Anda di halaman 1dari 12

Volume 18 Issue 2 October 2020, pages:215-226

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau


di Kelurahan Lembo Kota Makassar

The Availability of Open Green Space in Lembo of Makassar City


Paraswatih 1 *, Nursyam AS 2 , Fadhil Surur 3
Urban and Regional Department, Faculty of Science and Technology Alauddin Islamic State University 1*
*
faraswati21@gmail.com
Urban and Regional Department, Faculty of Science and Technology Alauddin Islamic State University 2,3

DOI: https://doi.org/10.20961/arst.v18i2.41185
Received: April 16, 2020 Revised: July 30, 2020 Accepted: August 5, 2020 Available online:October 31, 2020

Abstract
Green open space in Makassar City was decreasing due to population growth and high land demand.
The phenomenon that occured was that land use as a green open space was decreasing due to an
increase in built space. This study aimed to determine the availability of green open space in the
Lembo Village, Tallo District, Makassar. Qualitative descriptive analysis and superimpose analysis
were used to determine the availability of green open space in that area. The results showed that
public and private green open spaces were available in that area with an area of 18.12 Ha or
equivalent to 33.56% of the total area. The green open space was at least 30% of the total area, this
condition shows sustainability.

Keywords: green open space, urban, avaibility

1. PENDAHULUAN Keberadaan dari vegetasi yang berada di RTH


dapat mempengaruhi kondisi atmosfer
Kawasan perkotaan di Indonesia pada saat ini
setempat, mampu menurunkan suhu dan
mengalami permasalahan pada tingginya
kelembaban udara juga mengurangi kecepatan
tingkat pertumbuhan penduduk akibat arus
angin. Sehingga berkurangnya daerah hijau
urbanisasi sehingga menyebabkan
atau ruang-ruang kosong yang ditumbuhi
meningkatnya permintaan akan lahan-lahan di
pepohonan di daerah perkotaan akan membuat
perkotaan sebagai tempat tinggal dan aktivitas
dampak-dampak negatif pada kawasan tesebut
lainnya (Widyaastuti, 2012). Hal itu
antara lain polusi udara, berkurangnya debit
menyebabkan ruang-ruang terbuka di perkotaan
dan pengelolaan untuk ruang kota semakin sumber air untuk kebutuhan penduduk, banjir
dan suhu kota semakin panas (Martopo &
berat (Fahreza & Restu, 2016).
Fandeli, 1995).
Meningkatnya pembangunan fisik kota,
Semakin meningkatnya pertumbuhan
pertumbuhan penduduk serta berbagai aktivitas
pembangunan di kawasan perkotaan yang tidak
kota menyebabkan berkurangnya RTH dan
melihat dari sisi lingkungannya akan
menurunnya kualitas lingkungan hidup yang
mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem mengakibatkan kawasan yang kumuh dan tidak
teratur. Maka dari itu pertumbuhan
alami (Hadmaja & Kuspriyanto, 2014).
Arsitektura : Jurnal Ilmu Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 215-226

