Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PEMAKAIAN EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) Dosen Pembimbing : Eha

Yuniarti, M.Pd Disusun Oleh: Muhammad Abidzar Dede Utari Siti Aya Nabilla PERGURUAN
TINGGI LA TANSA MASHIRO FAKULTAS IMU EKONOMI PRODI MANAJEMEN 2016 i
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah SWT , karena berkat kemurahan-Nya
makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas
“Pemakaian EYD”, suatu materi yang harus dikuasai oleh seorang Jurnalistik, Penulis, Dosen,
Mahasiswa, Karyawan dan skateholder lainnya, terlebih untuk seorang Jurnalistik dan Penulis.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah tentang tata cara “Pemakaian
EYD”, yang sangat diperlukan dalam suatu teknik penulisan yang baik dan benar berdasarkan
“Kaidah Ejaan Penulisan Bahasa Indonesia” dan sekaligus melakukan apa yang sudah menjadi
tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Bahasa Indonesia” untuk membuat makalah ini.
Dalam proses pendalaman materi “Pemakaian EYD” ini, tentunya kami mendapatkan tugas,
bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kami
sampaikan kepada: • Eha Yuniarti, M.Pd , selaku dosen mata kuliah “Bahasa Indonesia” • Rekan-
rekan mahasiwa yang telah memberikan saran dan masukan untuk makalah ini. • Bapak dan Ibu
kami, karna cinta dan kasih sayang merekalah kami bisa sampai seperti sekarang ini. Demikian
makalah ini saya buat semoga bermanfaat, Rangkasbitung, 07 Oktober 2016 Penysun, ii
DAFTAR ISI Hal.

Kata Pengantar ............................................................................................. i

Daftar Isi ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 1

1.1 Tujuan ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 1

2.1 Pemakaian EYD ........................................................................... 1

2.1.1 Cara Penyerapan Kata Asing ............................................ 1

2.1.1 Adopsi ................................................................................... 1

2.1.2 Adaptasi ............................................................................... 1

2.1.3 Terjemahan ........................................................................ 2

2.1.4 Kreasi .................................................................................... 2

2.1.2 Pedoman Penyerapan ........................................................ 3

2.1.2.1 Penyesuaian Ejaan ...................................................... 3

2.1.2.1.1 Tanpa Perubahan ......................................... 3

2.1.2.1.2 Dengan Perubahan ....................................... 5

2.1.2.2 Penyesuaian Akhiran ................................................. 8

2.1.2.2.1 Tanpa Perubahan ......................................... 8

2.1.2.2.2 Dengsn Perubahan ....................................... 8

2.1.2.3 Penyerapan dengan Penerjemahan .................... 9

2.1.2.4 Aturan Penyerapan Imbuhan ................................ 10

2.1.3 Latihan Mengkoreksi Kesalahan Ejaan ....................... 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan .................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. .. 12


1 BAB I PENDAHULUAN

Belakang Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain,
baik dari bahasa daerah di Indonesia maupun dari bahasa asing seperti Inggris, Belanda, Arab, dan
Sansekerta. Hal ini bisa dipahami karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan
bahasa. Kemudian Indonesia juga pernah dijajah oleh bangsa asing seperti Inggris dan Belanda.
Agama yang ada di Indonesia juga beraneka ragam. Semuanya itu mempunyai pengaruh pada
perkembangan bahasa Indonesia, sehingga bahasa Indonesia banyak menyerap kata-kata dari
bahasa lain. Sifat bahasa Indonesia yang terbuka ini menyebabkan banyak kata-kata atau
unsureunsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa Indonesia. Namun demikian ternyata,
pembentukan unsure serapan itu dtentukan pedomanpedomannya.

1.1 Rumusan Masalah

a. Apa Itu EYD

b. Bagaimana cara/proses penyerapan kata asing ?

c. Bagaimana cara/langkah-langkah Penyerapan?

1.2 Tujuan Untuk Mengetahui apa itu EYD Untuk mengetahui cara/proses penyerapan kata asing
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pemakaian EYD Untuk mengetahui pedoman penyerapan

2.1.1 Pengertian EYD EYD adalah tata Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan Bahasa
Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf kapital dan huruf miring, serta
penulisan unsur serapan. EYD disini di artikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan.

