Anda di halaman 1dari 16

BAB V

PEMBAHASAN

Pada pembahasan studi kasus ini penulis akan menyajikan pembahasan yang
membandingkan teori dengan asuhan kebidanan komprehensif yang diberikan
kepada Ny. R G2 P1 A0 sejak kunjungan pertama mulai usia kehamilan 35 minggu
hingga menjadi akseptor keluarga berencana dengan pembahasan sebagai berikut:

A. Asuhan kebidanan kehamilan

1. Kunjungan Antenatal
Ny.R memeriksakan kehamilannya sebanyak 10 kali yaitu pada
trimester pertama sebanyak 1 kali yaitu pada usia kehamilan 8 minggu,
Trimester II sebanyak 2 kali yaitu pada usia kehamilan 19 minggu dan 23
minggu. Trimester III sebanyak 7 kali yaitu pada usia kehamilan 25
minggu, 26 minggu, 29 minggu, 33 minggu, 34 minggu, 35 minggu, 36
minggu, dan 37 minggu, dan 33 minggu di Praktik Dokter.
Menurut Kemenkes RI (2020,Hal.16) periksa kehamilan minimal 6
kali selama kehamilan yaitu 2 kali pada trimester pertama, 1 kali pada
trimester kedua, dan 3 kali pada trimester ketiga dengan minimal 2 kali
pemeriksaan oleh dokter pada trimester 1 dan trimester III. Sofian A.
(2013, hal 38 ).
Kunjungan yang dilakukan ibu tidak memenuhi standar minimal
pemeriksaan yaitu 6 kali kunjungan selama kehamilan, tetapi ibu belum
memenuhi jadwal kunjungan ideal dianjurkan yaitu 2 kali pemeriksaan di
dokter pada trimester 1 dan 3, sedangkan pada trimester 1 ibu hanya
melakukan pemeriksaan 1 kali di Praktik Mandiri Bidan dan tidak ada
melakukan pemeriksaan dengan Dokter. Hal ini dikarenakan
ketidaktahuan mengenai standar kunjungan minimal ANC.
2. Ketidaknyamanan Ibu Hamil
Pada usia kehamilan 35 minggu Ny. R mengatakan mengalami
nyeri punggung sejak 3 hari yang lalu.
Menurut Wahyuni dan prabowo,2012) Nyeri punggung pada
wanita hamil disebabkan oleh faktor mekanika yang mempengaruhi
kelengkungan tulang belakang oleh perubahan sikap statis dan
penambahan beban pada saat ibu hamil. Jika kondisi ketidaknyamanan
tersebut tidak diberikan asuhan dengan baik maka akan membuat
kehamilan ibu dalam kondisi tidak nyaman.
Pada ketidaknyamanan kehamilan. Ny.R dapat di analisa
mengalami ketidaknyamanan Fisiologis karena peningkatan berat badan
ibu yang semakin bertambah menyebabkan postur dan cara berjalan ibu
berubah. Pusat gravitasi ibu bergeser kedepan sehingga cara berjalan ibu
dan otot belakang mendapat tekanan berat sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan nyeri punggung. Setelah diberikan KIE mengenai cara
mengatasi keluhan yang dirasakan ibu, keluhan yang di alami mulai
berkurang dan ibu merasa nyaman.
Pada usia kehamilan 36 minggu Ny. R mengatakan mengalami
bengkak pada kaki sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu.
Menurut Hani dkk (2014) pembengkakan pada kaki ibu disebabkan
oleh gangguan sirkulasi darah akibat pembesaran dan penekanan uterus
terutama pada vena pelvis dapat menganggu kenyamanan bagi ibu, serta
jika diiringi dengan kenaikan tekanan darah >140/90 mmHg dan terdapat
protein pada urine maka dapat beriseko terjadinya preeklamsi. Setelah
diberikan KIE mengenai cara mengatasi keluhan yang dirasakan ibu,
keluhan yang di alami ibu bertambah menjadi bengkak keduanya.
Ny.R dapat dianalisa mengalami keluhan berdampak patologis
karena kedua kaki bertambah bengkak akibat sering menjuntai kaki saat
duduk. Tetapi, Ny.R tidak diiringi dengan tekanan darah yang tinggi dan
hasil laboraturium Ny. R protein urine positif 1 maka dapat beriseko
terjadinya preeklamsi yang dapat mengakibatkan ibu mengalami kejang
