mental melalui teknik pengkajian wawancara, pengamatan,
pemeriksaan.

5. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Ansietas (D.0080) b.d. Setelah Reduksi Ansietas (I.09314)
Kekhawatiran mengalami dilakukan Observasi :
kegagalan, ancaman perawatan 2x24 - Monitor tanda-tanda
terhadap konsep diri, dan jam diharapkan ansietas
penyalahgunaan zat yang ansietas dapat Terapeutik :
ditandai dengan : teratasi dengan - Temani pasien untuk
Subjektif : kriteria hasil: mrngurangi kecemasan
- Merasa bingung dan - Tingkat - dengarkan dengan penuh
khawatir dengan akibat ansietas perhatian
dari kondisi yang menurun - gunakan pendekatan yang
dihadapi (L.09093) tenang dan meyakinkan
- sulit konsentrasi - Kontrol diri Edukasi :
Objektif : meningkat - Latih kegiatan pengalihan

xiii
- Tampak gelisah (L.09076) untuk mengurangi
- Tampak tegang ketegangan
- Sulit tidur Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat
ansietas jika perlu
Gangguan Identitas Diri Setelah Promosi Kesadaran Diri
(D.0080) b.d. gangguan dilakukan (I.09311)
peran social dan tidak perawatan 2x24 Observasi :
terpenuhinya tugas jam diharapkan - Identifikasi respon klien
pekembangan, yang mampu Terapeutik :
ditandai dengan : memiliki - diskusikan dampak penyakit
Subjektif : presepsi diri pada konsep diri
- presepsi terhadap diri dengan kriteria - motivasi dalam
berubah hasil: meningkatkan kemampuan
- bingung dengan tujuan - Identitas belajar
hidup diri Edukasi :
Objektif : membaik - Anjurkan mengenali pikiran
- perilaku tidak dan persaaan diri
konsisten’hubungan - Anjurkan menyadari bahwa
yang tidak efektif setiap orang unik
- strategi koping tidak - Anjurkan meminta bantuan
efektif orang lain
- penampilan peran tidak - Anjurkan mengevaluasi
efektif kembali presepsi negative
tentang diri
- ajarkan cara
memprioritaskan hidup
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian obat
ansietas jika perlu

xiv
C. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA DEWASA

1. Definisi Kategori Usia Dewasa


Kategori usia dewasa adalah rentang usia di mana seseorang dianggap
sudah mencapai kedewasaan dan memiliki hak serta tanggung jawab yang sama
dengan orang dewasa lainnya dalam suatu masyarakat. Namun, batasan usia untuk
kategori dewasa dapat berbeda-beda tergantung pada negara atau budaya yang
berbeda.
Secara umum, di banyak negara, usia dewasa ditetapkan pada usia 18
tahun atau lebih. Di beberapa negara, seperti Jepang, usia dewasa ditetapkan pada
usia 20 tahun. Namun, di beberapa negara lainnya, seperti India, usia dewasa
dapat bervariasi antara 18 hingga 21 tahun.

2. Karakteristik Jiwa Pada Kategori Usia Dewasa


a. Karakterisik Perilaku Normal
 menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
 mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertentu (pacar, sahabat)
 membentuk keluarga
 mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
 merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
 memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
 mempunyai konsep diri yang realistis
 menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
 berinteraksi baik dengan keluarga
 mampu mengatasi stress akibat perubahan dirinya
 menganggap kehidupan sosialnya bermakna
 mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya

