Buat Belajar Sering Muncul Di Soal 2
Buat Belajar Sering Muncul Di Soal 2
Memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk sesuai keputusan
penunjukannya yaitu tiap 3 bulan atau ditentukan lain bagi Ahli K3 Umum serta setiap selesai
memberikan jasa bagi Ahli K3 yang berada pada perusahaan jasa.
Meminta keterangan dan atau informasi mengenai pelaksanaan syarat-syarat K3 di tempat kerja
sesuai sengan penunjukan
3. Pengertian SMK3?
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (PP No.
50 Tahun 2012).
4. Kriteria bahan kimia berbahaya – kepmennaker 187/1999 pasal 9?
Kriteria bahan kimia berbahaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) terdiri dari:
a. Bahan beracun;
b. Bahan sangat beracun;
c. Cairan mudah terbakar;
d. Cairan sangat mudah terbakar;
e. Gas mudah terbakar;
f. Bahan mudah meledak;
g. Bahan reaktif;
h. Bahan oksidator.
Keselamatan dan kesehatan kerja dibidang kelistrikan menurut data statistik dan symposium
kecelakaan yang terjadi karena listrik adalah sebagai berikut:
Namun syarat-syarat penanggulangannya sudah termasuk di dalam PUIL, PIL dan SPL (Syarat-
syarat Penyambungan Listrik). Jika kita lihat secara teknis kecil kemungkinan terjadi kecelakaan
listrik jika pengetahuan tentang syarat-syarat keselamatan listrik taati.
Adapun tujuan dari kesehatan dan keselamatan kerja (K3) Kelistrikan antara lain:
Menjamin kehandalan instalasi listrik sesuai tujuan penggunaanya;
Keselamatan kerja listrik adalah keselamatan kerja yang barkaitan erat dengan alat-alat, proses,
bahan, Area kerja dan bagaimana menjalankan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan kerja listrik
seccara umum yaitu bertujuan melindungi tenaga kerja atau individu dalam menjalankan
pekerjaannya yang selalu dekat dengan tegangan listrik disekitarnya, baik dalam bentuk instalasi
maupun jaringan.
Pada dasarnya keselamatan kerja listrik merupakan tugas dan kewajiban dari, oleh dan untuk
setiap orang yang menyediakan, melayani dan menggunakan daya listrik.
Adapun keselamatan kerja kelistrikan tidak terlepas dari level kehidupan masyarakat itu sendiri
baik dari segi pendidikan, segi sosial ekonomi maupun segi kebiasaan yang merupakan faktor-
faktor yang berkaitan erat dengan keselamatan kerja.
Kecepatan perkembangan di kelistrikan dan dengan luasnya jangkauan serta besarnya sebuah
daya pembangkit listrik yang melebihi kesiapan masyarakat itu sendiri dan masih terbatasnya
pengetahuan mengenai apa yang ada di dalam perlistrikan (secara khusus).
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) adalah rambu-rambu utama dalam mengantisipasi
bahaya dari listrik yang diakibatkan oleh pelayanan, penyediaan dan penggunaan daya listrik.
Tanggal 16 april 2015 yang lalu, Menteri Tenaga Kerja Telah resmi mengeluarkan Permenaker
yang terbaru yaitu mengenai Keselamatan dan Kesehatan Listrik di Tempat Kerja.
DidalamPermenaker tersebut mengatur mengenai standar, kompetensi Sumber Daya Manusia ,
dan pengawasan dalam Perencanaan, Pemasangan, Penggunaan, Perubahan dan Pemeliharaan
Instalasi Listrik.
Pasal 50
(1) Setiap instalasi penyalur petir dan bagian bagiannya harus dipelihara agar selalu
bekerja dengan tepat, aman dan memenuhi syarat.
(2) Instalasi penyalur petir harus diperiksa dan diuji:
a. Sebelum penyerahan instalasi penyalur petir dari instalatir kepada pemakai.
b. Setelah ada perubahan atau perbaikan suatu bangunan dan atau instalasi penyalur petir.
c. Secara berkala setiap dua tahun sekali.
d. Setelah ada kerusakan akibat sambaran petir.