saat proses persalinan. Ny. R disarankan memeriksakan keadaanya ke
fasilitas kesehatan untuk memastikan keadaanya lebih lanjut.
3. Standar Pemeriksaan Kehamilan
Selama kehamilan Ny. R memeriksa kehamilannya ke bidan dan
mendapatkan pelayanan kehamilan 10 T.
Menurut Kemenkes (2020, hal.1), menyatakan bahwa dalam
melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan
pelayanan yang berkualiktas sesuai standar terdiri dari 10T yaitu ukur
tinggi badan dan berat badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (Ukur
Lingkar Lengan Atas / LILA, ukur TFU, tentukan presentasi janin dan
Denyut Jantung Janin (DJJ), Imunisasi TT, Tablet Fe, Pemeriksaan Periksa
Laboratorium (Rutin dan Khusus), Tatalaksana / penanganan Kasus, Temu
Wicara (Konseling).
Pelayanan kesehatan kehamilan yang telah Ny.R dapatkan yaitu
ukur tinggi badan dan berat badan, ukur tekanan darah, ukur Lingkar
Lengan Atas / LILA, ukur TFU, menentukan presentasi janin dan Denyut
Jantung Janin (DJJ), Imunisasi TT, Tablet Fe, Pemeriksaan Periksa
Laboratorium, Tatalaksana / penanganan kasus, Temu Wicara (Konseling).
Adapun pelayanan yang didapatkan Ny. R yaitu:
a. Ukur tinggi badan dan berat badan
Tinggi badan Ny. R diukur saat pertama kali melakukan
pemeriksaan antenatal yaitu saat usia kehamilan 8 minggu dengan hasil
155 cm. Menurut Permenkes RI No 97 (2014 hal 35), penimbangan
berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat
badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari
1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan janin. Pengukuran tinggi badan pada pertama kali
kunjungan dilakukan untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu
hamil. Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko
untuk terjadinya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion).
Berat badan Ny. R selalu ditimbang saat melakukan kunjungan
antenatal. Berat badan Ny. R sebelum hamil 40 Kg dan saat hamil
trimester III, pada usia kehamilan 37 minggu, menjadi 54 Kg. Terjadi
peningkatan berat badan sebanyak 14 Kg pada ibu.
Menurut kemenkes RI (2020) Kenaikan BB Wanita hamil
berdasarkan IMT sebelum hamil Kategori Rendah (IMT <18,5) rentang
kenaikan yang dianjurkan 12,5-18 kg, Normal (IMT 18,5-24,9) rentang
kenaikan 11,5-16 kg, tinggi (IMT 25,0-29,9) rentang kenaikan yang
dianjurkan 7-11,5 kg, Obesitas (IMT > 30) rentang kenaikan yang
dianjurkan (5-9 kg).
Berdasarkan uraian diatas Ny.R memiliki tinggi badan 155 cm dan
mengalami kenaikan berat badan dari awal kehamilan sampai akhir
kehamilan 14 kg. kenaikan berat badan ibu masih dalam batas normal
karena kenaikan ibu Normal adalah 11,5-16 kg, ini menunjukkan bahwa
asupan nutrisi ibu pada kehamilan terpenuhi dengan cukup tidak
berlebihan dan tumbuh kembang janin baik.
b. Ukur tekanan darah
Tekanan darah Ny. R selalu diukur disetiap kunjungan dan hasil
tekanan darah Ny. R selama kehamilan selalu dalam batas normal dan
tidak pernah melebihi 120/80 mmHg.
Menurut Permenkes RI No 97 (2014 hal 35), Pengukuran Tekanan
darah Ny. R selalu diukur disetiap kunjungan dan hasil tekanan darah
Ny. R selama kehamilan selalu dalam batas normal dan tidak pernah
melebihi 120/80 mmHg.tekanan darah pada setiap kali kunjungan
antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi
disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria).
Pengukuran tekanan darah klien selalu dalam batas normal dan
tidak pernah melebihi ≥ 140/90 mmHg, hal ini karena Ny. R tidak
memiliki riwayat hipertensi baik sebelum hamil maupun pada saat