xv
b. Karakteristik Penyimpangan Perkembangan
 tidak mempunyai hubungan akrab
 tidak mandiri dan tidak mempunyai komitmen hidup
 konsep diri tidak realistis
 tidak menyukai diri sendiri
 tidak mengetahui arah hidup
 tidak mampu mengatasi stress
 hubungan dengan orangtua tidak harmonis
 bertindak semaunya sendiri dan tidak bertanggungjawab
 tidak memiliki nilai dan pedoman hidup yang jelas, mudah terpengaruh
 menjadi pelaku tindak antisosial (kriminal, narkoba, tindak asusila)
3. masalah kesehatan yang biasanya terjadi pada kategori usia dewasa
Berikut beberapa masalah kesehatan jiwa yang biasanya terjadi pada kategori usia
dewasa:
a. Gangguan kecemasan: Termasuk gangguan kecemasan umum, fobia, gangguan
panik, dan gangguan stres pascatrauma. Orang dewasa bisa mengalami gejala
seperti ketakutan berlebih, kewaspadaan berlebih, dan ketegangan fisik yang
terus-menerus.
b. Gangguan mood: Termasuk depresi dan bipolar. Orang dewasa bisa mengalami
perasaan sedih, kehilangan minat pada aktivitas yang biasa mereka nikmati,
perasaan putus asa, dan perubahan pola tidur dan nafsu makan.
c. Gangguan makan: Termasuk anoreksia, bulimia, dan gangguan makan lainnya.
Orang dewasa bisa mengalami perasaan tidak nyaman dengan tubuh mereka dan
perilaku makan yang tidak sehat.
d. Gangguan penggunaan zat: Termasuk alkohol, obat-obatan terlarang, dan zat-zat
adiktif lainnya. Orang dewasa bisa mengalami ketergantungan, kerugian sosial
dan finansial, dan masalah kesehatan fisik dan mental yang serius.
e. Gangguan kepribadian: Termasuk gangguan kepribadian borderline, antisosial,
dan paranoid. Orang dewasa bisa mengalami perasaan ketidakstabilan emosional,

xvi
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan perilaku impulsif atau
destruktif.

xvii
3. Pengkajian
Ketika mengkaji dewasa awal dan tengah, perawat harus mempertimbangkan
perbandingan tugas perkembangan mereka dan juga membedakan tahap serta
konsekuensi perkembangan baik psikologi dan biologis.
1) Perkembangan Psikologis
Dewasa muda telah melengkapi pertumbuhan fisiknya pada usia 20 tahun.
Pengecualian pada hal ini adalah wanita hamil dan menyusui. Perubahan fisik,
kognitif dan psikososial serta masalah kesehatan pada wanita hamil dan keluarga
usia subur sangat luas. Dewasa awal biasanya lebih aktif, mengalami penyakit
berat tidak sesering kelompok usia yang lebih tua. Cenderung mengakibatkan
gejala fisik dan sering menunda dalam mencari perawatan kesehatan.
Karakteristik dewasa muda mulai berubah mendekati usia baya. Temuan
pengkajian umumnya dalam batas normal, kecuali klien mempunyai penyakit.
Namun demikian klien pada tahap perkembangan ini dapat mengambil manfaat
dan pengkajian gaya hidup pribadi. Pengkajian gaya hidup dapat membantu
perawat dan klien mengidentifikasi kebiasaan yang meningkatkan resiko penyakit
jantung, maligna, paru, ginjal atau penyakit kronik lainnya. Pengkajian gaya
hidup pribadi dewasa awal meliputi pengkajian kepuasan hidup secara umum,
yaitu :
a) Hobi dan Minat
b) Kebiasaan meliputi : diet, tidur, olah raga, perilaku seksual dan penggunaan
kafein, alcohol dan obat terlarang
c) Kondisi rumah meliputi : rumah, kondisi ekonomi, jenis asuransi kesehatan
dan hewan peliharaan
d) Lingkungan pekerjaan meliputi : jenis pekerjaan, pemajanan terhadap fisik
dan mental
2) Perkembangan Kognitif
Kebiasaan berpikir rasional meningkat secara tetap pada masa dewasa
awal dan tengah. Pengalaman pendidikan formal dan informal, pengalaman hidup
secara umum dan kesempatan pekerjaan secara dramatis meningkatkan konsep
individu, pemecahan masalah dan keterampilan motoric. Mengidentifikasi area