pembangunan harus diselaraskan dengan alami lahan/bentang alam perkotaan juga


pembangunan RTH agar tercipta manfaat yang menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai
maksimal (Yanti, 2016). bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua hal ini
umumnya merugikan keberadaan RTH yang
Penyediaannya di suatu kota tidak hanya selalu
sering dianggap sebagai lahan cadangan dan
dari pemerintah, seperti penyediaan taman kota,
tidak ekonomis (Departemen Pekerjaan Umum,
jalur hijau, dan lainnya (Santoso, Hidayah, &
2005). Pada beberapa kawasan perumahan
Sumardjito, 2012). Namun, dapat dilakukan di
memilih ruang terbuka yang secara kuantitas
lahan privat milik masyarakat atau swasta.
dan kualitas tidak memenuhi persyaratan
Salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
penyediaannya adalah keberadaan RTH
Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
pemukiman, baik dalam bentuk taman
05/Prt/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan
lingkungan maupun penghijauan pekarangan
dan Pemanfaatan Lahan RTH di Kawasan
(Muta'ali, 2012). Penyelenggaraan RTH di
Perkotaan.
pemukiman, terutama di perkotaan, dapat
berfungsi secara estetis, hidrologis, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
klimatologis, protektif maupun sosial budaya khususnya pada wilayah perkotaan sangat
Hastuti (2011) dalam Fahreza & Restu (2016). penting mengingat besarnya manfaat yang
diperoleh dari keberadaan RTH tersebut.
Penyediaan RTH dalam kaitannya dengan
Kawasan Ruang Terbuka Hijau ini juga
permukiman perkotaan dibangun untuk dapat
merupakan tempat interaksi sosial bagi
mendukung terbentuknya seluruh elemen dasar
masyarakat yang dapat mengurangi tingkat
permukiman sehingga berperan dalam
stres akibat beban kerja dan menjadi tempat
menciptakan human settlement. Kondisi ini
rekreasi keluarga bagi masyarakat perkotaan
dapat diartikan sebagai permukiman atau
(Arifin, 2014). RTH berperan dalam
bagian dari kota sebagai tempat bermukim
menciptakan kreativitas dan aktivitas motorik
manusia dengan segala kehidupannya yang
didukung elemen dasar permukiman yaitu masyarakat yang memerlukan sosialisasi secara
periodik dan berkelanjutan untuk mengajak
shells (rumah), networks (jaringan prasarana),
nature (alam), man (manusia) dan society masyarakat memanfaatkan taman sebagai
wadah berinteraksi dan berkreativitas secara
(Susilowati & Nurini, 2013). Sehingga jika
positif (Sugiyanto & Sitohang, 2017).
dihubungkan dengan RTH permukiman
perkotaan, maka RTH menjadi salah satu unsur Hal ini juga terjadi di Kelurahan Lembo,
pembentuk dalam menciptkan elemen alam dan Kecamatan Tallo Kota Makassar merupakan
masyarakat dalam skala tertentu (Soewarno, salah satu kelurahan dengan tingkat kepadatan
2000). penduduk yang tinggi 89.054 km 2 dengan
jumlah penduduk sebesar 11.577 jiwa,
Kota Makassar dengan kondisi pertumbuhan
penduduk dan permintaan lahan yang tinggi menyebabkan ketersediaan lahan untuk RTH
semakin sedikit, sehingga saat musim hujan
menyebabkan kehadiran RTH semakin
semakin besar aliran permukaan yang
berkurang, padahal ruang terbuka publik
ditemukan, sedangkan kemampuan lahan untuk
merupakan salah satu fasilitas yang penting
menahan air hujan semakin berkurang.
bagi keberlangsungan pertumbuhan kota
ditinjau dari sudut sosiologisnya. Keberadaan Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah
kawasan perumahan yang memberikan permasalahan antara ketersediaan dengan
kontribusi besar pada pencitraan visual Kota pemanfaatan RTH yang ditandai dengan
Makassar dewasa ini juga mengalami degradasi meningkatnya ruang terbangun sehingga
dalam hal pengelolaan RTH dan ruang-ruang berkurangnya RTH. Peningkatan aliran
publik lainnya. permukaan dan berkurangnya air yang meresap
ke dalam tanah. Sehingga berdampak pada
Pemanfaatan lahan kota yang yang terus
tumbuh dan bersifat akseleratif untuk tergenangnya air pada area tertentu karena tidak
adanya ruang terbuka yang mempercepat
pembangunan berbagai fasilitas perkotaan,
penyerapan air permukaan (Salikha, 2012).
termasuk kemajuan teknologi, industri, dan
Pada kondisi tertentu, jumlah air yang tidak
transportasi, selain sering merubah konfigurasi

216
Paraswatih, Nursyam AS, Fadhil Surur, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau….

terserap tersebut menyebabkan banjir. Semakin kondisi eksisting di lapangan dengan survei
rendah luasan RTH kota yang tersedia dan secara langsung dan terstruktur.
semakin tidak maksimal pemafaatannya untuk
Berdasarkan tujuan penelitian, maka digunakan
penerapan subreservoir air hujan maka
dua alat analisis sesuai dengan data yang
kecenderungan penambahan debit banjir di
tersedia. Analisis deskriptif kualitatif
permukiman semakin besar (Sabridi, 2012).
digunakan untuk menggambarkan atau
Dampak lain yang timbul adalah kurangnya
menguraikan secara jelas bagaimana potensi
area publik yang dapat dimanfaatkan oleh
ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH)
masyarakat serta kondisi lanskap wilayah yang
didasarkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan
tidak mampu menyeimbangkan temperatur
Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang
udara. Maka dari itu keberadaan RTH berperan
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
penting dalam pengembangan tata ruang di
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Standar
Kelurahan Lembo Kota Makassar. Dalam
peruntukan RTH dengan mempertimbangkan
mempertegas peran dari RTH tersebut maka
nilai 30% dari luas wilayah.
langkah yang dapat diambil adalah dengan
menilai seberapa besar ketersediaan RTH di Lahan Tidak Terbangun
Kelurahan Lembo. Secara umum tujuan dari
penelitian adalah menganalisis ketersediaan
RTH di Kelurahan Lembo Kecamatan Tallo RTH Privat RTH Publik
Kota Makassar.
Ketersediaan RTH 30%
2. METODE
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif Gambar 1. Alur analisis ketersediaan RTH
atau penelitian terapan yang di dalamnya Selanjutnya hasil dari analisis pertama
mencakup penelitian survei dengan pendekatan kemudian dilanjutkan dengan Analisis Overlay
kualitatif yaitu penelitian non matematis menggunakan Sistem Informasi Geografis.
dengan proses menghasilkan data-data dari Analisis ini dilakukan dengan tujuan agar
hasil temuan berupa pengamatan survei (Ikhsan pemanfaatan lahan RTH di Kelurahan Lembo
& Aida, 2011). Adapun penelitian kuantitatif dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.
dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian Dengan melakukan overlay peta maka
dengan menggunakan data-data subtansi atau diharapkan akan menghasilkan suatu gambaran
angka sebagai bahan perbandingan maupun yang jelas ketersediaan ruang terbuka hijau di
bahan rujukan. Penelitian dilaksanakan di lokasi penelitian. Tahapan penelitian disajikan
Kelurahan Lembo Kecataman Tallo Kota pada gambar berikut.
Makassar pada bulan Desember 2018 – Juni
2019.
Peraturan Menteri Pekerjaan
Tahapan pengumpulan data mencakup Umum Nomor:
05/PRT/M/2008
observasi lapangan, wawancara, data
instansional dan kepustakaan. Seluruh data
yang diperoleh kemudian dikelompokkan Ketersediaan RTH 30%
berdasarkan kebutuhan data yang digunakan.
Batasan data mencakup data kependudukan,
Kondisi Eksisting Rencana Pola Ruang RTRW
data kondisi fisik wilayah dan data penggunaan
lahan. Tahapan pengumpulan data dilakukan
dengan melalukan digitasi pemanfaatan lahan Analisis Overlay
di Kelurahan Lembo, sehingga diperoleh lahan
terbangun dan tidak terbangun. Selanjutnya
mengidentifikasi jenis RTH baik privat dan Perkiraan dampak yang ditimbulkan

