Anda di halaman 1dari 8

PERANAN POLITIK DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK

Oleh
Asri Nur Afifah
aciwnurafifah09@gmail.com

Abstrak- Artikel ini membahas tentang sebuah kebijakan publik yang terbentuk
merupakan hasil dari proses politik. Komponen-komponen dalam politik itu
sangat menentukan terbentuknya kebijakan yang baik dan berorientasi publik.
Namun sebaliknya apabila komponen politik tidak berjalan sesuai dengan peran
dan fungsinya maka akan tercipta kebijakan publik yang dapat menimbulkan
reaksi di masyarakat, dimana masyarakat akan menolak kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah karena mereka memandang isi dari kebijakan
tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Maka dari itu
dalam proses perumusan kebijakan publik diperlukan partisipasi masyarakat yang
mana merupakan salah satu instrumen penting dalam perumusan kebijakan
tersebut, yang tujuannya agar setiap kebijakan publik mencerminkan kepentingan
dan harapan masyarakat. Sebagai penyerap aspirasi masyarakat, lembaga-lembaga
politik pun memiliki peranan yang cukup signifikan dalam pembentukan
kebijakan publik di masyarakat. Dengan demikian sangatlah penting bagi setiap
elemen yang berada dalam lembaga politik tersebut untuk memahami dan
mengetahui peranannya pada sebuah sistem politik untuk menciptakan suatu
kebijakan publik dengan memiliki nilai-nilai yang diinginkan oleh masyarakat.

Kata kunci : Komponen Politik, Kebijakan Publik, Partisipasi Masyarakat.

A. Pendahuluan
Politik adalah ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional atau sesuai
dengan aturan hukum yang ada pada suatu negara. Adapun politik dalam meraih
kekuasaan tidak sesuai dengan aturan hukum pada negara atau non konstitusional.
Politik dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu politik merupakan
kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di
masyarakat. Secara umum dapat dikatakan bahwa politik ialah berbagai kegiatan
dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan
dari sistem itu, dan bagaimana melaksanakan tujuan-tujuannya (Budiarjo, 2014,
hlm. 8). Sedangkan dalam arti luas politik diartikan sebagai keseluruhan aktivitas
dimana masyarakat membuat, mempertahankan dan melakukan amandemen
terhadap aturan-aturan umum ditempat mereka hidup (Budiarjo, 2014, hlm. 8).
Amandemen disini bukan berarti merubah seluruh aturan yang ada, namun jika
ada aturan yang tidak sesuai maka masyarakat bisa melakukan perbaikan namun
harus dengan cara-cara yang baik dan benar serta harus menggunakan prosedur
yang tepat yaitu masyarakat menyampaikan pendapat dan partisipasinya kepada
wakil rakyat atau DPR. Disinilah peran DPR berfungsi untuk merumuskan
perubahan tersebut.