xviii
pekerjaan yang diinginkan adalah tugas utama dewasa awal. Ketika seseorang
mengetahui persiapan pendidikannya, keahlian, bakat dan karakteristik
kepribadian. Pilihan pekerjaan menjadi lebih muda dan biasanya meraka akan
lebih luas dengan pilihannya. Akan tetapi, banyak dewasa awal kekurangan
sumber dan system pendukung untuk memfasilitasi pendidikan lebih lanjut atau
pengembangan keahlian yang diperluhkan untuk berbagai posisi pekerjaan.
Akibatnya, beberapa dewasa awal mempunyai pilihan pekerjaan yang terbatas.
3) Perkembangan Psikososial
Kesehatan emosional dewasa awal berhubungan dengan kemampuan
individu mengarahkan dan memecahkan tugas pribadi dan social. Dewasa awal
kadang terjebak antara keinginan untuk memperpanjang masa remaja yang tidak
ada tanggung jawab dan memikul tanggung jawab dewasa. Namun pola tertentu
atau kecenderungan relatif dapat diperkirakan. Antara usia 23-28 tahun, arang
dewasa memperbaiki perpepsi diri dan kemampuan berhubungan. Dari usia 29-34
tahun orang dewasa mengarahkan kelebihan energinyaterhadap pencapaian dan
penguasaan dunia sekitarnya. Usia 35-43 tahun adalah waktu ujian yang besar
dari tujuan hidup dan hubungan. Perubahan telah dibuat dalam kehidupan pribadi,
sosial dan pekerjaan. Seringkali stress dalam ujian ini mengakibatkan “krisi usia
baya” ketika pasangan dalam pernikahan, gaya hidup dan pekerjaan dapat
berubah. Selama masa dewasa awal, seseorang biasanya lebih perhatian pada
pengejaran pekerjaan dan sosial. Selam periode ini individu mencoba untuk
membuktikan status sosialekonominya. Mobilitas yang lebih tinggi didapat
melalui pilihan karier. Akan tetapi adanya kecenderungan saat ini terhadap
pengecilan perusahaan menyebabkan posisi yang tinggi lebih sedikit. Kemudian
banyak dewasa awal menghadapi peningkatkann stress karena persaingan yang
lebih besar di tempat kerja untuk mencapai dan mempertahankan status
kelasmenengah. Konseling karier dan kepribadian dapat membantu individu
mengidentifikasi pilihan karier dan menentukan tujuan yang realistik. Faktor etnik
dan jender mempunyai dampak sosiologis dan psikologis dalam kehidupan
dewasa dan faktor tersebut dapat merupakan tantangan yang jelas bagi asuhan
keperawatan. Dewasa awal harus membuat keputusan mengenain kerier,

xix
pernikahan dan menjadi orang tua. Meskipun setiap orang membuat keputusan
tersebut berdasarkan faktor individu, perawat harus memahami prinsip umum
yang tercangkup dalam aspek pengembangan psikososial dewasa awal.
4) Stress Pekerjaan
Stres pekerjaan dapat terjadi setiap hari atau dari waktu ke waktu.
Kebanyakan dewasa awal dapat mengatasi krisis dari hari ke hari. Stres situasi
pekerjaan situasional dapat terjadi ketika atasan baru memasuki tempat pekerjaan,
tenggat waktu hampir dekat, atau seorang pekerja diberi tanggung jawab baru atau
besar. Kecenderungan terbaru pada dunia bisnis saat ini dan faktor risiko stres
pekerjaan menurun, yang memicu peningkatan tanggung jawab pegawai dengan
posisinya lebih sedikit dalam struktur perusahaan. Stres pekerjaan juga terjadi jika
seseorang tidak puas pada pekerjaan atau tanggung jawabnya. Karena setiap
individu menerima pekerjaan yang berbeda, maka tiap stresor bervariasi pada
setiap klien. Pengkajian perawat pada dewasa awal harus meliputi deskripsi
pekerjaan yang biasa dilakukan dan pekerjaan saat ini jika berbeda. Pengkajian
pekerjaan juga meliputi kondisi dan jam kerja, durasi bekerja, perubahan pada
kebiasaan tidur atau makan, dan tanda peningkatan iritabilitas dan kegugupan.
5) Stress Keluarga
Setiap keluarga mempunyai berbagai peranan dan pekerjaan yang dapat
diprediksi untuk anggota keluarganya. Peran ini memungkinkan keluarga
berfungsi dan menjadi bagian efektif dalam masyarakat. Salah satu peran penting
adalah kepala keluarga. Bagi kebanyakan keluarga, salah satu orang tua adalah
pemimpin keluarga atau kedua orang tua berperan coleader. Dalam keluarga
orang tua tunggal, orang tua atau adakalanya seorang anggota keluarga besar
menjadi kepala keluarga. Ketika perubahan akibat dari penyakit, krisis keadaan
dapat terjadi. Perawat harus mengkaji faktor lingkungan dan keluarga termasuk
sistem pendukung, penguasaan mekanisme yang biasa digunakan oleh anggota
keluarga.

