Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL PENELITIAN

IDENTIFIKASI JENIS LICHEN SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA DI


KAMPUS UNIVERSITAS MATARAM

NAMA KELOMPOK:

1. LALU ADE SUGIARTA


2. MUHAMMAD TEGAR TENALDI F.
3. SUHADAH ANDRIANI

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polusi udara merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang kerap terjadi
terutama di daerah perkotaan, hal Ini disebabkan karena meningkatnya pengembangan
industri dan transportasi yang berdampak pada degradasi lingkungan. Pencemaran udara
adalah proses masuknyanatau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas
manusia atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga kualitas udara
turun sampai ke tingkat tertentu dan tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya.
Emisi kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber polusi udara yang paling
signifikan di wilayah perkotaan, tingkat polusi berkaitan dengan jumlah kendaraan
bermotor (Munarti et al., 2020; Panjaitan et al., 2010).

Lingkungan yang sangat bersih sangat sulit ditemukan di daerah perkotaan,


terlebih daerah perkotaan tersebut terbilang memiliki aktivitas manusia yang cukup
tinggi. Salah satu contohnya dapat ditemukan di lingkungan Universitas Mataram.
Universitas Mataram memiliki jumlah mahasiswa beserta pegawai diatas 10.000 orang
dan rata-rata menggunakan kendaraan bermotor. Tentunya hal ini dapat mempengaruhi
kualitas udara yang ada di lingkungan kampus.

Lichen adalah salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator


pencemaran udara karena mudah menyerap zat-zat kimia di udara dan air hujan. Lichen
tidak memiliki kutikula sehingga mendukung lichen dalam menyerap semua unsur
senyawa termasuk SO2 yang akan diakumulasikan dalam thallusnya. Kemampuan
tersebut menjadi dasar penggunaan lichen untuk pemantauan pencemaran udara
(zuhri,dkk.2018). Lichen merupakan tumbuhan yang bersimbiosis antara fungi dan alga.
Lichen memili habitat hidup di pepohonan, bebatuan, tanah, atau permukaan artifisial
lainnya. Lichen memiliki karakteristik morfologis yang unik yang berada diantara
karakteristik baik morfologis, anatomis dan reproduksi antara alga dan fungi (roziaty .
2016).
Penggunaan lichen sebagai bioindikator kualitas udara kerap dilakukan oleh
beberapa peneliti seperti Ningtyas dan Lukitasari (2017) dan Panjaitan et al. (2010).
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti tersebut menjadikan lichen untuk
mendeteksi, maupun mengidentifkasi tingkat polusi suatu kawasan, sehingga
dilakukannya inventarisasi jenis lichen pada penelitian-penelitian tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian


mengenai “Identifikasi Karekteristik Lichen Sebagai Bioindikator Kualitas Udara di
Kampus Universitas Mataram”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini
adalah:
a. Bagaimana karakteristik lichen yang ada di kawasan UNRAM?
b. Bagaimana kualitas udara di area UNRAM dilihat dari kondisi lichen?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui karakteristik lichen yang ada di kawasan UNRAM
b. Mengetahui kualitas udara di area UNRAM dilihat dari kondisi lichen
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui karakteristik lichen yang ada di kawasan UNRAM
c. Untuk mengetahui kualitas udara di area UNRAM dilihat dari kondisi lichen
II

