Anda di halaman 1dari 80

Pola Asuh Orangtua dan Religiusitas Anak dalam

Kehidupan Sehari-hari ( di Desa Mangunjaya, Tambun

Selatan, Bekasi)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :
LINA KHOIRUNNISA
11141110000028

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2021
II
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa :

Nama : Lina Khoirunnisa


NIM : : 11141110000028
Program Studi : Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul :

“POLA ASUH ORANG TUA DAN RELIGIUSITAS ANAK DALAM


KEHIDUPAN SEHARI-HARI (STUDI KASUS: DESA MANGUNJAYA,
TAMBUN SELATAN, BEKASI)

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Ciputat, 12 Juli 2021

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi, Pembimbing,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Muhammad Ismail S.Ag.,M.Si


NIP. 197609182003122003 NIP. 196803081997031001

III
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
POLA ASUH ORANGTUA DAN RELIGIUSITAS ANAK DI KEHIDUPAN
SEHARI-HARI (STUDI KASUS: DESA MANGUNJAYA, TAMBUN SELATAN,
BEKASI)
Oleh
Lina Khoirunnisa
11141110000028
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Juli 2021. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada
Program Studi Sosiologi.
Ketua Sidang, Sekretaris,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si.


NIP. 197609182003122003 NIP. 196808161997032002
Penguji I, Penguji II,

Prof.Dr.Yusron Razak, M.A Dr. Ida Rosyidah, M.A


NIP. 195910101983031003 NIP. 196306161990032002
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 19 Juli 2021.
Ketua Program Studi Sosiologi,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si


NIP. 197609182003122003

IV
ABSTRAK

Penelitian ini menganalisa tentang pola asuh orang tua dan religiusitas anak
dalam kehidupan sehari-hari di Desa Mangunjaya, Tambun Selatan, Bekasi. Tujuan
penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana pola asuh orang tua dan religiusitas
anak dalam kehidupan sehari-hari melalui perspektif teori AGIL (adaptations, goal
attainment, integration, latency).

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan


menggunakan studi kasus. Kerangka teori yang dipakai adalah Teori AGIL
(adaptations, goal attainment, integration, latency) Talcott Parsons. Kerangka teori
ini yang menjadi acuan penulis dalam menjawab pertanyaan penelitian. Metode
pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui wawancara, observasi serta
dokumen pelengkap. Sehingga 3 aspek tersebut akan saling melengkapi hasil data
yang ditemui dilapangan.

Hasil penelitian menunjukan dalam perspektif teori AGIL Talcott Parsons


pola asuh orangtua terhadap religiusitas anak di Desa Mangunjaya yaitu (1)
Adaptasi (adaptation) Fase adaptasi yaitu penyesuaian diri dengan lingkungan yang
mampu mengonversikan lingkungan sesuai kebutuhan. Adaptasi pada pola asuh
dan religiusitas anak dilihat dari sisi ekonomi. (2) Pencapaian tujuan (goal
attainment) Pada pola asuh dan religiusitas anak di masa pandemi, peraturan
pemerintah yang memiliki tujuan untuk menekan angka penularan virus, jadi
masyarakat harus mampu beradaptasi terhadap perubahan perilaku maka dapat
mendukung tujuan adanya pembatasan kegiatan keagamaan. (3) Integrasi
(integration) pada pola asuh terhadap religiusitas yaitu kegiatan keagamaan yang
dilakukan oleh setiap keluarga pada saat pendemi agar peaturan pemerintah dapat
ditaati dengan baik. Kegiatan keagamaan seperti membaca alquran bersama sehabis
solat magrib, semua anggota wajib mengikutinya, tanpa ada pemaksaan dari orang
tua. (4) Pemeliharaan pola (Latency) Pemeliharaan yang dimaksud adalah pada saat
pandemi mendorong masyarakat untuk mengikuti norma yang berlaku, seperti
kegiatan keagaaman sholat berjamaah di masjid sebelum masuk harus cuci tangan,
memakai masker, membawa sajadah sendiri, menjaga jarak. Maka dengan itu
sistem kultural akan bekerja melaksanakan fungsi pemeliharaan pola.

Kata Kunci : Pola Asuh, Religiusitas, Teori AGIL.

V
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul:

“Pola Asuh Orangtua dan Religiusitas Anak dalam Kehidupan Sehari-hari”.

Selesainya penelitian dalam skripsi ini semoga semakin membuka sebuah jalan

yang akan terus dilewati oleh para peneliti lainnya. Dalam perjalanan

menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengetahuan, pengalaman,

serta pihak-pihak yang baik. Karena, skripsi ini bisa terselesaikan atas bantuan serta

dukungan pihak terkait. Oleh sebab itu penulis dengan tulus mengucapkan untaian

terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ali Munhanif, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatulla Jakarta.

2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., selaku Ketua Prodi Sosiologi Prodi

Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu

dan memberi masukan selama ini.

3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si, selaku Sekretaris Prodi Sosiologi FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memotivasi kami untuk

segera menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Muhammad Ismail, S.Ag., M,Si, selaku dosen pembimbing

skripsi yang sangat sabar tidak pernah bersikap marah kepada penulis

selama penulisan, walaupun penulis menempuh waktu yang cukup lama

VI
dalam penyelesaian skripsi ini. Juga meluangkan waktu untu membantu

mengarahkan penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak, Pak Ismail.

5. Segenap dosen FISIP UIN Jakarta yang membagikan ilmu

pengetahuannya kepada penulis, juga para staff menyenangkan di

FISIP, terima kasih atas pengalaman dan kerjasamanya.

6. Orang tua, Nenek, Adik, Serta Om dan Tante. Papah, Mamah, Ridho,

Fakhriy, Emi, Acih, Bi Nju, Edot, Om Ndut, Biong terima kasih atas

doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. Mudah-

mudahan selesainya skripsi ini dapat membahagiakan kalian. Sayang

Kalian!

7. Seluruh informan Staff Desa Mangunjaya dan masyarakat Desa

Mangunjaya yang sudah meluangkan waktu, tenaga, serta kesempatan,

bagi penulis untuk mengambil data serta wawancara. Ibu Juriah, Ibu

Nurjanah, Bapak Abu Hasan, Bapak Sukirman, Ibu Kesih, Bapak Edi

Sofyan, Ibu Kokom, serta Ibu Bella beserta anak-anaknya. Terima kasih

banyak atas ketulusan hatinya membantu proses penulis selama ini.

8. Teman-teman selama dunia perkuliahan yang selalu membantu dan

mendukung untuk menyelesaikan skripsi, Nadia, Ratna, Rachmat,

Salam, Zaka, Adam serta Mayrizki dan teman-teman Sosiologi 2014

juga FISIP’14 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

9. Kawan diluar perkuliahan aka teman sejak SMP, Intan, Idzni, Sindy,

Kiko, Mage, Mecel dan seluruh member grup serius banget 2021.

Makasih gees he he

VII
10. Dan yang terbaik adalah terima kasih untuk diri penulis sendiri, terima

kasih atas perjuangan, kerja keras, serta usaha selama kuliah, akhirnya

skripsi ini selesai juga! PROUD!

Demikian ucapan terima kasih yang penulis bisa sampaikan, dari hati

terdalam penulis mendoakan kebaikan kalian menjadi amal shalih dan dibalas oleh

Allah SWT. Terakhir, terima kasih bagi teman-teman yang bersedia membaca

skripsi ini, ditunggu masukan serta kritiknya.

Ciputat, 12 Juli 2021

Penulis

VIII
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................. ................................................. i


LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........ ............................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...................................... iv
ABSTRAK ............................................................. ................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................... .............................................. vii
DAFTAR ISI .......................................................... ............................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................. ............................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................. .............................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ................................... ................................................ 1


B. Pertanyaan Penelitian ................................. ................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................. ................................................ 7
D. Tinjauan Pustaka ........................................ ................................................ 8
E. Kerangka Teoritis ....................................... .............................................. 15
1. Definisi Konsep ................................... .............................................. 15
a. Konsep Pola Asuh ......................... .............................................. 15
b. Konsep Religiusitas ....................... .............................................. 18
c. Konsep Anak ................................. .............................................. 19
2. Definisi Operasional Teori .................. .............................................. 22
F. Kerangka Berpikir ...................................... .............................................. 27
G. Metodologi Penelitian ................................ .............................................. 29
a. Pendekatan Penelitian .................... .............................................. 29
b. Teknik Pengumpulan Data ............. .............................................. 30
c. Teknik Penentuan Informan ........... .............................................. 33
d. Teknik Analisis Data ...................... .............................................. 34

IX
H. Sistematika Penulisan ................................ .............................................. 36
BAB II Gambaran Umum Wilayah Penelitian
1. Sejarah Desa ............................................... .............................................. 38
2. Letak Geografis .......................................... .............................................. 40
3. Struktur Penduduk ..................................... .............................................. 41

BAB III POLA ASUH ORANG TUA DAN RELIGIUSITAS ANAK DI


KEHIDUPAN SEHARI-HARI MELALUI PERSPEKTIF AGIL

Pola asuh orang tua dan religiusitas anak di kehidupan sehari-hari...................... 46

1. Adaptasi (Adaptation)………………………….......................... 50
2. Pencapaian Tujuan (goal attainment) ..................................... 53
3. Integrasi (Integration) …………… .......................................... 55
4. Pemeliharaan Pola (Latency).... .............................................. 59

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................ .............................................. 63


B. Saran ........................................................... .............................................. 65

DAFTAR PUSTAKA ............................................ .............................................. 66

X
DAFTAR TABEL

Tabel I.1. Tinjauan Pustaka .................................... .............................................. 10

Tabel I.2. Teori AGIL Parsons ............................... .............................................. 26

Tabel I.3 Data Informan ......................................... .............................................. 34

Tabel I.3 Data Informan Anak .............................. .............................................. 34

Tabel II.1. Jumlah Penduduk ................................ .............................................. 42

Tabel II.2. Tingkat Pendidikan............................... .............................................. 42

Tabel II.3 Data Pendidikan Terakhir ...................... .............................................. 43

Tabel II.3. Jumlah TPQ……………………………… ......................................... 44

Tabel II.4 Tempat Ibadah ....................................... .............................................. 44

XI
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1. Kerangka Berpikir .............................. .............................................. 27

Gambar II.1 Peta Desa Mangunjaya. .................... .............................................. 41

Gambar III.1.Kegiatan TPQ ................................... .............................................. 47

Gambar III.2. Kegiatan TPQ di Masjid.................. .............................................. 48

Gambar III.3. Kegiatan Solat Berjamaah Anak ..... .............................................. 57

Gambar III.4. Kegiatan Menghafal Quran ............. .............................................. 58

XII
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini mengkaji pola asuh orang tua dan religiusitas anak (pengalaman

masyarakat di Desa Mangunjaya). Di dalam kehidupan berkeluarga, pola asuh pada

religiusitas anak, orang tua sangat berperan penting dalam hal memberikan nilai

dan norma keagamaan. Apabila kurangnya pemahaman tentang agama pada saat

melakakun pola asuh terhadap anak, maka terjadi kemerosotan moral bangsa,

dibuktikan dengan maraknya kasus korupsi, pencurian, pembunuhan, pembegalan,

penganiayaan, kejahatan dan tindakan amoral lainnya, sehingga norma-norma

dilanggar. Moral dan agama mempunyai hubungan yang erat, karena agama

merupakan dasar tumpuan akhlak atau moral (Murthodo Muthahari,1984).

Kehidupan manusia adanya agen sosialisasi yang terdiri atas orang tua.

Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi ialah interaksi sosial, di

mana didalamnya terdapat pengasuhan. Melalui pengasuhan anak dapat belajar

tentang nilai, norma, bahasa, simbol, dan sebagainya agar dapat diterima dalam

masyarakat di mana ia berada. Sebuah keluarga, anak memiliki arti dan fungsi.

Anak sebagai andalan keluarga. Anak dapat diajdikan teman berbagai keluh dan

kesah orang tua, baik suka maupun duka. Dalam keluarga anak sangat diharapakan

menjadi generasi penerus orang tua yang lebih baik. Anak merupakan harapan

orang tua di masa mendatang bisa menjadi penerus cita-cita keluarga. Keluarga

1
pedesaan maupun keluarga perkotaan, hal ini mungkin saja terjadi.

(koentjaraningrat, 1980)

Hasil dari pengasuhan orangtua terhadap anak terbagi menjadi dua; positif

dan negatif. Pada era masa kini, dengan keadaan tekhnologi yang semakin canggih,

pola asuh orang tua dalam menanamkan nilai agama sudah mulai pudar, hal tersebut

dapat dengan mudah ditemui di berbagai tempat dalam masyarakat. Data penduduk

tahun 2018 berdasarkan data kependudukan di Desa Mangunjaya berjumlah 89.325

jiwa, di mana jumlah laki-laki 44.851 dan perempuan 44.474. Memperbandingkan

jumlah masyarakat antara Desa Mangunjaya dengan Desa lainnya yang berada di

Kecamatan Tambun Selatan, mengambil sampel diputuskan di daerah Desa

Mangunjaya.

Berdasarkan observasi awal setelah 5 kali turun ke lapangan, mengamati

dan melakukan obrolan ringan dapat disimpulkan bahwa kenakalan anak yang

terjadi di Desa Mangunjaya antara lain membolos sekolah, keluar rumah pada

malam hari (begadang), mabuk-mabukan, bahkan sampai mencuri menurut data

yang ada di kantor RW ada 20 kasus pencurian di daerah tersebut, antara lain

pencurian sepeda motor, binatang peliharaan (ayam, burung, dan sebagainya).

Selain itu dijumpai pula bahwa anak-anak yang suka melakukan perundungan

terhadap temannya saat bermain di lingkungan sekitar.

Kondisi seperti ini sangat sering ditemui, khususnya di Desa Mangunjaya.