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan kepadanya
Definisi : pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja
diterima untuk melakukan pekerjaan. —–> Pasal 1
Tujuan : agar tenaga keria yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-
tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan
cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukannya sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lain-lainnya juga dapat dijamin. ——> Pasal 2
Periode : Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 1
Tahun 1970 harus mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja. ——> Pasal 2
Definisi : pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang
dilakukan oleh dokter. ——–> Pasal 1
Tujuan : untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga keria sesudah berada dalam
pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh – pengaruh dari pekerjaan seawal
mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan. ——> Pasal 3
Periode : Semua perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) tersebut di atas harus
melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun
sekali kecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Perlindungan Tenaga Kerja. ——> Pasal 3
Definisi : pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga
kerja tertentu. ——–> Pasal 1
Tujuan : untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja
atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu. ——> Pasal 5
Periode : apabila terdapat keluhan- keluhan di antara tenaga kerja, atau atas pengamatan
pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes
dan Keselamatan dan Balai- balainya atau atas pendapat umum di masyarakat. ——> Pasal 5
1. tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu.
2. tenaga kerja yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita dan
tenaga kerja cacat serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
3. tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-gangguan
kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.
Ada lima urutan dalam pengendalian risiko dalam K3. Diantaranya adalah :
Eliminasi
Hierarki pengendalian risiko ini adalah yang paling utama. Sebab, dengan menghilangkan
risiko kecelakaan maka sangat mungkin kecelakaan tidak akan terjadi kembali. Oleh
karena itu, kita perlu melakukan eliminasi.
Studi kasus eliminasi:
Anda adalah seorang safety officer. Saat itu, Anda melihat mesin tua yang dijalankan
dengan tidak optimal. Padahal mesin tersebut berpotensi untuk meledak suatu saat. Maka
cara paling ampuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menghilangkan
mesin tersebut dari jangkauan lalu kita harus membeli mesin yang baru. Dalam hal ini
sumber bahaya telah tereliminasi.
Substitusi
Substitusi adalah metode pengendalian risiko yang berfokus pada penggantian suatu alat
atau mesin atau barang yang memiliki bahaya dengan yang tidak memiliki bahaya.
Contoh kasusnya adalah pada mesin diesel yang terdapat kebisingan tinggi, maka
sebaiknya kita mengganti mesin tersebut dengan yang memiliki suara lebih kecil agar
tidak menimbulkan bahaya kebisingan berlebih. Substitusi dilakukan apabila proses
eliminasi sudah tidak bisa dilakukan.
Masih dalam kasus yang sama, anggap saja Anda melihat ada mesin yang berbahaya jika
terus beroperasi. Akan tetapi, untuk mengganti mesin tersebut perusahaaan tidak
memiliki dana karena harganya mahal. Padahal mesin tersebut rusak pada bagian tangki
minyaknya yang suatu saat jika terjadi kebocoran bisa akibatkan kebakaran. Sebagai
safety officer, Anda harus tahu langkah selanjutnya jika proses eliminasi tidak bisa
dijalankan yaitu substitusi.
Tangki minyak bisa Anda ganti dengan tangki yang baru tanpa harus mengganti semua
elemen mesin secara keseluruhan. Dengan begitu, bahaya jadi lebih terorganisir. Akan
tetapi, dahulukanlah mengganti keseluruhan mesin
Engineering control
Engineering control adalah proses pengendalian risiko dengan merekayasa suatu alat atau
bahan dengan tujuan mengendalikan bahayanya. Engineering control kita lakukan apabila
proses substitusi tidak bisa dilakukan. Biasanya terkendala dari segi biaya untuk
penggantian alat dan bahan oleh karena itu, kita melakukan proses rekayasa engineering.
Contoh kasusnya adalah ketika di tempat kerja ada mesin diesel yang memiliki suara
bising. Akan tetapi, kita tidak bisa menggantinya dengan yang lain maka kita harus
memodifikasi sedemikian rupa agar suara tidak keluar secara berlebihan.