kehamilan pertama.
c. Nilai Status Gizi (Ukur Lingkar Lengan Atas / LILA)
Pada tanggal 16 Juni 2021 Ny. R dilakukan pengukuran LILA pada
saat kunjungan antenatal pertama pada usia kehamilan 8 minggu
dengan hasil LILA 24 cm.
Menurut Permenkes RI No 97 (2014 hal 35), Pengukuran LILA
hanya dilakukan pada kontak pertama oleh tenaga kesehatan di
trimester I untuk skrining ibu hamil berisiko Kurang Energi Kronik
(KEK). Kurang energi kronik disini maksudnya ibu hamil yang
mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa
bulan atau tahun) dimana ukuran LILA kurang dari 23,5 cm. Ibu
hamil dengan KEK akan dapat melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR).
Hasil LILA Ny.R dalam batas normal, sehingga ibu tidak
mengalami KEK karena LILA ibu tidak <23,5 cm dan ibu tidak
beriseko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
d. Ukur TFU
Pengukuran tinggi fundus Ny. R dilakukan sejak pertama kali
saat usia kehamilan 8 minggu yaitu belum teraba. Pada tanggal 15
Desember 2021 kunjungan pertama penulis terhadap Ny. R dengan
usia kehamilan 35 minggu didapatkan TFU 3 jari diatas pusat (29 cm),
saat usia kehamilan 36 minggu TFU 30 cm, usia kehamilan 37 minggu
dan TFU 32 cm.
Menurut Kusmiyati (2015, hal.69-72) 28 minggu: fundus uteri
terletak kira-kira tiga jari diatas pusat atau 1/3 jarak antara pusat ke
prosesus xifoideus (25 cm), 32 minggu: fundus uteri terletak kira-kira
antara 1/2 jarak pusat dan prosesus xifoideus (27 cm), 36 minggu:
fundus uteri kira-kira 1 jari dibawah prosesus xifoideus (30 cm), 40
minggu: fundus uteri terletak kira-kira 3 jari dibawah prosesus
xifoideus (33 cm).
Berdasarkan hasil pemeriksaan perkembangan tinggi fundus
uteri Ny.R sesuai dengan anjuran. TFU Ny.R mengalami kenaikan
seiring bertambahnya usia kehamilan, penulis menganjurkan ibu
untuk mempertahankan dan meningkatkan pola makan dengan
makanan yang bergizi seimbang agar nutrisi ibu dan janin terpenuhi
sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin sesuai dengan usia
kehamilan.
e. Tentukan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
Presentasi janin pada Ny. R selalu dilakukan saat kunjungan
antenatal. Kunjungan antenatal dilakukan sejak usia 35 minggu – 37
minggu Pada pemeriksaan Leopold selama kunjungan kehamilan
dengan hasil normal yaitu Pada fundus teraba lunak, bundar dan tidak
melenting (bokong), teraba bagian terbesar sebelah kanan perut ibu
terasa panjang rata dan keras (punggung kanan), bagian terkecil teraba
di sebelah kiri perut ibu, bagian janin teraba bulat keras dan melenting
(presentasi kepala), DJJ Ny. R selama kunjungan kehamilan 35
minggu -37 minggu yaitu 136-150 x/m.
Menurut Kemenkes (2020, hal.2), Menentukan presentasi janin
dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali
kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui
letak janin. Jika pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala,
atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak,
panggul sempit atau ada masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada
akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ
lambat kurang dari 120 x/menit atau DJJ cepat lebih dari 160 x/menit
menunjukkan adanya gawat janin.
Pada pengkajian data objektif pada Ny.R dapat di analisa
bahwa penentuan presentasi janin dan Penilaian Denyut Jantung Janin
(DJJ) Ny. R telah dilakukan saat kunjungan dan tidak ada tanda-tanda
gawat janin dan kelainan letak dan masalah lainnya.

