Lina Khoirunnisa - Fisip
Lina Khoirunnisa - Fisip
Selatan, Bekasi)
Skripsi
Oleh :
LINA KHOIRUNNISA
11141110000028
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi, Pembimbing,
III
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
POLA ASUH ORANGTUA DAN RELIGIUSITAS ANAK DI KEHIDUPAN
SEHARI-HARI (STUDI KASUS: DESA MANGUNJAYA, TAMBUN SELATAN,
BEKASI)
Oleh
Lina Khoirunnisa
11141110000028
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Juli 2021. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada
Program Studi Sosiologi.
Ketua Sidang, Sekretaris,
IV
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisa tentang pola asuh orang tua dan religiusitas anak
dalam kehidupan sehari-hari di Desa Mangunjaya, Tambun Selatan, Bekasi. Tujuan
penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana pola asuh orang tua dan religiusitas
anak dalam kehidupan sehari-hari melalui perspektif teori AGIL (adaptations, goal
attainment, integration, latency).
V
KATA PENGANTAR
berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul:
Selesainya penelitian dalam skripsi ini semoga semakin membuka sebuah jalan
yang akan terus dilewati oleh para peneliti lainnya. Dalam perjalanan
serta pihak-pihak yang baik. Karena, skripsi ini bisa terselesaikan atas bantuan serta
dukungan pihak terkait. Oleh sebab itu penulis dengan tulus mengucapkan untaian
1. Bapak Prof. Dr. Ali Munhanif, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial
skripsi yang sangat sabar tidak pernah bersikap marah kepada penulis
VI
dalam penyelesaian skripsi ini. Juga meluangkan waktu untu membantu
6. Orang tua, Nenek, Adik, Serta Om dan Tante. Papah, Mamah, Ridho,
Fakhriy, Emi, Acih, Bi Nju, Edot, Om Ndut, Biong terima kasih atas
Kalian!
bagi penulis untuk mengambil data serta wawancara. Ibu Juriah, Ibu
Nurjanah, Bapak Abu Hasan, Bapak Sukirman, Ibu Kesih, Bapak Edi
Sofyan, Ibu Kokom, serta Ibu Bella beserta anak-anaknya. Terima kasih
9. Kawan diluar perkuliahan aka teman sejak SMP, Intan, Idzni, Sindy,
Kiko, Mage, Mecel dan seluruh member grup serius banget 2021.
Makasih gees he he
VII
10. Dan yang terbaik adalah terima kasih untuk diri penulis sendiri, terima
kasih atas perjuangan, kerja keras, serta usaha selama kuliah, akhirnya
Demikian ucapan terima kasih yang penulis bisa sampaikan, dari hati
terdalam penulis mendoakan kebaikan kalian menjadi amal shalih dan dibalas oleh
Allah SWT. Terakhir, terima kasih bagi teman-teman yang bersedia membaca
Penulis
VIII
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
IX
H. Sistematika Penulisan ................................ .............................................. 36
BAB II Gambaran Umum Wilayah Penelitian
1. Sejarah Desa ............................................... .............................................. 38
2. Letak Geografis .......................................... .............................................. 40
3. Struktur Penduduk ..................................... .............................................. 41
1. Adaptasi (Adaptation)………………………….......................... 50
2. Pencapaian Tujuan (goal attainment) ..................................... 53
3. Integrasi (Integration) …………… .......................................... 55
4. Pemeliharaan Pola (Latency).... .............................................. 59
BAB IV PENUTUP
X
DAFTAR TABEL
XI
DAFTAR GAMBAR
XII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini mengkaji pola asuh orang tua dan religiusitas anak (pengalaman
religiusitas anak, orang tua sangat berperan penting dalam hal memberikan nilai
dan norma keagamaan. Apabila kurangnya pemahaman tentang agama pada saat
melakakun pola asuh terhadap anak, maka terjadi kemerosotan moral bangsa,
dilanggar. Moral dan agama mempunyai hubungan yang erat, karena agama
Kehidupan manusia adanya agen sosialisasi yang terdiri atas orang tua.
tentang nilai, norma, bahasa, simbol, dan sebagainya agar dapat diterima dalam
masyarakat di mana ia berada. Sebuah keluarga, anak memiliki arti dan fungsi.
Anak sebagai andalan keluarga. Anak dapat diajdikan teman berbagai keluh dan
kesah orang tua, baik suka maupun duka. Dalam keluarga anak sangat diharapakan
menjadi generasi penerus orang tua yang lebih baik. Anak merupakan harapan
orang tua di masa mendatang bisa menjadi penerus cita-cita keluarga. Keluarga
1
pedesaan maupun keluarga perkotaan, hal ini mungkin saja terjadi.
(koentjaraningrat, 1980)
Hasil dari pengasuhan orangtua terhadap anak terbagi menjadi dua; positif
dan negatif. Pada era masa kini, dengan keadaan tekhnologi yang semakin canggih,
pola asuh orang tua dalam menanamkan nilai agama sudah mulai pudar, hal tersebut
dapat dengan mudah ditemui di berbagai tempat dalam masyarakat. Data penduduk
jumlah masyarakat antara Desa Mangunjaya dengan Desa lainnya yang berada di
Mangunjaya.
dan melakukan obrolan ringan dapat disimpulkan bahwa kenakalan anak yang
terjadi di Desa Mangunjaya antara lain membolos sekolah, keluar rumah pada
yang ada di kantor RW ada 20 kasus pencurian di daerah tersebut, antara lain
Selain itu dijumpai pula bahwa anak-anak yang suka melakukan perundungan
mengaji atau melakukan sholat berjamaah dan anak cenderung bersikap acuh tak
2
acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Sedini mungkin orangtua harus mengajarkan
anak pada hal-hal yang baik seperti sholat berjamaah di Masjid, mengikuti TPA di
yang utama yang sangat dibutuhkan bagi anak, di mana hal tersebut secara langsung
merupakan pendidikan dasar yang ditanamkan kepada anak sejak dini. Maka sebab
sekaligus sebagai modal awal perjalanan hidup mereka (Syahrin Harahap, 1999).
Orang tua harus mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang agama dalam
sehari-hari.
Anak merupakan anugerah dari Tuhan sang pencipta, yang mesti diasuh
karena dalam dirinya terdapat derajat, harga diri dan hak-hak menjadi manusia yang
berproses serta berhak atas perlindungan dari sikap kekejaman dan perbedaan, serta
hak sebagai warga negara dan kebebasan berpendapat (Poerwadarminta, 2003: 11)
3
merupakan kumpulan masyarakat yang paling kecil, setiap anggota bisa mengenal
secara pribadi dan akrab. Primary group disebut juga sebagai face to face group
karena memiliki interaksi yang efektif. Menurut Cooley, kelompok primer ialah
kelompok yang memiliki ciri-ciri mengenal secara pribadi antar anggota . Keluarga
merupakan kelompok awal bagi individu yang memiliki pengaruh secara instan
terhadap oertumbuhan individu ketika individu berada dalam dunia umum. Maka
sebab itu, keluarga memiliki berbagai peran yang sangat berpengaruh bagi individu
yaitu; memberikan kasih sayang, mendorong dalam hal reproduksi dan merawat
jawab, perihatin, pemahaman dan menjaga nilai dan norma budaya yang sudah ada
kewajiban untuk membuat kebiasaan atau cara yang baik agar menjadi dasar yang
kokoh dalam pendidikan tidak formal. Kebiasaan tersebut akan menjadikan anak-
anak mematuhi dan mengadaptasi apa yang telah diajarkan orang tuanya. Hal itu
Pola asuh bagi Baumrind (Martin dan Colbert, 1997) mengingatkan bahwa
pola asuh dan hubungan antar bagian-bagian pola asuh dan fungsi anak sampai usia
bagaimana orang tua mencintai anaknya, mau menerima dengan ikhlas, serta
memberikan kasih sayang dengan sepenuh hati. Dalam hal pengawasan dapat
4
dilihat bagaimana orang tua mengarahkan anaknya kearah yang lebih baik dan
yang mendasar untuk menyiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua sebagai pengasuh
dengan anak sebagai individu yang diasuh. Interaksi tersebut mencakup beberapa
(Wahyuning, 2003).