1
Untuk melaksanakan tujuan-tujuan politik diperlukan kebijakan-kebijakan
umum yang didalamnya memuat pengaturan dan pembagian atau alokasi dari
sumber-sumber yang ada. Kebijakan umum disini artinya merujuk kepada
kebijakan publik yang dinyatakan oleh pemerintah yang bertujuan untuk
kepentingan umum. Kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah
yang di desain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik
sebagai konstituen pemerintah. Kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-
asumsi mengenai perilaku (Suaib, 2016, hlm. 36). Arti lain dari kebijakan publik
adalah segala aturan yang dikeluarkan atau dinyatakan oleh pemerintah untuk
dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh masyarakatnya. Kebijakan publik dapat
diartikan juga sebagai salah satu komponen negara yang tidak boleh diabaikan
karena menyangkut kepentingan bersama. Tanpa adanya komponen kebijakan
publik dalam suatu negara maka negara tersebut dipandang gagal, karena
kehidupan bersama hanya diatur oleh seseorang atau sekelompok orang saja,
dengan tujuan untuk memuaskan kepentingan diri atau kelompok (Affrian, 2012,
hlm. 6). Kebijakan publik merupakan tata kelola negara untuk mengatur interaksi
antara negara dengan rakyatnya. Maka dari itu hal ini menyatakan bahwa
kebijakan publik memiliki peranan penting sebagai komponen suatu negara.
Dalam menentukan suatu kebijakan publik diperlukan kekuasaan dan
wewenang. Kekuasaan adalah proses dimana seseorang mampu untuk
mempengaruhi orang lain baik dalam sikap atau tingkah laku sehingga sikap dan
tingkah laku seseorang itu menjadi sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang
yang memiliki kekuasaan itu. Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu
atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu itu
agar tercapai tujuan tertentu. Kekuasaan dan wewenang ini merupakan dua hal
yang saling berkaitan dan dapat mempengaruhi serta memiliki peranan sangat
penting untuk menumbuhkan dan membina kerja sama ataupun untuk
menyelesaikan suatu konflik yang mungkin muncul dan terjadi dalam proses
pencapaian tujuan. Semua yang memiliki kekuasaan dalam suatu negara pasti
berkeinginan untuk mengendalikan dan mengelola negaranya dengan baik. Agar
sebuah negara dapat terkelola secara maksimal maka pemerintah memerlukan
suatu kebijakan publik untuk mengendalikan arah, tujuan dan kebernilaian dari
sebuah negara.
Politik dan kebijakan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dimana ada
kebijakan, maka disitu terdapat kekuatan politik, kepentingan, dan aktor politik.
Aktor politik dalam perumusan kebijakan publik ini secara garis besar terdiri dari
aktor yang berasal dari pemerintahan dan aktor yang berada diluar pemerintahan.
Hubungan antara kedua jenis aktor tersebut ditentukan oleh model sistem politik
yang berlaku dalam suatu negara. Aktor politik bekerja dan membentuk interseksi
yaitu suatu persilangan atau titik pertemuan antara kelompok sosial dari berbagai
seksi baik berupa suku bangsa, ras, agama, profesi, jenis kelamin, kelas sosial dan
lain-lain atau bahkan terkadang sering terjadi suatu persinggungan yang pada
akhirnya berujung pada konflik. Dengan demikian, setiap kebijakan yang ada
sebetulnya tidaklah benar-benar bersifat netral (Politik, 2017, hlm. 1). Sifat tidak
netral ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan karena adanya intervensi atau
campur tangan politik pada proses pembuatan kebijakan. Turut campurnya pihak

2
lain atau intervensi terhadap suatu perumusan aturan bertujuan untuk membantu
agar rumusan tersebut dapat selesai. Namun intervensi juga dapat bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan.
Didalam pembuatan kebijakan diperlukan sebuah formulasi atau perumusan.
Perumusan dalam suatu kebijakan merupakan salah satu tahap penting yang harus
dilakukan oleh para pembuat kebijakan itu (Witianti & Sholihah, 2016, hlm. 636).
Karena dalam perumusan terdapat proses penyatuan komponen-komponen
berbeda yang nantinya akan menjadi suatu hubungan dan struktur yang tepat
untuk dirumuskan dalam kebijakan publik. Kebijakan publik merupakan proses
politik yang berkaitan dengan kepentingan, tidak mudah bagi suatu negara untuk
merumuskan sebuah kebijakan yang mampu mendukung kepentingan pihak-pihak
terkait dengan kebijakan tersebut. Hal ini juga berpengaruh terhadap kedudukan
suatu negara, kedudukan negara yang kuat dapat memenangi atau mendominasi
proses kebijakan tersebut. Artinya segala keputusan dapat diambil secara otoriter
oleh pemerintah dengan mengabaikan dan tidak memperdulikan partisipasi dari
masyarakat.
Kelebihan dari pemerintahan yang otoriter adalah pemerintah dapat dengan
cepat mengambil keputusan dalam pembuatan kebijakan, sedangkan dampak
negatif dari sikap otoriter ini adalah seringkali kebijakan yang diambil oleh
pemerintah tidak tepat sasaran sehingga hanya menguntungkan sebagian orang
saja atau elit-elit tertentu dan pemerintah tidak memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya serta menyampaikan kritik dan
pendapat untuk mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal
tersebut pernah dialami oleh bangsa Indonesia yaitu pada masa Orde Baru. Salah
satu contoh kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada masa Orde Baru ini yaitu
kebijakan pembangunan ekonomi. Pada permulaan Orde Baru, angka
pertumbuhan makro ekonomi terbilang sangat meningkat dan mengesankan.
Namun, kebijkan-kebijakan ini juga menyebabkan masyarakat Indonesia merasa
tidak puas karena pemerintah dianggap terlalu terfokus kepada penarikan investor
asing sementara kesempatan-kesempatan investasi yang besar hanya diberikan
kepada orang Indonesia yang biasanya merupakan perwira militer atau
sekelompok kecil warga keturunan Tionghoa yang merupakan kelompok
minoritas di Indonesia tapi sempat mendominasi perekonomian.
Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan demokrasi di
Indonesia, proses perumusan kebijakan publik pun harus mengikuti nilai-nilai
yang terkandung dalam demokrasi. Dalam demokrasi, rakyat diberikan suatu
kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan memilih secara langsung pimpinan
pemerintahan. Dan nilai-nilai demokrasi juga harus diadakan dan diterapkan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan yang menyelenggarakannya adalah
lembaga negara itu sendiri. Terdapat nilai yang sangat esensial dalam sebuah
demokrasi. Nilai yang sangat esensial dalam demokrasi adalah partisipasi,
partisipasi bukan saja mencakup keterlibatan masyarakat didalam pemilihan
umum, akan tetapi partisipasi memiliki arti yang lebih luas termasuk berperan
serta dalam perumusan kebijakan publik (Witianti & Sholihah, 2016, hlm. 637).
Dengan demikian masyarakat ditempatkan sebagai subjek yang ikut serta dalam
perumusan kebijakan publik. Oleh karena itu pada artikel ini akan melihat