Masih membahas yang tadi, yaitu kasus mesin yang tangkinya bocor. Anggaplah perusahaan
Anda sedang collapse dan tidak punya dana untuk mengganti tangki tersebut, sebagai orang K3
jangan diam berpangku tangan dan membiarkan hal tersebut terjadi. Anda bisa melakukan
engineering control yaitu dengan menambal bagian yang bocor tersebut dengan bantuan teknisi
las. Dengan menambal bagian tersebut, kebocoran bisa teratasi secara sementara
Administrasi
Langkah ini adalah terkait dengan proses non teknis dalam suatu pekerjaan dengan tujuan
menghilangkan bahaya. Proses non teknis ini diantaranya seperti pembuatan prosedur
kerja, pembuatan aturan kerja, pelatihan kerja, penentuan durasi kerja, penempatan tanda
bahaya, penentuan label, pemasangan rambu dan juga poster. Contoh kasusnya adalah
apabila di tempat kerja ada mesin diesel yang mengeluarkan kebisingan berlebih dan
sudah tidak bisa direkaya secara teknis maka langkah yang harus dilakukan adalah
pembatasan jam kerja, pembuatan prosedur, pemasangan tanda bahaya dan lain
sebagainya. Dengan tujuan, pekerja tidak berlebihan terpapar kebisingan.
Nah, langkah selanjutnya adalah dengan memberikan sentuhan administrasi pada bahaya.
Anda bisa membuat sign atau rambu-rambu pada mesin tersebut agar tidak digunakan
lebih dari sekian jam atau tidak boleh lebih dari batas normal. Anda juga harus membuat
SOP agar pekerja tahu kapan harus mengecek secara berkala mesin tersebut.
APD
APD atau alat pelindung diri adalah hierarki pengendalian risiko terakhir dalam K3.
Pengendalian ini banyak digunakan karena sederhana dan murah. Akan tetapi, proteksi
yang diberikan tidak sebaik langkah di atas. APD tidak menghilangkan sumber bahaya
sehingga proteksi yang diberikan tergantung dari individu masing-masing yang memakai.
Contoh APD adalah helm, earmuff, safety gloves dan lainnya.
Perusahaan yang telah melaksanakan penerapan SMK3 harus melakukan penilaian penerapan
SMK3 atau audit SMK3. Perusahaan wajib mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja K3
serta melakukan perbaikan dan pencegahan melalui audit SMK3.
Menurut PP No.50 Tahun 2012, audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan
independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil
kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.
Audit internal SMK3 merupakan salah satu persyaratan wajib dalam penerapan SMK3 di
perusahaan karena termasuk dalam kriteria SMK3, yakni pemeriksaan SMK3.
Sesuai PP No.50 Tahun 2012, audit internal SMK3 harus dilakukan secara berkala dan terjadwal
untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk menentukan efektivitas kegiatan
tersebut.
Audit internal SMK3 ini dilakukan oleh petugas yang independen, berkompeten, dan berwenang.
Laporan audit selanjutnya harus didistribusikan kepada pengusaha atau pengurus dan petugas
lain yang berkepentingan dan dipantau untuk menjamin dilakukannya tindakan perbaikan.
Audit eksternal SMK3 adalah audit SMK3 yang diselenggarakan oleh lembaga audit yang
ditunjuk oleh Menteri dalam rangka penilaian penerapan SMK3 di perusahaan. Dalam
pelaksanaannya, audit eksternal akan dilakukan oleh auditor SMK3 yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal.
Audit eksternal SMK3 sangat penting dilaksanakan perusahaan untuk mengukur efektivitas
dan efisiensi penerapan SMK3.
Audit eksternal SMK3 juga dapat dijadikan sebuah alat bagi perusahaan dalam meningkatkan
kinerja K3, bukti kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan K3, meningkatkan citra
perusahaan, memenuhi persyaratan mengikuti tender dan meningkatkan daya saing perusahaan.
Sesuai Permenaker No.26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penilaian Penerapan SMK3
Pasal 3 Ayat (2), penilaian penerapan SMK3 dilakukan terhadap:
Adapun kriteria penilaian SMK3 yang tercantum dalam PP No.50 Tahun 2012 Pasal 16,
meliputi:
Catatan: Penilaian penerapan SMK3 tertuang dalam pedoman yang tercantum dalam Lampiran
II pada PP No.50 Tahun 2012.