publik dari data luas tidak terbangun. Hasil


digitasi tersebut kemudian disesuiakan dengan Gambar 2. Alur analisis overlay

217
Arsitektura : Jurnal Ilmu Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 215-226

3. HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap perkembangan dan pengembangan


suatu kawasan ataupun wilayah.
3.1 Gambaran Umum
Lahan tidak terbangun terdiri dari sawah, RTH
Kelurahan Lembo termasuk dalam wilayah
(sempadan sungai/kanal, taman bermain,
Kecamatan Tallo yang terdiri atas 5 RW dan 32
lapangan olahraga) dan pemakaman.
RT yang mempunyai luas wilayah sebesar
Sedangkan lahan terbangun terdiri dari
47,57 ha. Adapun batas administratif Kelurahan
permukiman dan sarana yang mendukung
Lembo sebelah Utara berbatasan dengan
permukiman. Berdasarkan hasil survei pada
Kelurahan Pannampu, sebelah timur berbatasan
Kelurahan Lembo, luas lahan yang dibangun
dengan Kelurahan Suwannga, sebelah selatan
terdiri dari:
berbatasan dengan Kelurahan Kalukuang dan
sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan - Lahan terbangun : 35.48 Ha
Bunga Eja Beru.
- Lahan tidak terbangun : 12.09 Ha
Jenis tanah yang ada di Kelurahan Lembo
- Luas lahan total : 47.57 Ha
adalah jenis tanah inceptisol, tanah inceptisol
ini merupakan tanah yang termasuk dalam Distribusi lahan terbangun mencakup lahan
kategori tanah alluvial dan merupakan suatu permukiman, fasilitas kesehatan, peribadatan,
jenis tanah muda yang juga termasuk ke dalam sarana olahraga dan perkantoran. Dominasi
jenis tanah mineral. pemanfaatan lahan terbangun adalah kegiatan
permukiman yang mencapai 96,76% dari luas
Kelurahan Lembo memiliki kemiringan lereng
lahan terbangun. Berdasarkan karakteristik
antara 0 – 2 % dengan ketinggian 0 – 2 mdpl
fisiknya Kelurahan Lembo merupakan salah
Dengan kondisi topografi yang ladai akan
satu kelurahan dengan dominan intensitas
mendukung kegiatan pembangunan ataupun
bangunan yang berfungsi sebagai perdagangan
pengelolaan lahan di Kelurahan Lembo. Jumlah dan jasa. Hal ini sejalan dengan letak strategis
penduduk di Kelurahan Lembo untuk akhir
Kelurahan Lembo dalam tataran wilayah Kota
tahun 2017 adalah 11.625 jiwa dengan tingkat
Makassar.
kepadatan penduduk yaitu 89.423 jiwa/Km2.
Untuk jumlah penduduk terbesar yaitu pada
tahun 2015 dengan jumlah penduduk sebesar
11.941 jiwa.

Gambar 4. Peta penggunaan lahan

Tabel 1. Distribusi lahan terbangun tahun 2019


Jenis Luas (km 2) Persen

Permukiman 34.33 96.76


Gambar 3. Peta administrasi Kelurahan Lembo
Pendidikan 0.86 2.42
3.2 Pemanfaatan Lahan Kesehatan 0.03 0.08
Kondisi pemanfaatan lahan di Kelurahan Peribadatan 0.15 0.42
Lembo diukur berdasarkan tingkat Gedung olahraga 0.09 0.25
perbandingan antara lahan terbangun dan lahan
Perkantoran 0.02 0.06
tidak terbangun. Perhitungan luas lahan
terbangun dan tidak terbangun berpengaruh Jumlah 35,48 100
Sumber: digitasi, 2019.