2.1.2 Sejarah Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada
tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru(Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan 2
lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di
samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil
merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas
dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia
Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan
bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh
para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan yang Disempurnakan. Pada tanggal 16
Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia.
Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu
pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke
XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia
oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut
dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut
merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada
tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak
bulan Maret 1947. Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah". Pada
tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975. Pada
tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak
berlaku lagi.

2.1.3 Pemakaian Huruf

a Huruf abjad.

Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil. 3

b Huruf vokal.
Ada 5: a, e, i, o, dan u.

Tanda aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan kata menimbulkan keraguan.

c Huruf konsonan.

Ada 21: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

a. Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.

b. Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.

c. Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu

d Huruf diftong. Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan
oi.

e Gabungan huruf konsonan. Di dalam bahasa Indonesia terdapat Huruf Konsonan yang
dilambangkan dengan Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.

f Huruf kapital

a. Huruf pertama kata pada awal kalimat

b. Huruf pertama petikan langsung

c. Huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan
Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan

d. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang)

e. Huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, instansi, atau tempat yang
digunakan sebagai pengganti nama orang (tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau
tempat) huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya

f. Huruf pertama unsur-unsur nama orang (tidak dipakai pada de, van, der, von, da, bin, atau binti)
huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran (tidak
dipakai untuk nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran)

g. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa (tidak dipakai untuk nama bangsa, suku,
dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan)

h. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan unsur-unsur nama peristiwa sejarah (tidak
dipakai untuk peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama)

i. Huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi dan unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama
diri geografi (tidak dipakai untuk unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi dan
nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis) nama diri atau nama diri geografi
jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya 4

j. Huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan,
dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh,atau, dan untuk (tidak dipakai untuk
kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama
dokumen resmi)

k. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi,
lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan

l. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku,
majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke,dari, dan, yang, dan untuk yang
tidak terletak pada posisi awal

m. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama
diri.

n. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan dalam penyapaan atau
pengacuan (tidak dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan)

o. Huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan

p. Huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh
pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.

g Huruf miring

a. Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan

b. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata

c. Menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia (Dalam tulisan tangan atau
ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi) Ungkapan asing yang telah
diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia

h Huruf tebal

a. Menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka,
indeks, dan lampiran

b. Tidak dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok
kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.

c. Menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan
polisemi dalam cetakan kamus

2.1.4 Penulisan Kata

A. Kata dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan

B. Kata turunan Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola, permainan 5

a. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya, tapi unsur
gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat awalan atau akhiran: bertanggung jawab, garis
bawahi

b. Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus:
pertanggungjawaban
c. Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi: adipati,
narapidana

d. Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf
kapital: non-Indonesia

e. Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan
kata dasar: maha esa, maha pengasih