f. Imunisasi TT
Ny. R telah mendapatkan imunisasi TT4 pada saat periksa
kebidan. TT1 didapatkan Ny.R sebelum menikah pada tahun 2014,
TT2 tahun 2014 , dan TT3 pada tahun 2015 dan TT4 Pada tahun
2016.
Menurut Kemenkes (2020, hal.2), Untuk mencegah terjadinya
tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada
saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisai T-nya.
Pemberian imunsasi TT pada ibu hamil, disesuaikan dengan status
imunisasi T ibu saat ini. Ibu hamil minimal memiliki status imunisasi
T2 agar mendapatkan perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu hamil
dengan status imunisasi T5 (TT Long Life). TT1 diberikan 1 bulan
dari TT2 , TT2 diberikan 6 bulan dari TT3, TT3 diberikan 12 bulan
dari TT4, TT4 diberikan 12 bulan dari TT5 Ny. N telah mendapatkan
imunisasi TT4.
Pada pengkajian data subjektif pada Ny.R dapat di analisa
bahwa telah mendapatkan imunisasi TT4 untuk mendapatkan
perlindungan seumur hidup.
g. Tablet Fe
Ny. R telah mendapatkan tablet tambah darah selama kehamilan,
diberikan pertama kali tablet tambah darah saat usia kehamilan 8
minggu.
Menurut Permenkes RI No 97 (2014 hal 35) Untuk mencegah
anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet tambah darah
(tablet zat besi dan asam folat) minimal 90 selama kehamilan yang
diberikan sejak kontak pertama.
Selama kehamilan ibu sudah mendapatkan tablet tambah darah 90
tablet yang diberikan oleh tenaga kesehatan setiap kunjungan ulang
apabila tablet tambah darah pada kunjungan sebelumnya sudah habis.
Berdasarkan pengakuan dari suami, ibu mengonsumsi tablet tambah
darah secara rutin dan teratur.
h. Pemeriksaan Periksa Laboratorium (Rutin dan Khusus)
Pada tanggal 20 September 2021 Ny. R melakukan pemeriksaan
pada kehamilan trimester II (23 minggu) dengan hasil Hb : 9,2 gr% di
Puskesmas. Dan pada tanggal 22 Desember 2022 pada trimester III
(35 minggu) dengan hasil Hb : 14.3 gr%, pemeriksaan dilakukan
dirumah oleh peneliti, protein urine positif 1 dan reduksi urine negatif.
Menurut Rukiyah, dkk (2013 hal. 164) menyatakan pemeriksaan
Hb sebaiknya dilakukan dua kali selama kehamilan yaitu pada
trimester awal (0-12 minggu) dan trimester III (28-40 minggu)
kehamilan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium Hb dan pemeriksaan
urinalisis didapatkan Ny. R dapat dianalisa Ny.R pernah mengalami
anemia ringan pada usia kehamilan 23 minggu dan di cek lagi usia
kehamilan 35 minggu Hb normal 14,3 gr% dan pemeriksaan Protein
urine (+1) usia kehamilan 37 minggu menunjukan adanya tanda-tanda
preeklamsi maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang di
Laboraturium di Puskesmas untuk menilai kadar protein urine
i. Tatalaksana / penanganan Kasus
Ny. R ketika ada keluhan selalu datang ketenaga kesehatan
terdekat untuk memeriksakan keadaanya. Menurut Permenkes RI No
97 (2014 hal 35), Setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil
harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga
kesehatan.
Asuhan yang diberikan pada Ny. R pada tatalaksana kasus ini
sudah dilakukan berdasarkan standar pelayanan minimal 10T pada
kunjungan ANC sesuai dengan kebutuhan ibu, serta berbagai
ketidaknyamanan sudah teratasi dengan baik..
j. Temu Wicara (Konseling)
Ny. R dan keluarga sebagai pengambil keputusan telah mendapat
konseling mengenai perencanaan persalinan. Sehubungan dengan teori
yang dinyatakan oleh (Depkes RI,2005) pada trimester III petugas
kesehatan baiknya memberikan konseling kepada ibu dan suami untuk
merencanakan proses persalinannya, dan pencegahan komplikasi
(P4K) serta KB setelah bersalin.
Pada saat kunjungan Ny.R merencanakan ingin bersalin di PMB S .
hal tersebut sesuai dengan teori saifuddin tahun 2009, konseling
diberikan pada setiap kunjungan ANC disesuaikan dengan kebutuhan
ibu. Saat pelaksanaan ANC juga telah dilakukan perencanaan
persalinan yang meliputi rencana tempat bersalin, penolong,
transportasi, biaya, serta keperluan ibu dan bayi. Secara keseluruhan
penulis berpendapat tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktek,
dikarenakan penulis tidak mengalami kesulitan pada saat temu wicara
dengan NY.R, hal ini dikarenakan Ny.R kooperatif dan bekerja sama
sehingga konseling berjalan lancar.
B. Asuhan Kebidanan Persalinan