218
Paraswatih, Nursyam AS, Fadhil Surur, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau….

Sedangkan lahan tidak terbangun dengan luas wilayah perkotaan tersebut (Departemen
total 12,09% didominasi oleh tubuh air berupa Pekerjaan Umum, 2008).
danau yang mencapai 5,33 ha atau 44,09% dari
Manfaat kehidupan dapat diperoleh dengan
luas lahan tidak terbangun. Selebihnya berupa
keberadaan RTH perkotaan. Sesuai dengan
lapangan olahraga, rawa dan lahan kosong.
UndangUndang No.26 Tahun 2007 tentang
Lahan yang tidak dimanfaatkan tersebut
Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU
berpeluang sebagai area pengembangan RTH.
No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Namun masih harus dimiliki oleh pemerintah.
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Tabel 2. Distribusi lahan tak terbangun tahun 2019
Hijau di Kawasan Perkotaan, rencana tata ruang
wilayah kota harus memuat rencana penyediaan
Jenis Luas (km 2) Persen
dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas
Lapangan olahraga 1.04 8.60 minimalnya adalah sebesar 30% dari luas
Rawa 1.54 12.74 wilayah kota.
Danau 5.33 44.09 Terkait dengan berbagai fungsi penting dari
Lahan kosong 4.18 34.57 keberadaan RTH antara lain adalah fungsi
Jumlah 12,09 100
ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural.
Selain dari nilai estetikanya keberadaan RTH
Sumber: digitasi, 2019. yang utama adalah manfaatnya dalam
meningkatkan kualitas lingkungan untuk
kelangsungan kehidupan perkotaan dalam
menciptakan kota yang berkelanjutan.
Menurut Permen PU Nomor 05 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
adalah bentuk RTH dapat diklasifikasikan
menjadi bentuk:
- RTH alami (habitat liar/alami, kawasan
lindung),
Gambar 5. Jenis bangunan sarana kesehatan
- RTH non alami atau RTH binaan
(pertanian kota, pertamanan kota,
lapangan olahraga, pemakaman),
Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya
diklasifikasikan menjadi bentuk area kawasan
(areal) dan bentuk RTH jalur (koridor).
Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan
fungsionalnya diklasifikasikan menjadi RTH
kawasan perdagangan, RTH kawasan
perindustrian, RTH kawasan permukiman,
RTH kawasan pertanian, dan RTH kawasan-
Gambar 6. Jenis bangunan sarana perdagangan
kawasan khusus, seperti pemakaman, olahraga,
alamiah.
3.3 Jenis RTH
Berdasarkan status kepemilikan RTH
Ruang terbuka hijau kota adalah bagian dari diklasifikasikan menjadi RTH publik, yaitu
ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik
yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah dan
vegetasi guna mendukung manfaat langsung RTH privat atau non publik, yaitu yang
atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH berlokasi pada lahan-lahan milik pribadi.
dalam kota tersebut yaitu keamanan, Berdasarkan kondisi eksisting di lapangan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan

219
Arsitektura : Jurnal Ilmu Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 215-226

dapat diuraikan jenis RTH di Kelurahan dalam menjaga kestabilan tata air, sumber air
Lembo. baku yang dikelola oleh PDAM sekaligus
menjadi area wisata dan rekreasi bagi
3.3.1 Taman Kota
masyarakat sekitar untuk kegiatan memancing.
Berdasarkan hasil survei lapangan, bahwa
untuk RTH taman kota dapat dimanfaatkan
penduduk yang ada di Kelurahan Lembo untuk
melakukan berbagai kegiatan sosial. Taman ini
dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau),
yang dilengkapi dengan fasilitas utama
lapangan olahraga. Luas lapangan olahraga
yang ada di Kelurahan Lembo sebesar 1.12 Ha
dengan minimal RTH 30% dan terletak di
tengah-tengah permukiman.
Taman ini terletak di tengah-tengah
permukiman, dimana pemanfaatan aktivitas
utamanya adalah tempat bermain sepak bola,
badminton, tennis, jalur trek lari di seputarnya Gambar 8. Jalur hijau
dan bermain bola basket, serta kegiatan yang
lebih bersifat pasif, misalnya duduk dan
bersantai yang didominasi oleh ruang hijau
dengan pepohonan.

Gambar 9. Waduk / sumber air baku


Gambar 7. Taman kota 3.3.4 Halaman Tempat Usaha
3.3.2 Jalur Hijau RTH halaman tempat usaha umumnya berupa
jalur trotoar dan area parkir terbuka, dapat
RTH dapat disediakan dengan penempatan
dimanfaatkan pula sebagai tempat untuk
tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan.
menyelenggarakan berbagai aktivitas di luar
Jalur hijau jalan yang ada di Kelurahan Lembo ruangan seperti bazar, olahraga, dan lain-lain.
sebesar 2.44% dan terletak di sempadan jalan, Adapun luas RTH halaman tempat usaha di
dimana selain berfungsi sebagai RTH, pulau Kelurahan Lembo sebesar 0.67 Ha atau 1.24%
jalan atau median jalan juga bisa berfungsi
dan terletak di depan rumah salah seorang
sebagai wilayah konservasi air dan penahan
penduduk yang memiliki halaman tempat
debu untuk keindahan/estetika kota. usaha.
3.3.3 Sumber Air Baku
3.3.5 Pemakaman
RTH sumber air baku meliputi sungai, Penyediaan RTH pada areal pemakaman
danau/waduk, dan mata air. Untuk danau dan
disamping memiliki fungsi utama sebagai
waduk yang berada di Kelurahan Lembo
tempat penguburan jenazah juga memiliki
sebesar 5.33 Ha dan terletak di tengah-tengah fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan
permukiman, dimana RTH terletak pada garis air, tempat pertumbuhan berbagai jenis
sempadan yang ditetapkan sekurang-kurangnya vegetasi, dimana luas RTH pemakaman yang
50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat. Keberadaan waduk ini berfungsi sebagai