Banyak warga yang mengeluhkan anaknya yang sering bermalas-malasan, tidak

mengaji atau melakukan sholat berjamaah dan anak cenderung bersikap acuh tak

2
acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Sedini mungkin orangtua harus mengajarkan

anak pada hal-hal yang baik seperti sholat berjamaah di Masjid, mengikuti TPA di

Masjid, menjenguk orang sakit, bertegur sapa kepada tetangga.

Menanggapi kejadian seperti itu, pembentukan nilai-nilai keagamaan pada

anak sejak awal sangat diperlukan. Pemahaman agama merupakan pemahaman

yang utama yang sangat dibutuhkan bagi anak, di mana hal tersebut secara langsung

berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak. Pendidikan agama

merupakan pendidikan dasar yang ditanamkan kepada anak sejak dini. Maka sebab

itu, menjadi orangtua memiliki tanggung jawab memberikan pembelajaran dan

asahan terhadap anak. Pranata keluarga merupakan titik awal keberangkatan

sekaligus sebagai modal awal perjalanan hidup mereka (Syahrin Harahap, 1999).

Orang tua harus mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang agama dalam

memberikan pemahaman agama dan bisa mencontohkannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Anak merupakan anugerah dari Tuhan sang pencipta, yang mesti diasuh

karena dalam dirinya terdapat derajat, harga diri dan hak-hak menjadi manusia yang

harus dihormati . Anak ialah harapan masyarakat generasi muda cita-cita

masyarakat. Maka setiap anak berwenang atas kelanjutan hidup, bertambah,

berproses serta berhak atas perlindungan dari sikap kekejaman dan perbedaan, serta

hak sebagai warga negara dan kebebasan berpendapat (Poerwadarminta, 2003: 11)

Anak dalam mencari nilai-nilai hidup harus mendapat bimbingan

sepenuhnya, pendidikan khususnya orangtua. Primary group social ialah keluarga

3
merupakan kumpulan masyarakat yang paling kecil, setiap anggota bisa mengenal

secara pribadi dan akrab. Primary group disebut juga sebagai face to face group

karena memiliki interaksi yang efektif. Menurut Cooley, kelompok primer ialah

kelompok yang memiliki ciri-ciri mengenal secara pribadi antar anggota . Keluarga

merupakan kelompok awal bagi individu yang memiliki pengaruh secara instan

terhadap oertumbuhan individu ketika individu berada dalam dunia umum. Maka

sebab itu, keluarga memiliki berbagai peran yang sangat berpengaruh bagi individu

yaitu; memberikan kasih sayang, mendorong dalam hal reproduksi dan merawat

keturunannya (anak) hingga dewasa, meneruskan, pemeliharaan, rasa tanggung

jawab, perihatin, pemahaman dan menjaga nilai dan norma budaya yang sudah ada

dimasyarakat. (Soekanto, 2002:15)

Keluarga merupakan bagian dari tri pusat pendidikan dimana memiliki

kewajiban untuk membuat kebiasaan atau cara yang baik agar menjadi dasar yang

kokoh dalam pendidikan tidak formal. Kebiasaan tersebut akan menjadikan anak-

anak mematuhi dan mengadaptasi apa yang telah diajarkan orang tuanya. Hal itu

menjadikan proses sosialisasi yang baik bagi anak. (Gunawa, 2000:45).

Pola asuh bagi Baumrind (Martin dan Colbert, 1997) mengingatkan bahwa

pola asuh dan hubungan antar bagian-bagian pola asuh dan fungsi anak sampai usia

remaja. Baumrind mengatakan ada yang namanya bagian kehangatan dan

pengawasan yang sangat penting dalam pengasuhan. Kehangatan dapat dilihat

bagaimana orang tua mencintai anaknya, mau menerima dengan ikhlas, serta

memberikan kasih sayang dengan sepenuh hati. Dalam hal pengawasan dapat

4
dilihat bagaimana orang tua mengarahkan anaknya kearah yang lebih baik dan

menjadi pengatur untuk anak.

Banyak ahli mengatakan bahwa pengasuhan anak adalah bagian terpenting

yang mendasar untuk menyiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

Pengasuhan anak merujuk pada pendidikan umum yang diterapkan pengasuh

terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua sebagai pengasuh

dengan anak sebagai individu yang diasuh. Interaksi tersebut mencakup beberapa

hal seperti; mencukupi kebutuhan anak, mendorong keberhasilan, melindungi,

maupun mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat

(Wahyuning, 2003).

Faktor utama yang mempengaruhi pengasuhan pada anak adalah keutuhan

keluarga. Adapun yang dimaksudkan dengan keutuhan keluarga ialah keutuhan

dalam struktur keluarga, bahwa dalam keluarga itu adanya ayah di samping adanya

ibu dan anak, maka akan berlangsungnya interaksi sosial yang harmonis. Apabila

tidak ada ayah atau ibu atau kedua-keduanya maka struktur keluarga dimaksudkan

pula keutuhan dalam interaksi keluarga, tidak seperti keluarga umumnya yang

memiliki keutuhan keluarga (Dagun, 2002).

Orang tua dalam mengajarkan tentang agama pada anaknya berlandas pada

kebudayaan yang mereka percayai, karena secara kebiasaan merupakan norma atau

aturan pada aktivitas masyarakat atau bisa dibilang pranata atau institusi. Norma

yang ada pada masyarakat merupakan kumpulan dalam kebudayaan yang telah ada

sejak lama di masyarakat. Norma yang sudah ada dimasyarakat dapat dijadikan

5
sebagai landasan masyarakat agar lebih patuh pada peraturan yang sudah ditetapkan

oleh masyarakat. Dalam norma agama, anak bisa beradaptasi dengan lingkungan

dan mempraktekan apa yang telah diajarkan orang tua sehingga mengetahui hal

yang melanggar norma yang sudah berlaku di masyarakat.

Kualitas dan intensitas pola asuh orang tua bervariasi dalam mempengaruhi

dan mengarahkan perilaku anak. Hal tersebut dipengaruhi oleh latar belakang

pendidikan orang tua. hasil pola asuh petani tidaklah sama dengan pedagang. Pada

masa kini, banyaknya perilaku menyimpang yang terjadi pada anak. Menurut

Komnas Perlindungan Anak (PA) mencatat dari 2.729 kasus pelanggaran terhadap

anak di 2019, 52% masih didominasi kasus kejahatan seksual dan predator atau

monsternya kejahatan itu orang terdekat. Situasi lain yang juga memprihatinkan

adalah dengan maraknya peredaran narkoba di Indonesia, mengakibatkan banyak

anak-anak dijebak dan berada dalam di lingkaran narkoba. (Lampungpro.co, 2019)

Pada penelitian ini diperlukan teori sehingga peneliti bisa mengetahui

bagaimana pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak dalam kehidupan sehari-

hari di Desa Mangunjaya, peneliti menggunakan teori A.G.I.L yang dicetuskan oleh

Talcott Parson. Dalam perspektif sosiologi A.G.I.L menginginkan adanya

keseimbangan dalam tatanan sosial, asumsi dasar teori ini adalah bahwa elemen

masyarakat harus berfungsi dengan baik.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengangkat judul Pola Asuh

Orang tua dan religiusitas anak dalam kehidupan sehari-hari di Desa Mangunjaya

(Teori A.G.I.L) karena setelah pandemic keluarga di Desa Mangunjaya beradaptasi

6
dari sisi ekonomi dan sistem politik mengalami perubahan sehingga keluarga harus

merespon nilai-nilai yang berlaku.

B. Pertanyaan Penelitian

Selaras dengan latar belakang yang sudah di paparkan diatas, pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

Bagaimana Pola Asuh Orang Tua dan religiusitas anak di kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini merupakan tujuan-tujuan yang dapat dikatakan bersifat praktis

namun juga mencakup tujuan teoritis.

Untuk menjelaskan bagaimana pola asuh orang tua dan religiusitas anak di

kehidupan sehari-hari melalui perspektif AGIL

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Bagi dunia akademik khususnya jurusan ilmu Sosiologi, penelitian ini lebih

terfokus pada Sosiologi Agama. Penelitian ini memiliki kontribusi dalam kajian

tentang Pola Asuh dan religiusitas juga sebagai informasi bagi peneliti yang lain.

7
2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan membagikan informasi bagi orang tua dalam memberikan

pola asuh dan religiusitas. Kemudian, penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan

referensi bagi penelitian dengan tema yang sama.

D. Tinjauan Pustaka

Pengkajian atau literatur yang konsentrasi kajiannya mengenai persoalan pola

asuh orang tua dalam keluarga sudah cukup banyak dilakukan oleh beberapa

peneliti. Berdasarkan pencarian pustaka yang dilakukan, setidaknya ada beberapa

yang selaras, diantaranya peneliti telah berhasil menemukan penelitian terdahulu

yang membahas pola asuh orangtua. Pertama, penelitian dalam Tesis jurusan

sosiologi dari Universitas Gajah Mada yang berjudul “Pola Pengasuhan Anak

Pada Keluarga TKI (studi di Desa Karangworo Kecamatan Undaan

Kabupaten Kudus)” dilakukan oleh Feri Ayu Kristinawati jurusan Sosiologi,

Universitas Gajah Mada (Feri, 2015). Permasalahan yang diangkat kondisi sosial

ekonomi keluarga TKI di Desa Karangrowo, serta bagaimana pola pengasuhan anak

pada keluarga TKI di Desa Karangrowo. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi dan

wawancara. Penelitian ini menggunakan teori pola asuh dari Braumind.

Hasil penelitian mengenai pola pengasuhan anak pada keluarga TKI di Desa

Karangworo yaitu; pertama, pengasuhan anak pada orang tua tunggal-ayah

menerapkan pola asuh permisif atau menelantarkan. Kedua, Orang tua tunggal-ibu

menerapkan pengasuhan otoriter. Ketiga, Orang tua pengganti (kakek-nenek)

8
menerapkan pola pengasuhan menuruti. Dari ketiga hal tersebut, anak yang diasuh

oleh orang tua pengganti mendapatkan pola asuh yang tidak tepat.

Kedua, penelitian yang berjudul “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga

Nelayan (Pandhiga)” dilakukan oleh Indriani Kurnia Putri (Indri, 2010) jurusan

Sosiologi dan Antropologi, Universitas Negeri Semarang. Fokus pembahasan

penelitian tersebut adalah pola pengasuhan anak pada keluarga nelayan pandhiga.

Pada penelitian ini melihat bagaimana pembagian peran antara ayah dan ibu dalam

mengasuh anak pada keluarga nelayan pandhiga. Dalam penelitian ini

menggunakan metode kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teori yang digunakan sebagai dasar

analisis dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional oleh Robert K.

Merton.

Hasil dari penelitian ini adalah Pola pengasuhan yang dominan pada keluarga

nelayan pandhiga adalah pola asuh demokratis. Orang tua yang demokratis ialah

orang tua yang berusaha untuk menumbuhkan control dari dalam diri anak sendiri.

Usia 1-18 tahun masih memerlukan pengawasan dan bimbingan orang tua sehingga

pola asuh otoriter dan permisif diterapkan pada saat tertentu.

Selanjutnya yang ketiga, yaitu penelitian jurnal yang dilakukan oleh Siti

Marufah (2016) dengan judul “Pola Sosialisasi Anak pada Keluarga “MBA”

(Married By Accident) (Studi Etnoemtodologi pada Keluarga “MBA” di Desa

Kebakalan, Porong, Sidoarjo)” jurusan Sosiologi, Universitas Negri Surabaya.

Fokus pembahasan dalam penelitian tersebut adalah mengenai pola sosialisasi anak

9
pada keluarga MBA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini pola asuh orangtua

oleh Martin&Colbert yaitu pola asuh demokratis, pola asuh tidak terlibat, pola asuh

otoriter, dan pola asuh permisif. Penelitian ini juga menggunakan konsep

sosialisasi, dalam sosialisasi terdapat orang-orang di sekitar individu tersebut yang

mentrasmisikan nilai-nilai atau norma-norma tertentu, secara langsung atau tidak

langsung.

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat tiga kelompok

pasangan yang melakukan seks pra nikah dengan kondisi yang berbeda-beda.

Pertama, Pasangan dengan alasan tidak mendapat restu orangtua. Kondisi tersebut

menjadi alasan pasangan melakukan seks pranikah. Pasangan pada kelompok ini

memiliki perekonomian yang mampu. Sementara itu, hubungan antara pasangan

dengan orangtua juga tergolong baik. Kedua, pasangan yang mendapat restu

orangtua. Pasangan golongan ini memanfaatkan kepercayaan sebagai alasan

melakukan hubungan seks pranikah, mereka memiliki perekonomian yang

tergolong cukup mampu serta hubungan dengan orangtua juga baik. Ketiga, yaitu

pasangan dengan alasan pernah menjanda. Kondisi perekonomian pasangan ini

kurang mampu, dengan alasan hubungan dengan orangtua kurang baik.

Selanjutnya yang keempat, penelitian yang berjudul “Pola Pengasuhan Anak

pada Keluarga Orangtua Tunggal” dilakukan oleh Satria Agus Prayoga (Satria,

2013). Fokus pembahasan penelitian ini ialah bagaimanakah pola asuh anak pada

keluarga orang tua tunggal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pada

penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua tunggal hampir

sama dengan pola asuh keluarga lengkap. Dapat disumpulkan juga penelitian

10
tersebut menunjukan pola asuh yang paling banyak digunakan ialah pola asuh

demokratis, dikarenakan orangtua menyadari pola asuh di dalam keluarga akan

membentuk perilaku anak, orangtua juga sering melakukan berbagi cerita atau

pengalaman. Hubungan orangtua dengan anak sangat baik dapa dilihat dari cara

komunikasi orangtua dengan anak dan perilaku orangtua terhadap anak. Pada

penelitian ini menggunakan teori Martin&Colbert yang memiliki 4 pola

pengasuhan; pola pengasuhan tidak terlihat, pola pengasuhan demokrasi, pola

pengasuhan otoriter, pola pengasuhan permisif.

