Format Word Yang Baik Dan Benar
Format Word Yang Baik Dan Benar
Disusun Oleh:
2022 M / 1443 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT tak lupa Shalawat serta
salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., yang
telah membimbing kita dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang. Tak lupa
kami bersyukur atas berkah dan hidayahNya yang telah diberikan kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Maryam Munjiat, S.S.,
M.Pd.I.yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Cover
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................2
1. Pengertian Kafalah dan/atau Dhamman......................................................2
2. Hukum Dhāmān atau Kafalah.....................................................................3
3. Dasar Hukum Kafalah dan/atau Dhamman.................................................4
4. Rukun dan Syarat Kafalah dan/atau Dhamman..........................................5
5. Macam-macam Kafalah dan/atau Dhamman..............................................9
6. Hikmah Kafalah dan/atau Dhamman........................................................10
BAB III........................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin
mencapai suatu kehidupan yang optimal. Selama manusia berusaha untuk
meningkatkan kehidupannya, baik dalam meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak
sadar, maka selama itulah pendidikan terus berlangsung.
1
digunakan sebagai alat untuk menentukan suatu tujuan pendidikan dicapai atau
tidak. Atau untuk melihat sejauhmana hasil belajar siswa sudah mencapai
tujuannya.
B. Rumusan Masalah
Dari apa yang sudah kami paparkan sedikit pada latar belakang kami
memutuskan untuk merumuskan masalah menjadi sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
Kami mengambil kesimpulan atas latar belakang dan rumusan masalah
di atas sebagai tujuan penulisannya makalah ini. Oleh sebab itu tujuan
penulisan makalah ini kami putuskan sebagai berikut
2
BAB II
PEMBAHASAN
D. Pengertian Kafalah dan/atau Dhamman
Evaluasi berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai. Nilai
dalam bahasa arab disebut al qimat. istilah nilai ini mulanya dipopulerkan
oleh para filsuf. Dalam hal ini, plato merupakan filsuf yang pertama kali
mengemukakannya.
Meskipun kini memiliki makna yang lebih luas, namun pada awalnya
pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa.
Definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950), mengatakan
bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas
dikemukakan oleh dua orang ahli lain, yakni Cronbach dan Stufflebeam,
mendefinisikan bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana
tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
3
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan berbagai
keputusan kependidikan, baik yang menyangkut perencanaan pengelolaan,
proses dan tindak lanjut pendidikan, baik yang menyangkut perorangan,
kelompok maupun kelembagaan.
Dalam al-qur’an atau hadits, banyak sekali ditemui tolak ukur evaluasi
dalam pendidikan islam misalnya tolak ukur sholat yang baik dan sempurna
adalah mencegah orang dari perbuatan keji dan munkar, tolak ukur watak
seseorang yang beriman adalah bila melaksanakan sholat secara khusyuk,
membayar zakat (Qs. alNisa:162) menjaga kemaluan terhadap wanita yang
bukan istri. Tolak ukur perilaku seseorang yg beriman adalah mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri (Qs. al-Baqorah:148). Tolak ukur
seseorang yang munafik disebutkan oleh Nabi dalam tiga indikasi, yaitu dusta
dalam berbicara, ingkar dalam berjanji, dan khianat apabila diberi kepercayaan
(amanah).
4
Dalam pendidikan islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada
penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbangan aspek kognitif).
Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang
secara garis besar meliputi 4 hal yaitu sebagai berikut:
1. Apabila orang yang dijamin tidak ada atau gaib, penjamin berkewajiban
untuk menjamin. Dan tidak dapat keluar dari perjanjian kecuali dengan
jalan memenuhi hutang yang telah dijamin. Atau dengan jalan orang yang
menghutangkan menyatakan pembebasan dari hutang.
2. Adapun menjadi hak orang yang menghutangkan memfasakh akad
dhāmān dari pihaknya, meskipun pihak lain tidak rela.
4
Sayyid Sabiq, 164.
5
Ismail Nawawi, 197.
5
5. Tidak dilarang bila dhāmin terdiri dari banyak orang dan juga tidak
dilarang bila dhāmin ditanggung orang lain.
6
dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai
utang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu
itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata,
‘Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menshalatkan
jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).