TINJAUAN PUSTAKA

Bioindikator adalah organisme atau respon biologis yang menunjukkan masuknya


zat tertentu dalam lingkungan. Jenis tumbuhan yang berperan sebagai bioindikator akan
menunjukan perubahan keadaan, ketahanan tubuh, dan akan memberikan reaksi sebagai
dampak perubahan kondisi lingkungan yang akan memberikan informasi tentang
perubahan dan tingkat pencemaran lingkungan. Lumut kerak merupakan tumbuhan
indikator yang peka terhadap pencemaran udara. Lumut kerak merupakan hasil simbiosis
antara fungi dan alga. Simbiosis tersebut menghasilkan keadan fisiologi dan morfologi
yang berbeda dengan keadaan semula sesuai dengan keadaan masing-masing komponen
pembentukannya (Ahmadjian, 1967). Lumut kerak mampu hidup pada lingkungan
ekstrim, tetapi juga sangat peka terhadap polusi. Hampir sebagian besar spesies lumut
kerak sangat sensitive terhadap gas belerang (SO2) dan gas buang lainnya yang berasal
dari kendaraan bermotor atau kawasan industri. Oleh sebab itu lumut kerak dapat
dijadikan bioindikator pencemaran udara.
Karakteristik Lichen
Lichen (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan algae sehingga secara
morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut kerak ini hidup secara epifit
pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu
cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong tumbuhan
perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik
karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya Lichen tidak memerlukan
syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang
lama. Lichen yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari,
tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali. Lichens
menghasilkan lebih dari 500 senyawa biokimia yang unik untuk dapat beradaptasi pada
habitat yang ekstrim. Senyawa tersebut berguna untuk mengontrol sinar terik matahari,
mengusir atau menolak (repellen) herbivora, membunuh mikroba dan mengurangi
kompetisi dengan tumbuhan, dan lainnya. Diantaranya berbagai jenis pigmen dan
antibiotik yang juga membuat Lichen ini sangat berguna bagi manusia pada masyarakat
tradisional. Tumbuhan ini memiliki warna yang bervariasi seperti putih, hijau
keabuabuan, kuning, oranye, coklat, merah dan hitam (Panjaitan dkk., 2012).

Manfaat dan Keunggulan Lichen sebagai Bioindikator pada Biomonitoring


Lumut kerak atau Lichen adalah salah satu organisme yang dapat digunakan
sebagai bioindikator adanya pencemaran udara karena lumut kerak mudah menyerap zat-
zat kimia yang ada di udara dan dari air hujan. Selain itu, lumut kerak mempunyai
akumulasi klorofil yang rendah, tidak mempunyai kutikula, sensitif terhadap pencemaran
udara, mengabsorbsi air dan nutrien secara langsung dari udara, dan dapat
mengakumulasi berbagai material tanpa seleksi serta bahan yang terakumulasi tidak akan
terekskresikan lagi. Lumut kerak sangat berguna dalam menunjukkan beban polusi yang
terjadi dalam waktu yang lama. Untuk melihat apakah udara pada suatu daerah telah
tercemar atau tidak, dapat di lihat dari pertumbuhan lumut kerak yang menempel di
pohon6 pohon atau batu. Lumut kerak yang berada pada suatu daerah yang telah tercemar
akan menunjukkan respon pertumbuhan yang kurang baik dibandingkan dengan lumut
kerak yang tumbuh subur di daerah yang tidak tercemar, seperti berubah warna menjadi
pucat (Usuli, 2013).
Pemantauan kualitas udara suatu wilayah biasanya menggunakan pengukuran tingkat
polusi udara secara fisika-kimia, dimana penggunaan metode tersebut menghasilkan hasil
yang objektif dan akurat. Akan tetapi metode fisik dan kimia tidak memberikan informasi
yang cukup tentang risiko yang terkait dengan eksposur (paparan) Data biologis dapat
digunakan untuk memperkirakan dampak lingkungan dan dampak potensial terhadap
organisme lain, termasuk manusia. Dibandingkan pemantauan secara fisik dan kimia,
data biologis tidak perlu dilakukan secara terus menerus, melainkan dapat dilakukan
secara periodik. Pemantauan fisika-kimia memerlukan penggunaan peralatan yang mahal
dan tenaga yang terampil, serta pemeliharaan yang teratur dan tersedianya suku cadang.
Sedangkan pemantauan biologi umumnya lebih murah daripada metode lain dan dengan
demikian sangat cocok untuk pemantauan jangka panjang di daerah yang luas tanpa
menyediakan peralatan yang canggih dan berteknologi tinggi (Wijaya, 2012).

