Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENGGUNAAN OBAT SECARA BIJAK

DALAM LAYANAN KEFARMASIAN

“Rancangan Kegiatan terkait Peran PBF dalam Mewujudkan Indonesia Sehat 2045
melalui Penggunaan Obat Secara Bijak”

OLEH :

KHRISNA AGUNG CENDEKIAWAN (228122207)


BERNADETHA MARIA ESTIKA PANGESTUTI (228122208)
NI KADEK NINING ARIYANTI (228122209)

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2023
1. Latar Belakang
Sehat adalah sesuatu yang sangat berharga, tidak dapat dibeli dengan apapun.
Menjaga kesehatan sangat mudah dan murah namun sayangnya masih banyak
masyarakat yang memiliki tingkat kesadaran yang rendah terhadap pentingnya menjaga
kesehatan. Kesehatan mulai terasa penting ketika sakit menyerang, padahal alangkah
lebih baik mencegah daripada mengobati. Kesehatan masyarakat merupakan modal
utama dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan generasi muda. Kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan membuat pemerintah melakukan
gerakan demi meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat indonesia
khususnya di bidang kesehatan.
Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, sumber daya di bidang
kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi
dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat,
obat tradisional, dan kosmetika. Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan
farmasi, salah satunya yaitu Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pedagang Besar Farmasi
adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes RI No.
1148/Menkes/Per/VI/2011). PBF sangat berperan dalam proses penjualan atau
pendistribusian produk.
Pendistribusian obat dari produsen hingga konsumen melibatkan banyak pihak
sehingga besar kemungkinan terjadinya diversi dan disalahgunakan. Saat ini, sangat
marak ditemui terjadinya penyimpangan dalam pendistribusian sehingga banyak bahan
obat dan obat berada pada jalur/sarana yang tidak semestinya, serta dimanfaatkan untuk
produksi suatu produk ilegal. Berdasarkan Laporan Tahunan 2021, Direktorat
Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor,
Badan POM, pada pemeriksaan terhadap 873 PBF ditemukan 239 PBF (27,4%) Tidak
Memenuhi Ketentuan (TMK) dengan temuan antara lain pengelolaan administrasi tidak
tertib, gudang tidak memenuhi persyaratan, kegiatan operasional PBF belum memenuhi
ketentuan atau penanggung jawab tidak bekerja secara penuh, melakukan pengadaan
obat dari jalur tidak resmi, menyalurkan obat ke sarana tidak berwenang atau ke
perorangan dan tidak dapat mempertanggungjawabkan penyaluran obat dalam jumlah
besar, telah beberapa kali mendapat Penghentian Sementara Kegiatan (PSK), tidak
aktif/tidak beroperasi atau terbukti turut serta dalam kegiatan tindak pidana.

Program Indonesia Sehat merupakan program yang diselenggarakan oleh


Kementerian Kesehatan RI untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berperilaku
sehat, hidup dalam lingkungan yang sehat, serta sadar akan pentingnya kesehatan.
Tercapainya derajat kesehatan dan gizi masyarakat masih menjadi perjuangan bangsa
Indonesia menuju visi pembangunan 2045. Pemerintah Indonesia merujuk pada empat
pilar pembangunan, dengan salah satu fondasinya adalah pembangunan manusia serta
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek kesehatan menjadi bagian dari
pilar pembangunan manusia Indonesia yang diupayakan dengan peningkatan derajat
kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Dokumen Visi Indonesia 2045 yang disusun
Bappenas menyebutkan upaya pembangunan di bidang kesehatan tersebut dilakukan
dengan strategi penguasaan teknologi kesehatan, pemahaman perilaku hidup sehat,
pencegahan dan pengendalian penyakit yang responsif, serta penyediaan fasilitas dan
jaminan kesehatan nasional. Dukungan fasilitas kesehatan dan sumber daya kesehatan
diperlukan untuk membangun kualitas manusia Indonesia yang sehat, dalam hal ini juga
memberantas berbagai permasalahan terkait obat. Berikut ini Pilar Pembangunan
Indonesia 2045 di bidang Kesehatan.
Untuk mendukung Program Indonesia Sehat 2045, Badan POM menerbitkan
Peraturan Badan POM RI Nomor 25 Tahun 2017 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara
Distribusi Obat yang Baik. Peraturan ini mewajibkan penerapan Cara Distribusi Obat
yang Baik (CDOB) bagi Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang bertujuan untuk
mempertahankan konsistensi mutu obat yang diproduksi oleh Industri Farmasi
sepanjang jalur distribusinya sampai ke tangan konsumen sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Penerapan wajib sertifikasi CDOB secara konsisten dapat
mengamankan jalur distribusi obat dari maraknya peredaran obat ilegal termasuk palsu,
meminimalisir penyaluran obat ke sarana ilegal, penyimpangan distribusi obat lainnya,
serta penyalahgunaan obat oleh masyarakat, seperti ditambahkan ke obat tradisional
atau kosmetik yang tidak sesuai dengan ketentuan.