3
bagaimana partisipasi dan peranan politik seperti apa yang harus dilakukan dalam
perumusan pembuatan kebijakan publik agar kebijakan tersebut sesuai dengan
keinginan dan diterima oleh masyarakat serta dapat berjalan dengan baik tanpa
ada satu kendala apapun.

B. Pembahasan
Paradigma kebijakan publik yang responsif dan memberikan ruang bagi
berkembangnya masyarakat secara mandiri pada proses formulasi, implementasi
maupun evaluasi kebijakan akan memberikan dampak kepada peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Maka dibutuhkan interaksi, proses
dan aktivitas antara masyarakat dan pemerintah secara simbiosis mutualisme atau
saling menguntungkan diantara keduanya. Sehingga diharapkan akan mampu
menjawab dinamika, tuntutan dan kepentingan publik (Sururi, 2019, hlm. 1).
Aktivitas dari masyarakat itu sendiri dapat berupa partisipasi untuk perumusan
kebijakan publik. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam
proses perumusan masalah dan pengambilan keputusan tentang pilihan solusi
untuk menangani suatu permasalahan, pelaksanaan dalam upaya mengatasi
permasalahan, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan
yang terjadi (Andreeyan, 2014, hlm. 3).
Terdapat dua bentuk atau jenis partisipasi, terutama bila dikaitkan dengan
praktik pembangunan masyarakat yang demokratis, yaitu partisipasi politik dan
partisipasi sosial. Partisipasi politik sering diartikan sebagai hubungan interaksi
perseorangan atau organisasi, biasanya partai politik dengan negara. Karena itu
partisipasi politik seringkali dihubungkan dengan demokrasi politik, perwakilan,
dan partisipasi tidak langsung. Sedangkan partisipasi sosial diartikan sebagai
keterlibatan masyarakat untuk ikut gotong royong dalam proyek pembangunan
negara yang bersifat kekuatan masyarakat (Lubis, 2013, hlm. 74). Meskipun
dalam praktik partisipasi selalu diartikan sebagai kewajiban masyarakat untuk
membantu pemerintah dan bukan sebagai hak masyarakat untuk mengetahui dan
mendapat bantuan dari pemerintah.
Partisipasi tidak langsung merupakan suatu pola yang dapat dilakukan untuk
menampung semua partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik
begitupun dengan partisipasi langsung. Partisipasi tidak langsung, seperti
partisipasi melaui media massa. Masyarakat dapat menuangkan semua aspirasinya
melalui media komunikasi baik dalam bentuk media cetak seperti koran, majalah,
dan tabloid maupun dalam bentuk elektronik seperti radio, televisi, internet dan
sebagainya (Lubis, 2013, hlm. 76). Kedua bentuk media komunikasi tersebut
sebagai dampak dari kemajuan teknologi komunikasi. Kemajuan teknologi
komunikasi telah memperluas peran masyarakat dalam partisipasi politik untuk
membuat suatu kebijakan. Partisipasi langsung dapat berupa partisipasi yang
menempati ruang publik fisik seperti gedung DPR, balai pertemuan, lapangan
terbuka, dan lain-lain (Lubis, 2013, hlm. 76). Contoh dari partisipasi langsung
adalah masyarakat mengeluarkan pendapat dan aspirasinya kepada pihak
eksekutif dan legislatif di gedung DPR dalam rangka mencapai kesepakatan atas
suatu kebijakan tertentu. Partisipasi langsung maupun tidak langsung dalam cara
menyampaikan aspirasi itu harus dengan mekanisme yang benar yaitu