Terakhir yang kelima adalah jurnal tentang “Pola Asuh Keluarga Bercerai

dalam Membentuk Perilaku Anak” yang dilakukan oleh Febby Rahmawati

(Febby, 2015). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teori yang

digunakan adalah interkasionisme simbolik Herbert Blummer. Blummer membagi

dua jenis interaksi yaitu interaksi non simbolik dan interaksi simbolik. Pada

penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana pola asuh kelurga bercerai

dalam membentuk perilaku anak. Dari hasil penelitian, komunikasi dan pola asuh

orangtua dapat berinteraksi dengan anaknya menggunakan cara pola asuh

demokratis yang mana menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan-alasan yang

membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu peraturan,

cenderung lebih dapat memberikan pola asuh yang paling banyak digunakan.

Dalam pola asuh tidak terlibat orangtua dan anak interkasi hanya menggunakan

telepon seluler (phone) dan biasanya yang memberikan pola asuh yaitu kakek dan

nenek sebagai pihak ketiga.

11
Berlandaskan pencarian pustaka di atas maka penelitian tentang pola asuh

orang tua memang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, akan tetapi pola asuh

orang tua terhadap anak dalam mengembangkan religiusitas hanya sedikit yang

meneliti maka hal tersebut yang menjadi salah satu alasan peneliti melalukan

penelitian terhadap Pola asuh dan religiusitas anak . Dari semua penelitian yang

dipaparkan hanya membahas pola asuh anak dari berbagai macam jenis keluarga

dan pekerjaan orang tua. Berbeda dengan yang dipaparkan dalam penelitian ini

yang membahas pola asuh orang tua dalam mengembangkan religiusitas anak.

Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian juga berbeda dengan penelitian-

penelitian sebelumnya.

Sementara itu, tinjauan pustaka yang telah dilakukan dapat dilihat dengan jelas

seperti dibawah ini:

Tabel I.1 Tinjauan Pustaka

Judul Teori Temuan Penelitian


1. Feri Ayu Pola Asuh dari Pola asuh orang tua
Kristinawati : Braumind tunggal-ayah
“pola pengasuhan menggunakan pola
anak pada asuh permisif..
keluarga TKI Orang tua tunggal-
(studi di Desa ibu menerapkan
Karangworo pengasuhan otoriter,
Kecamatan orang tua pengganti
Undaan (kakek-nenek)
Kabupaten Kudus) menerapkan pola

12
pengasuhan
menuruti.
Struktural Fungsional Pola asuh yang
2. Indriani Kurnia
dari Robert K. Merton. dominan adalah pola
Putri “Pola
Merton menjelaskan asuh demokratis.
Pengasuhan Anak
bahwa fungsi seperti Pada waktu khusus
pada Keluarga
konsekuensi yang juga pola asuh
Nelayan Pandhiga
dilandasi dan yang otoriter dan pola
(Studi Kasus
membuat adaptasi, asuh permisif, hal
tentang Peran
dimana selalu ada tersebut dilakukan
Orangtua dalam
konsekuensi baik dan karena usia 1-18
Mengasuh Anak
buruk. Dari hal tersebut tahun masih
di Desa
merton memerlukan
Bajomulyo,
menggembangkan pengawasan dan
Kecamatan
gagasan tentang bimbingan orang
Juwana,
disfungsi. tua.
Kabupaten Pati )”
3. Siti Marfu’ah : pola pengasuhan Terdapat 3 golongan
“Pola Sosialisasi orangtua dan konsep pasangan seks
Anak pada sosialisasi pranikah,pertama,
Keluarga “MBA” pasangan dengan
(Married By latar melakang
Accident) (Studi pernah menjanda.
Etnoemtodologi Kedua, pasangan
pada Keluarga dengan alasan tidak
“MBA” di Desa mendapat
Kebakalan, persetujuan orang
Porong, tua. ketiga,
Sidoarjo)”. pasangan yang
mendapat restu
orang tua.

13
4. Satria Agus Teori pola asuh dari Orang tua
Prayoga : “Pola Colbert dan Martin, ada cenderung memakai
pengasuhan anak 4 pola pengasuhan yang pola asuh
pada keluarga Colbert dan Martin demokratis dan pol a
orangtua tunggal kemukakan yaitu; pola pengasuhan pada
(Studi pada 4 asuh liberal, pola asuh orang tua tunggal
orangtua tunggal otoriter, pola asuh tidak tidak jauh berbeda
di Bandar terlibat, dan pola asuh dengan keluarga
Lampung)” demokrasi. utuh.
5. Febby Rahmawati Interaksionisme
Pada penelitian pola
: “Pola Asuh Simbolik dari Herbert
asuh dan
Keluarga Bercerai Blummer. Interaksi
komunikasi dalam
dalam Membentuk merupakan proses
hal interaksi dengan
Perilaku Anak”. dimana kemampuan
anak menggunakan
berpikir dikembangkan
pola asuh
dan diperlihatkan .
demokratis yang
Blummer membagi dua
mana memberikan
jenis interaksi yaitu
kebebasan terhadap
interaksi non simbolik
anak namun dengan
dan interaksi simbolik,
adanya pengawasan.
berupa percakapan yang
Pola asuh tidak
memiliki isyarat. Mead
terlibat orang tua
mengatakan bahwa
dan anak interaksi
interaksi simbolik
hanya melalui alat
melibatkan proses
telekomunikasi
mental bukan
(phone).
pemikiran.

Berdasarkan review literatur tentang studi pola asuh anak diatas , maka

perbedaan dengan penelitian ini adalah pada teori yang digunakan yaitu teori

14
A.G.I.L. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan teori A.G.I.L karena dapat

digunakan untuk menganalisa pola asuh orang tua dalam kehidupan sehari-hari di

Desa Mangunjaya.

E. Kerangka Teoritis
1. Definisi Konsep
a. Konsep Pola Asuh

(a) Pengertian Pola Asuh Orang tua

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), kata pola memiliki arti sebagai berikut (Anton, 1989);

a. Sistem; cara kerja

b. Bentuk (struktur) yang tetap

Sedangkan kata asuh memiliki arti sebagai berikut:

a. Menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil

b. Membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) supaya dapat

berdiri sendiri.

Adapun disiplin ilmu-ilmu sosiohumaniora pengasuhan lebih merujuk pada

apa yang disebut dengan parenting ‘pengasuhan’. Banyak ahli mengatakan bahwa

pengasuhan anak adalah bagian terpenting dan mendasar. Anak perlu diasuh, dan

dibimbing karena mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan dan perkembangan itu merupakan suatu proses, agar pertumbuhan

15
dan perkembangan berjalan sebaik-baiknya, anak perlu diasuh dan dibimbing oleh

orang dewasa, terutama dalam lingkungan kehidupan keluarga bersama orangtua.

Pengasuhan merupakan bagian yang penting dalam sosialisasi, proses di mana

anak belajar untuk bertingkah laku sesuai harapan dan standar sosial. Dalam

konteks keluarga, anak mengembangkan kemampuan mereka dan membantu

mereka untuk hidup di dunia (Martin & Colberth, 1997). Hurlock (Thoha, 1996)

menjelaskan bahwa pengasuhan merupakan interaksi antara anak dengan orangtua

bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (seperti kasih sayang), tetapi juga

mengajarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup

selaras dengan lingkungan. Baumrind mengatakan bahwa pola asuh pada

prinsipnya merupakan parental control, yakni bagaimana orangtua mengontrol,

membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas

perkembangannya menuju pada proses pendewasaan (Muallifah, 2009).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa pola asuh adalah

suatu cara atau sistem dalam proses pembimbingan anak pada zona keluarga,

didalamnya terdapat interaksi antara orang tua dan anaknya. Dalam proses

mengasuh ini orang tua mengajarkan, memelihara, dan menjaga anak hingga

dewasa yang selaras dengan norma dan nilai yang berlaku pada masyarakat. Pola

asuh ini tentu saja berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.

Penerapan pola asuh sangat berkaitan dengan kepribadian anak ketika menjadi

dewasa. Karena pada saat anak-anak telah ditanamkan perilaku ke dalam diri anak,

sehingga kelak ketika anak dewasa terlihat bagaimana perilaku yang sudah

16
ditanamkan ke dalam diri individu sejak anak-anak. Perilaku dapat ditetapkan

ketika waktu kecil seperti diajarkan cara makan, tentang kebersihan, disiplin,

kemudian ditemani bermain dan bagaimana cara bergaul dengan anak-anak lain dan

lain-lain. (Koentjaraningrat, 1989:133). Seperti hal nya dalam agama, mengajarkan

doa sehari-hari, saling menghormati antar umat beragama, tenggang rasa, dan

kegiatan ibadah lainnya yang telah diajarkan dalam agama masing-masing.

(b) Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua

Menurut Baumrind (Muallifah, 2009) membagi pola asuh orang tua menjadi 4

macam, yaitu:

I. Pola Asuh Otoriter (parent oriented)

Ciri pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak.

Anak harus menurut terhadap orang tua, tanpa membantah terhadap apa yang

diperintahkan.orang tua berbuat semena-mena, tanpa bisa dikontrol oleh anak.

II. Pola Asuh Permisif (children centered)

Ciri pola asuh ini semua aturan diserahkan kepada anak. Apa yang dilakukan

oleh anak diperbolehkan oleh orang tua. orang tua harus menuruti segala kemauan

anak.

III. Pola Asuh Demokratis

Ciri pola asuh ini kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Segala

keputusan diambil dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi

kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak di bawah

pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan.

17
IV. Pola Asuh Situasional

Ciri pola asuh ini, orang tua tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi

semua tipe tersebut diterapkan secara mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi

yang sesuai.

b. Konsep Religiusitas

(a) Pengertian Religiusitas

Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion (Inggris),

religie (Belanda), religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Kata religion (Bahasa

Inggris) dan religie (Bahasa Belanda) berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa

tersebut, yaitu bahasa Latin ”religio” dari akar kata “relegare” yang berarti

mengikat (Kahmad,2002) Dalam Dadang Kahmad menjelaskan bahwa agama

dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh

seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa kecuali. Agama juga bisa dilihat

sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakat di samping unsur-unsur yang lain.

Religiusitas dalam pengertian sosiologis agama adalah system sosial yang

dibuat oleh penganut-penganutnya dalam system teologis. Tokoh antropolog dan

sosiolog, agama disebut sebagai sistem keyakinan yang dianut dari tindakan-

tindakan yang diwujudkan oleh masyarakat dalam menginterpretasikan dan

memberikan respon terhadap hal yang diyakini sebagai yang suci (Rollan,1993).

Cliffort Geertz mendefinisikan agama sebagai nilai-nilai budaya, di mana ia

melihat nilai-nilai terdapat dalam suatu makna. Dengan kumpulan makna tersebut,

18
masing-masng individu menafsirkan pengalamannya dan mengatur tingkah

lakunya. Geertz mengaitkan agama dengan penggolongan struktur sosial, basis

ekonomi dan ideology politik (Geertz,1992)

Religiusitas muncul dari beragamnya istilah agama. Keberagamaan

seringkali diidentikan dengan religiusitas. Religiusitas ialah seberapa banyak

pemahaman, seberapa kuat kepercayaan, serta bagaimana penerapan kaidah dan

ibadah serta seberapa dalam penjiwaan atas agama yang dipercayai. Untuk orang

Islam, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pemahaman, kepercayaan,

penerapan dan penjiwaan dalam agama Islam (Fuad,2002)

Menurut Glock dan Stark (Jalaluddin, 2007) mengatakan bahwa religiusitas

adalah keseluruhan dari fungsi jiwa individu mencakup keyakinan, perasaan, dan

perilaku yang diarahkan secara sadar dan sungguh-sungguh pada ajaran agamanya

dengan mengerjakan lima dimensi keagamaan yang didalamnya mencakup tata cara

ibadah wajib maupun sunah serta pengalaman dan pengetahuan dalam diri individu.

(b). Dimensi-dimensi Religiusitas

Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2001) dimensi-dimensi

religiusitas terdiri dari lima macam yaitu:

a. Dimensi keyakinan, merupakan dimensi ideologis yang memberikan

gambaran sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dari

agamanya. Misalnya, menerima keberadaan Tuhan, malaikat dan setan. Dalam

konteks ajaran Islam, dimensi keyakinan ini menyangkut kepercayaan

seseorang terhadap kebenaran agama-agamanya.

19
b. Dimensi ritual, yaitu sejauh mana seseorang menjalankan kewajiban-

kewajiban ritual agamanya dalam agama yang dianut. Misalnya, pergi ke

temoat ibadah, berdoa pribadi, dan lain-lain.

c. Dimensi pengetahuan, yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui, mengerti,

dan paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana seseorang itu mau

melakukan aktifitas untuk semakin menambah pemahamannya dalam hal

keagamaan yang berkaitan dengan agamanya. Ilmu yang dimiliki seseorang

akan menjadikannya lebih luas wawasan berfikirnya sehingga perilaku

keberagamaan akan lebih terarah.

d. Dimensi pengalaman, yaitu seberapa jauh tingkat seseorang dalam merasakan

dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius.

Dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Tuhan, perasaan

doa-doanya sering terkabul, perasaan tentram bahagia, perasaan tawakkal, dan

sebagainya.

e. Dimensi konsekuensi, yaitu seberapa tingkatan seseorang berperilaku

dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi

dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Dimensi ini meliputi perilaku

suka menolong, bekerjasama, berlaku jujur, memaafkan, mematuhi norma-

norma Islam, dan sebagainya. Aspek ini berbeda dengan aspek ritual. Aspek

ritual lebih pada perilaku keagamaan yang bersifat penyembahana sedangkan

aspek konsekuensi lebih mengarah pada hubungan manusia tersebut dengan

sesamanya.