C. Bentuk ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak, sayur-mayur

D. Gabungan kata

a. Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besar, kambing hitam

b. Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan untuk mencegah kesalahan pengertian: alat pandang-dengar,anak-istri saya c. Ditulis
serangkai untuk 47 pengecualian: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah,
bagaima na, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa,belasungkawa, bumiputra, da ripada,
darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacam ata, kasatmata, kepada,
keratabasa, kilometer, manakala,manasuka, mangku bumi, matahari, olahraga, padahal,
paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati,
sebagaimana,sediakala, segit iga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar,
titiman gsa, wasalam E. Suku kata - Pemenggalan kata a. Kata dasar 1. Di antara dua vokal
berurutan di tengah kata (diftong tidak pernah diceraikan): ma-in. 2. Sebelum huruf konsonan yang
diapit dua vokal di tengah kata: bapak. 3. Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata:
man-di. 4. Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang berurutan di tengah
kata: ul-tra. 5. Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasakan. 6. Gabungan
kata: Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi F. Kata depan. di, ke, dan dari ditulis terpisah dari
kata yang mengikutinya, kecuali daripada, kepada, kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka 6 G.
Partikel 1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya:
betulkah, bacalah 2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa pun, satu kali
pun 3. Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk adapun, andaipun,
ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kenda tipun, maupun, meskipun,sekalipun,
sungguhpun, walaupun H. Singkatan dan akronim 1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan,
jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik: A.S. Kramawijaya, M.B.A. 2. Singkatan nama
resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi
yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik:
DPR, SMA 3. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik: dst.,
hlm. 4. Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada setiap huruf: a.n., s.d. 5.
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda
titik: cm, Cu 6. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI, PASI 7. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku
kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital:
Akabri, Iwapi 8. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil:pemilu, tilang I.
Angka dan lambang bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor
yang lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka Romawi. 1. Fungsi 1. menyatakan (i) ukuran
panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas, 2. melambangkan
nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat, 3. menomori bagian karangan dan ayat
kitab suci, 2. Penulisan 1. Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf 2. Lambang bilangan
tingkat 3. Lambang bilangan yang mendapat akhiran -an 7 4. Ditulis dengan huruf jika dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan 5. Ditulis dengan huruf jika terletak di awal
kalimat. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan
satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat 6. Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca bagi bilangan utuh yang besar 7. Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus
dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi 8. Jika bilangan
dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat J. Kata ganti 1. Ku dan kau ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya: kusapa, kauberi 2. Ku, mu,dan nya ditulis serangkai
dengan kata yang mendahuluinya : bukuku, miliknya K. Kata sandang. si dan sang ditulis terpisah
dari kata yang mengikutinya: sang Kancil, si pengirim 2.1.5 Pemakaian Tanda Baca A. Tanda titik
1. Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.... 2. Dipakai di belakang angka
atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar (tidak dipakai jika merupakan yang terakhir
dalam suatu deretan) 3. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu atau jangka waktu 4. Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka 5. Dipakai untuk
memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya (tidak dipakai jika tidak 6. dipakai pada akhir judul
yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya 7. Tidak dipakai di
belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan menunjukkan jumlah) 8. Tidak
alamat penerima surat B. Tanda koma 1. Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan 2. Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan 8 3. Dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya (tidak dipakai jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya) 4. Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi
pula, meskipun begitu, akan tetapi 5. Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat 6. Dipakai untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain dalam kalimat (tidak dipakai jika petikan langsung itu berakhir dengan
tanda tanya atau tanda seru) 7. Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan 8.
Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka 9. Dipakai
di antara bagian-bagian dalam catatan kaki 10. Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik
yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga 11.
Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka
12. Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi 13. Dapat dipakai
di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca C. Tanda
titik koma 1. Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara 2.
Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
kalimat majemuk D. Tanda titik dua 1. Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika
diikuti rangkaian atau pemerian (tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan) 2. Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian 3.
Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan 4.
Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii)
di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam
karangan E. Tanda hubung 9 1. Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah
oleh penggantian baris (Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris) 2. Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris (Akhiran -i tidak dipenggal supaya
jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris) 3. Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata
ulang 4. Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagianbagian tanggal 5.
Dapat dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii)
penghilangan bagian kelompok kata 6. Dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya
yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan
berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap 7. Dipakai untuk
merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing F. Tanda pisah 1. Dipakai untuk
membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat 2.
Dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas 3. Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau
'sampai dengan' 4. Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya G. Tanda tanya 1. Dipakai pada akhir kalimat tanya 2. Dipakai di
dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat
dibuktikan kebenarannya H. Tanda seru 1. Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa
seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi
yang kuat I. Tanda elipsis 1. Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus 2. Dipakai untuk
menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan 10 3. Jika
bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah
untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat J. Tanda petik 1.
mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain 2.
mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat 3. mengapit istilah
ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus 4. Tanda petik penutup
mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. 5. Tanda baca penutup kalimat atau
bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang
dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat 6. Tanda petik pembuka dan
tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris K. Tanda
petik tunggal 1. mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain 2. mengapit makna,
terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing L. Tanda kurung 1. mengapit keterangan atau
penjelasan 2. mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan
3. mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan 4. mengapit angka
atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan M. Tanda kurung siku 1. mengapit huruf, kata,
atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis
orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam
naskah asli 2. mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung N. Tanda