4
mengirimkan surat terlebih dahulu kepada pihak sekretaris dewan, selanjutnya
bisa disampaikan kepada pihak dewan yang tentu isunya juga jelas agar mereka
bisa mengarahkan aspirasi tersebut kepada pihak yang tepat.
Aspirasi dari masyarakat juga bisa diserap dan disalurkan melalui partai politik.
Partai politik sebagai suatu kelompok terorganisasi yang anggota-anggotanya
memiliki orientasi politik (Budiarjo, 2014, hlm. 405). Orientasi yang dimaksud
adalah untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan politik. Di dalam partai
politik terdapat pembagian tugas, mempunyai tujuan, ideologi, program dan
rencana kedepan. Adapun fungsi dari partai politik adalah partai sebagai sarana
komunikasi politik yang mana bertugas untuk menyalurkan aneka ragam pendapat
dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang (Risnawan, 2017, hlm.
514). Sebelum kepada proses penyaluran, partai politik terlebih dahulu melakukan
kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang
berbeda bahkan yang bertentangan menjadi beberapa alternatif kebijakan umum,
kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan dari keputusan
politik.
Partai politik merupakan salah satu bagian dari komponen infrastruktur politik.
Infrastruktur politik dikenal sebagai suatu rangkaian tindakan para pelaku politik
untuk merumuskan, menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan publik.
Kebijakan publik ini adalah output dari proses politik setelah menerima dan
mengkaji beberapa masukan (input) dari penerima aspirator yaitu suprastruktur
politik (Risnawan, 2017, hlm. 514). Artinya kebijakan publik ini merupakan hasil
dari aspirasi masyarakat yang disalurkan dan diterima oleh lembaga negara seperti
eksekutif dan legislatif. Infrastruktur politik juga dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
aktivitasnya dapat mempengaruhi, baik langsung atau tidak langsung lembaga-
lembaga negara dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya masing-masing.
Pada dasarnya semua aspirasi yang disalurkan oleh masyarakat ini adalah semata-
mata untuk keberlangsungan hidup mereka yang lebih sejahtera. Peran politik
dalam proses perumusan kebijakan publik adalah dalam rangka mewujudkan
tujuan bersama yaitu mewujudkan suatu produk kebijakan publik yang dapat
mensejahterakan kehidupan rakyatnya. Istilah kesejahteraan atau sejahtera
menunjuk ke keadaan kondisi manusia yang baik, dimana orang-orangnya dalam
keadaan makmur, dalam keadaan sehat, dan damai serta kesejahteraan sosial
menunjuk kepada segala kebutuhan masyarakatnya terpenuhi dan tercukupi
(Suryono, 2018, hlm. 99).
Konsep dari kesejahteraan ini sangat erat kaitannya dengan kebijakan publik
dalam lingkup kebijakan sosial yang di dalamnya mencakup strategi dan upaya-
upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya, terutama
melalui perlindungan sosial yang mencakup jaminan sosial baik berbentuk
bantuan sosial (bansos) dan asuransi sosial, maupun jaring pengaman sosial.
Sekurang-kurangnya ada lima bidang utama dalam konsep kesejahteraan, yaitu
bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang perumahan, bidang jaminan sosial,
dan bidang pekerjaan sosial (Suryono, 2018, hlm. 99). Dari kelima bidang di atas
sering kali memunculkan masalah-masalah yang berarti. Misalnya seperti