III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu & Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2022. Pengambilan sampel, pengukuran suhu
udara harian dan kelembaban udara dilakukan dikampus UNRAM Fakultas Teknik,
halaman Rektorat dan Sekretariat ORMAWA MIPA.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Camera
2. Meteran
3. Pengukur kelembaban udara
4. Penunjuk waktu
5. Alat tulis

3.3 Hipotesis Penelitian


kepadatan lalu lintas (padat, sedang, sepi) berpengaruh nyata terhadap kadar timbal
Lichenes. Kawasan padat lalu lintas merupakan kawasan dengan kadar timbal tertinggi,
karena jarak pohon relatif dekat dengan jalan raya dan banyaknya kendaraan yang
melewati kawasan sehingga emisi gas buang kendaraan bermotor langsung menempel
pada pohon di pinggir jalan. Pada kondisi lingkungan yang lebih lembab, intensitas yang
baik dan tidak adanya polusi, Lichenes dapat hidup lebih baik dan subur dibandingkan
dengan lokasi lainnya.

3.4 Pengumpulan Data


Metode yang digunakan adalah deksriptif eksploratif. Pengambilan data lichen dilakukan
di 3 lokasi secara purposive sampling yakni meimilih secara sengaja lokasi yang
dianggap memiliki tingkat polusi yang berbeda berdasarkan tingkat aktifitas manusia.
Penelitian ini dilakukan menggunakan 3 lokasi pengambilan sampling yang berada di
sekitar Kawasan kampus UNRAM yang selanjutnya ke tiga titik sampling di istilahkan
dengan stasiun. Berikut ini adalah pembagian stasiun tersebut: stasiun 1 yaitu Fakultas
Teknik, stasiun 2 yaitu halaman Rektorat, dan stasiun 3 yaitu Sekretariat ORMAWA
MIPA. Penentuan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan letaknya dan banyaknya
pepohonan. Pada lokasi tersebut dipilih titik-titik tertentu untuk dibuatkan plot sehingga
selanjutnya dikatakan sebagai stasiun.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati lichen pada permukan kulit batang
pohon secara melingkar stinggi ± 150 cm dari permukaan tanah. Setelah lichen di setiap
setasiun dilakukan idenifikasi bentuk lichen lebih lanjut untuk melihat karakteristik
lichen yang ada untuk menentukan tingkat polusi yang ada di kawasan kampus UNRAM.

IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dilakukan hinggajenis dan tipe talus. Hal ini dikarenakan masih
minimnya buku – buku penunjuk pencarian atau determinasi lichen wilayah tropis.
Umumnya buku – buku sumber/referensi untuk lichen menggunakan kunci determinasi
lichen wilayah subtropis sehingga tidak cocok jika menggunakan panduan dari sumber
tersebut. Berdasarkan penelitian ini ditemukan sekitar lokasi penelitian, spesies yang
secara umum ditemukan ada dalam seluruh stasiun pengambilan sampel adalah liken
jenis Dirinaria sp dengan tipe talus Follase. Jenis lichen tersebut memiliki sebaran thalus
paling banyak dalam setiap pohon. Lichen yang ditemukan ada 2 jenis tipe thalus yaitu
crustose (thalus kerak) dan foliose (thalus seperti berdaun). Famili dari Dirinaria sp
adalah Physciaceae. Secara umum, dalam famili ini terdapat 3 genus yang seringkali
hidup bersama yaitu Genus Dirinaria, Physcia dan Pyxine. Karakteristik ketiga genus
tersebut hampir sama dan saling berdekatan satu dengan yang lain. Terkadang masih
terdapat kebingungan untuk membedakannya secara morfologi.

Adapun karakteristik dari lichen ini adalah thalus lichen termasuk tipe foliose.
Permukaan atas thalus berwarna hijau keabuan, putih ke abuan, berbentuk tidak teratur.
Morfologi thalus cenderung membundar. Subsrat tempat tumbuh biasanya kulit batang
pohon, kayu, batu yang bersifat asam atau lumut. Physciaceae adalah famili yang
memiliki thalus foliose berbentuk orbicular dantersebar tidak beraturan. Lobus atas dan
bawah corticate dan lapisan bawah berwarna gelap ataupun hitam (Roziaty 2016).