xx
4. Diagnosa Keperawatan

No
Diagnosa Tujuan Intervensi
.
1. Koping tidak Setelah dilakukan Dukungan pengambilan
efektif (D.0096) intervensi keperawatan keputusan (I.09265)
berhubungan selama 3 x 24 jam,
dengan ketidakadekuat maka status koping Observasi
an strategi membaik (L.09086), - Identifikasi persepsi
koping dibuktikan dengan kriteria hasil: mengenai masalah dan
dengan  1. Verbalisasi informasi yang memicu
DS: kemampuan konflik
- Mengungkapkan mengatasi masalah
tidak mampu meningkat Terapeutik
mengatasi masalah 2. Kemampuan - Fasilitasi mengklarifikasi
memenuhi peran nilai dan harapan yang
DO: sesuai usia membantu membuat
- Tidak mampu meningkat pilihan
memenuhi peran 3. Perilaku koping - Diskusikan kelebihan dan
yang diharapkan adaptif meningkat kekurangan dari setiap
(sesuai usia) solusi
- Menggunakan - Fasilitasi melihat situasi
mekanisme koping secara realistic
yang tidak sesuai - Motivasi mengungkapkan
tujuan perawatan yang
diharapkan
- Fasilitasi pengambilan
keputusan secara
kolaboratif
- Hormati hak pasien untuk
menerima atau menolak
informasi
- Fasilitasi menjelaskan
keputusan kepada orang
lain, jika perlu
- Fasilitasi hubungan antara
pasien, keluarga, dan
tenaga Kesehatan lainnya

Edukasi
- Jelaskan alternatif solusi
secara jelas
- Berikan informasi yang
diminta pasien

Kolaborasi

xxi
- Kolaborasi dengan tenaga
Kesehatan lain dalam
memfasilitasi
pengambilan keputusan
2. Gangguan proses Setelah dilakukan Dukungan koping
keluarga (D.0120) intervensi keperawatan keluarga (I.09260)
berhubungan selama 3 x 24 jam,
dengan perubahan maka proses keluarga Observasi
status kesehatan membaik (L.13124), - Identifikasi respons
anggota dengan kriteria hasil: emosional terhadap
keluarga dibuktikan 1. Adaptasi keluarga kondisi saat ini
dengan  terhadap situasi - Identifikasi beban
meningkat prognosis secara
DS: 2. Kemampuan psikologis
- Tidak ada keluarga - Identifikasi pemahaman
berkomunikasi tentang keputusan
DO: secara terbuka perawatan setelah pulang
- Keluarga tidak diantara anggota - Identifikasi kesesuaian
mampu beradaptasi keluarga meningkat antara harapan pasien,
terhadap situasi keluarga, dan tenaga
- Tidak mampu kesehatan
berkomunikasi
secara terbuka Terapeutik
diantara anggota - Dengarkan masalah,
keluarga perasaan, dan pertanyaan
keluarga
- Terima nilai-nilai keluarga
dengan cara yang tidak
menghakimi
- Diskusikan rencana medis
dan perawatan
- Fasilitasi pengungkapan
perasaan antara pasien dan
keluarga atau antar
anggota keluarga
- Fasilitasi pengambilan
keputusan dalam
merencanakan perawatan
jangka Panjang, jika perlu
- Fasilitasi anggota keluarga
dalam mengidentifikasi
dan menyelesaikan
konflik nilai
- Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan dasar keluarga
(mis: tempat tinggal,