Apa Saja Tahapan-tahapan yang Harus Dilaksanakan Perusahaan Pada Saat Audit
Eksternal SMK3?
Perusahaan yang secara sukarela mengajukan permohonan audit SMK3 dan perusahaan yang
mempunyai potensi bahaya tinggi (bidang pertambangan, minyak dan gas bumi) harus
mengajukan permohonan audit SMK3 kepada lembaga audit SMK3 yang telah ditunjuk oleh
Menteri.
Sementara, perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi berdasarkan penetapan Direktur
Jenderal dan/atau Kepala Dinas Provinsi mengajukan permohonan audit SMK3 berdasarkan
penetapan Direktur Jenderal dan/atau Kepala Dinas Provinsi.
Sesuai Permenaker No.26 Tahun 2014 Pasal 21, lembaga audit wajib membuat perencanaan
pelaksanaan audit SMK3 dan menyampaikan kepada Menteri atau Direktur Jenderal dengan
salinan disampaikan kepada Dinas Provinsi.
4. Apa yang Dimaksud dengan Kategori Kritikal, Mayor, dan Minor dalam Penilaian Hasil
Audit SMK3?
Berdasarkan PP No.50 Tahun 2012 dan Permenaker No.26 Tahun 2014, penilaian terhadap
tingkat pencapaian penerapan SMK3 ditetapkan sebagai berikut:
1. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% termasuk tingkat penilaian penerapan kurang.
2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat penilaian penerapan baik.
3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian penerapan
memuaskan
Selain penilaian terhadap tingkat pencapaian penerapan SMK3, juga dilakukan penilaian
terhadap perusahaan berdasarkan kriteria yang menurut sifatnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:
Kategori kritikal
Temuan yang dapat menimbulkan korban jiwa/fatality/kematian. Penilaian terhadap kriteria audit
SMK3 dengan kategori kritikal harus ditindaklanjuti dengan tindakan koreksi paling lambat
dalam jangka waktu 1×24 jam.
Kategori mayor
Penilaian terhadap kriteria audit SMK3 dengan kategori mayor ditetapkan terhadap:
Penilaian terhadap kriteria audit SMk3 dengan kategori mayor harus ditindaklanjuti dengan
tindakan koreksi paling lambat dalam jangka waktu satu bulan.
Kategori minor
Penilaian terhadap kriteria audit SMK3 dengan kategori minor ditetapkan terhadap
ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar,
pedoman, dan acuan lainnya.
Bentuk penghargaan atau apresiasi dari pemerintah terhadap perusahaan yang telah menerapkan
SMK3 berdasarkan PP Nomor 50 Tahun 2012 adalah sertifikat dan bendera. Berdasarkan
Permenaker No.26 Tahun 2014, pemberian sertifikat dan bendera diatur sedemikian rupa sesuai
tingkat penerapan SMK3 yang dilakukan.
Penghargaan yang diberikan kepada perusahaan yang melakukan audit SMK3 hanya memiliki
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 6 Tahun 2017 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator merupakan peraturan baru yang dikeluarkan oleh
Kementerian Tenaga Kerja pada 6 Juli 2017 lalu. Elevator adalah pesawat lift yang
mempunyai kereta dan bobot imbang bergerak naik turun mengikuti rel pemandu yang
dipasang secara permanen pada bangunan, memiliki governor dan digunakan untuk
mengangkut orang dan/atau barang. Eskalator adalah pesawat transportasi untuk
memindahkan orang dan/atau barang, mengikuti jalur lintasan rel yang digerakkan oleh
motor listrik. Peraturan ini mengatur aspek teknis dan kompetensi dalam perencanaan,
pembuatan, pemasangan, perakitan, perawatan, dan perbaikan elevator serta eskalator.
Peraturan ini sangat tepat diberlakukan mengingat adanya beberapa kasus jatuhnya lift
belakangan ini.
Seperti apa yang tertuang di dalam UU Keselamatan Kerja, Pasal 10 (1) dinyatakan
bahwa “Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk P2K3 guna memperkembangkan
kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan
tenaga kerja dalam tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama
dibidang K3, dalam rangka melancarkan usaha produksi.” Yang dimaksud dengan
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif adalah suatu
bentuk keterlibatan (involvement) dari kedua belah pihak.