5
pengangguran, kemiskinan, kesenjangan sosial, kelangkaan pelayanan sosial dan
masih banyak lagi masalah-masalah yang mungkin terjadi. Itu semua merupakan
masalah sosial yang dari dulu sampai sekarang masih terus bergulir dan
berkelanjutan.
Oleh karena itu konsep kebijakan publik yang merujuk kepada kebijakan sosial
ini menjadi solusi untuk mengarahkan dan menerjemahkan tujuan yang ingin
dicapai serta untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi. Kebijakan
publik yang berorientasi kepada kebijakan sosial atau dalam hal ini kebijakan
yang merujuk kepada pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat, maka harus dapat
memecahkan masalah kesejahteraan rakyat dan harus memenuhi segala kebutuhan
sosial yang dibutuhkan oleh rakyat. Sehingga alur kebijakan publik dalam
dimensi mencapai tujuan kesejahteraan rakyat adalah mengidentifikasi dan
menentukan tujuan kesejahteraan rakyat, memecahkan masalah kesejahteraan
rakyat, merumuskan kebijakan publik untuk kesejahteraan rakyat, dan memenuhi
kebutuhan sosial secara keseluruhan (Suryono, 2018, hlm. 100). Dalam hal ini
tujuan dari pemecahan suatu permasalahan adalah untuk mengusahakan dan
mengadakan perbaikan terhadap sesuatu keadaan yang tidak diharapkan atau
kejadian yang mengganggu dan merusak tatanan kehidupan masyarakat.
Sedangkan tujuan dari pemenuhan kebutuhan adalah untuk menyediakan
pelayanan-pelayanan publik yang diperlukan, baik dikarenakan adanya suatu
permasalahan maupun tidak ada permasalahan, dalam arti bersifat pencegahan.
Mencegah terjadinya masalah, mencegah agar masalah tidak terulang dan timbul
lagi, atau bisa juga mencegah agar permasalahan tidak meluas kemana-mana dan
juga bisa lebih mengembangkan dan meningkatkan kualitas suatu kondisi agar
lebih baik dari keadaan yang sebelumnya. Adapun untuk mencapai tujuan-tujuan
kebijakan publik dalam lingkup kesejahteraan rakyat, terdapat beberapa
perangkat dan mekanisme kemasyarakatan yang perlu diubah, antara lain
menyangkut pengembangan sumber-sumber, pengalokasian status, dan
pendistribusian hak (Suryono, 2018, hlm. 101). Pengembangan sumber-sumber
artinya meliputi pembuatan keputusan-keputusan masyarakat dan pelayanan-
pelayanan yang ada dalam masyarakat. Pengalokasian status artinya menyangkut
peningkatan dan perluasan akses serta keterbukaan kriteria dalam menentukan
akses tersebut bagi seluruh anggota masyarakat.
Kebijakan publik dalam lingkup kesejahteraan rakyat harus menghilangkan
segala bentuk diskriminasi. Kebijakan ini harus mendorong bahwa semua anggota
masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan,
pekerjaan yang layak, berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat
dalam organisasi sosial, tanpa membeda-bedakan usia, jenis kelamin, status sosial
ekonomi, ras, suku bangsa, dan agama. Ketiga aspek tersebut pada umumnya
merupakan kerangka yang menjadi acuan pemerintah dalam menentukan tujuan
kebijakan publik berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai sebuah
tujuan dalam kebijakan publik tentunya masyarakat harus ikut andil dalam proses
perumusan kebijakan tersebut, karena masyarakatlah yang mengalami, merasakan
dan yang paling banyak terkena dampak dari permasalahan-permasalahan
tersebut. Dengan demikian untuk meminimalisir dampak yang terjadi, masyarakat
dapat mempengaruhi rumusan kebijakan yang akan ditetapkan oleh pemerintah

6
melalui pandangan-pandangan yang disampaikan sehingga pemerintah pun akan
mempertimbangkan pandangan tersebut serta bersikap bijak dalam menentukan
dan menetapkan sebuah aturan.
Selain dapat mempengaruhi dalam rumusan kebijakan, masyarakat juga dapat
menilai kebijakan setelah kebijakan tersebut diterapkan dan dilaksanakan dalam
sebuah negara. Apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dalam penerapannya dan
sudah sesuai dengan harapan rakyat atau belum. Jika sudah sesuai maka
masyarakat akan menerima dan menjalankan kebijakan yang telah diterapkan oleh
pemerintah tetapi jika kebijakan tersebut belum sesuai dengan harapan
masyarakat, maka masyarakat pun akan menolak dan tidak menjalankan kebijakan
tersebut karena masyarakat merasa tidak nyaman dengan kebijakan yang telah
diputuskan oleh pemerintah. Maka dari itu masyarakat dapat mengajukan dan
mengupayakan judical review kepada pemerintah agar pemerintah dapat meninjau
kembali kebijakan yang telah diterapkan sehingga pemerintah dapat mengevaluasi
kebijakan tersebut supaya kebijakan yang dikeluarkan dan diterapkan dapat sesuai
dengan harapan masyarakat dan diterima oleh masyarakat.