220
Paraswatih, Nursyam AS, Fadhil Surur, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau….

ada di Kelurahan Lembo sebesar 2.43 Ha dan 3.4 Ketersediaan RTH


terletak di tengah-tengah permukiman. Pengukuran ketersediaan RTH menggunakan 2
pendekatan kebijakan yaitu UU Nomor 26
Tahun 2007 tentang penataan ruang dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan
dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di
kawasan perkotaan. Keduanya mensyaratkan
luas minimal RTH kawasan perkotaan yang
terdiri dari RTH publik 20% dan RTH privat
minimal 10%. Sehingga berdasarkan klasifikasi
jenis RTH dapat diidentifikasi ketersediaan
RTH di tingkat Kelurahan Lembo dengan
Gambar 10. Pemakaman pendekatan 2 kebijakan tersebut. Ketersediaan
3.3.7 Pekarangan RTH diukur berdasarkan jenis RTH privat dan
RTH publik yang telah diklasifikasi.
Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan
koefisien dasar bangunan (KDB). Luas Tabel 3. Distribusi RTH publik tahun 2019
pekarangan yang ada di Kelurahan Lembo Jenis Luas (km 2) Persen
sebesar 1.52 Ha dan terletak di halaman depan
rumah salah seorang penduduk yang memiliki Lapangan olahraga 1.12 2.07
pekarangan, dimana RTH pada rumah dengan Lahan kosong 4.18 7.74
pekarangan luas dapat dimanfaatkan sebagai Pemakaman 2.43 4.50
tempat utilitas tertentu (sumur resapan) dan Rawa 1.54 2.85
dapat juga dipakai untuk tempat menanam
Jalur hijau jalan 1.32 2.44
tanaman hias.
Danau 5.33 9.87
Jumlah 15,92 29,48%
Sumber: analisis, 2019.

Tabel 4. Distribusi RTH privat tahun 2019


Jenis Luas (km 2) Persen

Halaman Tempat 0.67 1,24


Usaha
Pekarangan Rumah 1.52 2.81
Tinggal
Jumlah 2,19 4,00%
Gambar 11. Pekarangan rumah warga
Sumber: analisis, 2019.

Dalam skala lingkungan permukiman, sesuai


dengan Permen PU tersedianya ruang terbuka
hijau dalam secara berjenjang sesuai tingkat
kewilayahannya, tingkat Rukun Tetangga (RT),
Rukun Warga (RW), maupun tingkat kota.
Pekarangan atau halaman rumah, luasnya
secara umum diatur dalam rencana KDH
dengan ideal besarnya KDH adalah 30%
sehingga 30% dari luas kapling merupakan
RTH yang memiliki fungsi estetis sebagai
pelembut bangunan, fungsi ekologis sebagai
Gambar 12. Sebaran RTH peneduh, menjamin peresapan air hujan,
mencegah erosi percik, pengubah iklim mikro,