dalam struktur keluarga, bahwa dalam keluarga itu adanya ayah di samping adanya
ibu dan anak, maka akan berlangsungnya interaksi sosial yang harmonis. Apabila
tidak ada ayah atau ibu atau kedua-keduanya maka struktur keluarga dimaksudkan
pula keutuhan dalam interaksi keluarga, tidak seperti keluarga umumnya yang
Orang tua dalam mengajarkan tentang agama pada anaknya berlandas pada
kebudayaan yang mereka percayai, karena secara kebiasaan merupakan norma atau
aturan pada aktivitas masyarakat atau bisa dibilang pranata atau institusi. Norma
yang ada pada masyarakat merupakan kumpulan dalam kebudayaan yang telah ada
sejak lama di masyarakat. Norma yang sudah ada dimasyarakat dapat dijadikan
5
sebagai landasan masyarakat agar lebih patuh pada peraturan yang sudah ditetapkan
oleh masyarakat. Dalam norma agama, anak bisa beradaptasi dengan lingkungan
dan mempraktekan apa yang telah diajarkan orang tua sehingga mengetahui hal
Kualitas dan intensitas pola asuh orang tua bervariasi dalam mempengaruhi
dan mengarahkan perilaku anak. Hal tersebut dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan orang tua. hasil pola asuh petani tidaklah sama dengan pedagang. Pada
masa kini, banyaknya perilaku menyimpang yang terjadi pada anak. Menurut
Komnas Perlindungan Anak (PA) mencatat dari 2.729 kasus pelanggaran terhadap
anak di 2019, 52% masih didominasi kasus kejahatan seksual dan predator atau
monsternya kejahatan itu orang terdekat. Situasi lain yang juga memprihatinkan
bagaimana pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak dalam kehidupan sehari-
hari di Desa Mangunjaya, peneliti menggunakan teori A.G.I.L yang dicetuskan oleh
keseimbangan dalam tatanan sosial, asumsi dasar teori ini adalah bahwa elemen
Orang tua dan religiusitas anak dalam kehidupan sehari-hari di Desa Mangunjaya
6
dari sisi ekonomi dan sistem politik mengalami perubahan sehingga keluarga harus
B. Pertanyaan Penelitian
Selaras dengan latar belakang yang sudah di paparkan diatas, pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
Bagaimana Pola Asuh Orang Tua dan religiusitas anak di kehidupan sehari-hari?
Tujuan penelitian ini merupakan tujuan-tujuan yang dapat dikatakan bersifat praktis
Untuk menjelaskan bagaimana pola asuh orang tua dan religiusitas anak di
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Bagi dunia akademik khususnya jurusan ilmu Sosiologi, penelitian ini lebih
terfokus pada Sosiologi Agama. Penelitian ini memiliki kontribusi dalam kajian
tentang Pola Asuh dan religiusitas juga sebagai informasi bagi peneliti yang lain.
7
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan membagikan informasi bagi orang tua dalam memberikan
pola asuh dan religiusitas. Kemudian, penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan
D. Tinjauan Pustaka
asuh orang tua dalam keluarga sudah cukup banyak dilakukan oleh beberapa
yang membahas pola asuh orangtua. Pertama, penelitian dalam Tesis jurusan
sosiologi dari Universitas Gajah Mada yang berjudul “Pola Pengasuhan Anak
Universitas Gajah Mada (Feri, 2015). Permasalahan yang diangkat kondisi sosial
ekonomi keluarga TKI di Desa Karangrowo, serta bagaimana pola pengasuhan anak
Hasil penelitian mengenai pola pengasuhan anak pada keluarga TKI di Desa
menerapkan pola asuh permisif atau menelantarkan. Kedua, Orang tua tunggal-ibu
8
menerapkan pola pengasuhan menuruti. Dari ketiga hal tersebut, anak yang diasuh
oleh orang tua pengganti mendapatkan pola asuh yang tidak tepat.
Nelayan (Pandhiga)” dilakukan oleh Indriani Kurnia Putri (Indri, 2010) jurusan
penelitian tersebut adalah pola pengasuhan anak pada keluarga nelayan pandhiga.
Pada penelitian ini melihat bagaimana pembagian peran antara ayah dan ibu dalam
analisis dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional oleh Robert K.
Merton.
Hasil dari penelitian ini adalah Pola pengasuhan yang dominan pada keluarga
nelayan pandhiga adalah pola asuh demokratis. Orang tua yang demokratis ialah
orang tua yang berusaha untuk menumbuhkan control dari dalam diri anak sendiri.
Usia 1-18 tahun masih memerlukan pengawasan dan bimbingan orang tua sehingga
Selanjutnya yang ketiga, yaitu penelitian jurnal yang dilakukan oleh Siti
Marufah (2016) dengan judul “Pola Sosialisasi Anak pada Keluarga “MBA”
Fokus pembahasan dalam penelitian tersebut adalah mengenai pola sosialisasi anak
9
pada keluarga MBA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini pola asuh orangtua
oleh Martin&Colbert yaitu pola asuh demokratis, pola asuh tidak terlibat, pola asuh
otoriter, dan pola asuh permisif. Penelitian ini juga menggunakan konsep
langsung.
pasangan yang melakukan seks pra nikah dengan kondisi yang berbeda-beda.
Pertama, Pasangan dengan alasan tidak mendapat restu orangtua. Kondisi tersebut
menjadi alasan pasangan melakukan seks pranikah. Pasangan pada kelompok ini
dengan orangtua juga tergolong baik. Kedua, pasangan yang mendapat restu
tergolong cukup mampu serta hubungan dengan orangtua juga baik. Ketiga, yaitu
pada Keluarga Orangtua Tunggal” dilakukan oleh Satria Agus Prayoga (Satria,
2013). Fokus pembahasan penelitian ini ialah bagaimanakah pola asuh anak pada
keluarga orang tua tunggal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pada
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua tunggal hampir
sama dengan pola asuh keluarga lengkap. Dapat disumpulkan juga penelitian
10
tersebut menunjukan pola asuh yang paling banyak digunakan ialah pola asuh
membentuk perilaku anak, orangtua juga sering melakukan berbagi cerita atau
pengalaman. Hubungan orangtua dengan anak sangat baik dapa dilihat dari cara
komunikasi orangtua dengan anak dan perilaku orangtua terhadap anak. Pada
Terakhir yang kelima adalah jurnal tentang “Pola Asuh Keluarga Bercerai
dua jenis interaksi yaitu interaksi non simbolik dan interaksi simbolik. Pada
penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana pola asuh kelurga bercerai
dalam membentuk perilaku anak. Dari hasil penelitian, komunikasi dan pola asuh
membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu peraturan,
cenderung lebih dapat memberikan pola asuh yang paling banyak digunakan.
Dalam pola asuh tidak terlibat orangtua dan anak interkasi hanya menggunakan
telepon seluler (phone) dan biasanya yang memberikan pola asuh yaitu kakek dan
11
Berlandaskan pencarian pustaka di atas maka penelitian tentang pola asuh
orang tua memang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, akan tetapi pola asuh
orang tua terhadap anak dalam mengembangkan religiusitas hanya sedikit yang
meneliti maka hal tersebut yang menjadi salah satu alasan peneliti melalukan
penelitian terhadap Pola asuh dan religiusitas anak . Dari semua penelitian yang
dipaparkan hanya membahas pola asuh anak dari berbagai macam jenis keluarga
dan pekerjaan orang tua. Berbeda dengan yang dipaparkan dalam penelitian ini
yang membahas pola asuh orang tua dalam mengembangkan religiusitas anak.
penelitian sebelumnya.
Sementara itu, tinjauan pustaka yang telah dilakukan dapat dilihat dengan jelas
12
pengasuhan
menuruti.