Ny. R memasuki masa persalinan pada usia kehamilan 37 minggu. Pada


tanggal 10 Januari 2020 pukul 14.00 WITA didapatkan Ny. R mengatakan
mulai mules dan sakit perut sejak jam 13.30 WITA. Dilakukan pemeriksaan
dan didapatkan hasil bahwa porsio tipis, pembukaan 3 cm, ketuban negatif,
kepala di Hodge I, His 2x10’x35”, protein urine positif 1.

Menurut Sondakh J, (2013, hal.5) kala I ditandai dengan keluarnya lendir


bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar, dimulai sejak
terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks, hingga mencapai
pembukaan lengkap (10 cm). kala I terbagi menjadi 2 fase, fase laten dari
pembukaan 1 cm sampai 3 cm dan fase aktif dimulai dari pembukaan 4 cm
sampai 10 cm. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam dan pada
multigravida berlangsung selama 6-8 jam.

Menurut Kurniawati D, (2020, hal.16) Preeklamsi adalah darah tinggi atau


hipertensi kehamilan yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.
Ibu hamil dengan preeklamsi harus mendapat penanganan dan pertolongan
yang tepat agar tidak menjadi kejang dan mematikan, sehingga ibu dengan
preeklamsi harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat. Tanda-tanda
preeklamsi pada ibu hamil adalah tekanan darah diatas 140/90 mmHg,protein
urine tinggi dan kaki, wajah, atau tangan bengkak karena penumpukan cairan.

Pada pengkajian data subjektif dan data objektif pada Ny.R dapat di
analisa bahwa Ny. R datang ke PMB merasakan mules dan sakit perut,
pembukaan 3 cm. Ny.R mendapatkan hasil protein positif 1 dan memiliki
tanda-tanda preeklamsi yang dapat mengakibatkan ibu bersalin kejang yang
terjadi sebelum,selama atau sesudah persalinan dan dapat mengancam kondisi
janin yang bergantung pada ibu lewat saluran pembuluh darah di dalam rahim.
lalu bidan kembali melakukan informed consent untuk rujukan kerumah sakit
karena kaki oedema dan protein urine positif 1.
C. Asuhan Kebidanan Neonatus