221
Arsitektura : Jurnal Ilmu Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 215-226

penyerap timbal, CO2 , penyaring debu dan lingkungan melalui penyediaan RTH yang
kebisingan, penahan angin serta mengurangi memadai (Permendagri, Nomor 1 Tahun 2007).
silau matahari.
Tabel 4. Perbandingan eksisting pada lahan
RTH publik dan RTH privat eksisting di terbangun dengan rencana pola ruang
Kelurahan Lembo sudah terpenuhi yang telah
Perkiraan
ditetapkan oleh UU Nomor 26 Tahun 2007 Rencana Eksisting Luas
dampak
tentang penataan ruang. Luas RTH publik Permukiman
Kelurahan Lembo adalah seluas 15.92 Ha atau Tingkat Permukiman 34.33 -
setara dengan 29.48%, sedangkan luas RTH Tinggi
Mengalami
privat Kelurahan Lembo adalah seluas 2.19 Ha ketidaksesuai
atau setara dengan 4%, dan luas keseluruhan Permukiman an fungsi
RTH yang ada di Kelurahan Lembo saat ini Tingkat Perkantoran 0.02 namun tidak
sebesar 18.12 Ha atau setara dengan 33.56% Tinggi menciptakan
sehingga dari sisi kebutuhan luas area hijau dampak
lingkungan
untuk ruang terbuka hijaunya telah tersedia dan
Pendidikan Pendidikan 0.86 -
memenuhi syarat yang telah di tetapkan oleh
Mengalami
UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ketidaksesuai
ruang, yang mensyaratkan luas RTH minimal an fungsi
30% dari total luas wilayah. namun
kondisi
eksisting
3.4 RTH dan Rencana Pola Ruang Permukiman
harus
Tingkat Kesehatan 0.03
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk dipertahankan
Tinggi
karena
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang membantu
sesuai dengan rencana tata ruang melalui masyarakat
penyusunan dan pelaksanaan program beserta Kel. Lembo
pembiayaannya (UU Nomor 26 Tahun 2007). dalam hal
kesehatan
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang
Sarana
mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur Ibadah
Peribadatan 0.15 -
pengendalian yang disusun untuk setiap zona Mengalami
peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ketidaksesuai
ruang. Peraturan zonasi (Zoning Regulation) an fungsi
namun
adalah ketentuan yang mengatur tentang kondisi
klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut eksisting
mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur harus
pelaksanaan pembangunan (Barnet, 1982 dipertahankan
Permukiman karena dapat
dalam Asyiawati & Evi, 2014). Tingkat
Perdagangan
0.49 membantu
Analisis superimpose dilakukan untuk menilai dan Jasa
Tinggi memenuhi
kesesuaian peruntukan lahan secara kebutuhan
keseluruhan terhadap rencana pola ruang. Hal sehari-hari
ini penting dilakukan agar menjadi alternatif masyarakat
sekitar tanpa
dalam menjaga keberadaan RTH saat ini. RTH harus menuju
di Kelurahan Lembo saat ini yang masih ke
tersedia dalam skala kelurahan sehingga perlu pasar/superm
dijaga eksistensinya. Perkembangan dan arket
pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan Sumber: analisis, 2019.
alih fungsi lahan yang pesat, telah Secara umum hasil overlay dari pola ruang
menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat dengan eksisiting penggunaan lahan diperoleh
menurunkan daya dukung lahan dalam perkiraan dampak yang tidak signifikan
menopang kehidupan masyarakat di kawasan terhadap kondisi lingkungan secara umum.
perkotaan, sehingga perlu dilakukan upaya Beberapa atribut perencanaan pada pola ruang
untuk menjaga dan meningkatkan kualitas RTRW Kota Makassar yang mengalami

222
Paraswatih, Nursyam AS, Fadhil Surur, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau….

ketidaksesuaian hanya pada rencana masih difungsikan sebagai perkantoran, sarana


permukiman tingkat tinggi dengan eksisting kesehatan serta perdagangan dan jasa.
perkantoran, kesehatan serta perdagangan/jasa. Keberadaan lahan kosong juga menjadi peluang
Total luasan untuk rencana permukiman tingkat memaksimalkan RTH saat ini.
tinggi mencapai 0,54 km2 . Dimana dari rencana pola ruang diarahkan
Tabel 5. Perbandingan eksisting pada lahan tidak untuk permukiman tingkat tinggi namun secara
terbangun dengan rencana pola ruang eksisiting lahan ini belum dimanfaatkan.
Sehingga secara keseluruhan dukungan
Perkiraan
Rencana Eksisting Luas
dampak kebijakan dalam pola ruang dapat memberikan
Lapangan dorongan penuh dalam mempertahankan
RTH 1.12 -
Olahraga keberadaan RTH di Kelurahan Lembo saat ini.
Mengalami Permasalahan pegelolaan RTH di perkotaan
ketidaksesuaian
Permukiman fungsi namun
salah satunya diakibatkan oleh tinggi alihfungsi
Lahan lahan atau ketidaksesuaian antara rencana dan
Tingkat 4.18 tidak
Kosong
Tinggi menciptakan kondisi eksisting.
dampak
lingkungan
RTH Pemakaman 2.43 -
Mengalami
ketidaksesuaian
fungsi namun
Sempadan
Rawa 1.54 tidak
Danau
menciptakan
dampak
lingkungan
Mengalami
ketidaksesuaian
Permukiman fungsi namun
Jalur Hijau
Tingkat 1.32 tidak
Jalan
Tinggi menciptakan
dampak
lingkungan Gambar 13. Hasil overlay dengan Pola Ruang
Danau Danau 5.33 - Ketersediaan RTH merupakan lahan yang
Sumber: analisis, 2019. sering diganti atau dirubah manfaat fungsinya
Total luasan eksisting pada lahan non terbangun menjadi lahan terbangun, dengan alasan
tidak memiliki perkiraan dampak terhadap perkembangan atau pembangunan kota. Hal ini
lingkungan. Atribut yang mengalami sering terjadi karena RTH kota sering dianggap
sebagai lahan yang tidak memiliki manfaat,
ketidaksesuaian yaitu permukiman tingkat
tinggi dan sempadan danau. Berdasarkan hasil sehingga dapat mudah dikonversi menjadi
overlay pada tabel di atas, diperoleh informasi berbagai bentuk pembangunan fisik tanpa harus
bahwa secara umum perbandingan antara lahan dengan ganti rugi tanah yang membutuhkan
eksisting dengan rencana pola ruang dari biaya yang sangat besar. Masyarakat kota saat
ini menjadi semakin sulit untuk mendapatkan
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6
RTH yang dapat dimanfaatkan secara
Tahun 2006 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar Tahun fungsional, fisik, ekologis, dan sosial.
2005-2015 tidak mengalami penyimpangan Ketersediaan RTH sudah semakin jauh dari
yang siginifikan. standar kebutuhan yang di peruntukkan bagi
masyarakat perkotaan, padahal RTH
Distribusi kawasan lindung dalam kondisi memberikan kontribusi yang tidak sedikit
stabil, dimana tidak terjadi ketidaksesuaian dalam meningkatkan kualitas lingkungan kota
pemanfaatan lahan dengan kondisi eksisting. (Putra, 2012).
Distribusi kawasan budidaya dari rencana pola
Kualitas RTH pada 30 tahun terakhir,
ruang mengalami pergeseran pemanfaatan
lahan terutama pada kawasan budidaya untuk mengalami penurunan. Menurunnya kuantitas
permukiman tingkat tinggi. Secara eksisting dan kualitas tersebut telah mengakibatkan