Struktural Fungsional Pola asuh yang
2. Indriani Kurnia
dari Robert K. Merton. dominan adalah pola
Putri “Pola
Merton menjelaskan asuh demokratis.
Pengasuhan Anak
bahwa fungsi seperti Pada waktu khusus
pada Keluarga
konsekuensi yang juga pola asuh
Nelayan Pandhiga
dilandasi dan yang otoriter dan pola
(Studi Kasus
membuat adaptasi, asuh permisif, hal
tentang Peran
dimana selalu ada tersebut dilakukan
Orangtua dalam
konsekuensi baik dan karena usia 1-18
Mengasuh Anak
buruk. Dari hal tersebut tahun masih
di Desa
merton memerlukan
Bajomulyo,
menggembangkan pengawasan dan
Kecamatan
gagasan tentang bimbingan orang
Juwana,
disfungsi. tua.
Kabupaten Pati )”
3. Siti Marfu’ah : pola pengasuhan Terdapat 3 golongan
“Pola Sosialisasi orangtua dan konsep pasangan seks
Anak pada sosialisasi pranikah,pertama,
Keluarga “MBA” pasangan dengan
(Married By latar melakang
Accident) (Studi pernah menjanda.
Etnoemtodologi Kedua, pasangan
pada Keluarga dengan alasan tidak
“MBA” di Desa mendapat
Kebakalan, persetujuan orang
Porong, tua. ketiga,
Sidoarjo)”. pasangan yang
mendapat restu
orang tua.
13
4. Satria Agus Teori pola asuh dari Orang tua
Prayoga : “Pola Colbert dan Martin, ada cenderung memakai
pengasuhan anak 4 pola pengasuhan yang pola asuh
pada keluarga Colbert dan Martin demokratis dan pol a
orangtua tunggal kemukakan yaitu; pola pengasuhan pada
(Studi pada 4 asuh liberal, pola asuh orang tua tunggal
orangtua tunggal otoriter, pola asuh tidak tidak jauh berbeda
di Bandar terlibat, dan pola asuh dengan keluarga
Lampung)” demokrasi. utuh.
5. Febby Rahmawati Interaksionisme
Pada penelitian pola
: “Pola Asuh Simbolik dari Herbert
asuh dan
Keluarga Bercerai Blummer. Interaksi
komunikasi dalam
dalam Membentuk merupakan proses
hal interaksi dengan
Perilaku Anak”. dimana kemampuan
anak menggunakan
berpikir dikembangkan
pola asuh
dan diperlihatkan .
demokratis yang
Blummer membagi dua
mana memberikan
jenis interaksi yaitu
kebebasan terhadap
interaksi non simbolik
anak namun dengan
dan interaksi simbolik,
adanya pengawasan.
berupa percakapan yang
Pola asuh tidak
memiliki isyarat. Mead
terlibat orang tua
mengatakan bahwa
dan anak interaksi
interaksi simbolik
hanya melalui alat
melibatkan proses
telekomunikasi
mental bukan
(phone).
pemikiran.
Berdasarkan review literatur tentang studi pola asuh anak diatas , maka
perbedaan dengan penelitian ini adalah pada teori yang digunakan yaitu teori
14
A.G.I.L. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan teori A.G.I.L karena dapat
digunakan untuk menganalisa pola asuh orang tua dalam kehidupan sehari-hari di
Desa Mangunjaya.
E. Kerangka Teoritis
1. Definisi Konsep
a. Konsep Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata pola memiliki arti sebagai berikut (Anton, 1989);
berdiri sendiri.
apa yang disebut dengan parenting ‘pengasuhan’. Banyak ahli mengatakan bahwa
pengasuhan anak adalah bagian terpenting dan mendasar. Anak perlu diasuh, dan
15
dan perkembangan berjalan sebaik-baiknya, anak perlu diasuh dan dibimbing oleh
anak belajar untuk bertingkah laku sesuai harapan dan standar sosial. Dalam
mereka untuk hidup di dunia (Martin & Colberth, 1997). Hurlock (Thoha, 1996)
bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (seperti kasih sayang), tetapi juga
suatu cara atau sistem dalam proses pembimbingan anak pada zona keluarga,
didalamnya terdapat interaksi antara orang tua dan anaknya. Dalam proses
mengasuh ini orang tua mengajarkan, memelihara, dan menjaga anak hingga
dewasa yang selaras dengan norma dan nilai yang berlaku pada masyarakat. Pola
asuh ini tentu saja berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.
Penerapan pola asuh sangat berkaitan dengan kepribadian anak ketika menjadi
dewasa. Karena pada saat anak-anak telah ditanamkan perilaku ke dalam diri anak,
sehingga kelak ketika anak dewasa terlihat bagaimana perilaku yang sudah
16
ditanamkan ke dalam diri individu sejak anak-anak. Perilaku dapat ditetapkan
ketika waktu kecil seperti diajarkan cara makan, tentang kebersihan, disiplin,
kemudian ditemani bermain dan bagaimana cara bergaul dengan anak-anak lain dan
doa sehari-hari, saling menghormati antar umat beragama, tenggang rasa, dan
Menurut Baumrind (Muallifah, 2009) membagi pola asuh orang tua menjadi 4
macam, yaitu:
Ciri pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak.
Anak harus menurut terhadap orang tua, tanpa membantah terhadap apa yang
Ciri pola asuh ini semua aturan diserahkan kepada anak. Apa yang dilakukan
oleh anak diperbolehkan oleh orang tua. orang tua harus menuruti segala kemauan
anak.
Ciri pola asuh ini kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Segala
kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak di bawah
17
IV. Pola Asuh Situasional
Ciri pola asuh ini, orang tua tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi
semua tipe tersebut diterapkan secara mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang sesuai.
b. Konsep Religiusitas
Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion (Inggris),
religie (Belanda), religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Kata religion (Bahasa
Inggris) dan religie (Bahasa Belanda) berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa
tersebut, yaitu bahasa Latin ”religio” dari akar kata “relegare” yang berarti
dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh
seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa kecuali. Agama juga bisa dilihat
sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakat di samping unsur-unsur yang lain.
sosiolog, agama disebut sebagai sistem keyakinan yang dianut dari tindakan-
memberikan respon terhadap hal yang diyakini sebagai yang suci (Rollan,1993).
melihat nilai-nilai terdapat dalam suatu makna. Dengan kumpulan makna tersebut,
18
masing-masng individu menafsirkan pengalamannya dan mengatur tingkah
ibadah serta seberapa dalam penjiwaan atas agama yang dipercayai. Untuk orang
adalah keseluruhan dari fungsi jiwa individu mencakup keyakinan, perasaan, dan
perilaku yang diarahkan secara sadar dan sungguh-sungguh pada ajaran agamanya
dengan mengerjakan lima dimensi keagamaan yang didalamnya mencakup tata cara
ibadah wajib maupun sunah serta pengalaman dan pengetahuan dalam diri individu.
Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2001) dimensi-dimensi
19
b. Dimensi ritual, yaitu sejauh mana seseorang menjalankan kewajiban-
dan paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana seseorang itu mau
Dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Tuhan, perasaan
sebagainya.
dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Dimensi ini meliputi perilaku
norma Islam, dan sebagainya. Aspek ini berbeda dengan aspek ritual. Aspek
sesamanya.
20
c. Konsep Anak
Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah sebagai manusia
yang masih kecil. Marsaid juga mengutip dari Soedjono Dirjisisworo yang
menyatakan bahwa menurut hokum adat, anak di bawah umur mereka yang belum
2015)
bahwa:
For the purpose of the present Convention, a child means every human being
below the age of 18 years, unless under the law applicable to the child, majority
is attained earlier.