Penulis melakukan kunjungan neonatus pada bayi Ny. R sebayak 3


kali yaitu KN 1 pada 48 setelah lahir, KN 2 pada hari ke 7, KN 3 pada hari ke-
14.
1. Kunjungan Neonatus I
Menurut Kemenkes (2020a, hal. 7) menyatakan bahwa standar
kunjungan neonatus yaitu KN 1 dilakukan pada 6-48 jam setelah lahir, KN
2 pada 3-7 hari, KN 3 pada saat 8-28 hari setelah kelahiran
KN I dilakukan pada tanggal 11 Januari 2022 Pukul 16.00 WITA
didapatkan hasil bayi menyusu dengan kuat, kehangatan tubuh bayi
terjaga, gerakan aktif, tanda-tanda vital normal dan sudah BAK/BAB,
pemeriksaan reflek rooting (+). reflek moro (+), reflek grasping (+), reflek
babinski(+), reflek sucking(+), bayi Ny. R juga sudah diberikan imunisasi
Hb0. Bayi Ny. R dalam keadaan sehat dan tidak ada penyulit yang
menyertai.
Menurut Kemenkes (2020, hal 7) pada kunjungan neonatal 1 (6-48
jam) setelah melakukan pemeriksaan pernapasan, warna kulit, tingkat
aktivitas, suhu tubuh, dan perawatan untuk setiap penyulit yang muncul.
Asuhan yang diberikan kepada bayi sudah dilakukan, bayi dalam
keadaan normal dan tidak terdapat penyulit pada bayi, bayi telah
dimandikan, kehangatan tubuhnya sudah dijaga dengan dibedong, bayi
sudah disusukan, memberikan konseling tentang tanda bahaya pada bayi
serta imunisasi dasar lengkap.
2. Kunjungan Neonatus II
KN II dilakukan pada tanggal 17 Januari 2022 Pukul 16.00 WITA
bayi Ny. R dilakukan kunjungan pada hari ke-7 setelah bayi lahir. Asuhan
yang diberikan kepada Bayi Ny. R didapatkan hasil bahwa bayi Ny. R
dalam keadaan baik, kehangatan tubuh bayi terjaga, mendapatkan ASI
kurang, tali pusat terawat.
Menurut Kemenkes (2020a, hal. 7) Kunjungan neonatus dilakukan
sejak bayi usia satu hari sampai usia 28 hari. Kunjungan neonatus ke-2
(KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke-3 sampai dengan hari ke-7
setelah lahir. Hal yang dilaksanakan: menjaga kehangatan tubuh bayi,
memberikan ASI eksklusif, mencegah infeksi, merawat tali pusat,
memeriksa ada/tidak tanda sakit dan bahaya pada neonatus.
Menurut Mauliza dkk (2021) menyatakan bahwa Neonatus
memiliki komposisi air sekitar 75% yang akan berkurang dalam minggu
pertama karena terjadi pergeseran cairan dari intraseluler ke ekstraseluler.
neonatus yang mengalami masalah dalam asupan ASI dikarenakan pada
hari pertama sampai 1 minggu mengeluhkan produksi ASI yang kurang,
bahkan tidak keluar sama sekali. Pengeluaran ASI yang kurang pada ibu
dipengaruhi oleh Status gizi, paritas dan pendidikan.
Pada Bayi Ny. R kunjungan neonatus hari ke-7 dapat dianalisis
kehangatan tubuh bayi terjaga, mendapatkan asi eksklusif namun bayi
menyusu kurang kuat karena produksi ASI yang kurang, penurunan berat
badan 25 gram dari 3.025 gram menjadi 3.000 gram, tali pusat terawat,
dan tidak mengalami tanda-tanda bahaya pada neonatus. dengan menjaga
kehangatan tubuh bayi, mencegah infeksi, merawat tali pusat, memeriksa
ada/tidak tanda sakit dan bahaya pada neonatus.
3. Kunjungan Neonatus III
KN III pada tanggal 28 Januari 2022 Pukul 16.00 WITA tidak
ditemukan masalah pada bayi Ny. R. Gerakannya aktif, bayi minum ASI
saja, BAB 2 kali sehari, BAK 5-6 kali sehari, N: 138 x/menit, R: 48
x/menit, suhu: 36.6°C, berat badan 3.100 gram, panjang badan 50 cm.
Menurut Kemenkes (2020a, hal. 7) Kunjungan neonatus dilakukan
sejak bayi usia satu hari sampai usia 28 hari. Kunjungan neonatal ke-3
(KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai ke 28 setelah lahir.
Hal yang dilaksanakan: Periksa ada/tidak tanda bahaya dan atau gejala
sakit, menjaga kehangatan tubuh, memberi ASI eksklusif, merawat tali
pusat, menjelaskan mengenai imunisasi.
Pada KN III hari ke 14 didapatkan analisis tidak ditemukan
masalah pada bayi Ny. R , pada KN III By.Ny.R baru mengalami
kenaikan BB yaitu 200 gram , asuhan yang diberikan pada By.Ny.N telah
sesuai antara asuhan kebidanan serta melakukan SOAP dengan teori yang
ada yaitu pada hari ke 14 setelah bayi lahir dengan hasil pemeriksaan bayi
dalam keadaan sehat serta ibu telah mengetahui rangkaian imunisasi yang
harus didapatkan bayinya.