C. Penutup
Berdasarkan paparan di atas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa dalam
negara yang demokratis kebijakan publik yang dibuat sejatinya akan selalu
membutuhkan peranan politik dan melibatkan peran serta masyarakat dan
menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam kebijakan selain dari sebagai
objek atau sasaran dari kebijakan tersebut. Peran serta masyarakat dapat tercermin
dari aspirasi masyarakat itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung
atau melalui partai politik yang pada dasarnya merupakan komponen dari sebuah
infrastruktur politik yang berfungsi sebagai pendidikan politik untuk
meningkatkan politik rakyat agar dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan
secara maksimal, menyatukan kepentingan yang beraneka ragam agar menjadi
kepentingan bersama, menyalurkan segala aspirasi dan pendapat warga negara
kepada pemegang kekuasaan, menyeleksi kepemimpinan dengan
menyelenggarakan pemilihan pemimpin serta sebagai komunikasi politik dengan
menghubungkan pikiran politik yang hidup didalam masyarakat.
Dalam perumusan suatu kebijakan, partisipasi masyarakat sangat diperlukan
sebagai kontrol terhadap jalannya kekuasaan dan juga sebagai sarana masukan
dalam setiap pembuatan kebijakan publik. Tentunya peran lembaga-lembaga
formal seperti eksekutif dan legislatif harus dapat meningkatkan komunikasi
politiknya dengan masyarakat dan sungguh-sungguh untuk menjalin korelasi
pemikiran politik, harapan dan tuntutan masyarakat. Para legislator juga
hendaknya semakin intensif dalam melakukan aktivitas turun ke bawah untuk
membangun interaksi politik dan menyerap aspirasi rakyat, dengan begitu rakyat
menjadi mudah untuk merealisasikan aspirasinya dan hal tersebut menjadi
kegiatan yang sangat produktif dalam proses pembuatan kebijakan publik. Oleh
karena itu, peran masyarakat dan lembaga-lembaga politik harus lebih di
maksimalkan dan dijalankan dengan baik agar dapat mewujudkan suatu kebijakan
publik yang diharapkan oleh masyarakat dapat menjamin keberlangsungan hidup
dan mensejahterakan kehidupannya.

7
Daftar Pustaka

Affrian, R. (2012). Kebijakan Publik by Eko Handoyo ( z-lib . org ). 323.


https://www.academia.edu/43988697/Kebijakan_Publik_by_Eko_Handoyo_
z_lib_org_
Andreeyan, R. (2014). Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Di Kelurahan Sambutan Kecamatan Sambutan Kota Samarinda. EJournal
Administrasi Negara, 2(4), 1940.
https://ejournal.ap.fisip-unmul.ac.id/site/?p=1197
Budiarjo, M., Soeseno, N., & Evaquarta, R. (2014). Ilmu Politik: Ruang Lingkup
dan Konsep. Modul, 42(12), 1–61.
http://repository.ut.ac.id › 1 › ISIP4212-M1
Lubis, S. (2013). Partisipasi Masyarakat dalam Perumusan Kebijakan Publik.
Politik Praktik, 1, 72–81.
https://media.neliti.com/media/publications/242733-partisipasi-masyarakat
dalam-kebijakan-p-db1dce14.pdf
Politik, R. J. (2017). Politik dan Kebijakan (Publik). Jurnal Politik, 3(1).
https://doi.org/10.7454/jp.v3i1.78
Risnawan, W. (2017). Peran Dan Fungsi Infrastruktur Politik Dalam Pembentukan
Kebijakan Publik. Dinamika Administrasi Publik, 4(3), 511–518.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/dinamika/article/view/1952/1588
Suaib, M. R. (2016). Pengantar Kebijakan Publik.
https://www.onesearch.id/Record/IOS4274.slims-32563
Sururi, A. (2019). Inovasi Kebijakan Publik. Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://scholar.google.co.id/citations?user=23w61xIAAAAJ&hl=en
Suryono, A. (2018). Kebijakan Publik Untuk Kesejahteraan Rakyat. Transparansi
Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi, 6(2), 98–102.
https://doi.org/10.31334/trans.v6i2.33
Witianti, S., & Sholihah, R. (2016). Faktor Kegagalan dan Upaya
MengatasinyaDalam Proses Perumusan Kebijakan Publik Partisipatif Di
Indonesia. Jurnal Demokrasi, IV(no 1), 636.
http://repository.ut.ac.id › 1 › FISIP201601-38

Anda mungkin juga menyukai