Anda di halaman 1dari 1

Pada Maret 1946, dalam waktu 7 jam, sekitar 200.

000 penduduk Bandung membakar rumah dan harta


benda mereka dan meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan. Hal ini terjadi setelah ultimatum
kepada Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk meninggalkan kota, yang melahirkan politik
"bumihangus" karena rakyat tidak ingin kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh.

Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan


Perjuangan Priangan (MP3) pada 24 Maret 1946. Kolonel A.H. Nasution selaku Panglima Divisi
memerintahkan masyarakat untuk meninggalkan Bandung, dan segerombolan besar warga Bandung
berbondong-bondong meninggalkan kota.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat agar sekutu tidak dapat menggunakannya lagi.
Pertempuran sengit terjadi, termasuk di pabrik mesiu milik Sekutu yang ingin dihancurkan oleh TRI.
Pemuda bernama Muhammad Toha dan Ramdan diutus untuk meledakkan gudang tersebut dengan
granat tangan.

Setelah itu, Bandung Selatan menjadi kosong dari penduduk dan TRI, tetapi api masih membakar kota
dan Bandung berubah menjadi lautan api. Pembakaran ini merupakan langkah yang tepat karena
kekuatan TRI dan rakyat tidak dapat melawan musuh yang lebih besar. Selanjutnya, TRI dan masyarakat
melakukan perlawanan gerilya dari luar kota Bandung.

Istilah "Bandung Lautan Api" muncul dari seorang wartawan bernama Atje Bastaman, yang melihat
pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik sekitar Pameungpeuk, Garut. Dia melihat Bandung yang
memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.

Anda mungkin juga menyukai