D. Asuhan Kebidanan Nifas

1. Kunjungan Nifas I
Kunjungan ke-1 pada Ny.R didapatkan hasil tidak ditemukannya
penyulit yang menyertai ibu karena kontraksi uterus ibu baik, kandung
kemih kosong, tanda-tanda vital normal, darah berwarna merah dan ibu
bisa mobilisasi secara dini dan menjalin hubungan antar ibu dan bayinya.
cara massase uterus, cara perawatan bayi, cara pemberian ASI,Cara
menjaga bayi tetap hangat.
Menurut Kemenkes RI 2020a (hal. 27) Program dan kebijakan
teknik masa nifas paling sedikit yaitu 4 kali kunjungan. Adapun frekuensi
kunjungan nifas (KF) yaitu KF 1 dilakukan 6 jam – 2 hari setelah
persalinan. Menurut Nugroho (2014, hal.217-218) Kunjungan pertama
nifas tujuanya mencegah perdarahan masa nifas karena persalinan atonia
uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan : rujuk bila
perdarahan lanjut, memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana mencegah perdarahan pada masa nifas karena atonia
uteri, pemberian ASI awal, memberi supervisi kepada ibu bagaimana
teknik melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, menjaga bayi
agar tetap sehat dengan mencegah hipotermi.
Penulis melakukan pemeriksaan pada 48 jam setelah persalinan
yaitu untuk memberikan asuhan kepada ibu untuk memastikan involusi
uterus, perdarahan, cara massase uterus, cara perawatan bayi, cara
pemberian ASI. Cara menjaga bayi tetap hangat.
Kunjungan ke-1 pada Ny.R didapatkan analisis tidak ditemukannya
penyulit yang menyertai ibu asuhan yang diberikan kepada Ny. R yaitu
mencegah perdarahan karena atonia uteri dengan ibu melakukan massase
fundus uterus, kandung kemih kosong, memeriksa tanda tanda vital ibu,
menganjurkan ibu untuk mobilisasi berjalan, menganjurkan ibu untuk
merawat bayinya dengan memandikan bayi, menganjurkan ibu untuk
memberikan ASI kepada bayinya

2.Kunjungan Nifas II

Kunjungan ke-2 pada Ny. R di dapatkan ASI yang keluar masih


sedikit karena kurangnya intensitas menyusui maka dianjurkan periksa
plekatan dan posis menyusui, kontraksi uterus baik, tidak terjadi
perdarahan sehingga involusi uterus berjalan normal, ibu tidak berpantang
dalam makanan dan minum yang cukup serta kebutuhan istirahat terpenuhi
sehingga keadaanya baik dan sehat, dan personal hygiene bayinya
sehingga bayi dalam keadaan sehat.
Menurut Kemenkes RI 2020a (hal. 27) Program dan kebijakan
teknik masa nifas paling sedikit yaitu 4 kali kunjungan. Adapun frekuensi
kunjungan nifas (KF) yaitu, KF 2 dilakukan pada 3 hari- 7 hari setelah
persalinan. Menurut Nugroho (2014, Hal 217-218) kunjungan nifas
tujuanya memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, evaluasi
adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal,
memastikan ibu cukup makan, minum, dan istirahat, memastikan ibu
menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda adanya penyulit,
memberikan konseling pada ibu mengenai hal-hal berkaitan dengan
asuhan pada bayi.
Kunjungan ke-2 pada Ny. R di dapatkan masalah pengeluaran ASi
yang keluar sedikit. Asuhan masa nifas pada Ny. R telah diberikan yaitu
kurangnya intensitas menyusui maka dianjurkan periksa pelekatan
dan posisi menyusui, memberikan ASI sesering mungkin dan menrapkan
pola hidup sehat. memastikan involusi uteri berjalan normal ditandai
dengan uterus berkontraksi, memeriksa tanda tanda vital ibu,
menganjurkan ibu untuk cukup mengkonsumsi makanan tanpa berpantang
dan menjaga personal hygiene, memberikan KIE kepada ibu tentang
menjaga kehangatan bayi.
3.Kunjungan Nifas III