223
Arsitektura : Jurnal Ilmu Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 215-226

menurunnya kualitas lingkungan perkotaan 4. KESIMPILAN


seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, Ketersediaan ruang terbuka hijau di
tingginya polusi udara, dan meningkatnya
Kelurahan Lembo sebagaimana diamanatkan
kerawanan sosial, serta menurunnya
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05
produktivitas masyarakat akibat gangguan
Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
psikologis karena terbatasnya ruang yang
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
tersedia untuk interaksi sosial (Imansari &
Perkotaan yaitu RTH publik minimal 20% dan
Khadiyanta, 2013). Ketersediaan lahan untuk
RTH privat sebesar 10% dari luas lahan
permukiman di perkotaan yang semakin sempit
keseluruhan sudah memenuhi syarat.
sedangkan jumlah penduduk semakin
Pengukuran secara empiris terhadap luas lahan
meningkat dengan cepat menyebabkan kota-
keseluruhan dan pengukuran secara cermat luas
kota besar di Indonesia terdapat banyak
RTH publik dan RTH privat menjadi kunci
kawasan permukiman padat (Amin & Amri,
dalam merumuskan justifikasi terpenuhi atau
2011).
tidaknya lahan terbuka hijau di Kelurahan
Perencanaan ruang terbuka hijau (RTH) Lembo sebagai syarat lingkungan perumahan
didasarkan pada pertimbangan dapat dapat mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka
terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan hijau bagi penghuninya. Harapan akan adanya
keselamatan bangunan gedung dengan regulasi / aturan yang dapat dijadikan sebagai
lingkungan di sekitarnya, serta pedoman dalam pengembangan dan penataan
mempertimbangkan terciptanya ruang luar RTH di Kelurahan Lembo Kecamatan Tallo
bangunan gedung dan ruang terbuka hijau yang Kota Makassar sehingga mampu turut serta
seimbang, serasi, dan selaras dengan menciptakan kota yang berwawasan
lingkungan di sekitarnya (Suripin, 2004). lingkungan.
Sebagai bagian dari rencana tata ruang, maka
kedudukan RTH akan menjadi penentu
UCAPAN TERIMAKASIH
keseimbangan lingkungan hidup dan
lingkungan binaan karena RTH merupakan Penelitian ini dilakukan dengan dukungan dari
paru-paru kota. Rencana tata ruang menjadi berbagai pihak terutama dalam proses
landasan dalam mengantisipasi pesatnya pengambilan data di lapangan antara lain
perkembangan ruang-ruang terbangun, yang Pemerintah Kelurahan Lembo, Pemerintah
harus diikuti dengan kebijakan penyediaan Kecamatan Tallo, data ruang terbuka hijau dan
ruang terbuka (Samsudi, 2010). Pengembangan kebijakan penataan ruang dari Badan
RTH di kawasan perkotaan dapat Lingkungan Hidup Kota Makassar, Badan
memanfaatkan lahan yang tidak terbangun Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas
sesuai dengan peruntukan dari rencana tata Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang serta
ruang (Aswar, Beddu, & Surur, 2019). data relevan lainnya. Selanjutnya kepada
kelompok masyarakat baik level pemuda dan
Tata ruang yang diharapkan dapat
lembaga formal lainnya yang turutserta
mengakomodasi seakan tidak berdaya menahan
berpartisipasi. Ucapan terima kasih pada Pusat
mekanisme pasar (Zulfikar, 2017). Sejumlah
Studi Tata Lingkungan dan Kependudukan
areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
terakhir ini, ruang publik, telah tersingkir akibat
yang telah memfasilitasi proses analisis dan
pembangunan gedung-gedung yang cenderung
interpretasi hasil pengambilan data di lapangan.
berpola container (container development)
yakni bangunan yang secara sekaligus dapat
menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, REFERENSI
seperti mall, perkantoran, hotel, dan Amin, S., & Amri, N. (2011). Evaluasi
sebagainya, yang berpeluang menciptakan
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Di
kesenjangan antar lapisan masyarakat
Kompleks Perumahan Bumi Permata
(Supratiwi, 2018).
Sudiang Kota Makassar. Prosiding
Hasil Penelitian Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin, 1-12.