xxii
makanan, pakaian)
- Fasilitasi anggota keluarga
melalui proses kematian
dan berduka, jika perlu
- Fasilitasi memperoleh
pengetahuan,
keterampilan, dan
peralatan yang diperlukan
untuk mempertahankan
keputusan perawatan
pasien
- Bersikap sebagai
pengganti keluarga untuk
menenangkan pasien
dan/atau jika keluarga
tidak dapat memberikan
perawatan
- Hargai dan dukung
mekanisme koping adaptif
yang digunakan
- Berikan kesempatan
berkunjung bagi anggota
keluarga

Edukasi
- Informasikan kemajuan
pasien secara berkala
- Informasikan fasilitas
perawatan Kesehatan
yang tersedia

Kolaborasi
- Rujuk untuk terapi
keluarga, jika perlu
3. Gangguan interaksi Setelah dilakukan Modifikasi perilaku
sosial (D.0118) intervensi keperawatan keterampilan sosial
berhubungan selama 3 x 24 jam, (I.13484)
dengan impulsif dibukti maka interaksi sosial
kan dengan meningkat (L.13115), Observasi
dengan kriteria hasil: - Identifikasi penyebab
DS: 1. Perasaan nyaman kurangnya keterampilan
- Merasa tidak dengan situasi sosial
nyaman dengan sosial meningkat - Identifikasi focus
situasi sosial 2. Perasaan mudah pelatihan keterampilan
- Merasa sulit menerima atau sosial
menerima atau mengkomunikasika

xxiii
mengkomunikasika n perasaan Terapeutik
n perasaan meningkat - Motivasi untuk berlatih
3. Responsif pada keterampilan sosial
DO: orang lain - Beri umpan balik positif
- Kurang responsive meningkat (mis: pujian atau
atau tertarik pada 4. Minat melakukan penghargaan) terhadap
orang lain kontak emosi kemampuan sosialisasi
- Tidak berminat meningkat - Libatkan keluarga selama
melakukan kontak 5. Minat melakukan Latihan keterampilan
emosi dan fisik kontak fisik sosial, jika perlu
meningkat
Edukasi
- Jelaskan tujuan melatih
keterampilan sosial
- Jelaskan respons dan
konsekuensi keterampilan
sosial
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan akibat masalah
yang dialami
- Anjurkan mengevaluasi
pencapaian setiap
interaksi
- Edukasi keluarga untuk
dukungan keterampilan
sosial
- Latih keterampilan sosial
secara bertahap

xxiv
D. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu
anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2008).
2. Batasan Lansia
WHO (2015) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:
1) Usia pertengahan antara usia 49 – 59 tahun,
2) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
3) Usia tua (old):75-90 tahun, dan
4) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan.
3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan mental dan psikologis
Lansia mengalami perubahan mental karena kurangnya adaptasi terhadap
perubahan proses penuaan yang dialaminya. (Idris et al., 2015). Semakin menua,
semakin muncul beberapa perubahan diantaranya perubahan yang berhubungan
dengan kondisi mental dan psikologis. Kondisi kesehatan mental dapat
mempengaruhi kehidupan seseorang, terutama yang berkaitan dengan
kepribadian, dan dapat menimbulkan kecemasan bahkan stres. Kepribadian dapat
muncul melalui sikap. Perasaan, dan perilaku (Hawari, 2013). Pada umumnya
lansia mengalami penurunan atau perubahan fungsi mental, baik dari segi
berpikir, sikap dan perasaan, maupun perilaku (Hawari, 2013).