20
c. Konsep Anak

(a) Pengertian Anak

Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah sebagai manusia

yang masih kecil. Marsaid juga mengutip dari Soedjono Dirjisisworo yang

menyatakan bahwa menurut hokum adat, anak di bawah umur mereka yang belum

menentukan tanda-tanda fisik yang kongkret bahwa ia telah dewasa (Marsaid,

2015)

Adapun pengertian anak dalam Konvensi Tentang Hak-hak Anak menyatakan

bahwa:

For the purpose of the present Convention, a child means every human being

below the age of 18 years, unless under the law applicable to the child, majority

is attained earlier.

(Yang dimaksud anak dalam Konvensi ini adalah setiap orang yang berusia di

bawah umur 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi

anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal).

Pengertian anak dalam UU No.17/2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU

No.23/2002 Tentang Perlindungan Anak, bahwa anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 tahun, termasuk anak yang dalam kandungan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak ialah seseorang

yang masih kecil, yaitu laki-laki maupun perempuan, yang belum terlihat tanda-

tanda fisik seorang dewasa, yang berdasarkan perspektif undang-undang bahwa

batasan usia anak adalah yang belum mencapai 18 tahun.

21
(b) Batasan usia anak

Kartini Kartono mengemukakan tentang batasan usia anak dibagi menjadi 5

yaitu (Kartini,1979):

 0-2 tahun adalah masa bayi

 1-5 tahun adalah masa kanak-kanak

 6-12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar

 12-14 tahun adalah masa remaja

 14-17 tahun adalah masa pubertas

2. Definisi Operasional Teori

Teori A.G.I.L (Adaptation,Goal Attainment,Integration,Latent Maintenance)

Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan Teori AGIL Talcott Parsons karena

peneliti ingin mengetahui bagaimana pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak

di kehidupan sehari-hari menggunakan perspektif teori AGIL. Talcott Parsons

adalah seorang sosiolog terkenal di Amerika, lahir pada tanggal 13 Desember 1902

di Colorado Springs, Colorado. Parsons menyelesaikan sarjana di Amherst College

dengan kajian utama filsafat, leisure and tourism, dan biologi. Terkenal dengan

kecerdasan dalam intelektualnya dan suka berbeda pendapat dengan dosennya

menyebabkan dia belajar sosiologi. Tahun 1949 Parsons terpilih menjadi the

American Sociological Association. Parsons menghabiskan sebagian besar

pekerjaan akademiknya sebagai professor sosiologi di Universitas Harvard

(Sindung,2015)

22
Talcott Parson sebagai sosiolog yang termasuk eksponen teoritis

fungsionalisme struktural, menurut parsons studi mengenai perubahan sosial harus

dimulai dengan studi mengenai struktur sosial terlebih dahulu. Parsons berposisi

bahwa agama memiliki fungsi integratif. Parsons berpendapat agama memiliki

banyak fungsi yaitu; agama dapat membantu anggota masyarakat menjumpai

peristiwa-peristiwa diluar control manusia, contohnya kematian muda. Selanjutnya

melalui ritual keagamaan memungkinkan individu hidup dalam ketidakpastian.

Agama juga memberikan makna hidup dan menjelaskan kejadian lain seperti

godaan setan. Dalam hal ini, agama dapat menurunkan ketegangan yang

mengganggu tatanan sosial dan membantu mempertahankan stabilitas sosial

(Sindung,2015).

Menurut Furseth dan repstad (2006), Parsons mempertahankan posisinya

bahwa agama tetep akan berperan pada masyarakat modern. Parsons

mengembangkan teori “agama cinta” berdasarkan pemantauannya terhadap

masyarakat Amerika pada dekade 1970-an terutama fenomena munculnya gerakan

keagamaan baru. Parsons menilai bahwa agama merupakan contoh solidaritas

sosial asli yang tercemin dari ibadah dan nilai sosial.

Kontribusi Parsons salah satunya pada sosiologi adalah teori tentang system

sosial atau yang lebih akrab disebut dengan AGIL. AGIL adalah singkatan dari A

(adaptation), G (Goal), I (Integration), dan L (Laten Pattern maintenance). Bagi

Parsons masyarakat menciptakan suatu system yang memiliki setidaknya empat

komponen agar system tersebut dapat berjalan. Fungsi adaptasi ialah kekuatannya

dalam menyelesaikan/menguasai masalah yang berakar /dari luar sistem. Selain itu,

23
sistem juga harus menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Fungsi goal

attainment adalah kemampuan sistem dalam merumuskan tujuan dan cara

mencapainya. Fungsi integration adalah kemampuan sistem dalam mengatur antar

ketiga komponen yaitu (A,G, dan L) agar terintegrasi dengan baik. Fungsi laten

ialah memotivasi anggota untuk menerima pola (nilai) budaya dan dalam

memperbarui motivasi dan nilai budaya. Dengan kata lain, empat fungsi tersebut

antara lain (Ritzer, 2004):

a. Adaptation, suatu sistem harus mampu mengatasi situasi eskternal di

luar kendali juga harus beradaptasi dengan lingkungan. Menyesuaikan

lingkungan dengan keperluan atau kebutuhan baik yang sederhana

maupun yang kompleks serta harus mampu beradaptasi dengan

lingkungan, baik fisik maupun non fisik dan sosial (Ritzer,2004) yang

disebabkan oleh faktor eksternal (misalnya bencana alam seperti

banjir,gempa, longsor) dan faktor internal (perbedaan pendapat anggota

kelompok, sarana prasarana yang tidak memadai untuk mencukupi

kebutuhan).

b. Goal, suatu sistem harus menyesuaikan dengan lingkungan agar

tercapai tujuan tertentu (Peter,1990). Dalam kenyataannya tujuan

lingkungan sosial yang lebih besar atau kelompok seringkali tidak

selaras dengan tujuan individu. Tujuan pribadi bukan tidak

berpengaruh, tetapi dalam menggapainya harus menyesuaikan dengan

tujuan kelompok. Penyesuaian tindakan kelompok ditunjukan agar

tercapai tujuan yang telah ditentukan bersama. Tujuan yang ungin

24
digapai tentu bukan untuk mencapai kepentingan pribadi akan tetapi

untuk kepentingan bersama.

c. Integration, suatu sistem harus mempertahankan kesatuannya dan

merupakan syarat yang berkaitan dengan interaksi anggota dalam sistem

sosial (Robert,1990). Konsep intergrasi menunjukan adanya ikatan

solidaritas antara anggota untuk kemajuan kelompok. apabila ikatan

solidaritas berantakan karna masing-masing sistem memperlihatkan dan

mengedepankan kepentingan masing-masing maka tujuan kelompok

yang telah ditentukan tidak bisa digapai. Integrasi dapat ditampakkan

dan direalisasikan melalui beberapa kegiatan, yaitu: sholat berjamaah di

rumah, membaca al-qur’an bersama setelah melaksanakan sholat.

d. Latency, setiap sistem menjaga reletivitas pola dan motivasi individu,

atau bisa disebut dengan ‘manajemen ketegangan’ (Peter,1990).

Maksudnya kelompok wajib saling memenuhi, membimbing, dan

memelihara motivasi individu serta pola budaya yang bisa mewujudkan

dan menjaga motivasi tersebut (Ritzer,2011).

Dalam pandangan Parsons, masyarakat bagian dari suatu sistem kehidupan.

Kehidupan kelompok lebih teratur jika mereka mengusahakan proses AGIL

(adaptations, goal attainment, integration, and lattency) seperti yang telah

dijelaskan di atas.

Organisme behavioral ialah system tindakan yang mengatasi fungsi adaptasi

dengan menyesuaikan dan mengubah dunia luar. System kepribadian menjalankan

fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan system dan memobilitasi

25
sumber daya yang digunakan untuk mencapainya. Sistem sosial menangani fungsi

integrasi dengan mengontrol bagian-bagian yang menjadi komponennya, sehingga

sistem kultur menjalankan fungsi latency dengan membekali aktor dengan norma

dan nilai-nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak (Ritzer,2004)

Tabel I.2 Teori AGIL Parsons


Adaptation (economy) Goal attainment (polity)

Integration (law enforcement and Latent Pattern maintenance


social control;religion, dan families) (religion,education, dan families)

Sumber: Johnson, 2008

Pada kerangka teori AGIL, agama dan keluarga memiliki fungsi rangkap, yaitu

fungsi integratif dan sebagai pemeliharaan pola. Agama memberikan perintah

(guideline) berupa nilai-nilai dasar baik kepada individu ataupun kepada

masyarakat. Asusmsi dasar teori AGIL, salah satu perspektif dalam sosiologi yang

melihat masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian yang saling

bersinggungan antar satu dan lainnya dan jika setiap bagian-bagian tidak saling

bersinggungan maka tidak akan berfungsi. Pola asuh orang tua terhadap religiusitas

anak merupakan sistem yang saling berkaitan dengan argumen tersebut, maka

peneliti memakai perspektif teori AGIL. Argumen dasar teori ini adalah bahwa

semua komponen harus berfungsi dengan baik agar adanya keseimbangan pada

masyarakat.

26
F. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir ialah pola berpikir yang menjadi acuan peneliti untuk

menetapkan jalan keluar terbaik dalam mengetahui permasalahan pada penelitian

ini. Kerangka ini didapat dari teori yang dipakai sebagai tujuan dasar penelitian

yang didapatkan dari definisi operasional teori yang dihubungkan dengan garis

yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Berikut peneliti sajikan kerangka berpikir

yang dituliskan dalam format penelitian pada gambar.

Gambar I.1 Kerangka Berpikir

Pola asuh orangtua


D
I
A M
E Perilaku Anak
N yang sesuai
G
S dengan tuntunan
Teori AGIL Talcott Parsons I agama
I R
I
T
L
U
A
L

Kerangka berpikir di atas dapat dijelaskan bahwa fokus penelitian ini yaitu

untuk memahami bagaimana proses pola asuh orang tua dan religiusitas anak agar

tercapai perilaku anak yang sesuai dengan tuntunan agama melalui pendekatan teori

AGIL Talcott Parsons.

Argumen dasar teori ini ialah bahwa semua komponen harus berfungsi dan

terjadinya keseimbangan, jadi masyarakat dalam menjalankan fungsinya harus

27
seimbang atau dalam hal pola asuh orang tua dan perilaku anak melalui dimensi

ritual. Bisa dijelaskan dengan menguraikan sub teori AGIL (adaptation, goal

attainment, integration, latency)

1. Adaptation (adaptasi)

Dalam proses adaptasi, pola asuh orang tua sangat diperlukan agar perilaku

anak sesuai dengan tuntunan agama sehingga anak dapat menyesuaikan diri

dengan teman-teman dan lingkungannya. Jika suatu hari anak melanggar norma

dan nilai agama, tidak begitu buruk karena nilai keagamaan sudah ditanam sejak

pola asuh dilakukan. Dimaksud adaptasi dalam penelitian ini mengalami

perubahan dari sisi keagamaan .

2. Goal Attainment (Pencapaian tujuan)

Dalam pencapaian tujuan memusatkan untuk menggapai tujuan dari

terbentuknya system dan sangat erat kaitannya dengan adaptasi. Dalam pencapaian

tujuan, dalam hal kebijakan desa yang mempengaruhi nilai keagamaan pada saat

pandemi semisal pembatasan kegiatan keagamaan.

3. Integration (Integrasi)

Integrasi sebagai prasyarat penting yang harus diupayakan untuk menjamin

berlangsungnya kelompok. Integarasi dalam pola asuh dan religiusitas anak dapat

dicapai dengan beberapa kegiatan keagaamaan, misalkan: melakukan ngaji bareng

28
di rumah, melakukan sholat berjamaah di rumah. Hal tersebut setidaknya dapat

mempererat serta dapat menumbuhkan rasa kesatuan antar anggota keluarga.

4. Lattency (Pemeliharaan Pola)

Dalam pemeliharaan harus bisa saling memelihara dan saling memberikan

motivasi antar anggotanya. Dalam penelitian ini pemeliharaan pola agar nilai ritual

pada masa pandemic tidak memudar .

G. Metodologi Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian

kualitati berupaya untuk mendefinisikan data dengan cara memberi makna juga

hipotesis terhadap hasil data yang telah didapat selama penelitian berlangsung

(Neuman,2003).

Menggunakan metode analisis deskriptif, yakni sebuah gambar yang

bertujuan untuk memberikan bayangan tentang suatu masyarakat atau suatu

kelompok orang tertentu atau bayangan tentang suatu gelaja atau hubungan antara

dua gejala atau lebih (Aerthon & Klemmack, 1982). Sedangkan, metode analisis

deskriptif yang dikemukakan oleh Sugiono (2011:79) “adalah metode yang

digunakan untuk mengambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi

tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”. Menggunakan studi

kasus dalam penelitian kualitatif berusaha untuk mengetahui kejadian yang terjadi

dalam objek penelitian yang diteliti.

29
Pada penelitian ini, penulis berupaya memberikan gambaran tentang pola

asuh orang tua yang terjadi di dalam masyarakat, penulis memilih studi kasus

perilaku anak sesuai ajaran agama. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan

pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak. Agar memahami tentang

pengalaman orang tua tentang pola asuh, penulis lebih memilih untuk

menggunakan pendekatan penelitian berbasis kualitatif, karena dianggap lebih

memberitahukan peristiwa dan pengalaman yang terjadi selama penelitian ini

berjalan. Menggunakan penelitian kualitatif karna wawancara bersifat pribadi, di

mana orang tua lebih terbuka jika menggunakan pendekatan kualitatif.

b. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengetahuan data untuk memenuhi tujuan penelitian dilakukan dengan

cara pengamatan, wawancara secara mendalam (indept interview) dengan

menggunakan pedoman wawancara (interview guide) dan pengumpulan data

sekunder.

Sehubung dengan pemakaian metode kualitatif dalam penelitian ini, maka dari

itu diri peneliti lah yang menjadi alat dalam penelitian. Sehingga menjadikan

peneliti untuk turun lapangan sendiri dengan maksud agar dapat mengumpulkan

data sebanyak mungkin, dan juga membawa alat bantu yang dapat dipakai untuk

memperoleh data yang ada dilapangan, antara lain catatan, pedoman wawancara,

perekam suara dan kamera.