Kunjungan ke-3 pada Ny. R didapatkan hasil pemeriksaan TFU tak


teraba diatas sympisis, lokia serosa, payudara tidak bengkak, putting susu
menonjol dan tidak lecet, ASI lancar, TTV normal.
Menurut Kemenkes RI 2020a (hal. 27) Program dan kebijakan
teknik masa nifas paling sedikit yaitu 4 kali kunjungan. Adapun frekuensi
kunjungan nifas (KF) yaitu, KF 3 dilakukan pada 8 hari- 28 hari setelah
persalinan. Menurut Nugroho (2014, Hal 217-218) bahwa kunjungan ketiga
tujuanya sama dengan kunjungan kedua
Kunjungan ke-3 pada Ny. R di dapatkan hasil tidak ditemukan
masalah yang menyertai ibu Asuhan masa nifas pada Ny. R sudah diberikan
yaitu memastikan involusi uteri Memastikan involusi uterus berjalan
normal: uterus berkontraksi, fundus tidak teraba, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau., memeriksa tanda tanda vital ibu, dan memberikan
konseling KB pada ibu.

4. Kunjungan Nifas IV
Asuhan yang diberikan pada ib pada kunjungan nifas ke IV adalah
untuk memastikan tidak ada penyulit pada ibu dan bayi dan ibu
menggunakan kontrasepsi KB suntik.
Menurut Sari dan khotimah (2018,hal.3) menyatakan tujuan
kunjungan nifas keempat yaitu menanyakan pada ibu tentang penyulit-
penyulit yang dialami ibu dan bayinya, dan memastikan ibu memilih
kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan.
Kunjungan ke-4 pada Ny. R di dapatkan analisis tidak ditemukan
adanya bahaya nifas seperti demam dan perawatan payudara dan ibu
memilih menggunakan kontrasepsi KB suntik depo progestin.
E. Asuhan Kebidanan Pada Keluarga Berencana

Pada kunjungan nifas 2 minggu, penulis telah memberikan konseling


tentang kontrasepsi rasional pascasalin kepada ibu yaitu kontrasepsi yang
dapat digunakan oleh ibu sesuai dengan kondisinya. Penulis telah memberikan
informed choice kepada ibu tentang kontrasepsi AKDR, Pil Progestin, Suntik
Depo Progestin, dan Cara Sederhana. Penulis telah memberikan konseling dini
mengenai KB agar ibu memiliki waktu untuk memutuskan alat kontrasepsi
yang dipilih. Umur Ibu 28 tahun, BB 52 kg, TB 155 cm, 110/80 mmHg, tidak
ada pembengkakan pada payudara, ASI (+), ekstremitas tidak odem. ibu tidak
memiliki riwayat penyakit keturunan hipertensi, diabetes melitus, dan jantung.
Menurut Sulistyawati (2011, hal 138) dalam tabel penggunaan kontrasepsi
untuk ibu dengan umur 25-29 tahun dan mempunyai anak 2 prioritas utama
kontrasepsi yang disarankan adalah kontap, implant, AKDR, suntik dan pil.
Asuhan sudah diberikan, ibu memilih menggunakan kontrasepsi suntik
depo progestin karena sedang menyusui ASI secara eksklusif karena kb suntik
depo progestin ini tidak mempengaruhi ASI, ibu tidak berani menggunakan
AKDR karena takut dengan pemasangan alat dalam Rahim. ibu tidak memilih
kontrasepsi jenis pil karena takut lupa untuk meminum obat. Ibu sudah
menggunakan KB rasional dengan jenis kontrasepsi suntik depo progestin ini
sudah mengetahui keuntungan dan kerugian dari kontrasepsi suntik depo
progestin.

Anda mungkin juga menyukai