Sedangkan tugas dan kewajiban dari kedua belah pihak adalah melancarkan usaha
produksi melalui peningkatan kinerja K3. Dalam hal ini, P2K3 mempunyai peran central
di dalam menjamin kinerja K3 di tempat kerja.
Perubahan kinerja K3 kearah yang lebih baik akan lebih mudah dicapai apabila antara
pengurus atau pihak manajemen dengan tenaga kerja bekerja sama (melalui forum
P2K3), saling berkonsultasi tentang potensi bahaya, mendiskusikannya dan mencari
solusi atas semua masalah K3 yang muncul di tempat kerja.
P2K3 sebagai wadah forum rembuk K3 dapat membawa pengurus dan perwakilan tenaga
kerja bersama-sama untuk mempertimbangkan isu-isu umum K3 di tempat kerja secara
luas, merencanakan, melaksanakan dan memantau program-program K3 yang telah
dibuat.
Kebakaran Klas A
Adalah kebakaran yang menyangkut benda-benda padat kecuali logam. Contoh :
Kebakaran kayu, kertas, kain, plastik, dsb.
Alat/media pemadam yang tepat untuk memadamkan kebakaran klas ini adalah dengan :
pasir, tanah/lumpur, tepung pemadam, foam (busa) dan air .
Kebakaran Klas B
Kebakaran bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar.
Contoh : Kerosine, solar, premium (bensin), LPG/LNG, minyak goreng.
Alat pemadam yang dapat dipergunakan pada kebakaran tersebut adalah Tepung
pemadam (dry powder), busa (foam), air dalam bentuk spray/kabut yang halus.
Kebakaran Klas C
Kebakaran instalasi listrik bertegangan. Seperti : Breaker listrik dan alat rumah tangga
lainnya yang menggunakan listrik.
Alat Pemadam yang dipergunakan adalah : Carbondioxyda (CO2), tepung kering (dry
chemical). Dalam pemadaman ini dilarang menggunakan media air.
Kebakaran Klas D
Kebakaran pada benda-benda logam padat seperti : magnesum, alumunium, natrium,
kalium, dsb.
Alat pemadam yang dipergunakan adalah : pasir halus dan kering, dry powder khusus.
Kebakaran Klas K
kebakaran yang disebabkan oleh bahan akibat konsentrasi lemak yang tinggi. Kebakaran
jenis ini banyak terjadi di dapur. Api yang timbul didapur dapat dikategorikan pada api
Klas B.
Kebakaran kelas E
Kebakaran yang disebabkan oleh adanya hubungan arus pendek pada peralatan
elektronik. Alat pemadam yang bisa digunakan untuk memadamkan kebakaran jenis ini
dapat juga menggunakan tepung kimia kering (dry powder), akan tetapi memiliki resiko
kerusakan peralatan elektronik, karena dry powder mempunyai sifat lengket. Lebih cocok
menggunakan pemadam api berbahan clean agent
13. Segitiga API?
Teori segitiga api ini menyatakan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala
api diperlukan 3 unsur pokok, yaitu bahan yang dapat terbakar (fuel), oksigen (O) yang
cukup
dari udara atau dari bahan oksidator dan panas yang cukup . Namun dengan adanya ketiga
elemen tersebut, kebakaran belum terjadi dan hanya menghasilkan pijar
Berdasarkan teori segitiga api tersebut, maka apabila ketiga unsur di atas bertemu akan terjadi
api. Namun, apabila salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak berada pada keseimbangan
yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Prinsip segitiga api ini dipakai sebagai dasar untuk
mencegah kebakaran (mencegah agar api tidak terjadi) an penanggulangan api yakni
memadamkan api yang tak dapat dicegah .
Panas / Heat
• Api terbuka
• Permukaan panas
• Percikan dan lelehan
• Gesekan logam
• Energi Listrik
• Gas bertekanan
Padat ( Batu bara, kayu, kertas, kain, lilin, plastik, kulit, tepung dll )
Cairan ( Minyak tanah, Bensin, Alkohol, Tinner, Gasoline, Plitur dll )
Gas ( LPG, LNG, Hydrogen, Acetylene dll )