224
Paraswatih, Nursyam AS, Fadhil Surur, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau….

Arifin, S. S. (2014). Analisis Kebutuhan Ruang Sabridi, S. (2012). Kajian Subreservoir Air
Terbuka Hijau Kecamatan Kota Hujan pada Ruang Terbuka Hijau
Tengah Kota Gorontalo. RADIAL – Dalam Mereduksi Genangan Air
juRnal perADaban saIns, rekayAsa (Banjir). Jurnal Permukiman, 176-184.
dan teknoLogi, 27-32. Salikha, E. (2012). Evaluasi Fungsi Ekologis
Aswar, M., Beddu, S., & Surur, F. (2019). Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di Kota
Ketersediaan dan Kebutuhan Ruang Bandung Dalam Upaya Pengendalian
Terbuka Hijau Publik di Kelurahan Iklim Mikro Berupa Pemanasan Lokal
Polewali Kabupaten Polewali Mandar. dan Penyerapan Air (Studi Kasus:
Jurnal Plano Madani, 206-216. Taman-Taman Di WP Cibeunying).
Asyiawati, Y., & Evi, N. (2014). Strategi Jurnal Perencanaan Wilayah dan
Pengendalian Pemanfaatan Lahan Kota, 8-15.
Sekitar Kawasan Kalimalang Kota Samsudi, S. (2010). Ruang Terbuka Hijau
Bekasi Secara Berkelanjutan. Jurnal Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota
Perencanaan Wilayah dan Kota, 1-12. Surakarta. Journal of Rural and
Fahreza, W., & Restu. (2016). Analisis Ruang Development, 1-12.
Terbuka Hijau Perumahan Nasional Di Santoso, B., Hidayah, R., & Sumardjito. (2012).
Kota Medan. Jurnal Geografi, 1-12. Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hadmaja, B. J., & Kuspriyanto. (2014). Hijau Pada Kawasan Perkampungan
Dampak Perkembangan Wilayah Kota Plemburan Tegal, Ngaglik Sleman.
Terhadap Ketersediaan Ruang Terbuka Yogyakarta: Pendidikan Teknik Sipil
Hijau (RTH) Di Kota Mojokerto. dan Perencanaan Universitas Negeri
Swara Bhumi, 82-89. Yogyakarta.
Ikhsan, S., & Aida, A. (2011). Analisis SWOT Soewarno. (2000). Hidrologi Operasional.
Untuk Merumuskan Strategi Yogyakarta: Andi.
Pengembangan Komoditas Karet Di Sugiyanto, E., & Sitohang, C. A. (2017).
Kabupaten Pulang Pisau. Jurnal Optimalisasi Fungsi Ruang Terbuka
Agribisnis Perdesaan, 9-12. Hijau Sebagai Ruang Publik Di Taman
Imansari, N., & Khadiyanta, P. (2013). Ayodia Kota Jakarta Selatan. Jurnal
Penyediaan hutan kota dan taman kota Sosial dan Humaniora, 88-97.
sebagai ruang terbuka hijau (RTH) Supratiwi. (2018). Studi Ruang Terbuka Hijau
publik menurut preferensi masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan
di kawasan pusat Kota Tangerang. Lingkungan Hidup Pemerintah Kota
Jurnal Ruang, 101-110. Semarang. Jurnal Ilmu Pemerintahan,
Martopo, S., & Fandeli, C. (1995). Analisis 22-31.
Mengenai Dampak Lingkungan: Suripin. (2004). Pelestarian Sumber Daya
Prinsip Dasar dan Pemaparannya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.
Dalam Pembangunan. Jakarta: Liberty. Susilowati, I., & Nurini, N. (2013). Konsep
Muta'ali, L. (2012). Daya Dukung Lingkungan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau
Untuk Perencanaan Pengembangan (RTH) Pada Permukiman Kepadatan
Wilayah. Yogyakarta: Penerbit Tinggi. Jurnal Pembangunan Wilayah
Fakultas Geografi. Universitas Gadjah dan Kota, 429-438.
Mada. Kementerian Pekerjaan Umum. (2005). Ruang
Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.
Undang - undang Nomor 26 Tahun Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan
2007 tentang Penataan Ruang. Ruang Departemen Pekerjaan Umum.
Jakarta: Indonesia Kementerian Pekerjaan Umum. (2008).
Putra, H. P. (2012). Studi Ketersediaan Ruang Pedoman Penyediaan dan
Terbuka Hijau (RTH) Publik Ibu Kota Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di
Kabupaten Majene. Makassar: UIN Kawasan Perkotaan. Jakarta: Dirjen
Alauddin Makassar. Penataan Ruang.
Widyaastuti, F. (2012). Analisis Ruang Terbuka
Hijau dan Kecukupannya Terhadap

225
Arsitektura : Jurnal Ilmu Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 215-226

Jumlah Penduduk Di Kota Bekasi.


Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Yanti, F. (2016). Kualitas Ruang Terbuka
Hijau Publik Di Kota Bandar Lampung
(Studi Kasus Lapangan Merah dan
Pasar Seni, Lapangan Kalpataru dan
Embung Sukarame/Taman Kota).
Bandar Lampung: Universitas
Lampung.
Zulfikar, W. (2017). Dampak Sosial, Ekonomi
Dan Politis Dalam Pembangunan
Bandara Udara Kertajati Di Kabupaten
Majalengka. Jurnal Caraka Prabu, 58-
77.

226

Anda mungkin juga menyukai