xxv
b. Perubahan fisik
Pada lansia, umumnya dari penampilan kondisi fisik yang biasa disebut
Multiple Phatology, seperti energi menurun, adanya lipatan kulit, tulang menjadi
keropos dan gigi rontok satu per satu. Fungsi organ telah sangat menurun dengan
masalah kondisi fisik orang tua. Hal ini dapat menyebabkan kelainan atau
disfungsi fisik yang membuat lansia bergantung pada orang lain. Kondisi fisik
pada lansia dapat didukung oleh kebutuhan fisik untuk menyeimbangkan berbaga
kondisi, seperti sosial dan psikologis. Kebutuhan fisik lansia harus terpenuhi
secara memadai, seperti makan, menjaga istirahat, menjaga kualitas tidur, serta
bekerja (Redhono, 2013).
c. Perubahan sosial
Seseorang menghadapi masa tuanya berpengaruh dari status sosial pada
kemampuan mereka. Seseorang biasanya mengalami kesulitan saat menghadapi
masa tua karena pensiun, kebanggaan dirinya hilang sejalan dari fasilitas yang
melekat pada diri lansia. Banyak lansia yang belum bisa menerima bahwa dirinya
sudah pensiun (Redhono, 2013).
4. Permasalahan Pada Lansia
Diperkirakan 15% sampai 20% orang berusia di atas 65 tahun mengalami
gangguan mental. Gangguan mental yang sering dijumpai pada lansia yaitu
insomnia, stress, depresi, ansietas, dimensia, dan delirium (Riyani,2018).
1) Insomnia pada lansia
Gangguan tidur atau insomnia pada lanjut usia merupakan suatu proses normal
yang dikaitkan dengan proses penuaan, kondisi mental, dan kesehatan. Insomnia
pada lansia merupakan keadaan di mana individu mengalami suatu perubahan
dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak
nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di inginkan. Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan pada 5886 lansia berusia 65 tahun ke atas, didapatkan bahwa lebih
dari 70% lansia diantaranya mengalami insomnia (Bestari, 2013).

xxvi
2) Stress pada lansia
Kondisi stres pada lansia berarti ketidakseimbangan kondisi biologis, psikologis,
dan sosial yang erat kaitannya dengan respons terhadap ancaman dan bahaya yang
dihadapi pada lanjut usia.
3) Kecemasan (ansietas) pada lansia
Kecemasan merupakan masalah psikologis yang dihadapi oleh lansia dalam
pengalaman hidupnya. Kecemasan (anxiety) adalah gangguan yang ditandai
dengan perasaan takut atau cemas yang mendalam dan terus- menerus,
kepribadian tetap tidak berubah, perilaku terganggu, tetapi masih dalam batas
normal (Hawari, 2013).
4) Depresi pada lansia
Pada lansia, depresi biasanya dipicu stres karena berbagai masalah mulai dari
kesehatan hingga finansial. Penyakit dan kecacatan bisa menjadi kontributor
depresi pada lansia serta hidup sendiri atau kurang berinteraksi dengan
lingkungan sosial karena sakit dapat memicu depresi.
5) Dimensia pada lansia
Demensia adalah penurunan fungsi daya ingat dan berpikir yang berlangsung
kronik dan progresif sehingga menyebabkan gangguan fungsi aktivitas sehari-
hari.
6) Delirium pada lansia
Delirium adalah kondisi seseorang mengalami perubahan kondisi mental secara
mendadak. Dimana kondisi ini sering terjadi pada lansia. Penyakit ini termasuk ke
dalam gangguan mental yang serius karena memicu kebingungan dan
berkurangnya kesadaran pada lingkungan sekitar.
5. Pengkajian Kognitif / Afektif
Pengkajian status kognitif/afektif merupakan pemeriksaan kemampuan mental
dan fungsi intelektual. Pengkajian status mental sehingga dapat memberikan
gambaran perilaku dan mental bisa digunakan untuk klien yang beresiko delirium.
Pengkajian ini meliputi Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ),
Skala Depresi Beck (IDB). Skala Depresi Geriatrik Yesavage
1) Short portable mental status questionnaire (SPMSQ)