Jenis Cryptochenia pada stasiun 2 memiliki warna tallus berwarna hijau namun
dan putih dibagian pinggir talus yang melingkar. Menurut Puvis (2000), dampak fisik
bagi liken yang mengakumulasi polutan seperti Sulphur dioksida (SO2), menyebabkan
terjadinya pemutihan tallus (bleaching) yang diikuti oleh hilangnya klorofil pada sel
ganggang. Pemutihan tallus (bleaching) pada jenis Parmelia sulcata yang ditemukan di
kota St. John’s Canada menunjukkan tingginya polusi tetapi tidak mempengaruhi
kelimpahan Parmelia sulcata (Monaghan & Wiersma 2018). Menurut McMullin et al.
(2017) ketidak- munculan jenis liken tertentu yang dianggap sensitif pada suatu daerah
merupakan indikasi tingkat polusi yang tinggi. Sedangkan tipe toleran dapat hidup pada
lingkungan yang kualitas udaranya tergolong baik maupun pada lingkungan yang
tercemar (Kurniasih, dkk. 2020)
stasiun Jenis liken Tipe talus Jumlah
individu
1 Dirinaria sp Foliose 15

2 Dirinaria sp & Foliose 6


Cryptochenia sp

3 Dirinaria sp Foliose 6

Stasiun1

Stasiun 2
Stasiun 3

Adanya kuantitasi jumlah polutan di udara menyebabkan terhambatnya


pertumbuhan lumut kerak dan penurunan jumlah jenis (Treshow & Anderson, 1989).
Sehingga jika di suatu wilayah dengan tingkat polutan tinggi atau kualitas udara rendah
maka keragaman lichen menjadi sangat rendah dan tidak bervariasi. Kandungan senyawa
yang terdapat pada polutan khususnya yang terdapat pada zat – zat emisi kendaraan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Spesies lichen yang di temui berasal dari jenis Dirinaria dan Cryptochenia yaitu Sedikitnya
jumlah lichen yang ditemui mengindikasikan bahwa di daerah tersebut sudah terjadi
pencemaran udara. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat dua jenis liken dengan
satu jenis tipe tallus yaitu Foliose.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadjian, V & Hale, M.E. 1973. The Lichens. New York: Academic Press, A
Subsidiary of Harcourt Brace Javanovich.

Andrea, Eastu S., Rozana Zuhri dan Leni M., 2018, Identifikasi Jenis Lichen di Kawasan
Objek Wisata Teluk Wang Sakti, Jurnal pendidikan biologi dan biosains, 1(2):7-14.

Conti, M.E., dan Cecchetti G. 2000. Biological monitoring: lichens as bioindicators of air
pollution assessment – a review. Environmental Pollution 114 : 47-492.

http://eprints.ums.ac.id/65648/4/BAB%20II.pdf (diakses 11 April).

Kurniasih surti, Munarti, Praja Dimas, Lestari ayu anna


(2020). Potensi Lichen Sebagai Bio indikator Kualitas Udara Di Kawasan Sentul
Bogor.

Muvidha Azmil (2020). Lichen di Jawa Timur.

Panjaitan, Desi M., Fitmawati dan Atria Martina, 2010, KEANEKARAGAMAN


LICHEN SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KOTA
PEKANBARU PROVINSI RIAU, Jurnal biologi Unri, 1(1):1-12.

Pratiwi, ME. 2006. Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas Udara (Studi
Kasus: Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni
Cikabayan) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Roziaty, Efri, 2016, REVIEW LICHEN : KARAKTERISTIK ANATOMIS DAN


REPRODUKSI VEGETATIFNYA, Jurnal Pena Sains, 3(1): 44-53.

Anda mungkin juga menyukai