Teknik dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menjawab

masalah penelitian menggunakan metode dalam sebuah pengumpulan data.

30
Karena penilitian ini merupakan penelitian lapangan jadi, untuk memperoleh data

yang dibutuhkan dalam penelitian, penulis menggunakan metode pengumpulan

data sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara ialah percakapan tertentu dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan

dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertayaan itu (Lexy J.

Meleong, 2001).

Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan

jenis open minded dengan teknik membuat pertanyaan yang ditunjukkan untuk

narasumber. Jenis teknik seperti ini memberikan pertanyaan yang akan

menggambarkan pilihan jawaban bagi informan atau narasumber untuk merespon

dengan bebas dan terbuka tanpa adanya pemaksaan. Adapun responden yang

diseleksi pada penelitian ini menggunakan cara random berdasarkan pada

kepentingan dari proses penelitian.

Dalam pelaksanaanya peneliti sebagai pencari data di lapangan akan

berhadapan langsung dengan naraumber yaitu Orang tua, anak, dan pengurus Desa

Mangunjaya yang telah menerapkan tentang Pola Asuh, proses interaksinya secara

lisan sehingga keasliannya dapat dipertanggung jawabkan.

2. Observasi

31
Observasi ialah sebuah pemantauan ataupun peninjauan secara terstruktur

terhadap kejadian-kejadian yang diteliti (Hadi,1983). Pada metode ini ialah seorang

peneliti ada di tengah aktivitas secara langsung meneliti dengan baik seluruh faktor

yanga ada dalam pengasuhan orang tua dan anak.

Dalam penelitian ini peneliti langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan

observasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keyakinan tentang keabsahan data

dan mencari sebuah kebenaran yang terjadi di lapangan. Untuk memperoleh data

mengenai pola pengasuhan anak dalam memberikan pemahaman tentang agama,

peneliti melakukan pengamatan langsung ke rumah yang bersangkutan. Guna

mengetahui secara langsung mengenai praktek pengasuhan anak yang terjadi dalam

keluarga tersebut. Kemudian mendokumentasikannya dalam wujud gambar berupa

foto dan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan fokus penelitian.

Observasi dilakukan dibeberapa rumah di Desa Mangunjaya.

3. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berupa data tambahan yang berisi

informasi untuk mendukung dan melengkapi hasil penelitian, berupa; dokumen

atau arsip dari lembaga pemerintahan Desa Mangunjaya berupa data monografi

desa tahun 2018 yang berisi data kewilayahan; kependudukan yang meliputi jumlah

penduduk; mata pencaharian, pendidikan; agama; dan sarana prasarana.

4. Dokumentasi

Pada metode dokumentasi ialah peneliti menelisik data mengenai hal-hal

maupun tulisan ilmiah yang berbentuk buku, transkip wawancara, surat kabar,

majalah, catatan, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya ( Arikunto,1993).

32
Perlunya memakai metode ini ialah agar untuk mendapatkan data tentang dokumen-

dokumen yang ada, melalui sumber-sumber yang berkaitan dengan bahasan yang

diteliti

c. Teknik Penentuan Informan

Infoman pada suatu riset merupakan individu atau seseorang yang betul-betul

mengerti dan memahami permasalahan serta terjun langsung pada masalah yang

ingin diteleti. Menggunakan metode penelitian kualitatif, jadi pengamat berkaitan

erat dengan faktor kontektual, maka pada hal ini sample penelitian dicari sebanyak

mungkin dari berbagai sumber informasi. Arti lain dari informan ialah agar

mendalami informasi sebagai dasar dari rancangan teori yang digunakan

(Neuman,2003).

Penetapan narasumber untuk menjadi sumber data pada penelitian ini ialah

berlandaskan atas subyek yang memahami masalah, menguasai data, dan mau

memberikan informasi secara lengkap dan tepat. Narasumber yang memberikan

infromasi dan beraksi sebagai sumber data harus mencukupi syarat.

Berlandaskan pemaparan yang telah dijelaskan jadi harus memenuhi syarat-

syarat sebagai narasumber diantaranya adalah orangtua dan anak. Syarat

selanjutnya yakni yang bertempat tinggal di wilayah Desa Mangunjaya.

33
Tabel I.3 Data Informan Orang tua

No Nama Tempat Tanggal

1 Juriah Kediaman informan 23 Desember 2020

2 Edi Sofyan Kediaman informan 28 desember 2020

3 Kesih Kediaman informan 11 Januari 2021

4 Kokom Komariah Kediaman informan 8 Mei 2021

5 Nurjanah Via telepon 6 Juni 2021

6 Sukirman Via telepon 15 Juni 2021

Tabel I.4 Data Informan Anak

No Nama Tempat Tanggal

1 Azril Via telepon 20 Juli 2021

2 Maulana Via telepon 21 Juli 2021

3 Intan Via telepon 21 Juli 2021

d. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bognan & Biklen (1982) yang telah dikutip

(Moleong, 2007) ialah usaha yang dilaksanakan melalui bertindak dengan data,

mengkelompokkan data, memilih-milihnya agar jadi satuan yang dapat di yang

dapat dijalankan, menggabungkannya, mencari dan mendapatkan pola, menetapkan

34
mana yang paling signifikan dan yang dipahami, dan menentukan apa yang bisa

diinformasikan pada orang lain.

Berlandaskan pengertian tersebut menyimpulkan bahwa langakah pertama dari

menganalisis data ialah menggabungkan data yang telah ada, mengurutkan secara

terstruktur, lalu memaparkan temuan penelitian pada orang lain.

McDrury (Collaborative Group Analysis of Data, 1999) seperti yang dikutip

(Moleong, 2007) tingkatan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Membaca atau memahami data, mencatat kata kunci dan tanggapan yang ada

dalam data.

2. Meninjau kata kunci tersebut, berupaya mendapatakan tema yang

berusul dari data.

3. Mencatatkan pola yang ditemukan

Kajian data diawali dengan melaksanakan wawancara secara intens dengan

narasumber, yang merupakan seorang yang mengetahui secara benar bagaimana

kondisi subyek penelitian. Kemudian sesudah melaksanakan wawancara, kajian

data diawali dengan melakukan salinan hasil wawancara, selanjutnya mencatatkan

kembali apa yang telah didengar dari hasil rekaman tersebut, yaitu melalui cara

memainkan ulang hasil rekaman wawancara, mendengarkan dengan baik,

selanjutnya mencatat kembali hasil dari rekaman yang telah didengarkan.

Selanjutnya peneliti mencatat hasil wawancara yang telah didengarkan ke

dalam salinan wawancara kemudian peneliti harus memahami secara hati-hati lalu

setelah itu dilaksanakan reduksi data. Peneliti melakukan reduksi data dengan cara

membuat abstraksi ialah mengutip dan menulis informasi-informasi yang

35
bermanfaat sesuai dengan tema penelitian atau tidak menggunakan kata-kata yang

tidak perlu sehingga diperoleh pokok kalimatnya saja, tetapi bahasanya sesuai

dengan bahasa informan.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini didasarkan kepada buku “Panduan Penyusunan

Proposal dan Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan

oleh (CeQda) Center for Quality Development Assurance)

Penulisan ini mempunyai sistematika penulisan yang terdiri dari IV bab

seperti berikut:

Bab I PENDAHULUAN. Pada bab ini, penulis menguraikan masalah yang

melandaskan penulisan skripsi ini, pertanyaan masalah, kemudian tujuan dari

penelitian pola asuh orang tua dan religiusitas anak (teori AGIL). Pada bab ini

penulis menjelaskan teori AGIL yang dipakai sebagai dasar utama dalam penelitian

ini. Dan pokok terakhir yaitu tentang metode penelitian dan sistematika penulisan

skripsi.

Bab II SEJARAH DESA, LETAK GEOGRAFIS, KEADAAN SOSIAL.

Pada bab dua ini, penulis memaparkan sejarah Desa Mangunjaya berkembang.

Dalam bab ini juga penulis memaparkan bagaimana situasi sosial yang terkait

dengan isu penelitian.

Bab III POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP RELIGIUSITAS

ANAK. Pada bab ini menguraikan pokok terpenting dalam skripsi yang penulis

36
sampaikan. Memuat tentang bagaimana pola asuh orang tua terhadap religiusitas

anak menggunakan teori AGIL.

Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini kesimpulan dari hasil

pertanyaan penelitian dan hasil temuan skripsi secara ringkas, kemudian berisi

saran dan masukan oleh penulis untuk penelitian pola asuh menggunakan teori

AGIL secara khusus kedepannya

37
BAB II

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

1. Sejarah Desa

Awalnya Pemerintah Kabupaten Bekasi memberi nama Desa Busilen yang

memliki singkatan dari Kampung Buwek (sekarang Desa Sumberjaya), Siluman

(Desa Mangunjaya) dan Jejalen (Desa Jejalen Jaya). Desa Busilen pada tahun 1976

dimekarkan menjadi tiga Desa yaitu Desa Mangunjaya Jaya, Desa Tridaya Sakti

dan Desa Sumberjaya kemudian setelah dilakukan pemekaran sampai saat ini tetap

Desa Mangunjaya. Dahulu desa Mangunjaya berupa hutan bambu, pepohonan

begitu rimbun dan pesawahan, sampai ada suatu daerah yang dinamai Kampung

Siluman. Menurut Napin Sumpena, salah satu mantan pegawai Desa Mangunajaya

menyebutkan kalau Kampung Siluman diambil dari peristiwa penyerangan rakyat

Bekasi terhadap transportasi Kereta Api yang membawa tentara Jepang. Pasukan

Jepang yang dikirim dari Jawa kemudia turun di Stasiun Tambun lalu rakyat Bekasi

mencegatnya dan menyerang dengan senjata tajam golok dan bambu runcing.

Mendengar pasukannya diserang, tentara jepang yang ada di Gedung Tinggi segera

memberi bantuan, namun rakyat Bekasi lari ke arah utara yang pada saat itu

ilalangnya setinggi 3 meter. Jelas tak terlihat, ratusan rakyat seperti siluman, hilang

tak kelihatan. Dari situlah nama Kampung Siluman mulai terdengar dan bahkan

hingga tahun 1993 ada sekolah masih mencantumkan labelnya SDN Siluman Raya

(Infobekasi.co.id,2020)

38
Menurut Abu Hasan (Kepala Desa Mangun jaya periode 2008-2015)

masyarakat Desa Mangunjaya tahun 1970-1980 menganut paham animisme,

walaupun sudah memeluk agama islam tetapi pemahaman tentang agama islam

belum banyak dan masih mempertahankan adat istiadat yang sudah ada sejak nenek

moyang. Ritual tradisional sering dilakukan, dengan membawa sajen sebagai alat

untuk menyembah kemudian menyimpannya di bawah pohon-pohon yang mereka

anggap kramat.

Setelah beberapa waktu berlalu ada seseorang yang bernama Nyandih, beliau

merupakan putra pribumi Mangunjaya yang mencalonkan diri sebagai Kepala

Desa. Pada masa kepemimpinannya beliau mulai menyebarkan agama islam kepada

masyarakatnya, berawal dari membangun langgar/mushola kecil di samping kantor

desa. Setelah beliau melaksanakan ibadah haji, masyarakat semakin banyak yang

mulai meninggalkan adat istiadat nenek moyang mereka dan memperdalam ilmu

agama (Wawancara staff Desa Mangunjaya).

Pada tahun 1990-2000 banyak ulama yang berdatangan dan tinggal di Desa

Mangunjaya, sehingga masyarakat lebih memperdalam ajaran agama islam dengan

melaksanakan pengajian rutin. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga menjadi

salah satu faktor masyarakat Desa Mangunjaya lebih memperdalam ajaran agama

islam. Seiring berjalannya waktu, adat istiadat yang diajarkan nenek moyang mulai

punah. Banyaknya perumahan juga membuat Desa Mangunjaya beragam agama.

Keberagaman agama menjadikan masyarakat Desa Mangunjaya tetap menghormati

dan menjaga kerukunan antar umat agama (Wawancara staff Desa Mangunjaya).

39
2. Letak Geografis

Desa Mangunjaya sebagai salah satu penyangga Kecamatan Tambun Selatan

yang dekat dengan DKI Jakarta. Dilihat dari penguraian wilayah administrasi Desa

Mangunjaya masuk ke dalam wilayah Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten

Bekasi Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah 351.00 Ha. Perbatasan desa Mangunjaya

yaitu Sebelah utara berbatasan dengan Kota Bekasi dan DKI Jakarta wilayah Utara,

perbatasan langsung dengan Kota Bekasi dan ibu kota membuat Desa Mangunjaya

memiliki prilaku yang modern oleh karena itu diperlukan pola asuh agar anak-anak

tetap dalam perilaku sesuai ajaran agama. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa

Tridayasakti merupakan Desa yang memiliki jumlah perumahan yang banyak

sehingga masyarakatnya juga memiliki perilaku yang modern dan memengaruhi

daerah sekitarnya. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mekarsari. Kemudian

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Setiamekar merupakan desa yang masih

terdapat banyak pesawahan,sehingga masyarakatnya sebagian masih tradisional.

Perbatasan wilayah juga memengaruhi kultur masyarakat Desa Mangunjaya,

masyarakat Desa Mangunjaya merupakan penduduk pribumi dan juga pendatang

daerah dari daerah di Indonesia. Pola asuh merupakan hal yang sangat diperlukan

sebagai pondasi awal agar anak-anak tetap dalam perilaku yang sesuai dengan

ajaran agama.