xxvii
Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ) merupakan salah
satu pengujian sederhana yang telah dipergunakan secara luas untuk mengkaji
status mental. Pengujian ini terdiri dari 10 pertanyaan yang berkenaan dengan
orientasi, riwayat pribadi, ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang dan
perhitungan.
2) Skala depresi beck (IDB)
Skala BDI adalah salah satu alat tes untuk mengukur tingkat depresi. Skala ini
disusun oleh peneliti berdasarkan modifikasi Beck Depression Inventory
(BDI) oleh Dr. Aaron T. Beck (1961) (Groth-Marnat, 2003). Saat ini yang
banyak dipakai khususnya di Indonesia adalah skala BDI-2. Skala ini sangat
simple dan mudah digunakan. Soal-soal yang digunakan pun sangat mudah
dimengerti. Skala ini telah diuji validitas dan kesahihannya di Indonesia.
3) Skala Depresi Geriatrik Yesavage
Geriatric Depression Scale (GDS) adalah salah satu instrument yang paling
sering digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan depresi pada usia lanjut
(umur >60 tahun).
4) Mini Mental Stase Examination (MMSE)
Mini Mental Stase Examination (MMSE) terdiri dari dua bagian yaitu
bagian pertama hanya membutuhkan respon-respon verbal saja dan hanya
mengkaji orientasi, ingatan serta perhatian. Bagian kedua adalah memeriksa
kemampuan untuk menuliskan suatu kalimat, menamai objek, mengikuti
perintah verbal dan tertulis, serta menyalin suatu desain poligon yang
kompleks. Skor 1 untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang
salah. Nilai maksimum untuk pemeriksaan MMSE adalah 30. Menurut
Foldstein dalam buku Mubarak, dkk (2006), MMSE terdiri dari:
 Orientasi, meliputi pertanyaan tentang orientasi waktu dan orientasi
tempat, skor maksimal 10.
 Registrasi, meliputi pertanyaan tentang mengatakan 3 benda yang kita
sebutkan, 1 detik untuk masing-masing benda kemudian meminta
untuk mengulang, skor maksimal 3.

xxviii
 Perhatian dan Kalkulasi, meliputi pertanyaan tentang hitungan
(menghitung mundur dari 100 dengan selisih 7, berhenti setelah 5
jawaban), skor maksimal 5. Apabila tidak mampu menghitung, minta
untuk mengeja suatu kata yang terdiri dari 5 huruf dari belakang.
 Mengingat, meliputi pertanyaan tentang daya ingat, menyebutkan 3
benda yang disebutkan pada Poin registrasi, skor maksimal 3.
 Bahasa, meliputi pertanyaan tentang menyebutkan 2 benda yang kita
tunjuk, mengulang kalimat dan mmemerinta (membaca, menulis dan
meniru gambar), skor maksimal 9.
Berdasarkan ada tidaknya gangguan fungsi kognitif dapat dibagi
menjadi :
a. Nilai 22 = tidak mengalami gangguan fungsi kognitif/baik.
b. Nilai ≤ 21 = mengalami gangguan fungsi kognitif/buruk.

6. Diagnosa Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09134)
berhubungan dengan (L.09093) Dukungan Emosional
krisis situasional, Dukungan sosial (L.13113) (I.09256)
ancaman kematian
ditandai dengan merasa
bingung dan tampak
gelisah
Distress spritual Status Spiritual (L.09091) Dukungan Spiritual
(D.0003) berhubungan Status Koping (L.09086) (I.09276)
dengan perubahan pola Promosi Koping (I.09312)
hidup, kesepian ditandai
dengan mempertanyakan
makna/ tujuan hidup