7
kafalah tidak boleh dilakukan olehh anak kecil, orang-orang safih ataupun
orang yang terhalang untuk melakukan transaksi. Karena bersifat charity,
akad kafalah harus dilakukan oleh seorang kafil dengan penuh kebebasan,
tanpa adanya paksaan. Ia memiliki kebebasan penuh guna menjalankan
pertanggungan. Karena dalam akad ini, kafil tidak memiliki hak untuk
merujuk pertanggungan yang telah ditetapkan.
4) Makful ‘anhu, Syarat utama yang harus melekat pada diri tertanggung
(makful’anhu) adalah kemampuannya untuk menerima objek
pertanggungan, baik dilakukan oleh diri pribadinya atau orang lain yang
mewakilinya. Selain itu makful‟anhu harus dikenal baik oleh pihak kafil.
5) Makful lahu, Ulama mensyaratkan makful lahu harus dikenali oleh kafil,
guna meyakinkan pertanggungan yang menjadi bebannya dan mudah
untuk memenuhinya. Selain itu, ia juga disyaratkan untuk menghadiri
majlis akad. Ia adalah orang yang baligh dan berakal, tidak boleh orang
gila atau anak kecil yang belum berakal.
6) Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak
digantungkan pada sesuatu yang berarti sementara.
Fiqh Klasik
8
e. Tanggung jawab kafil tetap eksis, selama makful ‘anhu memiliki
utang kepada makful lahu. Jika makful ‘anhu sudah terbebas dari
utang, barulah kafil bebas tanggung jawab
f. Kafiil boleh lebih dari satu
g. Jika dalam kafalah bil mal (jaminan berupa harta), lalu makful
‘anhu meninggal, maka kafil bertanggung jawab
2) Syarat-syarat Orang yang Terutang (Makful ‘Anhu/Ashiil)
9
tersebut tidak mencerminkan tujuan utama dari kafalah (jaminan),
yaitu memberikan rasa saling mempercayai diantara pihak-pihak
yang terkait. Hal ini sesuai dengan pendapat yang terkuat dalam
madzhab Syafi‟I, karena orang-orang yang berpiutang biasanya
memiliki cara-cara tersendiri dalam menagih hutangnya, ada yang
kasar dan adapula yang lemah lembut.
1. Jiwa, dikenal dengan jaminan muka yakni adanya kemestian pada pihak
dhāmin untuk menghadirkan orang yang dijamin kepada yang harus diberi
jaminan dan sah dengan mengatakan ijab qobul.
10
Himpunan Fatwa Keuangan Syariah
10
2. Harta, adalah kewajiban yang harus dipenuhi dengan pemenuhan berupa
harta.11
11
tidak pernah dilepaskan dalam bentuk transaksi seperti uang apalagi transaksi
besar seperti bank dan sebagainya. Hikmah yang dapat diambil adalah kafalah
mendatangkan sikap tolong menolong, keamanan, kenyamanan, dan kepastian
dalam bertransaksi. Wahbah Zuhaily mencatat hikmah tasry dari kafalah untuk
memperkuat hak, merealisasikan sifat tolong menolong, mempermudah
transaksi dalam pembayaran utang, harta dan pinjaman. Supaya orang yang
memiliki hak mendapatkan ketenangan terhadap hutang yang dipinjamkan
kepada orang lain atau benda yang dipinjam.
12
BAB III
PENUTUP
J. Kesimpulan
Rukun kafalah terdiri atas sighat kafalah (ijab qabul), makful bih
(objek tanggungan), kafil (penjamin), makful’anhu (tertanggung), makful lahu
(penerima hak tanggungan).
Hikmah yang dapat kita ambil dari kafalah atau dhamman adalah
terciptanya rasa aman dari orang yang berhutang. Timbulnya perasaan tenang
dari orang yang memberikan hutang. Terciptanya sikap tolong menolong antar
13
sesama. Dan akan mendapat pahala dari Allah SWT karena dapat melunasi
hutang. Timbulnya unsur tolong menolong sesama manusia.
K. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Mardani, Hukum Perikatan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 189.
M. Abdul Mudjieb, et. al., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994)
https://wakalahmu.com/artikel/dunia-islam/apa-perbedaan-dhaman-dan-kafalah
15