40
Gambar II.1 Peta Desa Mangun jaya

Sumber : Kantor Desa Mangunjaya

3. Struktur Penduduk

Penduduk merupakan aspek yang diperlukan dalam membangun suatu

pemerintahan dan kemajuan. Maka selain menjadi obyek kemajuan penduduk

sekaligus menjadi pelaku pembangunan. Keadaan sosial dan ekonomi di Desa

Mangujaya termasuk Desa yang berkembang, dikarenakan penduduk di Desa

Mangunjaya sudah berbagai macam dilihat dari banyaknya perumahan dan juga ada

beberapa industri seperti Pabrik Konveksi milik Korea dan pabrik pembuatan roti

sehingga menyebabkan pesatnya perkembangan ekonomi di Desa Mangunjaya.

Jumlah Dusun di Desa Mangunjaya 3, RW 9, RT 74. Pertumbuhan penduduk di

Desa Mangunjaya, dikarenakan adanya urbanisasi, akan tetapi bukan dikarenakan

41
tingginya fertilitas menjadi akibat dari pertumbuhan sektor industri dan perumahan

di Mangunjaya.

i) Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin

Tabel II.1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin


Laki-laki Perempuan Jumlah
44.851 44.474 89.325
Sumber : BPPS Kabupaten Bekasi, Kecamatan Tambun Selatan

Jumlah penduduk di Desa Mangunjaya lebih banyak laki-laki dibandingkan

perempuan, karena secara natural peluang kelahiran jenis kelamin laki-laki lebih

tinggi dibandingkan dengan perempuan, dan juga secara budaya yang ada di

masyarakat lebih menginginkan memiliki anak laki-laki.

ii) Tingkat Pendidikan

Tabel II.2 Tingkat Pendidikan


Sekolah Jumlah

TK 32

SD 11

SMP 10

SMA 5

SMK 4

PT 1

Sumber : Data Kantor Desa Mangunjaya

42
Tabel II.3 Data Pendidikan Terakhir
No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Sekolah Dasar 10000

2 Sekolah Menengah Pertama 23621

3 Sekolah Menengah Atas 42550

4 Sarjana 12150

5 Belum Sekolah 6471

Sumber: Kantor Desa Mangunjaya

Tingkat pendidikan di Desa Mangunjaya sudah tersebar dengan sangat

merata, dikarenakan jumlah sekolah di wilayah ini cukup banyak dan hanya sedikit

anak yang tidak melanjutkan sekolah dikarenakan faktor ekonomi. Tingkat

pendidikan sudah mematuhi program pemerintah yakni program wajib belajar 9

tahun.

Taman Pendidikan Qur’an (TPQ) juga merupakan salah satu jenis pendidikan

non-formal yang ada di Desa Mangunjaya. TPQ sangat membantu para orang tua

dalam mengajarkan pemahaman tentang agama selain yang anak dapatkan dari

sekolah. TPQ di Desa Mangunjaya dilaksanakan di Masjid atau rumah guru ngaji.

Waktu pelaksanaan TPQ pagi dan sore hari. Kelas pagi untuk anak-anak yang

masuk sekolah siang dan kelas sore untuk anak-anak yang masuk sekolah pagi.

43
Tabel II.4 Jumlah TPQ
Tempat TPQ Jumlah

Masjid 10

Rumah Guru Ngaji 5

Sumber: hasil observasi di Desa Mangunjaya

iii) Sarana Tempat Ibadah

Tempat ibadah adalah tempat yang digunakan umat agama untuk

melaksanakan kegiatan keagamaan. Desa Mangunjaya banyak terdapat tempat

ibadah yang dipakai oleh umat agama untuk beribadah secara sungguh-sungguh dan

rendah hati.

Tabel II.4 Tempat Ibadah


Tempat Ibadah Jumlah

Masjid 21

Musolla 6

Sumber: data kantor Desa Mangunjaya

Desa Mangunjaya merupakan sebuah desa yang berada di kecamatan Tambun

Selatan, Kabupaten Bekasi. Memiliki jumlah Kartu Keluarga (KK) terbanyak

diantara desa yang lain di kecamatan Tambun Selatan. Mayoritas masyarakat yang

beragama Islam, yang menjadikan peneliti memilih desa Mangunjaya sebagai

tempat penelitian yang memiliki jumlah penduduk sekitar 80.000 jiwa.

44
Angka kasus kenakalan remaja di Desa Mangunjaya yang sampai di mediasi

oleh kantor Desa Mangunjaya ada 3 kasus (wawancara dengan staff desa) yang

terjadi hingga Mei 2020 dilakukan oleh anak-anak usia remaja di Desa

Mangunjaya, menjadikan penulis ingin mengetahui pola asuh orang tua dan

religiusitas anak. Peran orang tua dalam mengajarkan nilai-nilai dan norma

terhadap anak di Desa Mangunjaya seperti apa, sehingga menyebabkan banyak

anak yang prilakunya tidak sesuai dengan ajaran agama. Adapun kasus kenakalan

anak atau remaja mulai dari minuman keras, pencurian hingga tawuran antar warga

di Desa Mangunjaya sehingga meresahkan warga di wilayah itu.

Banyak juga anak-anak usia remaja yang aktif dalam kegiatan keagamaan, hal

ini terjadi bagaimana orang tua menanamkan nilai-nilai keagamaan sejak dini.

Mereka terbiasa dengan hal-hal tentang keagamaan, seperti contoh sholat

berjamaah di Masjid, atau melaksanakan kegiatan mengaji di TPQ/TPA.

Lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan pola asuh terhadap

religiusitas anak. Selain faktor kurangnya kepedulian dan kelalaian orang tua juga

dapat menyebabkan terjadinya kenakalan anak. Hal ini lantaran kedua orang tua

lebih sibuk mengurus pekerjaan ataupun kegiatan lainnya. Karena lebih banyak

waktu bersama teman, mereka bergaul dilingkungan yang salah akhirnya

terjerumus. Hal ini terjadi kontrol orang tua terhadap anak kurang terawasi dengan

baik dan kurangnya penanaman nilai keagamaan terhadap anak.

45
BAB III

POLA ASUH ORANG TUA DAN RELIGIUSITAS ANAK DI KEHIDUPAN

SEHARI-HARI MELALUI PERSPEKTIF AGIL

Pola asuh orang tua adalah suatu cara atau sistem dalam proses pembimbingan

anak pada zona keluarga, didalamnya terdapat interaksi antara orang tua dan

anaknya. Dalam proses mengasuh ini orang tua mengajarkan, memelihara, dan

menjaga anak hingga dewasa yang selaras dengan norma dan nilai yang berlaku

pada masyarakat. Pola asuh ini tentu saja berbeda antara satu keluarga dengan

keluarga yang lainnya

Cliffor Geertz mendefiniskan agama sebagai nilai-nilai budaya, di mana ia

melihat nilai-nilai terdapat dalam suatu makna. Kumpulan makna tersebut, masing-

masing individu menafsirkan pengalamannya dan mengatur tingkah

lakunya(Geertz,1992). Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan,

seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah. Serta seberapa

dalam penghayatan atas agama yang dianutnya.

Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2001) dimensi-dimensi

religiusitas terdiri dari lima macam yaitu; dimensi keyakinan, dimensi ritual,

dimensi pengetahuan, dimensi pengalaman, dimensi konsekuensi. Konteks

religiusitas dalam pola asuh menggunakan dimensi ritual seperti yang diungkapkan

Edi Sofyan:

46
“sejak kecil sudah melihat orang tuanya solat, ketika balita baru diajarkan
caranya solat, diajarin bacaan surat pendek jus ama, dan iqra. Ketika
memasuki TK (Taman Kanak-kanak) baru mengikuti kegiatan mengaji di
TPQ (Taman Pendidikan Quran) agar anak mengetahui cara membaca alquran
dengan benar. Bagaimana cara solat yang sesuai dengan ajaran agama, dan
apa hukumannya jika berbuat yang dilarang oleh agama” (Wawancara Edi
Sofyan, 28 Desember 2020)

Gambar III.1. Kegiatan TPQ

Sumber : Dokumen Pribadi, diambil saat awal pandemi

Orang tua lainnya, yang tidak menyekolahkan anaknya di sekolah berbasis

keagamaan yaitu sekolah umum menanamkan religiusitas hanya mengandalkan

pada kegiatan mengaji yang diadakan dilingkungan sekitar atau di Masjid yang

diajarkan oleh Ustad/Ustazah. Seperti yang dituturkan oleh Juriyah:

“Anak saya bukan di sekolah islam, tapi sekolah umum. Jadi awalnya mereka
diajari pelajaran agama dasar di sekolah. Kemudian di rumah yang saya
lakukan semacam les tambahan di luar sekolah umum. Pertama,
mendatangkan guru les agama ke rumah, kedua, mengaji setiap sore hari di

47
Masjid. Saya lakukan itu semua tidak ada sifat paksaan.” (Wawancara dengan
Juriah, kediaman Juriah, 23 Desember 2020)

Gambar III.2 Kegiatan TPQ di Masjid

Sumber: Dokumen Pribadi, diambil ketika pandemi sedang menurun

Berdasarkan penuturan Edi Sofyan dan Juriah selaku orang tua yang tidak

menyekolahkan anaknya di madrasah atau pesantren. Melakukan les keagamaan

atau mengaji di TPQ adalah hal yang mereka lakukan agar anak memiliki perilaku

yang baik, sejak masih belia agar anak paham mana ajaran yang sesuai dengan nilai

dan norma keagamaan. Karena orang tua sadar, mereka tidak bisa mengajarkan

anak-anaknya pemahaman tentang keagamaan, sehingga mereka menitipkan anak-

anaknya belajar agama kepada orang yang lebih berkompeten dibidangnya. Anak

jadi memahami tentang nilai dan norma agama setelah mengikuti kegiatan

keagamaan seperti mengaji. Maka dengan melakukan kegiatan tersebut nilai ritual

48
yang didapatkan oleh anak merupakan mengaji agar kelak anak memiliki perilaku

yang sesuai dengan agama.

Sukirman juga mengatakan bahwa konsep religiusitas dalam pola asuh:

“sejak kecil anak diajarkan tentang nilai agama yang sederhana, misalnya doa
sebelum makan, doa mau tidur. Kemudian dimasukan ke dalam TPA.
Sehingga, akhlak anak dapat tumbuh dan berkembang. Karena pada dasarnya
anak dalam masa perkembangan balita atau masa keemasan akan lebih
melekat apa yang telah diajarkan. Dengan begitu InsyaAllah anak akan
memiliki perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Terlebih kita
sebagai orang muslim tentu wajib mengajari sejak kecil. Untuk anak laki-laki
dibiasakan untuk solat berjamaah ke Masjid dan solat jumat. Dengan begitu,
anak akan terbiasa dan akan mengikuti tuntunan agama” (Wawancara,
Sukirman, 15 Juni 2021)

Praktek-praktek pola pengasuhan anak sangat erat hubungannya dengan

kepribadian sang anak kelak setelah menjadi dewasa. Hal ini karena ciri-ciri dan

unsur watak dari seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakannya ke dalam

jiwa seseorang sejak sangat awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Seperti

halnya dalam agama mengajarkan doa sehari-hari, saling menghormati antar umat

beragama, tenggang rasa, dan kegiatan ibadah lainnya yang telah diajarkan dalam

keluarga masing-masing. Hurlock (Thoha, 1996) menjelaskan bahwa pengasuhan

merupakn interaksi antara anak dengan orangtua bukan hanya pemenuhan

kebutuhan fisik (seperti kasih sayang), tetapi juga mengajarkan norma-norma yang

berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup dengan selaras dengan lingkungan.

Pola asuh orang tua dan religiusitas anak sangat diperlukan anak ketika

mereka menjadi remaja atau dewasa. Karna perilaku anak yang tidak baik sangat

erat kaitannya dengan pengasuhan orang tua. Di Desa Mangunjaya, kenakalan

49
remaja cukup meresahkan warga sekitar. Seperti yang diungkapkan oleh staff

kantor Desa Mangunjaya:

“ Ada 3 kasus kenakalan anak yang sampai ditangani oleh pihak Desa, yaitu
kasus pencurian ayam dan burung, kasus tawuran antar wilayah, hingga yang
paling berat yaitu kasus narkoba yang sudah ditangani oleh pihak kepolisian”.

Pada saat melakukan observasi 5 kali di pos ronda pada bulan oktober hingga

februari hingga april, melihat bagaimana anak-anak pada saat berkumpul dengan

temannya seringnya melakukan hal yang kurang baik, ada yang mengajak untuk

membeli miras, mengajak untuk menyuri ayam tetangga, tapi tidak sedikit yang

sekedar hanya mengobrol sambil minum kopi dan bermain game.

Setelah mengetahui bahwa di Desa Mangunjaya terdapat kasus kenakalan

remaja dan hasil observasi juga menunjukan hal yang sama, maka menjadikan

peneliti ingin megetahui pola asuh orang tua terhadap religiusitas anak di Desa

Mangunjaya melalui perspektif AGIL. Dalam teori AGIL (Adaptation, Goal

Attainment, Integrasi, Latency) ada 4 faktor yang wajib ada supaya pola asuh bisa

berfungsi. Fungsi-fungsinya sebagai berikut (Ritzer, 2004):

1. Adaptasi (Adaptation)

Pada sudut pandang teori AGIL Talcott Parsons sistem tindakan disebut

adaptasi yaitu pembiasaan diri dengan lingkungan yang mampu mengonversikan

menjadi kepentingan. Sebelum terjadi pandemi yang menyerang negri ini, nilai

ritual yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak berjalan dengan baik, Juriah

mengatakan bahwa:

50
“kalau dilihat jaman sekarang pergaulan anak, kita tidak tahu
mengendalikannya, tapi sebenarnya bisa dikendalikan dari rumah kalau orang
tua sudah menanamkan pengajaran ke anak yang tepat agar lingkungan yang
ada itu tidak akan bisa dengan mudah menggoyahkan keyakinan anak sesuai
apa yang telah ditanamkan kepada anak. Sebenarnya semua penanaman
berasal dari rumah atau lingkungan terdekat” (Wawancara, Juriah, 23
Desember 2020)

Hal yang sama diungkapkan oleh Kesih yang mempunyai anak sangat gemar

bermain game online:

“ boleh main asal kalau waktunya solat ya harus segera solat, setelah itu
terserah mau ngapain. Kalau main sama teman-temannya masih saya awasi,
kalau sudah berkata kasar saya kasih tau supaya tidak kebiasaan.”
(Wawancara Kesih, 11 Januari 2021)

Berbeda dengan Kesih dan Juriah, Kokom Komariah dalam mengatakan

bahwa:

“memberitahu kepada anak melakukan sesuatu harus berpedoman pada


alquran dan sunnah, juga tahu batasannya, mana yang halal mana yang haram
dan harus bertindak sesuai dengan nilai-nilai islam jangan
melenceng”(Wawancara Kokom, 8 Mei 2021).