xxix
Gangguan persepsi Persepsi Sensori (L.09083) Manajemen Halusinasi
sensori (D.0085) Fungsi Sensori (L.06048) (I.09288)
berhubungan dengan usia Dukungan Pelaksanaan
lanjut ditandai dengan Ibadah (I.09262)
melihat bayangan dan
melamun
Harga diri rendah Harga Diri (L.09069) Manajemen Perilaku
situasional (D.0087) Tingkat Ansietas (I.12463)
berhubungan dengan (L.09093)
perubahan peran sosial
ditandai dengan menilai
diri negatif
Koping defensif Status Koping (L.09086) Promosi Harga Diri
(D.0094) berhubungan Dukungan sosial (L.13113) (I.09308)
dengan takut mengalami Promosi Koping (I.09312)
penghinaan, kurangnya
dukungan sistem
pendukung ditandai
dengan menyalahkan
orang lain
Koping tidak efektif Status Koping (L.09086) Dukungan Pengambilan
(D.0096) berhubungan Dukungan sosial (L.13113) Keputusan (I.09265)
dengan krisis situasional Promosi Koping (I.09312)
ditandai dengan
mengungkapkan tidak
mampu mengatasi
masalah
Waham (D.0105) Status Orientasi (L.09090) Manajemen Waham
berhubungan dengan Tingkat Depresi (L.09097) (I.09295)
stress berlebihan ditandai Manajemen Halusinasi
dengan mengungkapkan (I.09288)

xxx
isi waham
Gangguan pola tidur Pola Tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.09265)
(D.0055) berhubungan Tingkat Depresi (L.09097) Reduksi Ansietas (I.09134)
dengan kecemasan
ditandai dengan
mengeluh sulit tidur

xxxi
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

xxxii
DAFTAR PUSTAKA

Purwati, Dwi Yuni, (2017) KEMAMPUAN ORANG TUA MENSTIMULASI PERKEMBANAGAN


PSIKOLOGI ANAK USIA SEKOLAH DI WILAYAH PEGUNUNGAN. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Keliat, B. A. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Diagnosis Sehat.
Buanasari, A. (2021). Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa pada Kelompok Usia Remaja. TOHAR
MEDIA.
Nasriati, R. (2011). Kesehatan Jiwa Remaja. Jurnal Florence Vol. II No. 4 Juli 2011, 2(4).

American Nurses Association. (2014). Psychiatric-Mental Health Nursing: Scope and Standards
of Practice (2nd ed.). Silver Spring, MD: American Nurses Association.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders
(5th ed.).

National Institute of Mental Health. (2021). Mental Health Information. Retrieved from
https://www.nimh.nih.gov/health/topics

Penerbit Elsevier. (2014). Mental Health Nursing: Dimensions of Praxis (4th ed.). St. Louis,
MO: Mosby.

United Nations. (2015). World Population Ageing 2015. Department of Economic and Social
Affairs, Population Division.
https://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/ageing/
WPA2015_Report.pdf

United States Census Bureau. (2021). Age and Sex Composition: 2020. United States Census
Bureau. https://www.census.gov/data/tables/2020/demo/age-and-sex/2020-age-sex-
composition.html

World Health Organization. (2018). Global acceleration action for the health of adolescents (AA-
HA!): guidance to support country implementation. World Health Organization.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/275802/9789241514860-eng.pdf?
ua=1

xxxiii
World Health Organization. (2019). Nursing and midwifery. Retrieved from
https://www.who.int/health-topics/nursing-and-midwifery#tab=tab_1

Groth-Marnat, G. (2003). Handbook of psychological assessment (4th ed.). John Wiley & Sons
Inc.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Mubarak, W.I., Santoso, B.A., Rozikin, K. & Patonah, S. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2
(Teori & Aplikasi Dalam Praktik Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan
Komunitas, Gerontik dan Keluarga). Jakarta: Sagung Seto.

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik (edisi 3). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Hawari, Dadang (2013). Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta : FK UI

Redhono, D., Putranto. Dan Budiastuti, V., I. (2013). History Taking –Anamnesis. Surakarta:
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Pp.3

Bestari, Winda Ayu. 2013. Penerimaan Masa Lalu Terhadap Insomnia Pada Lansia. Malang:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

xxxiv

Anda mungkin juga menyukai