(Yang dimaksud anak dalam Konvensi ini adalah setiap orang yang berusia di
No.23/2002 Tentang Perlindungan Anak, bahwa anak adalah seseorang yang belum
yang masih kecil, yaitu laki-laki maupun perempuan, yang belum terlihat tanda-
21
(b) Batasan usia anak
yaitu (Kartini,1979):
Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan Teori AGIL Talcott Parsons karena
peneliti ingin mengetahui bagaimana pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak
adalah seorang sosiolog terkenal di Amerika, lahir pada tanggal 13 Desember 1902
dengan kajian utama filsafat, leisure and tourism, dan biologi. Terkenal dengan
menyebabkan dia belajar sosiologi. Tahun 1949 Parsons terpilih menjadi the
(Sindung,2015)
22
Talcott Parson sebagai sosiolog yang termasuk eksponen teoritis
dimulai dengan studi mengenai struktur sosial terlebih dahulu. Parsons berposisi
Agama juga memberikan makna hidup dan menjelaskan kejadian lain seperti
godaan setan. Dalam hal ini, agama dapat menurunkan ketegangan yang
(Sindung,2015).
Kontribusi Parsons salah satunya pada sosiologi adalah teori tentang system
sosial atau yang lebih akrab disebut dengan AGIL. AGIL adalah singkatan dari A
komponen agar system tersebut dapat berjalan. Fungsi adaptasi ialah kekuatannya
dalam menyelesaikan/menguasai masalah yang berakar /dari luar sistem. Selain itu,
23
sistem juga harus menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Fungsi goal
ketiga komponen yaitu (A,G, dan L) agar terintegrasi dengan baik. Fungsi laten
ialah memotivasi anggota untuk menerima pola (nilai) budaya dan dalam
memperbarui motivasi dan nilai budaya. Dengan kata lain, empat fungsi tersebut
lingkungan, baik fisik maupun non fisik dan sosial (Ritzer,2004) yang
kebutuhan).
24
digapai tentu bukan untuk mencapai kepentingan pribadi akan tetapi
dijelaskan di atas.
25
sumber daya yang digunakan untuk mencapainya. Sistem sosial menangani fungsi
sistem kultur menjalankan fungsi latency dengan membekali aktor dengan norma
Pada kerangka teori AGIL, agama dan keluarga memiliki fungsi rangkap, yaitu
masyarakat. Asusmsi dasar teori AGIL, salah satu perspektif dalam sosiologi yang
melihat masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian yang saling
bersinggungan antar satu dan lainnya dan jika setiap bagian-bagian tidak saling
bersinggungan maka tidak akan berfungsi. Pola asuh orang tua terhadap religiusitas
anak merupakan sistem yang saling berkaitan dengan argumen tersebut, maka
peneliti memakai perspektif teori AGIL. Argumen dasar teori ini adalah bahwa
semua komponen harus berfungsi dengan baik agar adanya keseimbangan pada
masyarakat.
26
F. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir ialah pola berpikir yang menjadi acuan peneliti untuk
ini. Kerangka ini didapat dari teori yang dipakai sebagai tujuan dasar penelitian
yang didapatkan dari definisi operasional teori yang dihubungkan dengan garis
yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Berikut peneliti sajikan kerangka berpikir
Kerangka berpikir di atas dapat dijelaskan bahwa fokus penelitian ini yaitu
untuk memahami bagaimana proses pola asuh orang tua dan religiusitas anak agar
tercapai perilaku anak yang sesuai dengan tuntunan agama melalui pendekatan teori
Argumen dasar teori ini ialah bahwa semua komponen harus berfungsi dan
27
seimbang atau dalam hal pola asuh orang tua dan perilaku anak melalui dimensi
ritual. Bisa dijelaskan dengan menguraikan sub teori AGIL (adaptation, goal
1. Adaptation (adaptasi)
Dalam proses adaptasi, pola asuh orang tua sangat diperlukan agar perilaku
anak sesuai dengan tuntunan agama sehingga anak dapat menyesuaikan diri
dengan teman-teman dan lingkungannya. Jika suatu hari anak melanggar norma
dan nilai agama, tidak begitu buruk karena nilai keagamaan sudah ditanam sejak
terbentuknya system dan sangat erat kaitannya dengan adaptasi. Dalam pencapaian
tujuan, dalam hal kebijakan desa yang mempengaruhi nilai keagamaan pada saat
3. Integration (Integrasi)
berlangsungnya kelompok. Integarasi dalam pola asuh dan religiusitas anak dapat
28
di rumah, melakukan sholat berjamaah di rumah. Hal tersebut setidaknya dapat
motivasi antar anggotanya. Dalam penelitian ini pemeliharaan pola agar nilai ritual
G. Metodologi Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
kualitati berupaya untuk mendefinisikan data dengan cara memberi makna juga
hipotesis terhadap hasil data yang telah didapat selama penelitian berlangsung
(Neuman,2003).
kelompok orang tertentu atau bayangan tentang suatu gelaja atau hubungan antara
dua gejala atau lebih (Aerthon & Klemmack, 1982). Sedangkan, metode analisis
tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”. Menggunakan studi
kasus dalam penelitian kualitatif berusaha untuk mengetahui kejadian yang terjadi
29
Pada penelitian ini, penulis berupaya memberikan gambaran tentang pola
asuh orang tua yang terjadi di dalam masyarakat, penulis memilih studi kasus
perilaku anak sesuai ajaran agama. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak. Agar memahami tentang
pengalaman orang tua tentang pola asuh, penulis lebih memilih untuk
sekunder.
Sehubung dengan pemakaian metode kualitatif dalam penelitian ini, maka dari
itu diri peneliti lah yang menjadi alat dalam penelitian. Sehingga menjadikan
peneliti untuk turun lapangan sendiri dengan maksud agar dapat mengumpulkan
data sebanyak mungkin, dan juga membawa alat bantu yang dapat dipakai untuk
memperoleh data yang ada dilapangan, antara lain catatan, pedoman wawancara,
30
Karena penilitian ini merupakan penelitian lapangan jadi, untuk memperoleh data
1. Wawancara
dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertayaan itu (Lexy J.
Meleong, 2001).
jenis open minded dengan teknik membuat pertanyaan yang ditunjukkan untuk
dengan bebas dan terbuka tanpa adanya pemaksaan. Adapun responden yang
berhadapan langsung dengan naraumber yaitu Orang tua, anak, dan pengurus Desa
Mangunjaya yang telah menerapkan tentang Pola Asuh, proses interaksinya secara
2. Observasi
31
Observasi ialah sebuah pemantauan ataupun peninjauan secara terstruktur
terhadap kejadian-kejadian yang diteliti (Hadi,1983). Pada metode ini ialah seorang
peneliti ada di tengah aktivitas secara langsung meneliti dengan baik seluruh faktor
observasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keyakinan tentang keabsahan data
dan mencari sebuah kebenaran yang terjadi di lapangan. Untuk memperoleh data
mengetahui secara langsung mengenai praktek pengasuhan anak yang terjadi dalam
foto dan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan fokus penelitian.
Data sekunder dalam penelitian ini berupa data tambahan yang berisi
atau arsip dari lembaga pemerintahan Desa Mangunjaya berupa data monografi
desa tahun 2018 yang berisi data kewilayahan; kependudukan yang meliputi jumlah
4. Dokumentasi
maupun tulisan ilmiah yang berbentuk buku, transkip wawancara, surat kabar,
32
Perlunya memakai metode ini ialah agar untuk mendapatkan data tentang dokumen-
dokumen yang ada, melalui sumber-sumber yang berkaitan dengan bahasan yang
diteliti
Infoman pada suatu riset merupakan individu atau seseorang yang betul-betul
mengerti dan memahami permasalahan serta terjun langsung pada masalah yang
erat dengan faktor kontektual, maka pada hal ini sample penelitian dicari sebanyak
mungkin dari berbagai sumber informasi. Arti lain dari informan ialah agar
(Neuman,2003).