Kokom Komariah menjelaskan bahwa sistem tindakan yang berkaitan dengan

proses adaptasi khusunya pada pola asuh orang tua dan religiusitas anak harus

bertindak sesuai dengan nilai-nilai islam. Proses adaptasi dalam pandangan teori

AGIL adalah kemampuannya dalam mengendalikan atau mengatasi masalah yang

berasal dari luar sistem. Selain itu, sistem juga harus beradaptasi dengan perubahan

lingkungan.

51
Proses adaptasi pada saat setelah terjadinya pandemi, membuat orang tua dan

juga anak merasakan perubahan pada nilai ritual keagamaan dimana pada saat

sebelum terjadinya pandemi orang tua dan anak menjalankan kehidupan yang

normal dari sisi ekonomi. Setelah pandemi terjadi proses adaptasi yang

sesungguhnya baru terlaksana, Seperti yang dituturkan oleh Edi Sofyan:

“sejak awal pandemi ekonomi kurang stabil, karna saya hanya berdagang
baju, tapi akhirnya saya putar otak agar bisa tetap berjualan sehingga saya
melalukan jualan secara daring” (Wawancara Edi, 20 Juli 2021).

Hal yang dikatakan oleh Edi Sofyan jauh berbeda dengan Sukirman, beliau

mengatakan bahwa:

“..alhamdulillah setelah pandemi ekonomi keluarga saya masih bisa cukup


untuk makan sehari-hari walaupun perubahannya sangat terlihat”
(Wawancara Sukirman, 15 Juni 2021).

Begitu pula pada anak-anak yang juga merasakan dampak dari pandemi, harus

menyesuaikan lagi dengan perubahan yang baru sehingga mereka merasakan

dampak dari pandemi covid19, seperti yang dikatakan oleh Azril:

“...pernah suatu malam, lagi nongkrong sama teman-teman karna kita


kelaparan dan gaada uang jajan akhirnya ada yang punya ide buat maling ayam
tetangga trus kita jual, uangnya buat beli makanan”(Wawancara Azril, 20 Juli
2021)

Hal tersebut dilakukan oleh Azril dan teman-temannya karna adanya

perubahan dari sisi ekonomi mereka setelah adanya pandemi yang menyebabkan

52
orang tua mereka di PHK. Padahal sebelum terjadinya pandemi mereka tidak

pernah melakukan hal tersebut. Berbeda dengan Azril, Maulana juga mengatakan

bahwa:

“...Jadi sering di rumah yang tadinya lebih sering main, sekarang lebih rajin
ngaji dan sholat berjamaah sama ayah” (Wawancara Maulana, 21Juli 2021)

Dalam perspektif teori AGIL Talcott Parsons, sistem adaptasi harus mampu

menanganggulangi situasi eksternal di luar kontrol yang harus menyesuaikan

dengan lingkungannya. Adaptasi pada pola asuh dan religiusitas anak dilihat dari

sisi ekonomi. Sejak kecil nilai agama telah dilakukan oleh orang tua kepada

anaknya, tapi jadi berbeda ketika perubahan ekonomi yang terjadi akibat pandemi.

Anak ada yang mencuri ayam tetangga, dikarenakan kelaparan dan tidak memiliki

uang akibat dari orang tua mereka yang di PHK. Keluarga juga merasakan

perubahan yang terjadi dari pandemi, yang tadinya jualan laku jadi hampir

bangkrut, tapi karna memiliki nilai keagamaan tetap berdoa dan usaha agar tidak

putus asa sehingga dapat menyebabkan perilaku yang buruk.

2. Pencapaian tujuan (goal attainment)

Pencapaian tujuan dalam sistem pola asuh dan religiusitas anak di

Mangunjaya dalam teori AGIL menjelaskan bahwa kemampuan sistem dalam

merumuskan tujuan dan cara mencapainya. Pencapaian tujuan dari pola asuh orang

tua dan religiusitas pada saat pandemic yaitu pembatasan kegiatan keagamaan yang

dilakukan oleh pemerintah.

53
Penerapan PSBB pada Provinsi Jawa Barat setidaknya meliputi peliburan

sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan

sosial budaya, serta pembatasan kegiatan lain. Kemudian pada saat PSBB transisi

meliputi tempat ibadah mulai dibuka dengan kapasitas jemaah maksimal 50 persen.

Pada saat PSBB ketat pada 14 september-11 oktober 2020 tempat ibadah terdapat

penyesuaian, jemaahnya tidak diperbolehkan dari luar sekitar lokasi ibadah. Untuk

kawasan yang memiliki kasus tinggi, kegiatan beribadah wajib di rumah saja.

(Kompaspedia.kompas.id,2021)

Hal tersebut menjadikan orang tua harus berpikir bagaimana anak tetap

melaksanakan kegaiatan keagamaan walaupun ada peraturan pemerintah tentang

pembatasan kegiatan keagamaan di tempat ibadah atau masjid yang berada di

sekitar lingkungan mereka, seperti yang diungkapkan oleh Nurjanah:

“sebelum adanya pandemi, biasanya anak saya kalau sore hari setelah
pulang sekolah langsung berangkat mengaji bersama teman-temannya di
rumah guru ngaji, setelah adanya pandemi saya tadinya bingung bagaimana
agar ngajinya tetap berjalan, karna saya kan kurang bisa gitu klo ngajarin
anak, akhirnya saya panggil guru private ke rumah” (Wawancara dengan
Nurjanah, 6 Juni 2021)

Hal serupa juga diungkapkan oleh orang tua lain tentang pencapain tujuan

pada saat sesudah adanya pandemi, kesih mengatakan:

“…anak saya sebelum adanya pandemi sering sholat berjamaah di masjid


bersama temannya,kemudian melaksanakan kegiatan mengaji yang
diadakan setelah sholat magrib, setelah pandemi akhirnya saya berhentikan
karna kan takut juga yaa, takut teman-temannya tidak menjalankan protokol
kesehatan, akhirnya anak saya ngaji di rumah saja ” (Wawancara, Kesih, 11
Januari 2021)

54
Berbeda dengan Sukirman dalam mencapai tujuan pola asuh dan

relegiusitas anak dimasa pandemi yang terdapat pembatasan kegiatan keagamaan,

mengungkapkan bahwa:

“...sebelum atau sesudah pandemi tidak terlalu berpengaruh terhadap


keluarga saya, karna keluarga kami memang mendatangkan guru ngaji ke
rumah seminggu sekali tepatnya pada kamis malam, kami mengadakan
kegiatan ngaji ini selain membaca alquran juga membahas tentang fikih.
Paling sholat jamaah yang hanya terganggu yaa, harus melakukan prokes
kalau mau ke masjid biar saling menjaga satu sama lain” (Wawancara,
Sukirman, 15 Juni 2021)

Begitu juga Juriah mengatakan:

“... sebenarnya anak saya kan sudah sekolah sampai sore karna sekolah
islam. Jadi tidak terlalu berpengaruh terhadap peraturan pemerintah tentang
pembatasan kegiatan keagamaan di tempat ibadah, paling kaya sholat jumat
kali yaa, kan bingung kalau semua sholat jumat di masjid ditiadakan atau
dibatasi, jadi hanya sholat zuhur di rumah” (Wawancara, Juriah, 23
Desember 2020).

Dalam perspektif teori AGIL Talcott Parsons, suatu sistem harus

menyesuaikan dengan lingkungan untuk menggapai tujuan tertentu (Peter, 1990).

Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapain tujuan dengan merumuskan

tujuan dan menggerakan segala sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan. Pada

pola asuh dan religiusitas anak di masa pandemi, peraturan pemerintah yang

memiliki tujuan untuk menekan angka penularan virus, jadi masyarakat harus

mampu beradaptasi terhadap perubahan perilaku maka dapat mendukung tujuan

adanya pembatasan kegiatan keagamaan.

3. Integrasi (Integration)

55
Dalam teori AGIL Talcott Parsons, sistem integrasi adalah kemampuan

sistem dalam mengatur antar ketiga komponen yaitu (A, G, dan L) agar terintegrasi

dengan baik. Sistem ini juga harus mengatur antar hubungan ketiga fungsi penting

lainnya. Dalam integrasi masyarakat dituntut untuk bekerjasama dengan komponen

masyarakat lainnya seperti pemerintah, keluarga.

Dalam pola asuh orang tua terhadap religiusitas sistem integrasi ini yaitu

kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh setiap keluarga pada saat pandemi terjadi,

sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti yang

diungkapkan oleh Kokom Komariah:

“...kegiatan rutin keluarga kami setelah adanya pandemi yang keluarga kami
lakukan adalah mengadakan pengajian mingguan dengan memanggil pak
ustad ke rumah. Hal itu saya dan keluarga lakukan sudah berjalan cukup
lama dari anak pertama masih kecil hingga ke adik-adiknya. Kegiatan ini
tidak bisa diganggu gugat, kami mengadakan pengajian ini setiap hari kamis
malam. Semua anggota keluarga harus hadir, jika anak memiliki
kepentingan misalkan mengerjakan tugas sekolah bersama temannya, maka
harus segera pulang sebelum kegiatan mengaji dilaksanakan” (Wawancara,
Kokom Komariah, 8 Mei 2021)

Sistem juga harus mengelola hubungan agar terjalinnya sistem yang lain.

Misalnya, aktivitas keagamaan yang dilakukan setiap keluarga pada saat pandemi

dikarenakan tidak dapat mengaji di masjid akhirnya mendatangkan guru ngaji,

semua anggota keluarga wajib mengikutinya, tanpa adanya pemaksaan dari orang

tua. Anak memiliki kesadaran akan hal itu. Selain kesadaran anak dalam

melaksanakan kegiatan keagamaan, orang tua juga harus berperan aktif di dalam

kegiatan tersebut. Seperti yang diungkapan oleh Sukirman:

56
“... membiasakan anak saya dari magrib sampai isya untuk tadarus bersama,
melaksanakan solat berjamaah jika sedang berada di rumah, membaca al
quran bersama. Dengan begitu secara tidak langsung kita mentaati peraturan
pemerintah selama masa pandemi yaitu pembatasan kegiatan masyarakat
(Wawancara Sukirman, 2021)

Gambar III.3 Kegiatan Solat Berjamaah Anak

Sumber: Dokumen Pribadi, pada saat observasi

57
Hal serupa juga sama dengan prinsip Nurjanah, mengatakan bahwa:

“...kita harus mentaati peraturan pemerintah agar pandemi ini dapat segera
membaik, jadi anak saya selama pandemi hanya di rumah saja. Kegiatan
mengaji juga hanya dilakukan pada saat jam sekolah karna kebetulan anak
saya sekolah islam”(Wawancara, Nurjanah, 6 Juni 2021)

Gambar III.4 Kegiatan Menghafal Quran

Sumber : Dokumen Pribadi, pada saat observasi ke kediaman Nurjanah

Integarasi dalam perspektif teori AGIL adalah sebuah sistem harus

sistematis dalam hubungan antar bagian-bagian yang menjadi komponennya.

58
Fungsi integrasi menunjukan adanya ikatan solidaritas antar anggota untuk

kemajuan kelompok. Dalam hal ini integrasi antara pemerintah dan keluarga sangat

diperlukan agar nantinya pandemi segera berangsur membaik. Integarasi dapat

dimuculkan dan diwujudkan seperti hasil wawancara dengan Juriah, mengatakan

bahwa:

“... ketika azan berkumandang terutama waktu magrib, anak saya yang laki-
laki bersama bapaknya solat berjamaah di Masjid tetapi dengan tetap
mematuhi protokol kesehatan dengan membawa sajadah sendiri dan
memakai masker, setelah itu tadarus bersama di rumah. Itu yang saya
lakukan ketika semua anggota keluarga berkumpul di rumah” (Wawancara,
Juriah, 23 Desember 2020).

Integrasi dari keluarga di masa pandemi covid-19 ini harus diikuti dengan

aturan-aturan pemerintah yang mengikat masyarakat. melalui integrasi yang baik,

proses internalisasi ke diri baru tentang budaya baru dalam hal kegiatan keagamaan

bagaimana hal tersebut seharusnya dapat diimplementasikan sesuai harapan

bersama. Berbagai institusi selain keluarga juga perlu berintegrasi untuk terus

melakukan sosialisasi satu sama lain.

4. Pemeliharaan Pola (Latency)

Fungsi terakhir dalam perspektif Talcott Parsons yaitu konservasi. Fungsi

pemeliharaan atau konservasi berkaitan dengan sistem kebudayaan dimana sebuah

sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik individu maupun

model-model kebiasaan yang membuat dan menopang motivasi. Pemeliharaan

yang sudah dilaksanakan orang tua dalam pola asuh telah dipraktekan dengan baik

oleh anak pada saat pandemi, seperti yang diungkapkan oleh Kesih:

59
“selama melakukan kegiatan keagamaan yang berada di luar rumah, saya
selalu mengingatkan agar mematuhi protokol kesehatan yaitu memakai
masker, jaga jarak dan membawa sajadah sendiri jika ingin sholat jamaah di
masjid” (Wawancara, Kesih, 11 Januari 2021)

Pemeliharan yang dimaksud oleh Kesih yaitu pada saat anak sudah berada

di lingkungan tetap menjaga perilaku yang sesuai nilai keagamaan, dengan

memberitahu mana hak dan kewajibannya anak sebagai manusia yang menganut

sebuah kepercayaan yaitu agama Islam. Perilaku beragama itu akan terus berproses

sepanjang anak tumbuh dan berkembang.