2. Rumusan Masalah dan Tujuan Kegiatan


2.1. Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditentukan rumusan masalah
sebagai berikut: “Bagaimana Rancangan Kegiatan terkait Peran PBF dalam
Mewujudkan Indonesia Sehat 2045 melalui Penggunaan Obat Secara Bijak ?”
2.2. Tujuan dari mini proposal ini adalah untuk mengetahui Rancangan Kegiatan
terkait Peran PBF dalam Mewujudkan Indonesia Sehat 2045 melalui Penggunaan
Obat Secara Bijak
3. Rancangan Kegiatan
3.1 Peran PBF dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2045
Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga memiliki peran yang sangat penting dalam
mewujudkan Indonesia Sehat 2045 melalui penggunaan obat secara bijak. Sebagai
pihak yang memasok obat ke apotek dan pusat kesehatan, PBF dapat memastikan
bahwa obat yang mereka pasok adalah obat yang aman, efektif, dan berkualitas tinggi.
Berikut adalah beberapa peran PBF dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2045 melalui
penggunaan obat secara bijak:
1. Menjaga Kualitas Obat
PBF bertanggung jawab untuk memastikan bahwa obat yang mereka pasok ke
apotek dan pusat kesehatan adalah obat yang berkualitas tinggi dan aman untuk
digunakan. Dalam menjalankan kegiatannya dalam penyaluran obat atau bahan
obat agar terjaga keamanan dan mutunya, Fasilitas distribusi harus dapat
memastikan sediaan farmasi atau obat disalurkan hanya kepada pihak-pihak yang
berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat atau pelanggan.
Untuk itu, sebagaimana telah diatur dalam CDOB, fasilitas distribusi harus
melakukan verifikasi pelanggan/outlet. Verifikasi dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan dari aspek legalitas outlet dari segi izin, operasional, dan personalia.
Selain itu PBF juga harus memastikan bahwa obat yang mereka pasok telah
melewati proses pengujian yang ketat dan telah memperoleh izin edar dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dengan menjaga kualitas obat yang
mereka pasok, PBF dapat membantu mencegah penyalahgunaan obat dan
membantu masyarakat menggunakan obat secara bijak. Berdasarkan Peraturan
Badan POM Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat Yang Baik, pada Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik,
semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip kehati-
hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur
yang terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko.
2. Memastikan integritas rantai pasok
PBF harus memastikan mutu obat dan / atau bahan obat dan integritas rantai
distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Dalam sebuah proses distribusi
sediaan farmasi, rantai pasok sangat penting sebab meliputi keseluruhan proses dari
mulai riset pasar, menentukan produk, merumuskan strategi produk dan
pemasaran, mengurusi proses suplai bahan baku produksi, proses produksi sampai
mendistribusikan pada konsumen akhir semua dipikirkan oleh managemen pada
posisi.
Oleh karena berhubungan dengan pemenuhan permintaan barang dari
konsumen, integritas rantai pasok ini tidak boleh diremehkan. Setiap perusahaan
berusaha merumuskan strategi rantai pasok yang efektif dan efisien agar
mendapatkan laba yang besar dan meminimalkan resiko kerugian.
3. Memastikan mutu bahan baku melalui pengendalian distribusi
PBF harus memperoleh pasokan bahan obat dari pemasok yang mempunyai
izin. Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan.
Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukkannya,
merupakan hal operasional yang penting. Sediaan farmasi sampai di tangan pasien
harus dalam keadaan aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau. Pengawasan obat
secara komprehensif perlu dilakukan pada jaringan distribusi obat demi
terjaminnya mutu, khasiat, keamanan, dan keabsahan obat. Penjaminan mutu
dipantau seiring integritas rantai distribusi, mulai dari kegiatan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran hingga jika terjadi pengembalian. Pemantauan mutu
mulai dari pembangunan system mutu (Quality Management) hingga terjadi Recall
dalam proses distribusi diatur dalam Cara Distribusi Obat yang Baik atau CDOB.
3.2 Rancangan kegiatan terkait peran PBF dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2045
melalui Penggunaan Obat Secara Bijak adalah :
1. Melakukan inspeksi secara rutin, audit berkala dan sertifikasi kepatuhan terhadap
sistim mutu di PBF oleh instansi pelayanan kefarmasian yang bertanggung jawab.
Misalnya seri International Organization for Standardization (ISO) atau Pedoman
Nasional dan Internasional lainnya oleh Badan Eksternal seperti Kementerian
Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
2. Melaksanakan penilaian resiko secara berkesinambungan untuk menilai risiko
yang mungkin terjadi terhadap mutu dan integritas obat dan / atau bahan obat yang
di suplai oleh PBF. Sistem mutu harus disusun dan ditetapkan untuk menangani
setiap potensi risiko yang teridentifikasi dan memiliki potensi akan terjadi. Sistem
mutu harus ditinjau ulang dan direvisi secara berkala untuk menangani risiko baru
yang teridentifikasi pada saat pengkajian risiko. Proses manajemen risiko mengacu
pada standar ISO 31000 : 2018, dapat dikelompokkan menjadi tahap penetapan :
(1) lingkup, konteks, dan kriteria, (2) penilaian risiko, dan (3) tahap perlakuan
risiko. Tujuan penilaian risiko adalah menetapkan kemungkinan terjadinya dan
dampak suatu suatu kejadian yang menghambat pencapaian tujuan atau sasaran
organisasi supaya dapat dilakukan penanganan risiko secara tepat. Tujuan tersebut
dapat dicapai melalui identifikasi risiko dan analisis risiko.