garis miring 1. dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu
tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim 2. dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap 11 2.2.
Cara Penyerapan Kata asing Ada beberapa proses atau cara masuknya bahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia sehingga bisa terserap. Di bawah ini adalah proses penyerapan tersebut: 2.2.1
Adopsi Proses adopsi adalah terserapnya bahasa asing karena pemakai bahasa tersebut mengambil
kata bahasa asing yang memiliki makna sama secara keseluruhan tanpa mengubah lafal atau ejaan
dengan bahasa Indonesia. Contoh: Hotdog, Shuttle cock, reshuffle, plaza,
supermarket,formal,editor dan lain-lain. Penggunaan dalam kalimat: a. Di dalam pencarian,
pembelajaran, dan perkembangan itu, teori bukan lagi sekadar teori dalam arti formal. b. Terlepas
dari ada beberapa ejaan yang luput dari koreksi editor, secara keseluruhan, saya rasa buku ini
memang perlu dibaca 2.2.2 Adaptasi Proses adaptasi adalah proses diserapnya bahasa asing akibat
pemakai bahasa mengambil kata bahasa asing, tetapi ejaan atau cara penulisannya berbeda dan
disesuaikan dengan aturan bahasa Indonesia. Contoh: Option = Opsi Fluctuate = Fluktuatif
Organization = Organisasi Maximal = maksimal 2.2.3 Terjemahan Penyerapan secara terjemahan
dapat dilakukan dengan dua cara berikut ini. a. Terjemahan langsung, yaitu kosakata dari bahasa
asing itu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: air port → bandar udara joint
ventura → usaha patungan b. Terjemahan konsep, yaitu kosakata asing itu diteliti baik-baik
konsepnya, kemudian dicarikan kosakata bahasa Indonesia yang konsepnya mirip dengan kosakata
asingtersebut. Contoh: vendor → penjual green house → rumah kaca Penggunaan dalam kalimat:
12 a. Para vendor pemegang merek yang mencekoki kita untuk menggunakan teknologi mereka. b.
Ira sedang mengamati pertumbuhan tanaman jagung di green house. 2.2.4 Kreasi Meskipun sekilas
mirip terjemahan, namun cara terakhir ini memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menurut bentuk,
yang mirip seperti aslinya ditulis dalam dua pertiga kata sedangkan dalam bahasa Indonesia satu
kata saja. Contoh: Effective -> Berhasil guna, Shuttle -> Ulang alik, Spare part -> Suku cadang,
mouse -> Tetikus upload -> unduh download -> unggah mengisi kerumpangan konsep dalam
khazanah bahasa Indonesia. Sebelum memutuskan untuk melakukan penyerapan unsur asing itu,
hendaknya terlebih dahulu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Jika padanan itu tetap
tidak dapat ditemukan, barulah unsur asing itu kita serap. Dalam penyerapan itu harus
memperhatikan kaidah, khususnya kaidah penyerapan yang telah ditentukan. 2.3 Pedoman
Penyerapan Kata Asing 2.3.1 Penyesuaian Ejaan Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu
ialah sebagai berikut : 2.3.1.1 Tanpa Perubahan a. ae jika tidak bervariasi dengan e Contoh : aeobe
menjadi aerob aerodinamics menjadi aerodinamika b. ai Contoh : trailer menjadi trailer caisson
menjadi kaison c. au Contoh : audiogram menjadi audiogram caustic menjadi kaustik c. e Contoh :
effect menjadi efek d. ea Contoh : idealist menjadi idealis 13 habeas menjadi habeas d. ei Contoh :
eicossane menjadi eikosan eidetic menjadi eidetic e. eo Contoh : stereo menjadi stereo geometry
menjadi geometri f. eu Contoh : neutron menjadi neutron europium menjadi europium g. f Contoh :
fanatic menjadi fanatic factor menjadi factor h. i pada awal suku kata di muka vocal, tetap i
Contoh : iambus menjadi iambus ion menjadi ion i. Ie tetap ie jika lafalnya bukan i Contoh : variety
menjadi varietas patient menjadi pasien j. kh (Arab) Contoh : khusus menjadi khusus akhir menjadi
akhir k. ng Contoh : contingent menjadi kontingen congres menjadi kongres l. Oo (vocal ganda)
tetap oo Contoh : zoology menjadi zoologi coordination menjadi koordinasi m. ps Contoh : pseudo
menjadi pseudo psychiatry menjadi psikiatri n. pt Contoh : pterosaur menjadi pterosaur pteridology
menjadi pteridologi o. u Contoh : unit menjadi unit structure menjadi structur 14 p. ua Contoh :
dualisme menjadi dualism aquarium menjadi aquarium q. ue Contoh : suede menjadi sued duet
menjadi duet r. ui Contoh : equinox menjadi ekuinoks conduite menjadi konduite s. v Contoh :
vitamin menjadi vitamin television menjadi televisi t. x pada awal kata tetap x Contoh : xenon
menjadi xenon xylophone menjadi xilofon u. y jika lafalnya y Contoh : yakitori menjadi yakitori
yen menjadi yen v. z Contoh : zenith menjadi zenith zirconium menjadi zirconium 2.3.1.2 Dengan
perubahan a. aa (Belanda) menjadi a Contoh : paal menjadi Pal baal menjadi bal b. ae jika