Selain itu upaya yang dilakukan agar pemeliharaan pola asuh sesuai dengan

apa yang diharapakan pada perilaku anak dalam menjalankan kehidupan sehari-hari

yaitu dengan membantu anak berada di lingkungan yang baik, seperti diungkapkan

oleh Edi Sofyan:

“... untuk perilaku agama kebetulan anak saya baru masuk MTS dari SD
negri, beberapa hari yang lalu yang tadinya tidak mau menggunakan hijab
sekarang mau menggunakan hijab. Ketika anak diberikan pergaulan yang
baik, dia akan mengikuti dengan sendirinya. Kemudian solatnya jadi lebih
rajin, walaupun belum menjadi penghafal alquran karena kemauan saya
menginginkan anak sebagai penghafal alquran. Tapi setidaknya itukan
pelajaran yang dilakukan terus menerus dan semoga saja akan berlanjut”
(Wawancara, Edi Sofyan, 28 Desember 2020)

Selain memelihara dan melengkapi hal lain yang tidak kalah penting dalam

perspektif AGIL yakni memperbaiki, apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan

oleh orang tua upaya memperbaiki perilaku anak juga merupakan usaha yang sangat

berpengaruh. Misal anak masih bolong solatnya, Kokom Komariah mengatakan:

60
“... walaupun solat masih ada yang bolong-bolong, tapi bisa dilihat dari
rajinnya ke masjid, berarti ada peningkatan dalam diri anak untuk
memperbaiki perilaku yang sesuai dengan ajaran agama. Ngaji walaupun
sudah bukan di TPA masih melakukannya di rumah, dulu jika keluar rumah
masih susah untuk menggunakan hijab sekarang pelan-pelan mau
menggunakannya ketika berada di luar rumah” (Wawancara, Kokom
Komariah, 8 Mei 2021)

Dalam perspektif teori AGIL Talcott Parsons sistem kebudayaan berkaitan

dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur yang ada dengan

mempersiapkan norma dan nilai yang memotivasi mereka dalam melaksanakan

suatu tindakan. Dalam pola asuh terhadap religiusitas anak dikehidupan sehari-hari

pemeliharaan pola yaitu upaya memelihara yang dilakukan agar perilaku anak pada

kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran agama dilanjutkan dengan memasukan

anak ke sekolah islam dan yang terakhir memperbaiki, di mana ketika perilaku anak

agak melenceng upaya membetulkan juga merupakan upaya yang sangat

berpengaruh.

Baumrind mengatakan bahwa pola asuh pada prinsipnya merupakan

parental control, yakni bagaimana orangtua mengontrol, membimbing dan

mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya

menuju pada proses pendewasaan (Muallifah, 2009). Menurut Baumind ada 4 jenis

pola asuh; Pola asuh otoriter, pola asuh permisif, pola asuh demokratis, pola asuh

situasional. Pada penelitian yang dilakukan pada pola asuh terhadap religiusitas

anak menggunakan pola asuh demokrasi, menyatakan bahwa orang tua yang

demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak.

61
Namun, secara bertahap orang tua memebrikan tanggung jawab bagi anak-anaknya

terhadap sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa.

Penelitain dalam berpendapat tentang agama, orangtua memberikan

kebebasan berpendapat. Orang tua tidak memaksakan anak-anaknya untuk sesuatu

diluar batas kecakapan anaknya, hal ini sesuai dengan ungkapan oleh Nurjanah:

“kami sering melakukan sharing sama anak tentang agama. Tetapi orang tua
tetap mengarahkan sesuai dengan ajaran agama apabila anak tersebut sudah
berpendapat atau menanyakan sesuatu yang berbentuk agam sudah agak
melenceng” (Wawancara, Nurjanah 6 Juni 2021)
Orang tua bersikap rasional dan selalu mendasari tindakannya. Selain itu,

orang tua juga memberikan kebebasan pada anak untuk menentukan dan

melaksanakan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak dengan bahasa yang

mudah dipahami. Seperti yang diungkapkan oleh Juriah, bahwa:

“... keluarga kita punya kebebasan untuk berpendapat, tapi tidak bisa dalam
hal agama hal-hal yang sifatnya sudah mutlak atau sudah saklek. Tapi tidak
menutup kemungkinan ada perbedaan pendapat semisal keluarga ada yang
memahami kalau mendengarkan musik atau menonton itu bukan hal yan
baik untuk dilakukan, tapi kita menerima bahwa anak kita mengkonsumsi
hal tersebut selagi kegiatan tersebut tidak berdampak buruk untuk perilaku
anak”(Wawancara Juriah, 23 Desember 2020).

Pola asuh demokratis ini sudah banyak digunakan oleh orang tua, apalagi

yang sudah memiliki pengalaman dan berpendidikan tinggi. Mereka selalu

memberikan kebebasan terhadap anaknya tanpa ada unsur paksaan.

62
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pola asuh orang tua merupakan suatu system pada proses pembimbingan

terhadap anak dalam suatu zona keluarga. Konteks religiusitas dalam pola asuh erat

kaitannya dengan menanamkan nilai keagamaan, menurut Glock dan Stark

religiusitas memiliki 5 dimensi yaitu dimensi keyakinan, dimensi ritual, dimensi

pengetahuan, dimensi pengalaman, dan dimensi konsekuensi tapi pembatasan

dimensi religiusitas pada penelitian ini yaitu dimensi ritual. Berdasarkan hasil

pembahasan pada bab sebelumnya dalam perspektif teori AGIL (adaptations, goal

attainment, integration, dan latency) Talcott Parsons pola asuh orang tua dan

religiusitas anak yang terjadi di Desa Mangunjaya dibagi menjadi beberapa fase:

1. Adaptasi (adaptation)

Fase adaptasi yaitu penyesuaian diri dengan lingkungan yang mampu

mengonversikan lingkungan sesuai kebutuhan. Adaptasi pada pola asuh dan

religiusitas anak dilihat dari sisi ekonomi. Sejak kecil nilai agama telah dilakukan

oleh orang tua kepada anaknya, tapi jadi berbeda ketika perubahan ekonomi yang

terjadi akibat pandemi. Anak ada yang mencuri ayam tetangga, dikarenakan

kelaparan dan tidak memiliki uang akibat dari orang tua mereka yang di PHK.

Keluarga juga merasakan perubahan yang terjadi dari pandemi, yang tadinya jualan

63
laku jadi hampir bangkrut, tapi karna memiliki nilai keagamaan tetap berdoa dan

usaha agar tidak putus asa sehingga dapat menyebabkan perilaku yang buruk.

2. Pencapaian tujuan (goal attainment)

Pencapaian tujuan dalam system pola asuh dan religiusitas anak di Desa

Mangunjaya menjelaskan bahwa kemampuan system dalam merumumuskan

system dan cara mencapainya. Dalam perspektif teori AGIL Talcott Parsons, suatu

sistem harus menyesuaikan dengan lingkungan untuk menggapai tujuan tertentu

(Peter, 1990). Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapain tujuan dengan

merumuskan tujuan dan menggerakan segala sumberdaya untuk mencapai tujuan-

tujuan. Pada pola asuh dan religiusitas anak di masa pandemi, peraturan pemerintah

yang memiliki tujuan untuk menekan angka penularan virus, jadi masyarakat harus

mampu beradaptasi terhadap perubahan perilaku maka dapat mendukung tujuan

adanya pembatasan kegiatan keagamaan.

3. Integrasi (integration)

Sistem sosial erat kaitannya dengan fungsi integrasi yang mengontrol

elemen penataan masyarakat, pada pola asuh terhadap religiusitas yaitu kegiatan

keagamaan yang dilakukan oleh setiap keluarga pada saat pendemi agar peaturan

pemerintah dapat ditaati dengan baik. Kegiatan keagamaan seperti membaca

alquran bersama sehabis solat magrib, semua anggota wajib mengikutinya, tanpa

ada pemaksaan dari orang tua. Anak memiliki kesadaran akan hal itu. Selain

kesadaran anak dalam mengikuti membaca alquran, orang tua juga harus berperan

aktif dalam kegiatan tersebut.

64
4. Pemeliharaan pola (Latency)

Pemeliharaan yang dimaksud adalah pada saat pandemi mendorong

masyarakat untuk mengikuti norma yang berlaku, seperti kegiatan keagaaman

sholat berjamaah di masjid sebelum masuk harus cuci tangan, memakai masker,

membawa sajadah sendiri, menjaga jarak. Maka dengan itu sistem kultural akan

bekerja melaksanakan fungsi pemeliharaan pola.

Seperti yang dijelaskan oleh Talcott Parsons bahwa masyarakat mempunyai

struktur dan fungsi. Pandemi covid19 mengakibatkan perubahan besar di setiap

dimensi kehidupan. Dimana mau tidak mau masyarakat harus beradaptasi dan

berinovasi dalam menghadapi kenormalan. Dalam penelitian ini melihat bahwa

keluarga dan pemerintah saling terkait satu sama lain menjadi suatu sistem, di mana

keluarga selama pandemi dengan sendirinya akan teratasi membuat keluarga harus

memegang keempat skema teori Talcott Parsons.

B. Saran

Berlandaskan kesimpulan dan implikasi penelitian yang telah diuraikaikan

diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

a. Untuk penelitian berikutnya sebaikanya mengungkapkan pola asuh

orangtua dan religiusitas anak dalam perspektif teori lainnya.

b. Untuk para orangtua, sebaiknya sistem pola asuh yang telah dilakukan

dan berlangsung harus dipertahankan agar anak memiliki perilaku yang

baik sesuai dengan ajaran agama.

65
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ancok, Jamaludin dan Fuad Anshari Suroso. Psikologi Islam: Solusi Islam
Atas Problema-Problema Psikologi. Yogyakarta: Psutaka Pelajara,
2001

Brooks, J.B. The proscess of parenting, 3nd ed. California :Mayfield


Publishing Company,1991
Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2002
Dagun, M. S. Psikologi Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta, 2002
Furseth, Ingger dan Pal Repstad. An Introduction to the Sociologi of
Relegion:Classic and Contemporary Perspective. Burlington:
Ashgate Publishing Limited, 2006.
Geertz, Cliffort. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius Pers, 2002
Gunawa, Ary H. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000
Hamilton, Peter. Talcott Parsons dan Pemikirannya: Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990
Haryanto,Sindung. Sosiologi Agama: Dari Klasik Hingga Post Modern.
Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2015
Hurlock, Elizabeth. Psikologi Perkembangan: Suatu Kehidupan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga, 1996
Jalaludin. Psikolog Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
Johnson, doyle Paule. Contemporary Sociological Theory: An Integrated
Multi-Level Approach. Texas: Springer. 2008
Kartono, Kartini. Psikologi Anak. Bandung: Penerbit Alumni, 1979
Koentjoroningrat. Antropologi Sosial. Jakarta: Aksara Baru, 1989
Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan. Jakarta: Al-Husnah, 2002.
Marsaid. Hukum Anak Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam (Maqasaid
Asy-Syari’ah). Palembang: Noerfikri, 2015)
Martin, C.A dan Colbert, K.K. Parenting ; a life span perspective. New
York : Mc Graw Hill, 1997

66
Moelion, Anton M. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka,
1989
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja
Rosdakarya, 2007
Muthahari,Murtadho. Perspektif Al-Qur’an tentang Manusia dan Agama.
Bandung; Mizan, 1984
Muallifah. Pyscho Islamic smart parenting. Jogjakata; Diva press, 2009
Nashori, Fuad dan Mucharam, Rachmy Diana. Mengembangkan Kreativitas
dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus, 2002
Poerwadarminta. W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, 2003
Robertson, Rollan. Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiolog.
Jakarta: Rajawali Persis, 1993
Ritzer,George dan J Goodman, Doughlas. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Pernada Media, 2004
M.Z, Robert. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1990
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali, 2002
Silalahi, Karlinawati. Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010
Tim penyusun FISIP UIN Jakarta. Panduan Penyusunan Proposal dan
Penulisan Skripsi. Jakarta,2015
Wahyuning, Wiwit. Mengenalkan moral kepada anak. Jakarta: IKAPI, 2
003

JURNAL
Feri Ayu Kristinawati (2015). “Pola Pengasuhan Anak Pada Keluarga TKI
(Studi di Desa Karangworo Kecamatan Undaan Kabupaten
Kudus)”. Tesis
Indriani Kurnia Putri (2010). “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga
Nelayan (Pandhiaga)”. Jurnal Sosiologi dan Antropologi
Siti Marufah (2016). “Pola Sosialisasi Anak pada Keluarga “MBA”
(Married By Accident) (Studi Etnometodologi pada Keluarga
“MBA” di Desa Kebakalan, Porong, Sidoarjo)”. Jurnal Sosiologi

67
Satria Agus Prayoga (2013). “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Orang
tua Tunggal”. Jurnal Sosiologi
Febby Rahmawati (2015). “Pola Asuh Keluarga Bercerai dalam
Membentuk Perilaku Anak”. Jurnal Sosiologi

INTERNET

Portal Berita Lampung Pro : https://lampungpro.co/post/25484/komnas-


perlindungan-anak-kejahatan-seksual-dominasi-pelanggaran-atas-anak-
di-2019 diakses pada tanggal Oktober 2020.
Portal Berita Info Bekasi : https://infobekasi.co.id/2020/09/12/asal-usul-
nama-kampung-siluman-di-tambun/ diakses pada tanggal 11 Juni 2021.
Portal Berita Kompasmedia :
https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/kebijakan-covid-
19-dari-psbb-hingga-ppkm-empat-level diakses pada tanggal 24 Juli 2021

68

Anda mungkin juga menyukai