Penetapan narasumber untuk menjadi sumber data pada penelitian ini ialah
berlandaskan atas subyek yang memahami masalah, menguasai data, dan mau
33
Tabel I.3 Data Informan Orang tua
Analisis data kualitatif menurut Bognan & Biklen (1982) yang telah dikutip
(Moleong, 2007) ialah usaha yang dilaksanakan melalui bertindak dengan data,
34
mana yang paling signifikan dan yang dipahami, dan menentukan apa yang bisa
menganalisis data ialah menggabungkan data yang telah ada, mengurutkan secara
1. Membaca atau memahami data, mencatat kata kunci dan tanggapan yang ada
dalam data.
kembali apa yang telah didengar dari hasil rekaman tersebut, yaitu melalui cara
dalam salinan wawancara kemudian peneliti harus memahami secara hati-hati lalu
setelah itu dilaksanakan reduksi data. Peneliti melakukan reduksi data dengan cara
35
bermanfaat sesuai dengan tema penelitian atau tidak menggunakan kata-kata yang
tidak perlu sehingga diperoleh pokok kalimatnya saja, tetapi bahasanya sesuai
H. Sistematika Penulisan
Proposal dan Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan
seperti berikut:
penelitian pola asuh orang tua dan religiusitas anak (teori AGIL). Pada bab ini
penulis menjelaskan teori AGIL yang dipakai sebagai dasar utama dalam penelitian
ini. Dan pokok terakhir yaitu tentang metode penelitian dan sistematika penulisan
skripsi.
Pada bab dua ini, penulis memaparkan sejarah Desa Mangunjaya berkembang.
Dalam bab ini juga penulis memaparkan bagaimana situasi sosial yang terkait
ANAK. Pada bab ini menguraikan pokok terpenting dalam skripsi yang penulis
36
sampaikan. Memuat tentang bagaimana pola asuh orang tua terhadap religiusitas
Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini kesimpulan dari hasil
pertanyaan penelitian dan hasil temuan skripsi secara ringkas, kemudian berisi
saran dan masukan oleh penulis untuk penelitian pola asuh menggunakan teori
37
BAB II
1. Sejarah Desa
(Desa Mangunjaya) dan Jejalen (Desa Jejalen Jaya). Desa Busilen pada tahun 1976
dimekarkan menjadi tiga Desa yaitu Desa Mangunjaya Jaya, Desa Tridaya Sakti
dan Desa Sumberjaya kemudian setelah dilakukan pemekaran sampai saat ini tetap
begitu rimbun dan pesawahan, sampai ada suatu daerah yang dinamai Kampung
Siluman. Menurut Napin Sumpena, salah satu mantan pegawai Desa Mangunajaya
Bekasi terhadap transportasi Kereta Api yang membawa tentara Jepang. Pasukan
Jepang yang dikirim dari Jawa kemudia turun di Stasiun Tambun lalu rakyat Bekasi
mencegatnya dan menyerang dengan senjata tajam golok dan bambu runcing.
Mendengar pasukannya diserang, tentara jepang yang ada di Gedung Tinggi segera
memberi bantuan, namun rakyat Bekasi lari ke arah utara yang pada saat itu
ilalangnya setinggi 3 meter. Jelas tak terlihat, ratusan rakyat seperti siluman, hilang
tak kelihatan. Dari situlah nama Kampung Siluman mulai terdengar dan bahkan
hingga tahun 1993 ada sekolah masih mencantumkan labelnya SDN Siluman Raya
(Infobekasi.co.id,2020)
38
Menurut Abu Hasan (Kepala Desa Mangun jaya periode 2008-2015)
walaupun sudah memeluk agama islam tetapi pemahaman tentang agama islam
belum banyak dan masih mempertahankan adat istiadat yang sudah ada sejak nenek
moyang. Ritual tradisional sering dilakukan, dengan membawa sajen sebagai alat
anggap kramat.
Setelah beberapa waktu berlalu ada seseorang yang bernama Nyandih, beliau
Desa. Pada masa kepemimpinannya beliau mulai menyebarkan agama islam kepada
desa. Setelah beliau melaksanakan ibadah haji, masyarakat semakin banyak yang
mulai meninggalkan adat istiadat nenek moyang mereka dan memperdalam ilmu
Pada tahun 1990-2000 banyak ulama yang berdatangan dan tinggal di Desa
melaksanakan pengajian rutin. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga menjadi
salah satu faktor masyarakat Desa Mangunjaya lebih memperdalam ajaran agama
islam. Seiring berjalannya waktu, adat istiadat yang diajarkan nenek moyang mulai
dan menjaga kerukunan antar umat agama (Wawancara staff Desa Mangunjaya).
39
2. Letak Geografis
yang dekat dengan DKI Jakarta. Dilihat dari penguraian wilayah administrasi Desa
Bekasi Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah 351.00 Ha. Perbatasan desa Mangunjaya
yaitu Sebelah utara berbatasan dengan Kota Bekasi dan DKI Jakarta wilayah Utara,
perbatasan langsung dengan Kota Bekasi dan ibu kota membuat Desa Mangunjaya
memiliki prilaku yang modern oleh karena itu diperlukan pola asuh agar anak-anak
tetap dalam perilaku sesuai ajaran agama. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Setiamekar merupakan desa yang masih
daerah dari daerah di Indonesia. Pola asuh merupakan hal yang sangat diperlukan
sebagai pondasi awal agar anak-anak tetap dalam perilaku yang sesuai dengan
ajaran agama.
40
Gambar II.1 Peta Desa Mangun jaya
3. Struktur Penduduk
Mangunjaya sudah berbagai macam dilihat dari banyaknya perumahan dan juga ada
beberapa industri seperti Pabrik Konveksi milik Korea dan pabrik pembuatan roti
41
tingginya fertilitas menjadi akibat dari pertumbuhan sektor industri dan perumahan
di Mangunjaya.
perempuan, karena secara natural peluang kelahiran jenis kelamin laki-laki lebih
tinggi dibandingkan dengan perempuan, dan juga secara budaya yang ada di
TK 32
SD 11
SMP 10
SMA 5
SMK 4
PT 1
42
Tabel II.3 Data Pendidikan Terakhir
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
4 Sarjana 12150
merata, dikarenakan jumlah sekolah di wilayah ini cukup banyak dan hanya sedikit
tahun.
Taman Pendidikan Qur’an (TPQ) juga merupakan salah satu jenis pendidikan
non-formal yang ada di Desa Mangunjaya. TPQ sangat membantu para orang tua
dalam mengajarkan pemahaman tentang agama selain yang anak dapatkan dari
sekolah. TPQ di Desa Mangunjaya dilaksanakan di Masjid atau rumah guru ngaji.
Waktu pelaksanaan TPQ pagi dan sore hari. Kelas pagi untuk anak-anak yang
masuk sekolah siang dan kelas sore untuk anak-anak yang masuk sekolah pagi.
43
Tabel II.4 Jumlah TPQ
Tempat TPQ Jumlah
Masjid 10
ibadah yang dipakai oleh umat agama untuk beribadah secara sungguh-sungguh dan
rendah hati.
Masjid 21
Musolla 6
diantara desa yang lain di kecamatan Tambun Selatan. Mayoritas masyarakat yang
44
Angka kasus kenakalan remaja di Desa Mangunjaya yang sampai di mediasi
oleh kantor Desa Mangunjaya ada 3 kasus (wawancara dengan staff desa) yang
terjadi hingga Mei 2020 dilakukan oleh anak-anak usia remaja di Desa
Mangunjaya, menjadikan penulis ingin mengetahui pola asuh orang tua dan
religiusitas anak. Peran orang tua dalam mengajarkan nilai-nilai dan norma
anak yang prilakunya tidak sesuai dengan ajaran agama. Adapun kasus kenakalan
anak atau remaja mulai dari minuman keras, pencurian hingga tawuran antar warga
Banyak juga anak-anak usia remaja yang aktif dalam kegiatan keagamaan, hal
ini terjadi bagaimana orang tua menanamkan nilai-nilai keagamaan sejak dini.
Lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan pola asuh terhadap
religiusitas anak. Selain faktor kurangnya kepedulian dan kelalaian orang tua juga
dapat menyebabkan terjadinya kenakalan anak. Hal ini lantaran kedua orang tua
lebih sibuk mengurus pekerjaan ataupun kegiatan lainnya. Karena lebih banyak
terjerumus. Hal ini terjadi kontrol orang tua terhadap anak kurang terawasi dengan
45
BAB III
Pola asuh orang tua adalah suatu cara atau sistem dalam proses pembimbingan
anak pada zona keluarga, didalamnya terdapat interaksi antara orang tua dan
anaknya. Dalam proses mengasuh ini orang tua mengajarkan, memelihara, dan
menjaga anak hingga dewasa yang selaras dengan norma dan nilai yang berlaku
pada masyarakat. Pola asuh ini tentu saja berbeda antara satu keluarga dengan
melihat nilai-nilai terdapat dalam suatu makna. Kumpulan makna tersebut, masing-
seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah. Serta seberapa
Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2001) dimensi-dimensi
religiusitas terdiri dari lima macam yaitu; dimensi keyakinan, dimensi ritual,
religiusitas dalam pola asuh menggunakan dimensi ritual seperti yang diungkapkan
Edi Sofyan:
46
“sejak kecil sudah melihat orang tuanya solat, ketika balita baru diajarkan
caranya solat, diajarin bacaan surat pendek jus ama, dan iqra. Ketika
memasuki TK (Taman Kanak-kanak) baru mengikuti kegiatan mengaji di
TPQ (Taman Pendidikan Quran) agar anak mengetahui cara membaca alquran
dengan benar. Bagaimana cara solat yang sesuai dengan ajaran agama, dan
apa hukumannya jika berbuat yang dilarang oleh agama” (Wawancara Edi
Sofyan, 28 Desember 2020)
pada kegiatan mengaji yang diadakan dilingkungan sekitar atau di Masjid yang
“Anak saya bukan di sekolah islam, tapi sekolah umum. Jadi awalnya mereka
diajari pelajaran agama dasar di sekolah. Kemudian di rumah yang saya
lakukan semacam les tambahan di luar sekolah umum. Pertama,
mendatangkan guru les agama ke rumah, kedua, mengaji setiap sore hari di
47
Masjid. Saya lakukan itu semua tidak ada sifat paksaan.” (Wawancara dengan
Juriah, kediaman Juriah, 23 Desember 2020)
Berdasarkan penuturan Edi Sofyan dan Juriah selaku orang tua yang tidak
atau mengaji di TPQ adalah hal yang mereka lakukan agar anak memiliki perilaku
yang baik, sejak masih belia agar anak paham mana ajaran yang sesuai dengan nilai
dan norma keagamaan. Karena orang tua sadar, mereka tidak bisa mengajarkan
anaknya belajar agama kepada orang yang lebih berkompeten dibidangnya. Anak
jadi memahami tentang nilai dan norma agama setelah mengikuti kegiatan
keagamaan seperti mengaji. Maka dengan melakukan kegiatan tersebut nilai ritual
48
yang didapatkan oleh anak merupakan mengaji agar kelak anak memiliki perilaku
“sejak kecil anak diajarkan tentang nilai agama yang sederhana, misalnya doa
sebelum makan, doa mau tidur. Kemudian dimasukan ke dalam TPA.
Sehingga, akhlak anak dapat tumbuh dan berkembang. Karena pada dasarnya
anak dalam masa perkembangan balita atau masa keemasan akan lebih
melekat apa yang telah diajarkan. Dengan begitu InsyaAllah anak akan
memiliki perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Terlebih kita
sebagai orang muslim tentu wajib mengajari sejak kecil. Untuk anak laki-laki
dibiasakan untuk solat berjamaah ke Masjid dan solat jumat. Dengan begitu,
anak akan terbiasa dan akan mengikuti tuntunan agama” (Wawancara,
Sukirman, 15 Juni 2021)
kepribadian sang anak kelak setelah menjadi dewasa. Hal ini karena ciri-ciri dan
unsur watak dari seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakannya ke dalam
jiwa seseorang sejak sangat awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Seperti
halnya dalam agama mengajarkan doa sehari-hari, saling menghormati antar umat
beragama, tenggang rasa, dan kegiatan ibadah lainnya yang telah diajarkan dalam
kebutuhan fisik (seperti kasih sayang), tetapi juga mengajarkan norma-norma yang
berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup dengan selaras dengan lingkungan.
Pola asuh orang tua dan religiusitas anak sangat diperlukan anak ketika
mereka menjadi remaja atau dewasa. Karna perilaku anak yang tidak baik sangat
49
remaja cukup meresahkan warga sekitar. Seperti yang diungkapkan oleh staff
“ Ada 3 kasus kenakalan anak yang sampai ditangani oleh pihak Desa, yaitu
kasus pencurian ayam dan burung, kasus tawuran antar wilayah, hingga yang
paling berat yaitu kasus narkoba yang sudah ditangani oleh pihak kepolisian”.
Pada saat melakukan observasi 5 kali di pos ronda pada bulan oktober hingga
februari hingga april, melihat bagaimana anak-anak pada saat berkumpul dengan
temannya seringnya melakukan hal yang kurang baik, ada yang mengajak untuk
membeli miras, mengajak untuk menyuri ayam tetangga, tapi tidak sedikit yang
remaja dan hasil observasi juga menunjukan hal yang sama, maka menjadikan
peneliti ingin megetahui pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak di Desa
Attainment, Integrasi, Latency) ada 4 faktor yang wajib ada supaya pola asuh bisa
1. Adaptasi (Adaptation)
Pada sudut pandang teori AGIL Talcott Parsons sistem tindakan disebut
menjadi kepentingan. Sebelum terjadi pandemi yang menyerang negri ini, nilai
ritual yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak berjalan dengan baik, Juriah
mengatakan bahwa:
50
“kalau dilihat jaman sekarang pergaulan anak, kita tidak tahu
mengendalikannya, tapi sebenarnya bisa dikendalikan dari rumah kalau orang
tua sudah menanamkan pengajaran ke anak yang tepat agar lingkungan yang
ada itu tidak akan bisa dengan mudah menggoyahkan keyakinan anak sesuai
apa yang telah ditanamkan kepada anak. Sebenarnya semua penanaman
berasal dari rumah atau lingkungan terdekat” (Wawancara, Juriah, 23
Desember 2020)
Hal yang sama diungkapkan oleh Kesih yang mempunyai anak sangat gemar
“ boleh main asal kalau waktunya solat ya harus segera solat, setelah itu
terserah mau ngapain. Kalau main sama teman-temannya masih saya awasi,
kalau sudah berkata kasar saya kasih tau supaya tidak kebiasaan.”
(Wawancara Kesih, 11 Januari 2021)
bahwa:
proses adaptasi khusunya pada pola asuh orang tua dan religiusitas anak harus
bertindak sesuai dengan nilai-nilai islam. Proses adaptasi dalam pandangan teori
berasal dari luar sistem. Selain itu, sistem juga harus beradaptasi dengan perubahan
lingkungan.
51
Proses adaptasi pada saat setelah terjadinya pandemi, membuat orang tua dan
juga anak merasakan perubahan pada nilai ritual keagamaan dimana pada saat
sebelum terjadinya pandemi orang tua dan anak menjalankan kehidupan yang
normal dari sisi ekonomi. Setelah pandemi terjadi proses adaptasi yang
“sejak awal pandemi ekonomi kurang stabil, karna saya hanya berdagang
baju, tapi akhirnya saya putar otak agar bisa tetap berjualan sehingga saya
melalukan jualan secara daring” (Wawancara Edi, 20 Juli 2021).