bervariasi dengan e, menjadi e Contoh : haemoglobin menjadi hemoglobin b. c di muka a, u, o dan
konsonan menjadi k Contoh : calomel menjadi kalomel cubic menjadi kubik b. c di muka e, i, oe
dan y menjadi s Contoh : central menjadi sentral cybernetics menjadi sibernetika circulation
menjadi sirkulasi coelom menjadi selom c. cc di muka o, u dan konsonan menjadi k Contoh :
accommodation menjadi akomodasi acculturation menjadi akulturasi acclamation menjadi aklamasi
15 d. cc di muka e dan i menjadi ks Contoh : accent menjadi aksen vaccine menjadi vaksin e. cch
dan ch di muka a, o dan konsonan menjadi k Contoh : saccharin menjadi sakarin charisma menjadi
karisma cholera menjadi kolera f. ch yang lafalnya s atau sy menjadi s Contoh : echelon menjadi
eselon machine menjadi mesin g. ch yang lafalnya c menjadi c Contoh : check menjadi cek china
menjadi cina h. c (Sanskerta) menjadi s Contoh : cabda menjadi sabda castra menjadi sastra i. ee
(belanda) menjadi e Contoh : stratosfeer menjadi stratosfer system menjadi system j. gh menjadi g
Contoh : sorghum menjadi sorgum k. gue menjadi ge Contoh : igue menjadi ige gigue menjadi gige
l. ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i Contoh : politiek menjadi politik riem menjadi rim m. oe (oi
Yunani) menjadi e Contoh : oestrogen menjadi estrogen oenology menjadi enology n. oo (Belanda)
menjadi o Contoh : komfoor menjadi kompor provoost menjadi provos o. oo (Inggris) menjadi u
Contoh : cartoon menjadi kartun proof menjadi pruf 16 p. ou menjadi u jika lafalnya u Contoh :
gouverneur menjadi gubernur coupon menjadi kupon q. ph menjadi f Contoh : phase menjadi fase
physiology menjadi fisiologi r. q menjadi k Contoh : aquarium menjadi akuarium frequency
menjadi frekuensi s. rh menjadi r Contoh : rhapsody menjadi rapsodi rhombus menjadi rombus t. sc
di muka a, o, u dan konsonan menjadi sk Contoh : scandium menjadi scandium scotopia menjadi
skotopia u. sc di muka e, i, dan y menjadi s Contoh : scenography menjadi senografi scintillation
menjadi sintilasi v. sch di muka vocal menjadi sk Contoh : schema menjadi skema schizophrenia
menjadi skizofrenia w. t di muka i menjadi s jika lafalnya s Contoh : ratio menjadi rasio action
menjadi aksi x. th menjadi t Contoh : theocracy menjadi teokrasi orthography menjadi ortografi y.
uu menjadi u Contoh : prematuur menjadi prematur vacuum menjadi vakum z. x pada posisi lain
menjadi ks Contoh : executive menjadi eksekutif taxi menjadi taksi aa. xc di muka e dan I menjadi
ks Contoh : exception menjadi eksepsi excess menjadi ekses ab. xc di muka a, o, u, dan konsonan
menjadi ksk Contoh : excavation menjadi ekskavasi 17 excursive menjadi ekskursif ac. y menjadi i
jika lafalnya i Contoh : propyl menjadi propel dynamo menjadi dynamo Konsonan ganda menjadi
konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan. Misalnya : Gabbro menjadi gabro Accu
menjadi aki Effect menjadi efek Tetapi : massa tetap massa 2.3. 2. Penyesuaian akhiran 2.3.2.1
Tanpa perubahan a. -ein Contoh : protein tetap protein casein tetap casein b. -or Contoh : dictator
menjadi dictator corrector menjadi corektor 2.3.2.2 Dengan perubahan a. -aat (Belanda) menjadi -at
Contoh : advokaat menjadi advokat b. -age menjadi -ase Contoh : percentage menjadi persentase c.
-al, -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi -al Contoh : structural menjadi structural Formeel
menjadi formal Normal menjadi normal d. -an t menjadi -an Contoh : informant menjadi informan
e. -archy, -archie (Belanda) menjadi arki Contoh : anarchy, anarchie menjadi anarki f. -ary, -air
(Belanda) menjadi -er Contoh : complementary, complementair menjadi komplementer g. -(a) tion,
-(a) tie (Belanda) menjadi -asi, -si Contoh : action, actie menjadi aksi h. -ee (Belanda) menjadi -il
18 Contoh : moreel menjadi moril i. -ic, -ics, ique, -iek, -ica (nomina) menjadi -ik, ika Contoh :
logic, logica menjadi logika Technique, tecniek menjadi teknik j. -ic (Nomina) menjadi ik Contoh :
electronic menjadi elektronik k. -ic, -ical, -ish (adjectiva) menjadi –is Contoh : economical,
economisch menjadi ekonomis l. -ile, -iel menjadi -il Contoh : percentile, percentile menjadi
persentil m. -is, isme (Belanda) menjadi –isme Contoh : modernism, modernism menjadi
modernism n. Ist menjadi –is Contoh : publicist menjadi publisis o. -ive, -ief (Belanda) menjadi –if
Contoh : descriptive,descriptief menjadi descriptif p. -logue menjadi -long Contoh : catalogue
menjadi catalog q -logy, -logie (Belanda) menjadi -logi Contoh : technology, technologie menjadi