3. Manajemen puncak di PBF harus menunjuk seorang penanggung jawab seorang


Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-
undangan. Tugas seorang Apoteker di PBF adalah bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan
obat sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Pendistribusian obat dari
PBF hanya dapat dilakukan melalui sarana pelayanan kefarmasian yang memiliki
ijin seperti Apotek, Rumah Sakit, PBF lainnya, Puskesmas, Klinik, Toko obat, dan
harus memastikan bahwa PBF telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan
publik.
4. Melakukan evaluasi berkala untuk bangunan dan peralatan pada sarana PBF.
Bangunan dan peralatan harus mampu menjamin keamanan mutu obat dan bahan
obat sesuai CDOB.
5. PBF harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk
memastikan bahwa sumber obat / atau bahan obat yang diterima berasal dari
industri farmasi dan / atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai
peraturan perundang -undangan untuk meminimalkan risiko obat / atau bahan obat
palsu memasuki rantai distribusi resmi.
6. Membuatkan dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk
pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang
berwenang.

D. Daftar Pustaka

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun
2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik

WHO. 2010. Good Distribution Practices (GDP) For Pharmaceutical Products. WHO
Technical Report Series, No. 957, Annex 5

BPOM RI 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI.

Depkes RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Permenkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tetang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Departeman
Kesehatan RI.

https://www.pom.go.id/files/2022/LAPORAN%20TAHUNAN%202021/1.%20Unit%20Kerj
a%20Pusat/Deputi%201/Direktorat%20Pengawasan%20Distribusi%20dan%20Pelayanan%2
0ONPP/Laptah%202021%20wasdist%20-%20New%20.pdf

https://rskgm.ui.ac.id/wp-content/uploads/2021/03/185.-pmk11482011.pdf

https://sertifikasicdob.pom.go.id/sertif/docs/Perka_25_Tahun_2017_CDOB.pdf

Anda mungkin juga menyukai