Hal yang dikatakan oleh Edi Sofyan jauh berbeda dengan Sukirman, beliau
mengatakan bahwa:
Begitu pula pada anak-anak yang juga merasakan dampak dari pandemi, harus
perubahan dari sisi ekonomi mereka setelah adanya pandemi yang menyebabkan
52
orang tua mereka di PHK. Padahal sebelum terjadinya pandemi mereka tidak
pernah melakukan hal tersebut. Berbeda dengan Azril, Maulana juga mengatakan
bahwa:
“...Jadi sering di rumah yang tadinya lebih sering main, sekarang lebih rajin
ngaji dan sholat berjamaah sama ayah” (Wawancara Maulana, 21Juli 2021)
Dalam perspektif teori AGIL Talcott Parsons, sistem adaptasi harus mampu
dengan lingkungannya. Adaptasi pada pola asuh dan religiusitas anak dilihat dari
sisi ekonomi. Sejak kecil nilai agama telah dilakukan oleh orang tua kepada
anaknya, tapi jadi berbeda ketika perubahan ekonomi yang terjadi akibat pandemi.
Anak ada yang mencuri ayam tetangga, dikarenakan kelaparan dan tidak memiliki
uang akibat dari orang tua mereka yang di PHK. Keluarga juga merasakan
perubahan yang terjadi dari pandemi, yang tadinya jualan laku jadi hampir
bangkrut, tapi karna memiliki nilai keagamaan tetap berdoa dan usaha agar tidak
merumuskan tujuan dan cara mencapainya. Pencapaian tujuan dari pola asuh orang
tua dan religiusitas pada saat pandemic yaitu pembatasan kegiatan keagamaan yang
53
Penerapan PSBB pada Provinsi Jawa Barat setidaknya meliputi peliburan
sosial budaya, serta pembatasan kegiatan lain. Kemudian pada saat PSBB transisi
meliputi tempat ibadah mulai dibuka dengan kapasitas jemaah maksimal 50 persen.
Pada saat PSBB ketat pada 14 september-11 oktober 2020 tempat ibadah terdapat
penyesuaian, jemaahnya tidak diperbolehkan dari luar sekitar lokasi ibadah. Untuk
kawasan yang memiliki kasus tinggi, kegiatan beribadah wajib di rumah saja.
(Kompaspedia.kompas.id,2021)
Hal tersebut menjadikan orang tua harus berpikir bagaimana anak tetap
“sebelum adanya pandemi, biasanya anak saya kalau sore hari setelah
pulang sekolah langsung berangkat mengaji bersama teman-temannya di
rumah guru ngaji, setelah adanya pandemi saya tadinya bingung bagaimana
agar ngajinya tetap berjalan, karna saya kan kurang bisa gitu klo ngajarin
anak, akhirnya saya panggil guru private ke rumah” (Wawancara dengan
Nurjanah, 6 Juni 2021)
Hal serupa juga diungkapkan oleh orang tua lain tentang pencapain tujuan
54
Berbeda dengan Sukirman dalam mencapai tujuan pola asuh dan
mengungkapkan bahwa:
“... sebenarnya anak saya kan sudah sekolah sampai sore karna sekolah
islam. Jadi tidak terlalu berpengaruh terhadap peraturan pemerintah tentang
pembatasan kegiatan keagamaan di tempat ibadah, paling kaya sholat jumat
kali yaa, kan bingung kalau semua sholat jumat di masjid ditiadakan atau
dibatasi, jadi hanya sholat zuhur di rumah” (Wawancara, Juriah, 23
Desember 2020).
pola asuh dan religiusitas anak di masa pandemi, peraturan pemerintah yang
memiliki tujuan untuk menekan angka penularan virus, jadi masyarakat harus
3. Integrasi (Integration)
55
Dalam teori AGIL Talcott Parsons, sistem integrasi adalah kemampuan
sistem dalam mengatur antar ketiga komponen yaitu (A, G, dan L) agar terintegrasi
dengan baik. Sistem ini juga harus mengatur antar hubungan ketiga fungsi penting
Dalam pola asuh orang tua terhadap religiusitas sistem integrasi ini yaitu
kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh setiap keluarga pada saat pandemi terjadi,
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti yang
“...kegiatan rutin keluarga kami setelah adanya pandemi yang keluarga kami
lakukan adalah mengadakan pengajian mingguan dengan memanggil pak
ustad ke rumah. Hal itu saya dan keluarga lakukan sudah berjalan cukup
lama dari anak pertama masih kecil hingga ke adik-adiknya. Kegiatan ini
tidak bisa diganggu gugat, kami mengadakan pengajian ini setiap hari kamis
malam. Semua anggota keluarga harus hadir, jika anak memiliki
kepentingan misalkan mengerjakan tugas sekolah bersama temannya, maka
harus segera pulang sebelum kegiatan mengaji dilaksanakan” (Wawancara,
Kokom Komariah, 8 Mei 2021)
Sistem juga harus mengelola hubungan agar terjalinnya sistem yang lain.
Misalnya, aktivitas keagamaan yang dilakukan setiap keluarga pada saat pandemi
semua anggota keluarga wajib mengikutinya, tanpa adanya pemaksaan dari orang
tua. Anak memiliki kesadaran akan hal itu. Selain kesadaran anak dalam
melaksanakan kegiatan keagamaan, orang tua juga harus berperan aktif di dalam
56
“... membiasakan anak saya dari magrib sampai isya untuk tadarus bersama,
melaksanakan solat berjamaah jika sedang berada di rumah, membaca al
quran bersama. Dengan begitu secara tidak langsung kita mentaati peraturan
pemerintah selama masa pandemi yaitu pembatasan kegiatan masyarakat
(Wawancara Sukirman, 2021)
57
Hal serupa juga sama dengan prinsip Nurjanah, mengatakan bahwa:
“...kita harus mentaati peraturan pemerintah agar pandemi ini dapat segera
membaik, jadi anak saya selama pandemi hanya di rumah saja. Kegiatan
mengaji juga hanya dilakukan pada saat jam sekolah karna kebetulan anak
saya sekolah islam”(Wawancara, Nurjanah, 6 Juni 2021)
58
Fungsi integrasi menunjukan adanya ikatan solidaritas antar anggota untuk
kemajuan kelompok. Dalam hal ini integrasi antara pemerintah dan keluarga sangat
bahwa:
“... ketika azan berkumandang terutama waktu magrib, anak saya yang laki-
laki bersama bapaknya solat berjamaah di Masjid tetapi dengan tetap
mematuhi protokol kesehatan dengan membawa sajadah sendiri dan
memakai masker, setelah itu tadarus bersama di rumah. Itu yang saya
lakukan ketika semua anggota keluarga berkumpul di rumah” (Wawancara,
Juriah, 23 Desember 2020).
Integrasi dari keluarga di masa pandemi covid-19 ini harus diikuti dengan
proses internalisasi ke diri baru tentang budaya baru dalam hal kegiatan keagamaan
bersama. Berbagai institusi selain keluarga juga perlu berintegrasi untuk terus
yang sudah dilaksanakan orang tua dalam pola asuh telah dipraktekan dengan baik
oleh anak pada saat pandemi, seperti yang diungkapkan oleh Kesih:
59
“selama melakukan kegiatan keagamaan yang berada di luar rumah, saya
selalu mengingatkan agar mematuhi protokol kesehatan yaitu memakai
masker, jaga jarak dan membawa sajadah sendiri jika ingin sholat jamaah di
masjid” (Wawancara, Kesih, 11 Januari 2021)
Pemeliharan yang dimaksud oleh Kesih yaitu pada saat anak sudah berada
memberitahu mana hak dan kewajibannya anak sebagai manusia yang menganut
sebuah kepercayaan yaitu agama Islam. Perilaku beragama itu akan terus berproses
Selain itu upaya yang dilakukan agar pemeliharaan pola asuh sesuai dengan
apa yang diharapakan pada perilaku anak dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
yaitu dengan membantu anak berada di lingkungan yang baik, seperti diungkapkan
“... untuk perilaku agama kebetulan anak saya baru masuk MTS dari SD
negri, beberapa hari yang lalu yang tadinya tidak mau menggunakan hijab
sekarang mau menggunakan hijab. Ketika anak diberikan pergaulan yang
baik, dia akan mengikuti dengan sendirinya. Kemudian solatnya jadi lebih
rajin, walaupun belum menjadi penghafal alquran karena kemauan saya
menginginkan anak sebagai penghafal alquran. Tapi setidaknya itukan
pelajaran yang dilakukan terus menerus dan semoga saja akan berlanjut”
(Wawancara, Edi Sofyan, 28 Desember 2020)
Selain memelihara dan melengkapi hal lain yang tidak kalah penting dalam
perspektif AGIL yakni memperbaiki, apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan
oleh orang tua upaya memperbaiki perilaku anak juga merupakan usaha yang sangat
60
“... walaupun solat masih ada yang bolong-bolong, tapi bisa dilihat dari
rajinnya ke masjid, berarti ada peningkatan dalam diri anak untuk
memperbaiki perilaku yang sesuai dengan ajaran agama. Ngaji walaupun
sudah bukan di TPA masih melakukannya di rumah, dulu jika keluar rumah
masih susah untuk menggunakan hijab sekarang pelan-pelan mau
menggunakannya ketika berada di luar rumah” (Wawancara, Kokom
Komariah, 8 Mei 2021)
suatu tindakan. Dalam pola asuh terhadap religiusitas anak dikehidupan sehari-hari
pemeliharaan pola yaitu upaya memelihara yang dilakukan agar perilaku anak pada
anak ke sekolah islam dan yang terakhir memperbaiki, di mana ketika perilaku anak
berpengaruh.