teknologi r. -loog (Belanda) menjai -log Contoh : analoog menjadi analog s. -oid, -oide (Belanda)
menjadi -oid Contoh : hormonoid, hormonoide menjadi hormonoid t. -oir (e) menjadi -oar Contoh :
trotoir menjadi trotoar u. -or, -er (Belanda) menjadi -ur, -ir Contoh : director,director menjadi
direktur v. -ty, -teit (Belanda) menjadi -tas Contoh : quality, kwaliteit menjadi kualitas w. -ure, -uur
(Belanda) menjadi -ur Contoh : structure, stuctuur menjadi struktur 19 2.3.4 Penyerapan dengan
penerjemahan a. a- → tak-. Contoh: asymetric → tak simetri b. ante- → purba-. Contoh: antedate
→ purbatanggal c. anti- → prati-. Contoh: antibiotics → pratirasa d. auto- → swa-. Contoh:
autobiography → swariwayat e. de- → awa-. Contoh: demultiplexing → awa-pemultipleksan f. bi-
→ dwi-, bi-. Contoh: bilingual → dwibahasa g. inter- → antar-, inter-. Contoh: international →
antarbangsa h. mal- → mal-, mala-. Contoh: malnutrition → malagizi, malnutrisi i. post- → pasca-.
Contoh: postgraduate → pascasarjana j. → purna-. Contoh: purnawirawan k. pre- → pra-. Contoh:
prehistory → prasejarah l. re- → -ulang. Contoh: recalculate → hitung ulang m. -ble → laik-.
Contoh: edible → laik-santap n. -like → lir-, bak-. Contoh: jelly-like → liragar o. -less → nir-,
awa-, mala-, tan-. Contoh: seedless → nirbiji; colourless → awawarna, tanwarna 2.3.5 Aturan
penyerapan imbuhan 2.5.1 Aturan-aturan imbuhan serapan dari bahasa asing mengikuti aturan yang
kurang ebih sama dengan aturan pembentukan kata berimbuhan lain. a. Disambung jika
menggunakan kata dasar. Contoh: dwiwarna, pascasarjana. b. Dipisah jika menggunakan kata
bentukan atau turunan. Contoh: pra pemilu. c. Diberi tanda hubung jika kata dasar berawalan huruf
kapital. Contoh: non-Indonesia, anti-Israel. 2.5.2 Kata serapan untuk istilah teknis a. Gunakanlah
glosarium bahasa Indonesia (misalnya terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI)
untuk istilah serapan yang sudah dibakukan. Lihat versi elektronik (tidak lengkap) glosarium Pusat
Bahasa. b. Di bidang komputer/internet, lihat Istilah Internet Indonesia. Untuk istilah singkatan
seperti TCP/IP, FTP sebaiknya tetap ditulis dalam bentuk aslinya (tidak diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi PKT/PI dan PTA atau PTB--Protokol Transfer Berkas). 2.4 Latihan
Mengoreksi Ejaan Berikut ini sebuah naskah yang dikutip dari Lampiran Surat dari Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 451/H5/LT/2016 sebagai contoh bahan latihan mengoreksi
ejaan. 20 Geliat pertumbuhan itu seperti terekam dalam sumber-sumber lokal tentang kerajaan
Islam Dijawa (Graaf, H.J. De ; Pigeaud 1985). Di balik kawasan ini juga terlihat perkembangan
sentra niaga di asia, beberapa di antara yang terkemuka adalah Malaka (Semenanjung Melayu),
Ayuthaya (Thailand), Hoi An (Vietnam), Amoy (Xiamen Cina), Deshima (Taiwan), Sakai
(Jepang), dan Banten (Indonesia). Pusat-pusat ini di pandang mewakili gambaran tentang sentra
niaga yang menandai kemandirian dan kejayaan asia.(Fujita, Monoki and Anthony 2013). Dalam
naskah tersebut terdapat beberapa kesalahan ejaan. Seharusnya naskah tersebut adalah : Geliat
pertumbuhan itu seperti terekam dalam sumber-sumber lokal tentang kerajaan Islam di Jawa
(Graaf, H.J. de ; Pigeaud 1985). Di balik kawasan ini juga terlihat perkembangan sentra niaga di
asia, beberapa di antara yang terkemuka adalah Malaka (Semenanjung Melayu), Ayuthaya
(Thailand), Hoi An (Vietnam), Amoy (Xiamen Cina), Deshima (Taiwan), Sakai (Jepang), dan
Banten (Indonesia). Pusat-pusat ini dipandang mewakili gambaran tentang sentra niaga yang
menandai kemandirian dan kejayaan Asia (Fujita, Monoki and Anthony 2013). BAB III
KESIMPULAN Unsur serapan adalah unsur yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah,
baik berupa imbuhan, kosakata, maupun peristilahan, yang dipungut maupun diserap ke dalam
bahasa Indonesia. Unsur-unsur serapan dari bahasa asing memang sering berubah ejaannya dari
bentuk aslinya. Hal ini terjadi karena ejaannya di sesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Namun
demikian, istilah asing yang sudah diserap dan sudah lazim dipergunakan sebagai istilah Indonesia
masih dapat di pakai walaupun bertentangan dengan salah satu kaidah pembentukan istilah. 13
DAFTAR PUSTAKA • https://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penyerapan_istilah •
http://pelitaku.sabda.org/proses_penyerapan_bahasa_asing_ke_dalam_b ahasa_indonesia •
http://www.kelasindonesia.com/2015/04/contoh-kata-serapan-danpengertiannya-adopsi-adaptasi-
pungutan.html • https://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penyerapan_istilah

Anda mungkin juga menyukai