menuju pada proses pendewasaan (Muallifah, 2009). Menurut Baumind ada 4 jenis
pola asuh; Pola asuh otoriter, pola asuh permisif, pola asuh demokratis, pola asuh
situasional. Pada penelitian yang dilakukan pada pola asuh terhadap religiusitas
anak menggunakan pola asuh demokrasi, menyatakan bahwa orang tua yang
demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak.
61
Namun, secara bertahap orang tua memebrikan tanggung jawab bagi anak-anaknya
diluar batas kecakapan anaknya, hal ini sesuai dengan ungkapan oleh Nurjanah:
“kami sering melakukan sharing sama anak tentang agama. Tetapi orang tua
tetap mengarahkan sesuai dengan ajaran agama apabila anak tersebut sudah
berpendapat atau menanyakan sesuatu yang berbentuk agam sudah agak
melenceng” (Wawancara, Nurjanah 6 Juni 2021)
Orang tua bersikap rasional dan selalu mendasari tindakannya. Selain itu,
orang tua juga memberikan kebebasan pada anak untuk menentukan dan
melaksanakan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak dengan bahasa yang
“... keluarga kita punya kebebasan untuk berpendapat, tapi tidak bisa dalam
hal agama hal-hal yang sifatnya sudah mutlak atau sudah saklek. Tapi tidak
menutup kemungkinan ada perbedaan pendapat semisal keluarga ada yang
memahami kalau mendengarkan musik atau menonton itu bukan hal yan
baik untuk dilakukan, tapi kita menerima bahwa anak kita mengkonsumsi
hal tersebut selagi kegiatan tersebut tidak berdampak buruk untuk perilaku
anak”(Wawancara Juriah, 23 Desember 2020).
Pola asuh demokratis ini sudah banyak digunakan oleh orang tua, apalagi
62
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola asuh orang tua merupakan suatu system pada proses pembimbingan
terhadap anak dalam suatu zona keluarga. Konteks religiusitas dalam pola asuh erat
dimensi religiusitas pada penelitian ini yaitu dimensi ritual. Berdasarkan hasil
pembahasan pada bab sebelumnya dalam perspektif teori AGIL (adaptations, goal
attainment, integration, dan latency) Talcott Parsons pola asuh orang tua dan
religiusitas anak yang terjadi di Desa Mangunjaya dibagi menjadi beberapa fase:
1. Adaptasi (adaptation)
religiusitas anak dilihat dari sisi ekonomi. Sejak kecil nilai agama telah dilakukan
oleh orang tua kepada anaknya, tapi jadi berbeda ketika perubahan ekonomi yang
terjadi akibat pandemi. Anak ada yang mencuri ayam tetangga, dikarenakan
kelaparan dan tidak memiliki uang akibat dari orang tua mereka yang di PHK.
Keluarga juga merasakan perubahan yang terjadi dari pandemi, yang tadinya jualan
63
laku jadi hampir bangkrut, tapi karna memiliki nilai keagamaan tetap berdoa dan
usaha agar tidak putus asa sehingga dapat menyebabkan perilaku yang buruk.
Pencapaian tujuan dalam system pola asuh dan religiusitas anak di Desa
system dan cara mencapainya. Dalam perspektif teori AGIL Talcott Parsons, suatu
tujuan. Pada pola asuh dan religiusitas anak di masa pandemi, peraturan pemerintah
yang memiliki tujuan untuk menekan angka penularan virus, jadi masyarakat harus
3. Integrasi (integration)
elemen penataan masyarakat, pada pola asuh terhadap religiusitas yaitu kegiatan
keagamaan yang dilakukan oleh setiap keluarga pada saat pendemi agar peaturan
alquran bersama sehabis solat magrib, semua anggota wajib mengikutinya, tanpa
ada pemaksaan dari orang tua. Anak memiliki kesadaran akan hal itu. Selain
kesadaran anak dalam mengikuti membaca alquran, orang tua juga harus berperan
64
4. Pemeliharaan pola (Latency)
sholat berjamaah di masjid sebelum masuk harus cuci tangan, memakai masker,
membawa sajadah sendiri, menjaga jarak. Maka dengan itu sistem kultural akan
dimensi kehidupan. Dimana mau tidak mau masyarakat harus beradaptasi dan
keluarga dan pemerintah saling terkait satu sama lain menjadi suatu sistem, di mana
keluarga selama pandemi dengan sendirinya akan teratasi membuat keluarga harus
B. Saran
b. Untuk para orangtua, sebaiknya sistem pola asuh yang telah dilakukan
65
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ancok, Jamaludin dan Fuad Anshari Suroso. Psikologi Islam: Solusi Islam
Atas Problema-Problema Psikologi. Yogyakarta: Psutaka Pelajara,
2001
66
Moelion, Anton M. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka,
1989
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja
Rosdakarya, 2007
Muthahari,Murtadho. Perspektif Al-Qur’an tentang Manusia dan Agama.
Bandung; Mizan, 1984
Muallifah. Pyscho Islamic smart parenting. Jogjakata; Diva press, 2009
Nashori, Fuad dan Mucharam, Rachmy Diana. Mengembangkan Kreativitas
dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus, 2002
Poerwadarminta. W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, 2003
Robertson, Rollan. Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiolog.
Jakarta: Rajawali Persis, 1993
Ritzer,George dan J Goodman, Doughlas. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Pernada Media, 2004
M.Z, Robert. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1990
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali, 2002
Silalahi, Karlinawati. Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010
Tim penyusun FISIP UIN Jakarta. Panduan Penyusunan Proposal dan
Penulisan Skripsi. Jakarta,2015
Wahyuning, Wiwit. Mengenalkan moral kepada anak. Jakarta: IKAPI, 2
003
JURNAL
Feri Ayu Kristinawati (2015). “Pola Pengasuhan Anak Pada Keluarga TKI
(Studi di Desa Karangworo Kecamatan Undaan Kabupaten
Kudus)”. Tesis
Indriani Kurnia Putri (2010). “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga
Nelayan (Pandhiaga)”. Jurnal Sosiologi dan Antropologi
Siti Marufah (2016). “Pola Sosialisasi Anak pada Keluarga “MBA”
(Married By Accident) (Studi Etnometodologi pada Keluarga
“MBA” di Desa Kebakalan, Porong, Sidoarjo)”. Jurnal Sosiologi
67
Satria Agus Prayoga (2013). “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Orang
tua Tunggal”. Jurnal Sosiologi
Febby Rahmawati (2015). “Pola Asuh Keluarga Bercerai dalam
Membentuk Perilaku Anak”. Jurnal Sosiologi
INTERNET
68